Anda di halaman 1dari 10

Nama : Novi Umami

NIM : 18/427182/KU/20787
Mata Kuliah : Psikologi Kebencanaan dan Krisis
Dosen Pengampu: Prof. Drs. Koentjoro, M.BSc., Ph.D.
Asisten Dosen : Nevi Kurnia Arianti
Rani Attiqah Gusbet

Peran Mitigasi Dalam Kesiapsiagaan


Penanggulangan Gempa Bumi

Novi Umami

(Diajukan untuk tugas UTS Psikologi Kebencanaan dan Krisis)

Program Studi S1 Kedokteran 2018

Universitas Gadjah Mada

Abstrak
Kabupaten Bantul merupakan suatu kabupaten di DI Yogyakarta merupakan
kawasan dengan tingkat aktivitas kegempaaan yang cukup tinggi di Indonesia. Karena
berada di zona tumbukan lempeng Samudera Indonesia. Disamping sangat rawan
gempa bumi akibat aktivitas tumbukan lempeng tektonik, Bantul juga sangat rawan
terhadap gempa vulkanik, yaitu gempa yang disebabkan karena aktivitas gunung api
yang masih aktif. Contohnya adalah Gunung Merapi. Maka dari kondisi inilah yang
menjadikan Kabupaten Bantul sebagai daerah seismik aktif dan kompleks yang dapat
menyebabkan bencana bagi daerah sekitarnya. Bencana tidak hanya menimbulkan
korban meninggal dan luka serta rusaknya berbagai fasilitas kesehatan, tetapi juga
berdampak pada permasalahan kesehatan masyarakat, seperti munculnya berbagai
penyakit paskagempa, fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang baik,
serta trauma kejiwaan. Tidak hanya petugas kesehatan yang berperan dalam bencana
alam. Masyarakat juga perlu pemahaman terkait bagaimana cara menghadapi bencana
gempa bumi agar lebih waspada dan siap siaga jika bencana datang sewaktu-waktu.

Abstrack
Bantul Regency is a district in DI Yogyakarta, which is an area with a fairly high
level of seismic activity in Indonesia. Because it is in the Indonesian Ocean plate
collision zone. Besides being very prone to earthquakes due to tectonic plate collision
activities, Bantul is also very prone to volcanic earthquakes, namely earthquakes
caused by active volcanic activity. An example is Mount Merapi. Therefore, this
condition makes Bantul Regency an active and complex seismic area that can cause
disaster for the surrounding area. Disasters not only cause deaths and injuries and
damage to various health facilities, but also
have an impact on public health problems, such as the emergence of various post-
earthquake diseases, poor clean water and environmental sanitation facilities, and
psychological trauma. It is not only health workers who play a role in natural
disasters. The community also needs an understanding of how to deal with earthquake
disasters so that they are more alert and prepared if a disaster strikes at any time.

Kata Kunci : Gempa bumi, dampak, penanggulangan bencana, kesiapsiagaan


terhadap bencana.

Pendahuluan
Gempa bumi adalah getaran asli dari dalam bumi, bersumber di dalam bumi yang
merambat ke permukaan bumi akibat rekahan bumi pecah dan bergeser dengan keras.
Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika bumi (tektonik), aktivitas gunung api,
akibat meteor jatuh, longsor (di atas permukaan maupun di bawah permukaan air
laut), dan ledakan bom nuklir di bawah permukaan. Gempa bumi mempunyai
karakteristik yang khas, diantaranya adalah gempa bumi tidak dapat dicegah,
peristiwanya sangat mendadak dan mengejutkan, waktu terjadi, lokasi pusat dan
kekuatannya tidak dapat diprediksi (diperkirakan) secara tepat atau akurat oleh
siapapun, termasuk pakar-pakar gempa maupun BMKG.
Adapun dampak yang ditimbulkan oleh bencana gempa bumi sangat dipengaruhi
oleh beberapa hal, yaitu besarnya kekuatan gempa, jarak episentrum dengan kawasan
rawan bencana. kedalaman dan letak hiposentrum, kepadatan penduduk. kualitas dan
kuantitas bangunan atau tempat tinggal, serta kesiapan masyarakat dalam
melaksanakan mitigasi bencana.
Tepat 15 tahun lalu, 27 Mei 2006, gempa kuat mengguncang Yogyakarta dan
wilayah sekitarnya. Ribuan orang meninggal karena gempa yang berpusat di Bantul
tersebut. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) Bantul kekuatan
gempa pada waktu itu adalah 5,9 SR dan berlangsung cukup lama, sampai 57 detik.
Berdasarkan pemantauan Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
Yogyakarta, gempa tektonik berkekuatan M 5,9 itu terjadi pada pukul 05.53 di lepas
pantai Samudra Hindia. Posisi episentrum pada koordinat 8,03 LS dan 110,54 BT,
tepatnya pada perbukitan strukturan yang berjarak kurang lebih 15 kilometer di
sebelah timur zona Graben Bantul. Pada saat itu, gempa utama selalu diikuti gempa
susulan berkekuatan kecil.
Namun, rupanya gempa tersebut masih belum dapat meningkatkan kesadaran
warga terhadap pentingnya mitigasi gempa. Mitigasi belum dianggap sebagai modal
dan masyarakat masih enggan membangun rumah tahan gempa. Padahal, Indonesia
dikenal daerah rawan gempa bumi. Selain itu, penduduk yang sudah terlanjur tinggal
di sekitar sesar aktif juga perlu diedukasi agar mereka siap menghadapi gempa.
Kekuatan getaran dan lamanya gempa menghancurkan ratusan ribu rumah dan
menyebabkan ribuan orang meninggal.
Setelah melakukan berbagai penelitian mengenai fenomena gempa Jogja 2006,
para ahli mengingatkan bukan gempa yang membunuh manusia. Namun
bangunannya. Korban tewas pada umumnya karena tertimpa bangunan yang roboh.
Sementara itu korban luka-luka banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa,
didukung karena masyarakat belum mengerti betul tentang pentingnya mistigasi untuk
kesiapsiagaan dan kewaspadaan saat menghadapi bencana gempa bumi.

Persiapan dan Pengetahuan Mengenai Gempa Bumi


Sebelum Kejadian Gempa Bumi
Sebelum kejadian bencana gempa bumi perlu dilakukan persiapan dan
pengetahuan mengenai kebencanaan untuk menumbuhkan pemahaman dan
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana sehingga diharapkan kerugian dan korban
akan dapat dikurangi. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan
masyarakat sebagai upaya persiapan dan pengertahuan bencana sebelum kejadian
bencana, diantaranya adalah :
1. Perlunya memahami daerah yang kita tinggali. Sehingga kita perlu meningkatkan
sikap waspada dan kesiapsiagaan apabila daerah kita dekat dengan jalur gempa
dan gunung api yang masih aktif.
2. Mengumpulkan informasi bencana yang diperkirakan terjadi di daerah tempat
tinggal kita dengan menghubungi instansi yang berwenang atau terkait.
3. Memahami tempat yang aman dan tempat yang tidak aman apabila terjadi
bencana gempa. Hal ini cukup penting dalam rangka tindakan penyelamatan diri
saat kejadian bencana gempa.
4. Mengaitkan benda-benda berat yang membahayakan ke tempat yang kokoh
sehingga bila terjadi gempa tidak mudah roboh atau jatuh yang dapat
mencelakakan kita.
5. Membuat rencana jalur evakuasi bagi masing-masing anggota keluarga menuju
satu titik tempat aman diluar rumah. Begitupun anggota masyarakat menuju satu
titik tempat aman yang telah disepakati bersama.
6. Melakukan latihan evakuasi bagi anggota keluarga maupun masyarakat untuk
menyelamatkan diri saat kejadian bencana.

Saat Kejadian Gempa Bumi


Saat kejadian bencana gempa bumi perlu dilakukan langkah-langkah yang
bertujuan untuk menyelamatkan diri agar mengurangi korban jiwa akibat bencana.
Tetap tenang dan tidak panik adalah kunci utama saat kita menyelematkan diri ketika
terjadi bencana. Sikap tenang dan tidak panik akan membawa kita melakukan
langkah-langkah yang benar dan cepat namun tidak sembrono. Apabila kita berada di
dalam rumah ataupun bangunan Segeralah berlindung di bawah meja atau kursi yang
kokoh apabila kita berada dalam ruangan saat gempa terjadi, sesegera mungkin lari
keluar rumah menuju ke tempat terbuka yang aman apabila memungkinkan. Tempat
terbuka yang aman adalah tempat terbuka yang jauh dari bangunan maupun pohon
besar.
Apabila kita sedang dalam perjalanan, sebaiknya kita segera meletekkan
kendaraan atau parkir di tempat yang aman, baik dari jatuhan pohon, bangunan, serta
aman dari kemungkinan pencurian kendaraan. Kita jika memungkinkan kita juga bisa
dengan segera mungkin berlari ke luar kendaraan menuju ke tempat terbuka, dengan
catatan kendaraan sudah parkir ditempat yang aman, jadi tidak akan mengganggu
oranglain dalam upaya penyelamatan diri juga. Namun, apabila kita tidak sempat
keluar dari kendaraan, sebaiknya kita tetap di dalam kendaraan, menunduk lindungi
kepala dan berpegangan.
Setelah Kejadian
Setelah bencana terjadi, biasanya kita mendapati banyak pengungsi. Apabila para
pengungsi tersebut telah diungsikan ke tempat aman, langkah selanjutnya yang
dilakukan antara lain :
1. Mengecek anggota keluarga dan sanak saudara kita. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui jumlah yang selamat dan korban jiwa akibat bencana khususnya
keluarga dan sanak saudara kita.
2. Menyiapkan dapur umum. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
makanan secara terkoordinasi bagi semua pengungsi.
3. Menyiapkan tenda-tenda darurat atau yang lain untuk berteduh. Hal ini dilakukan
untuk tempat berteduh dan istirahat sementara yang terkoordinasi bagi semua
pengungsi.
4. Segera menghubungi dan mendatangi posko bantuan untuk mendapatkan
makanan bergizi, selimut, dan obat-obatan.
5. Segera menghubungi dan mendatangi posko kesehatan untuk memeriksakan diri
agar terhindar dari penyakit yang umum pasca bencana seperti diare, infeksi
saluran pernafasan atas (asma), penyakit kulit, dan penyakit menular lainnya.
6. Melakukan rehabilitasi dan rekontruksi daerah pasca bencana (oleh pemerintah
baik pusat maupun daerah).
Saat terjadinya bencana, selain didukung oleh kesiapsiagaan masyarakat yang
baik karena sebelumnya telah mendapat pelatihan dan penyuluhan mengenai
kesiapsiagaan bencana, tim medis juga berperan aktif dalam kebencanaan. Bencana
sendiri dibagi beberapa tahap yaitu tahap pra-disaster, tahap serangan atau saat terjadi
bencana (impact), tahap emergency, dan tahap rekonstruksi. Berikut adalah peran
tenaga kesehatan sesuai tahap bencananya :
1. Pra Disaster
a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan
dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan
menghadapi bencana kepada masyarakat.
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang
meliputi hal-hal berikut ini:
a) Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
b) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga yang lain
c) Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon
darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance.
2. Saat bencana terjadi atau impact
a. Bertindak cepat dan melakukan metode Triase. Tujuan menggunakan metode
triase adalah semakin cepat kita menolong korban, makin banyak juga nyawa
yang dapat diselamatkan. Berikut adalah gambar alur untuk penanganan
triase :

b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun


secara pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban
selamat.
c. Koordinasi antar tim dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok
yang menanggulangi terjadinya bencana.
3. Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah :
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari.
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS.
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
dan peralatan kesehatan.
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri)
maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual
muntah, dan kelemahan otot).
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan
psikiater.
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan
dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

4. Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah :


a. Tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress disorder (PTSD).
b. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerjasama
dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan masyarakat pasca
gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan agar menuju keadaan sehat
dan aman.

Kesimpulan
Bencana alam memang berisifat tidak terduga, yang artinya bencana alam dapat
muncul secara tiba-tiba atau secara mendadak. Maka dari itu, perlu kewaspadaan dan
kesiapsiagaan bagi siapapun terutama pada masyarakat yang tinggal didaerah rawan
bencana. Kabupaten Bantul, sebagai daerah yang rawan gempa dapat menjadi daerah
pembelajaran bahwa kesiapsiagaan masyarakat yang dibantu dengan pelayanan gawat
darurat telah berkontribusi dalam mengurangi jumlah korban jiwa yang meninggal
saat terjadi bencana gempa bumi. Kunci utama dari kesiapsiagaan dan kewaspadaan
adalah tenang, memahami keadaan sekitar, dan menolong oranglain yang
membutuhkan. Saat penanganan kegawatdaruratan bencana, tim penolong harus
mampu menolong secara cepat, tepat, serta berani mengambil keputusan, bersikap
tegas, dan menjalankan sistem instruksi, bukan diskusi.

Referensi
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPBj. 2008. Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara
Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2010. Buku Panduan Pengenalan
Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.
Burley, D. 2011. Better Communication in The Emergency Department. Journal of
Emergency Nurse. Page 19,2, 32-36.
Departemen Kesehatan (Depkes ). 2001 Standar Minimal Penanggulangan Masalah
Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Jakarta.
Gillies, DA. 1996, Manajemen Ketenaga Kesehatanan : Suatu Pendekatan Sistem.
W.B. Saunders Company : Philadephia.
Landesman, L. Y. 2005. American Public Health Associataion. Public health
Management of Disasters: The Practice Guide. Washington DC.
Toha, M. 2007. Berkawan Dengan Ancaman: Strategi dan Adaptasi Mengurangi
Resiko Bencana, Jakarta, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai