MANAJEMAN BENCANA
Disusun Oleh :
I. Pendahuluan
2
memiliki kemampuan untuk meminimalkan risiki bencana agar kedepannya kita
dapat waspada terhadap bencana itu sendiri.
3
seperti membuat perencanaan evakuasi, penyelamatan serta mendapatkan
pelatihan kesiapsiagaan bencana.
3. Mengurangi akibat
Untuk mengurangi akibat suatu ancaman, keluarga perlu mempunyai persiapan
agar cepat bertindak apabila terjadi bencana. Umumnya pada semua kasus
bencana, masalah utama adalah penyediaan air bersih. Dengan melakukan
persiapan terlebih dahulu, kesadaran keluarga akan pentingnya sumber air
bersih dapat mengurangi kejadian penyakit menular.
4. Menjalin kerjasama
Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan keluarga, penanganan
bencana dapat dilakukan oleh keluarga itu sendiri atau apabila diperlukan
dapat bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin
kerjasama yang baik, pada tahap sebelum bencana ini keluarga perlu menjalin
hubungan dengan pihak-pihak seperti Puskesmas, polisi, aparat desa atau
kecamatan.
III. Jenis-Jenis Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi
Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran bumi yang disebabkan oleh
pelepasan tenga secara cepat. Pada umumnya gempa bumi disebabkan oleh
pergeseran /penyesaran di dalaam kerak bumi. Gempa bumi semacam ini
disebut tektonik (Soetoto, 2016:98). Gempa bumi terjadi karena gesekan adanya
gesekan antar lempeng-lempeng tektonik di bawah permukaan bumi.
Pergesekan ini mengeluarkan energi yang luar biasa besar dan menimbulkan
goncangan di permukaan (Chirstanto, 2011:11).
Dari pengertian ini makagetaran bumi yang disebabkan oleh pabrik, lalu
lintas, dan pukulan gelombang tidak digolongkan kedalam gempa bumi
meskipun getarannya tercatat oleh seismograf.
4
Langkah-langkah antisipasi harus dilakukan baik sebelum, saat, dan pascabencana
bencana Gempa Bumi;
a. Pra Bencana:
b. Saat Bencana:
c. Pasca Bencana:
5
d. Setelah gempa bumi terjadi, pastikan beberapa langkah berikut:
Pada pukul 10.00 tiba-tiba terjadi gempa bumi di RS Citra Sari Husada.
Getarannya cukup terasa dan berlangsung beberapa detik. Semua karyawan di
Ruangan X pun panik. Perawat, Cleaning Service, Security dan pengunjung
pun berlindung di bawah meja atau merapat di dinding hingga getaran gempa
selesai.
Setelah gempa selesai Tim K3 mencari tahu bahwa gempa tersebut sebesar 6,7
SR. Tim K3 pun segera menghubungi operator dengan menekan ext. 168
untuk melaporkan adanya gempa bumi dan menggerakkan Regu lainnya untuk
evakuasi.
Para pasien, keluarga pasien dan Cleaning Service yang berada di Ruangan X
pun melakukan evakuasi dengan dipandu oleh Perawat dan di bantu oleh tim
evakuasi, melalui tangga darurat dan ramp menuju ke titik kumpul di parkiran
dan atau di pintu masuk depan ruang IGD.
Teknik evakuasi pasien yaitu untuk pasien yang berada di bed, di evakuasi oleh
dua orang (1 perawat dan 1 non perawat), sedangkan untuk pasien yang di kursi
roda, dievakuasi oleh 1 orang perawat. Untuk Evakuasi keluarga pasien, di
6
pandu oleh satu orang (Perawat boleh, non perawat boleh) melalui tangga
darurat hingga sampai di titik kumpul di parkiran dan atau di pintu masuk
depan ruang IGD.
Ketua Tim Evakuasi bertugas mengkomandokan evakuasi dengan baik dan benar
kepada ruangan X, lalu mengkomandokan kembali ke ruangan begitu evakuasi
selesai
Kordinator titik kumpul bertugas memastikan titik kumpul aman untuk ditempati
dan mencatat semua orang yang evakuasi kesana khususnya ruangan X (Kordinasi
dengan Perawat pengevakuasi dokumen)
Kordinator penghubung bertugas untuk mencari tau info seputar gempa, kemudian
penyampai pesan ketua Tim evakuasi kepada kordinator lainnya.
7
keluarga pasien yang di evakuasi dari Ruangan X sesuai dengan jumlah pasien
yang ada di ruangan. Catat identitas pasien dan keluarga pasien.
Perawat, pasien dan keluarga pasien berada di titik kumpul sampai Ketua Tim
Evakuasi memastikan suasana sudah aman. (Kurang lebih 5 menit). Begitu
keadaan sudah kondusif, pasien dan keluarga pasien diarahkan kembali ke
ruangan X kembali dengan dipandu oleh Tim yang sama.
8
Secara umum, pemerintah sampai saat ini terus melakukan penyelenggaraan
penanggulangan bencana, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana, mengatur:
1. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi
terjadi bencana meliputi: kesiapsiagaan; peringatan dini; dan mitigasi
bencana.
2. penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya yang dikoordinasi oleh BNPB.
3. Kegiatan mitigasi dilakukan melalui: pelaksanaan penataan tata ruang;
pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan
penyelenggaraan pendidikan, Perencanaan penyuluhan, dan pelatihan baik
secara konvensional maupun modern; Terkait kesiapan/ketahanan konstruksi
bangunan di kota-kota besar, pemerintah telah melakukan langkah sebagai
berikut
Terkait kesiapan/ketahanan konstruksi bangunan di kota-kota besar, pemerintah
telah melakukan langkah sebagai berikut :
1. Dalam perencanaan struktur Bangunan Gedung terhadap pengaruh gempa,
struktur Bangunan ; (PP Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung);
2. Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor
693/KEP/BSN/12/2019 tentang Penetapan Standar Nasional Indonesia
1726:2019 atau cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur
bangunan gedung dan nongedung sebagai revisi dari Standar Nasional
Indonesia 1726:2012 Progress penyempurnaan tata ruang rawan gempa
oleh pemerintah daerah saat ini telah dilakukan langkah dan kebijakan
sebagai berikut:
3. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang.
4. Pasal 12 ayat 2 PP Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang); Lebih lanjut diatur dalam Peraturan menteri pekerjaan
9
umum nomor: 21 /PRT/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang
Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi Dan Kawasan Rawan Gempa
Bumi, Permen ESDM No. 11 Tahun 2006 tentang Penetapan Kawasan
Rawan Bencana Geologi.
5. Perpres Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan Dan Pengembangan
Sistem Informasi Gempa Bumi sejalan dengan Perpres 87 Tahun 2020
Tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044
khususnya penyusunan peraturan daerah yang sinkron dengan praktik
dilapangan, pengelolaan pola ruang yang dilakukan Pemerintah Daerah
10
e. Pengumpulan Data dan Intelijen: Mekanisme ini mencakup pemantauan
terus-menerus terhadap perubahan kondisi yang berpotensi memicu
bencana. Data dan intelijen ini digunakan untuk memprediksi dan
merespons ancaman.
f. Penetapan Prioritas: Ketika bencana terjadi, penentuan prioritas dalam
pengalokasian sumber daya seperti personel, peralatan, dan bantuan
menjadi sangat penting. Hal ini harus dilakukan berdasarkan dampak dan
kebutuhan yang mendesak.
g. Kolaborasi dengan Pihak Eksternal: Kerja sama dengan organisasi
internasional, LSM, dan sektor swasta juga merupakan bagian penting
dalam mekanisme ini. Mereka dapat menyediakan dukungan tambahan
dalam respons bencana.
h. Evaluasi dan Pembelajaran: Setelah bencana, evaluasi menyeluruh harus
dilakukan untuk mengidentifikasi kelemahan dan pelajaran yang dapat
dipetik. Hasil evaluasi ini digunakan untuk meningkatkan kesiapsiagaan di
masa depan.
11
untuk melindungi nyawa dan harta benda. Pada tahap ini, prioritas utama
adalah penyelamatan dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti:
a) Rehabilitasi Infrastruktur: Memperbaiki dan membangun kembali
fasilitas infrastruktur yang rusak, seperti jalan, jembatan, rumah
sakit, dan sekolah.
b) Rekonstruksi Rumah: Membantu warga yang kehilangan tempat
tinggal mereka dengan membangun atau memperbaiki rumah
mereka.
c) Pemulihan Ekonomi: Mendukung pemulihan sektor ekonomi yang
terkena dampak dengan memberikan bantuan kepada bisnis dan
penduduk yang terdampak.
d) Bantuan Kesehatan dan Psikososial: Memberikan layanan medis dan
dukungan psikologis kepada korban bencana untuk membantu
mereka pulih secara fisik dan mental.
e) Reintegrasi Sosial: Mendorong pemulihan hubungan sosial dan
komunitas yang mungkin terganggu akibat bencana.
f) Edukasi dan Kesadaran: Mengedukasi masyarakat tentang persiapan
bencana, mitigasi risiko, dan respons darurat.
g) Perencanaan Jangka Panjang: Membantu dalam perencanaan jangka
panjang untuk mengurangi risiko bencana di masa depan dan
membangun ketahanan terhadap bencana.
h) Koordinasi dan Manajemen: Koordinasi antara pemerintah,
organisasi bantuan, dan komunitas lokal sangat penting dalam upaya
pemulihan.
2. Rehabilitasi Bencana: Rehabilitasi adalah tahap yang lebih panjang dan
terfokus pada pemulihan jangka menengah hingga panjang. Ini mencakup
upaya untuk memperbaiki dan membangun kembali infrastruktur yang
rusak, seperti bangunan, jalan, jembatan, dan sistem air bersih. Selain itu,
rehabilitasi juga berusaha untuk membantu komunitas yang terkena
dampak untuk pulih secara sosial dan ekonomi. Ini bisa melibatkan
program pelatihan, bantuan keuangan, dan dukungan psikologis.
12
Tujuannya adalah memastikan bahwa komunitas dapat kembali berfungsi
dengan baik dan dapat membangun ketahanan terhadap bencana di masa
depan.Jadi, pemulihan adalah langkah pertama dan fokus pada respons
darurat dan pemulihan segera setelah terjadi bencana. Rehabilitasi adalah
tahap berikutnya yang lebih panjang dan melibatkan rekonstruksi serta
pemulihan komunitas secara lebih menyeluruh. Kedua tahap ini penting
dalam proses penanggulangan bencana yang efektif.
13
14