Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MANAJEMAN BENCANA

Disusun Oleh :

Anita Tuto Lengaring


NIM : P27820723003

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
PROGRAM SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KONSEP SIKLUS BENCANA

I. Pendahuluan

Di Indonesia dalam menghadapi bencana cendrung hanya merespon secara


reaktif saat bencana terjadi. Isu penanganan bencana yang terjadi harus mernjadi
isu strategis nasional karena setiap tahun Indonesia hamper dihadapkan pola
bencana yang sama. Tetapi dalam penanganannya masih tetap sama. Menurut data
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), memperlihatkan tahun 2019
terjadi 3814 kejadian bencana dengan rinciaan: banjir (784 kejadian), putting
beliun (1378 kejadiaan), tanah longsor (719 kejadian), kebakaran hutan dan lahan
(746 kejadian), kekeringan (123 kejadian), gelombang pasang dan abrasi (18
kejadian), gempa bumi (30 kejadian), dan letusan gunung api (7
kejadian).Sehingga penting bagi kita untuk memahami apa itu siklus bencana dan
bagaimana cara menghadapi bencana itu. Bencana adalah peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat setempat yang disebabkan
oleh faktor alam dan faktor manusia, antara lain: jatuhnya korban jiwa,
lingkungan alam yang rusak, kehilangan harta benda dan dampak psikologis.

Tidak bisa di pungkiri lagi, tingkat kerawanan bencana di negara


Indonesia memang terbilang tinggi. Mulai dari banjir, tanah longsor, kebakaran
hutan, erupsi gunung Meletus, hingga pandemiCovid-19 yang sejak awal tahun
2020 telahmelumpuhkan jalan perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat.
Apbila masalah bencana ini tidak ditangani dengan manajemen yang baik maka
penyelesaian dan penanggulangannya pun akan semakin sulit.

Siklus bencana adalah perputaran kejadian pada saat bencana melanda.


Dalam menghadapi bencana alam di perlukan sistem yang dapat meninimalisir
jumlah korban bencana. Oleh karena itu, perlu adanya penanggulangan bencana
dan siklus tanggap darurat bencana. Siklus bencana sangat penting untuk kita
pelajari karena kita tidak tahu kapan dan dimana bencana itu datang, sehingga kita
di anjurkan untuk lebih waspada dan bisa menyelamatkan diri kita sendiri sereta
orang-orang terdekat disekitar kita sewaktu bencana itu tiba. Hanya manusia yang

2
memiliki kemampuan untuk meminimalkan risiki bencana agar kedepannya kita
dapat waspada terhadap bencana itu sendiri.

II. Kesiapsiagan Bencana


a. Pengertian
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna (Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, 2007).
Menurut Carter (1991) dalam LIPI-UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan
adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi,
keluarga, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana
secara cepat dan tepat guna untuk mengurangi kerugian maupun korban jiwa.
Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana
penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil.
Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada kemampuan
untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi darurat bencana
secara cepat dan tepat. (LIPIUNESCO/ISDR, 2006).

b. Tujuan dari kesiapsiangaan Menurut (IDEP, 2007) menyatakan tujuan


kesiapsiagaan yaitu :
1. Mengurangi ancaman
Untuk mencegah ancaman secara mutlak memang mustahil, seperti
kebakaran, gempa bumi dan meletus gunung berapi. Namun ada banyak
cara atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya dan akibat ancaman.
2. Mengurangi kerentanan keluarga
Kerentanan keluarga dapat dikurangi apabila keluarga sudah mempersiapkan
diri, akan lebih mudah untuk melakukan tindakan penyelamatan pada saat
bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu keluarga untuk
melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Keluarga yang pernah
dilanda bencana dapat mempersiapkan diri dengan melakukan kesiapsiagaan

3
seperti membuat perencanaan evakuasi, penyelamatan serta mendapatkan
pelatihan kesiapsiagaan bencana.
3. Mengurangi akibat
Untuk mengurangi akibat suatu ancaman, keluarga perlu mempunyai persiapan
agar cepat bertindak apabila terjadi bencana. Umumnya pada semua kasus
bencana, masalah utama adalah penyediaan air bersih. Dengan melakukan
persiapan terlebih dahulu, kesadaran keluarga akan pentingnya sumber air
bersih dapat mengurangi kejadian penyakit menular.
4. Menjalin kerjasama
Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan keluarga, penanganan
bencana dapat dilakukan oleh keluarga itu sendiri atau apabila diperlukan
dapat bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin
kerjasama yang baik, pada tahap sebelum bencana ini keluarga perlu menjalin
hubungan dengan pihak-pihak seperti Puskesmas, polisi, aparat desa atau
kecamatan.
III. Jenis-Jenis Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi
Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran bumi yang disebabkan oleh
pelepasan tenga secara cepat. Pada umumnya gempa bumi disebabkan oleh
pergeseran /penyesaran di dalaam kerak bumi. Gempa bumi semacam ini
disebut tektonik (Soetoto, 2016:98). Gempa bumi terjadi karena gesekan adanya
gesekan antar lempeng-lempeng tektonik di bawah permukaan bumi.
Pergesekan ini mengeluarkan energi yang luar biasa besar dan menimbulkan
goncangan di permukaan (Chirstanto, 2011:11).
Dari pengertian ini makagetaran bumi yang disebabkan oleh pabrik, lalu
lintas, dan pukulan gelombang tidak digolongkan kedalam gempa bumi
meskipun getarannya tercatat oleh seismograf.

4
Langkah-langkah antisipasi harus dilakukan baik sebelum, saat, dan pascabencana
bencana Gempa Bumi;

a. Pra Bencana:

1. Menyiapakn rencana untuk penyelamatan diri apabila gempa bumi terjadi

2. Melakukan latihan yang dapat bermanfaat dalam menghadapi reruntuhan saat


gempa bumi, seperti merunduk, perlindungan terhadap kepala, berpegangan
ataupun dengan bersembunyi di bawah meja
3. Menyiapkan alat pemadam kebakaran, alat keselamatan standar, dan persediaan
obat-obatan.
4. Membangun kontruksi rumah tahan terhadap goncangan gempa bumi dengan
fondasi yang kuat

b. Saat Bencana:

1. Berlindung di bawah meja untuk menghindari dari benda-benda yang mungkin


jatuh dan jendela kaca.
2. Tetap lindungi kepala dan segera menuju ke lapangan terbuka.
3. Hindari menggunakan lift dan eskalator, gunakan tangga darurat.
4. Jangan berdiri dekat tiang, pohon/ sumber listrik/ gedung yang mungkin roboh.
5. Kenali bagian bangunan yang memiliki struktur kuat, seperti pada sudut
bangunan

c. Pasca Bencana:

1. Tetap waspada terhadap gempa bumi susulan.


2. Periksa keberadaan api dan potensi terjadinya bencana kebakaran.
3. Berdirilah di tempat terbuka jauh dari gedung dan instalasi listrik dan air.
4. Apabila di luar bangunan dengan tebing di sekeliling, hindari daerah yang
rawan longsor

5
d. Setelah gempa bumi terjadi, pastikan beberapa langkah berikut:

1. Bangunan yang terdampak aman untuk diakses/ dihuni.


2. Apabila ingin mendirikan tenda keluarga di sekitar rumah, hindari potensi
tertimpa bangunan.
3. Pastikan informasi dari sumber resmi dari BNPB, BMKG, ataupun BPBD.
4. Jangan terpancing isu hoaks maupun meneruskannya ke orang lain.

IV. Skenerio Menghadapi Bencana Gempa Bumi

Pada pukul 10.00 tiba-tiba terjadi gempa bumi di RS Citra Sari Husada.
Getarannya cukup terasa dan berlangsung beberapa detik. Semua karyawan di
Ruangan X pun panik. Perawat, Cleaning Service, Security dan pengunjung
pun berlindung di bawah meja atau merapat di dinding hingga getaran gempa
selesai.

Di Ruangan X, ada 4 perawat, 1 Cleaning Service, 1 security, 10 pasien dan 10


orang keluarga pasien.

Setelah gempa selesai Tim K3 mencari tahu bahwa gempa tersebut sebesar 6,7
SR. Tim K3 pun segera menghubungi operator dengan menekan ext. 168
untuk melaporkan adanya gempa bumi dan menggerakkan Regu lainnya untuk
evakuasi.

Operator pun langsung membuat informasi lewat paging dan mengaktifkan


Code Green.

Para pasien, keluarga pasien dan Cleaning Service yang berada di Ruangan X
pun melakukan evakuasi dengan dipandu oleh Perawat dan di bantu oleh tim
evakuasi, melalui tangga darurat dan ramp menuju ke titik kumpul di parkiran
dan atau di pintu masuk depan ruang IGD.

Teknik evakuasi pasien yaitu untuk pasien yang berada di bed, di evakuasi oleh
dua orang (1 perawat dan 1 non perawat), sedangkan untuk pasien yang di kursi
roda, dievakuasi oleh 1 orang perawat. Untuk Evakuasi keluarga pasien, di

6
pandu oleh satu orang (Perawat boleh, non perawat boleh) melalui tangga
darurat hingga sampai di titik kumpul di parkiran dan atau di pintu masuk
depan ruang IGD.

4 Perawat di ruangan berperan sebagai :

Pemandu Evakuasi keluarga pasien : 1 orang

Evakuasi pasien : 2 orang

Penyelamat dokumen : 1 Orang

Ketua Tim Evakuasi bertugas mengkomandokan evakuasi dengan baik dan benar
kepada ruangan X, lalu mengkomandokan kembali ke ruangan begitu evakuasi
selesai

Kordinator Jalur Evakuasi bertugas memastikan jalur evakuasi aman untuk


dilewati dan membantu mengarahkan tim untuk menunjukkan arah jalur evakuasi

Kordinator titik kumpul bertugas memastikan titik kumpul aman untuk ditempati
dan mencatat semua orang yang evakuasi kesana khususnya ruangan X (Kordinasi
dengan Perawat pengevakuasi dokumen)

Kordinator penghubung bertugas untuk mencari tau info seputar gempa, kemudian
penyampai pesan ketua Tim evakuasi kepada kordinator lainnya.

Security bertugas membantu perawat mengevakuasi dokumen, pasien dan


keluarga pasien lalu memastikan seluruh ruangan sudah terevakuasi.

Petugas Evakuasi bertugas untuk membantu perawat di ruangan X untuk


mengevakuasi pasien dan keluarga pasien yang ada di dalamnya.

Petugas penyelamat dokumen bertugas untuk menyelamatkan dokumen penting di


ruangan X

Sesampai di Titik kumpul, Kordinator Titik kumpul berkordinasi dengan Perawat


penyelamat dokumen atau Kepala Ruangan untuk memastikan jumlah pasien dan

7
keluarga pasien yang di evakuasi dari Ruangan X sesuai dengan jumlah pasien
yang ada di ruangan. Catat identitas pasien dan keluarga pasien.

Perawat, pasien dan keluarga pasien berada di titik kumpul sampai Ketua Tim
Evakuasi memastikan suasana sudah aman. (Kurang lebih 5 menit). Begitu
keadaan sudah kondusif, pasien dan keluarga pasien diarahkan kembali ke
ruangan X kembali dengan dipandu oleh Tim yang sama.

Sesampai di ruangan Kepala ruangan memastikan kembali jumlah pasien sudah


sesuai dengan yang semestinya.

V. Kebijakan Pemerintah dalam Menghadapi Bencana

Upaya penanggulangan tersusun dan diatur dalam Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional (RPJMN) jika ditinjau melalui aspek perencanaan
pembangunan yang pada tahun 2015-2019 berkenaan dengan penanggulangan
bencana dan stabilisasi ruang hidup. Pemerintah pusat/daerah bekewewenang
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui pembuatan
perencanaan dan pembangunan yang didalam-Nya termasuk unsur-unsur langkah
keputusan pemerintah atas bencana.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana diartikan sebagai seluruh rangkaian kejadian yang memberikan
ancaman yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam serta faktor
manusia yang mengakibatkan berjatuhnya korban jiwa, rusaknya lingkungan di
sekelilingnya, dan kerugian material serta dampak psikologis (Wihayati, 2018).
Dengan adanya UU No.24 Tahun 2007 muncullah kebijakan tentang
perencanaan termasuk pendanaan di dalam penanggulangan sebuah bencana.
Sementara itu Hidayah (2015).

8
Secara umum, pemerintah sampai saat ini terus melakukan penyelenggaraan
penanggulangan bencana, sebagaimana yang diatur dalam UU No. 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana, mengatur:
1. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi
terjadi bencana meliputi: kesiapsiagaan; peringatan dini; dan mitigasi
bencana.
2. penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya yang dikoordinasi oleh BNPB.
3. Kegiatan mitigasi dilakukan melalui: pelaksanaan penataan tata ruang;
pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan
penyelenggaraan pendidikan, Perencanaan penyuluhan, dan pelatihan baik
secara konvensional maupun modern; Terkait kesiapan/ketahanan konstruksi
bangunan di kota-kota besar, pemerintah telah melakukan langkah sebagai
berikut
Terkait kesiapan/ketahanan konstruksi bangunan di kota-kota besar, pemerintah
telah melakukan langkah sebagai berikut :
1. Dalam perencanaan struktur Bangunan Gedung terhadap pengaruh gempa,
struktur Bangunan ; (PP Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung);
2. Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor
693/KEP/BSN/12/2019 tentang Penetapan Standar Nasional Indonesia
1726:2019 atau cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur
bangunan gedung dan nongedung sebagai revisi dari Standar Nasional
Indonesia 1726:2012 Progress penyempurnaan tata ruang rawan gempa
oleh pemerintah daerah saat ini telah dilakukan langkah dan kebijakan
sebagai berikut:
3. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang.
4. Pasal 12 ayat 2 PP Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang); Lebih lanjut diatur dalam Peraturan menteri pekerjaan

9
umum nomor: 21 /PRT/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang
Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi Dan Kawasan Rawan Gempa
Bumi, Permen ESDM No. 11 Tahun 2006 tentang Penetapan Kawasan
Rawan Bencana Geologi.
5. Perpres Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan Dan Pengembangan
Sistem Informasi Gempa Bumi sejalan dengan Perpres 87 Tahun 2020
Tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044
khususnya penyusunan peraturan daerah yang sinkron dengan praktik
dilapangan, pengelolaan pola ruang yang dilakukan Pemerintah Daerah

VI. Mekanisme Koordinasi dalam Kesiapsiagaan Bencana


Mekanisme koordinasi kesiapsiagaan bencana adalah serangkaian langkah yang
dilakukan oleh pemerintah dan organisasi terkait untuk memastikan respons
yang efektif terhadap bencana. Berikut adalah beberapa elemen kunci dalam
mekanisme koordinasi tersebut:
a. Badan Koordinasi Bencana: Pemerintah biasanya membentuk badan atau
lembaga khusus yang bertanggung jawab atas koordinasi kesiapsiagaan
dan respons bencana, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) di Indonesia.
b. Rencana Kesiapsiagaan: Pembuatan rencana kesiapsiagaan adalah langkah
awal dalam mekanisme ini. Rencana tersebut mencakup identifikasi risiko,
peran dan tanggung jawab semua pihak terkait, serta strategi untuk
mengatasi berbagai jenis bencana.
c. Pelatihan dan Latihan: Organisasi dan petugas yang terlibat dalam
penanggulangan bencana harus menerima pelatihan reguler dan
berpartisipasi dalam latihan simulasi untuk memastikan kesiapsiagaan
yang optimal.
d. Komunikasi: Sistem komunikasi yang kuat antara semua pihak terkait
sangat penting. Ini termasuk komunikasi darurat, jaringan radio, dan alat
komunikasi lainnya untuk berbagi informasi secara efisien selama krisis.

10
e. Pengumpulan Data dan Intelijen: Mekanisme ini mencakup pemantauan
terus-menerus terhadap perubahan kondisi yang berpotensi memicu
bencana. Data dan intelijen ini digunakan untuk memprediksi dan
merespons ancaman.
f. Penetapan Prioritas: Ketika bencana terjadi, penentuan prioritas dalam
pengalokasian sumber daya seperti personel, peralatan, dan bantuan
menjadi sangat penting. Hal ini harus dilakukan berdasarkan dampak dan
kebutuhan yang mendesak.
g. Kolaborasi dengan Pihak Eksternal: Kerja sama dengan organisasi
internasional, LSM, dan sektor swasta juga merupakan bagian penting
dalam mekanisme ini. Mereka dapat menyediakan dukungan tambahan
dalam respons bencana.
h. Evaluasi dan Pembelajaran: Setelah bencana, evaluasi menyeluruh harus
dilakukan untuk mengidentifikasi kelemahan dan pelajaran yang dapat
dipetik. Hasil evaluasi ini digunakan untuk meningkatkan kesiapsiagaan di
masa depan.

Penting untuk diingat bahwa mekanisme koordinasi kesiapsiagaan bencana dapat


bervariasi antar negara dan wilayah, tetapi prinsip-prinsip dasarnya tetap sama:
mempersiapkan dan merespons bencana dengan efektif melalui kerja sama yang
terkoordinasi antara berbagai pihak terkait.

VII. Pemulihan dan Rehabilitas


Pemulihan dan rehabilitasi bencana adalah dua tahap yang terkait erat, tetapi
memiliki perbedaan penting dalam fokus dan tujuan Pemulihan Bencana.
1. Pemulihan adalah tahap awal setelah terjadi bencana. Fokus utamanya
adalah untuk mengatasi kerusakan akibat bencana dan mengembalikan
situasi ke tingkat normal secepat mungkin. Ini termasuk memberikan
bantuan darurat seperti makanan, air bersih, perawatan medis, dan tempat
tinggal sementara kepada korban. Pemulihan juga melibatkan
pemadamkan kebakaran, evakuasi, dan langkah-langkah segera lainnya

11
untuk melindungi nyawa dan harta benda. Pada tahap ini, prioritas utama
adalah penyelamatan dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti:
a) Rehabilitasi Infrastruktur: Memperbaiki dan membangun kembali
fasilitas infrastruktur yang rusak, seperti jalan, jembatan, rumah
sakit, dan sekolah.
b) Rekonstruksi Rumah: Membantu warga yang kehilangan tempat
tinggal mereka dengan membangun atau memperbaiki rumah
mereka.
c) Pemulihan Ekonomi: Mendukung pemulihan sektor ekonomi yang
terkena dampak dengan memberikan bantuan kepada bisnis dan
penduduk yang terdampak.
d) Bantuan Kesehatan dan Psikososial: Memberikan layanan medis dan
dukungan psikologis kepada korban bencana untuk membantu
mereka pulih secara fisik dan mental.
e) Reintegrasi Sosial: Mendorong pemulihan hubungan sosial dan
komunitas yang mungkin terganggu akibat bencana.
f) Edukasi dan Kesadaran: Mengedukasi masyarakat tentang persiapan
bencana, mitigasi risiko, dan respons darurat.
g) Perencanaan Jangka Panjang: Membantu dalam perencanaan jangka
panjang untuk mengurangi risiko bencana di masa depan dan
membangun ketahanan terhadap bencana.
h) Koordinasi dan Manajemen: Koordinasi antara pemerintah,
organisasi bantuan, dan komunitas lokal sangat penting dalam upaya
pemulihan.
2. Rehabilitasi Bencana: Rehabilitasi adalah tahap yang lebih panjang dan
terfokus pada pemulihan jangka menengah hingga panjang. Ini mencakup
upaya untuk memperbaiki dan membangun kembali infrastruktur yang
rusak, seperti bangunan, jalan, jembatan, dan sistem air bersih. Selain itu,
rehabilitasi juga berusaha untuk membantu komunitas yang terkena
dampak untuk pulih secara sosial dan ekonomi. Ini bisa melibatkan
program pelatihan, bantuan keuangan, dan dukungan psikologis.

12
Tujuannya adalah memastikan bahwa komunitas dapat kembali berfungsi
dengan baik dan dapat membangun ketahanan terhadap bencana di masa
depan.Jadi, pemulihan adalah langkah pertama dan fokus pada respons
darurat dan pemulihan segera setelah terjadi bencana. Rehabilitasi adalah
tahap berikutnya yang lebih panjang dan melibatkan rekonstruksi serta
pemulihan komunitas secara lebih menyeluruh. Kedua tahap ini penting
dalam proses penanggulangan bencana yang efektif.

13
14

Anda mungkin juga menyukai