Anda di halaman 1dari 17

Geohazard

Manajemen dan Mitigasi

Departemen Keprofesian
HIMPUNAN MAHASISWA GEOFISIKA PEDRA | KABINET HALMAHERA
Geohazard: Manajemen and Mitigasi
Universitas Padjadjaran
Departemen Keprofesian, Himpunan Mahasiswa Geofisika “PEDRA”

I. PENDAHULUAN
Bencana alam adalah semua kejadian alam yang dapat mengakibatkan dampak kerusakan bagi
manusia (Kamadhis,2017). Dalam topik ini, yang dibicarakan adalah geohazard. Geohazard
adalah keadaan geologis yang dapat menyebabkan kerusakan atau risiko yang tersebar luas.
Geohazards adalah kondisi geologis dan lingkungan dan melibatkan proses geologis jangka
pendek atau jangka panjang. Walaupun bencana-bencana tersebut sudah biasa terjadi di bumi,
tetap saja kita tidak bisa menghindarinya dan menghentikannya, kita hanya dapat mencegah
bencana itu berakibat parah jika terjadi kembali. Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi dan
menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda yang besar di dunia terlebih lagi di
Indonesia.

1.1 Grafik Kejadian Bencana 15 tahun terakhir (13 April 2018). Sumber : bnpb.go.id
Berdasarkan data dari BNPB, bencana di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Namun, tidak terlihat peningkatan signifikan dalam memanajemen mitigasi hal kebencanaan
ini. Baik dari segi intensitas kejadian maupun kerugian harta dan korban jiwa tetap meningkat.
Hal ini bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah dan pihak terkait saja, karena setiap
lapisan masyarakat setidaknya mengetahui kebencanaan alam secara umum. Dalam hal ini
sebagai mahasiswa geofisika yang mempelajari hal terkait kebumian, haruslah setidaknya
memiliki pengetahuan tentang bencana alam.

II. BENCANA ALAM DI DUNIA


Pada skala dunia, sangat banyak sekali macam-macam bencana yang terjadi. Pada
umumnya bencana alam dibagi 3 berdasarkan penyebab terjadinya, yaitu
2.1 Metereologi
Bencana alam meteorologi atau hidrometeorologi berhubungan
dengan iklim. Bencana alam bersifat meteorologis seperti banjir
dan kekeringan merupakan bencana alam yang palingbanyak
terjadi di seluruh dunia. Beberapa di antaranya hanya terjadi suatu
wilayah dengan iklim tertentu.
2.1 Contoh Bencana Akibat Iklim
“Badai Hurikan” (2015)

2.2 Geologi
Bencana alam geologi adalah bencana yang terjadi di
permukaan bumi atau disebabkan oleh gerakan atau aktifitas
dari dasar bumi yang mundul ke permukaan. Arti geologi
sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang segala hal
tentang bumi. Sehingga macam-macam bencana alam
geologi yang terjadi merupakan murni berasal dari aktifitas di
permukaan bumi tidak dipengaruhi oleh manusia dan
makhluk hidup lainnya.
2.2 Gunung Meletus
2.3 Dari luar angkasa
Bencana dari ruang angkasa adalah datangnya berbagai benda langit seperti asteroid atau
gangguan badai matahari. Meskipun dampak langsung asteroid yang berukuran kecil tidak
berpengaruh besar, asteroid kecil tersebut berjumlah sangat banyak sehingga
berkemungkinan besar untuk menabrak bumi. Bencana ruang angkasa seperti asteroid
dapat menjadi ancaman bagi negara-negara dengan penduduk yang banyak
seperti Cina, India, Amerika Serikat, Jepang, dan Asia Tenggara
III. KERAWANAN BENCANA ALAM DI INDONESIA

Gambar 3.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia 1815-2012. Sumber : bnpb.go.id
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa, di antara
pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan
lempeng Pasifik. Ketiga lempeng ini berpengaruh dalam pembentukkan keadaan kepulauan
Indonesia seperti sekarang ini. Lempeng-lempeng ini tidak selalu diam, melainkan selalu
bergerak baik secara divergen, konvergen, maupun transform. Tumbukkan-tumbukkan ini di
zaman dahulu berpengaruh dalam membentuk kepulauan Indonesia serta gunung-gunung api
yang ada di Indonesia. Hal inilah yang membuat Indonesia dikelilingi oleh gunung api. Letak
Indonesia yang berada di garis khatulistiwa ini membuat Indonesia memiliki banyak potensi
sumber daya alam, flora, serta fauna. Di sisi lain, hal ini mengakibatkan Indonesia menyimpan
banyak potensi bencana alam yang beragam, seperti gunung meletus dan gempa bumi. Telah
banyak kejadian besar mengenai gempa bumi dan gunung meletus yang terjadi di Indonesia
yang menarik perhatian seluruh dunia, seperti Tsunami di Aceh serta meletusnya Gunung
Krakatau. Hal ini tidak lain diakibatkan oleh adanya pergerakan lempeng-lempeng yang
mengapit Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan
kemarau dengan perubahan cuaca, suhu, dan angin yang cukup ekstrem yang memang
menjadikan Indonesia memiliki kondisi tanah yang subur. Akan tetapi, keadaan ini dapat sangat
berpengaruh pada kondisi wilayah Indonesia yang memiliki topografi yang beragam sehingga
menyebabkan banyak timbulnya bencana lain berupa tanah longsor serta banjir yang juga telah
banyak terjadi di Indonesia.
Indonesia adalah Negara yang besar yang memiliki sangat banyak jumlah penduduk
dengan berbagai macam suku bangsa. Apabila diakumulasikan, bancana-bencana alam yang
pernah terjadi di Indonesia telah menelan banyak korban. Hal ini salah satunya dapat
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia terkait bencana-bencana alam
yang dapat terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya informasi yang merata mengenai segala hal
tentang kebencanaan di Indonesia berikut asal usulnya, proses terjadinya, serta upaya
penanggulangannya agar masyarakat Indonesia dapat lebih waspada dan tanggap bencana.

Gambar 3.2. Jumlah Kejadian Bencana Alam dan Korban Nyawa (1815-2018). Sumber : bnpb.go.id

IV. MANAJEMEN MITIGASI


Manajemen bencana (based on University of Wisconsin) yaitu sebagai serangkaian kegiatan
yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan darurat dan untuk mempersiapkan
kerangka untuk membantu orang yang renta bencana untuk menghindari atau mengatasi
dampak bencana tersebut.
Secara umum, manajemen bencana bertujuan untuk :
Ø Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan
lingkungan hidup
Ø Menghilangkan kesengsaraan dalam kehidupan korban
Ø Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke
daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan
aman.
Ø Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/ transportasi, air
minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial
daerah yang terkena bencana.
Ø Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
Ø Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan
Mekanisme manajemen bencana terdiri dari :
1. Mekanisme internal atau informal, yaitu
unsur-unsur masyarakat di lokasi bencana yang
secara umum melaksanakan fungsi pertama dan
utama dalam manajemen bencana dan
kerapkali disebut mekanisme manajemen
bencana alamiah, terdiri dari keluarga,
organisasi sosial informal (pengajian, pelayanan
kematian, kegiatan kegotong royongan, arisan
dan sebagainya) serta masyarakat lokal.
2. Mekanisme eksternal atau formal, yaitu
organisasi yang sengaja dibentuk untuk tujuan
manajemen bencana, contoh untuk Indonesia
adalah BAKORNAS PB, SATKORLAK PB dan
SATLAK PB.
Gambar 4.1 Siklus Manajemen Bencana

Secara umum manajemen bencana dan keadaan darurat adalah tahapan pra-bencana, saat
bencana, dan pasca-bencana. Untuk daerah-daerah yang kerap tertimpa bencana entah itu yang
dibuat manusia (banjir, longsor, luapan lumpur, dll.) ataupun yang tak terduga secara awam
(gempa tektonik, vulkanik, angin puting beliung, dll.), sebaiknya menerapkan tahapan-tahapan
kerja yang lebih mendetail.
Setiap tahapan itu adalah sebagai berikut:
1. Riset: pelajari fenomena alam yang akan terjadi secara umum atau khusus di satu
daerah. Kontur tanah hingga letak geografis suatu daerah menjadi pengaruh
utama penanganan ke depan. Jika yang terjadi adalah peristiwa kebakaran hutan,
riset tentang lokasi dan pendataan masyarakat di dalam ataupun sekitar hutan
mengawali paket penanganan bencana. Jika kebakaran seperti terjadi di beberapa
pasar, tentulah pendataan kelayakan pasar tersebut akan membantu akar
permasalahan bencana kebakaran tersebut.
2. Analisis Kerawanan dan Kajian Risiko (Vulnerabilities Analysis and Risk
Assessment): ada beberapa variabel yang bisa menyebabkan bencana ataupun
keadaan darurat terjadi di satu daerah. Matriks atas variabel ini patut didaftar
untuk kemudian dikaji risiko atau dampaknya jika satu variabel atau paduan
beberapa variabel terjadi.
3. Sosialisasi dan Kesiapan Masyarakat: pengetahuan atas fenomena alam hingga
tindakan antisipatif setiap anggota masyarakat menjadi suatu hal mutlak
dilakukan oleh Pemerintah ataupun kalangan akademisi yang telah melakukan
kajian-kajian dan pemantauan atas fenomena alam di daerahnya.
4. Mitigasi atau persiapan mendekati terjadinya bencana atau keadaan darurat.
Persiapan menghadapi banjir di komplek perumahan saya, misalnya, dilakukan
dengan membersihkan saluran got dan membangun daerah-daerah penyerapan
air ke tanah.
5. Warning atau peringatan bencana: di saat hari ini Gunung Kelud sudah “batuk”
cukup parah, sosialisasi bahaya letusan yang lebih besar selayaknya juga dilakukan
tak hanya dengan upaya persuasif. Tindakan memaksa selayaknya juga
diterapkan, tentu ada sosialisasi tindakan ini harus diambil, jauh sebelum bencana
ini terdeteksi. Teriakan melalui pengeras suara masjid ataupun kentongan hingga
SMS Blast ke setiap pemilik telepon selular di daerah tersebut bisa menjadi
alternatif peringatan bagi warga masyarakat.
6. Tindakan Penyelamatan: jika yang terjadi adalah angin puting beliung, tentulah
tempat paling aman berada di bawah tanah dengan kedalaman dan persiapan
logistik yang memadai. Jika yang terjadi adalah banjir, penyelamatan barang
pribadi ke tempat lebih tinggi menjadi kewajiban selain logistik dan perahu karet
jika diperlukan.
7. Komunikasi: faktor komunikasi tetap harus terjaga, yang bisa dilakukan dengan
sistem telepon satelit (lihat www.psn.co.id untuk alat komunikasi langsung ke
satelit), agar bala-bantuan hingga kepastian keadaan sesaat setelah terjadi
bencana bisa terdeteksi dari Jakarta ataupun pusat pemerintah provinsi.
8. Penanganan Darurat: jika ada anggota masyarakat yang memerlukan perawatan
medis ataupun ada anggota masyarakat yang dinyatakan hilang, kesiapan regu
penyelamat harus terkoordinasi dengan baik.
9. Keberlangsungan Penanganan: jika banjir tidak surut dalam waktu satu-dua hari
ataupun lokasi bencana tak memiliki jalur transportasi yang memadai, upaya yang
berkelanjutan adalah kewajiban pemerintah daerah ataupun pusat dengan selalu
berkoordinasi di lapangan.
10. Upaya Perbaikan: tahapan pasca-bencana ataupun pasca-keadaan darurat adalah
“proses pengobatan” yang memakan waktu lama. Jika peristiwa Tsunami Aceh
memakan korban jiwa dan harta yang sangat besar, merancang perbaikan harus
dilakukan secara seksama mengingat biaya yang besar yang dikumpulkan dari
masyarakat, bahkan masyarakat internasional. Jika peristiwa banjir yang tiap
tahun melanda pinggiran Kali Ciliwung, tentunya lebih baik dilakukan tindakan
antisipatif yang lebih komprehensif dalam kerangka perbaikan di masa
mendatang.
11. Pelatihan dan Pendidikan: untuk mendapatkan hasil terbaik untuk
mengantisipasi hingga mengupayakan perbaika pasca-bencana, setiap daerah
harus memiliki petugas-petugas yang cakap dan berpengetahuan. Untuk itu
diperlukan pendidikan dan pelatihan yang selalu sejalan dengan penemuan
teknologi penanganan bencana termutakhir.
12. Simulasi: setelah memiliki petugas yang cakap dan berpengetahuan, setiap
daerah harus melaksanakan simulasi penanganan bencana atapun keadaan
darurat agar setiap anggota masyarakat bisa mengantisipasi hingga
menyelamatkan diri dan anggota keluarganya , sehingga beban daerah ataupun
kerugian pribadi dapat diminimalisasi.
V. PENYEBAB BENCANA ALAM

5.1 Tsunami
Gempa merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang tsunami sangat ditentukan
oleh karakteristik gempa yang menyebabkannya. Gempa-gempa yang paling mungkin dapat
menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi di dasar laut, kedalaman pusat gempa kurang
dari 60 Km dengan kekuatan lebih besar dari 6.0 skala richter (SR). Kecepatan penjalaran
gelombang tsunami berkisar antara 50 km sampai 1000 km per jam. Pada saat mendekati
pantai, kecepatannya berkurang karena adanya gesekan dasar laut. Sedangkan tinggi
gelombang tsunami justru akan bertambah besar pada saat mendekati pantai. Riset tentang
tsunami dapat dibagi menjadi tiga bidang utama. Pertama riset yang ditujukan untuk
mengidentifikasi lokasi pusat gempa dan karakteristik gempa yang mempunyai potensi
menimbulkan tsunami. Bidang ini merupakan kajian ilmu seismologi. Kedua, riset yang
diarahkan untuk membuat model penjalaran tsunami dan prediksi tinggi gelombang tsunami
pada saat mencapai pantai. Riset semacam ini merupakan bagian dari ilmu oseanografi. Ketiga,
riset yang ditujukan untuk mencari cara-cara yang tepat dalam pemantauan tsunami dan
perlindungan pantai terhadap bahaya tsunami. Riset semcam ini memerlukan keahlian dalam
bidang seismologi, oseanografi, dan teknik sipil.

Gambar 5.1 Mekanisme Terjadi Tsunami

5.2 Gempa Bumi


Gempa Bumi berasal dari dua kata berbeda, yaitu: gempa yang artinya getaran atau guncangan.
Dan kata yang kedua adalah Bumi yang dapat diartikan sebagai planet Bumi atau tempat tinggal
kita. Apabila digabungkan maka dua kata ini menjadi, sebuah getaran yang terjadi di muka Bumi
dengan adanya sebab tertentu.
Juga dapat diartikan dengan guncangan yang terjadi di permukaan Bumi yang disebabkan
Gelombang Seismik. Gempa bumi pada umumnya terjadi disebabkan adanya pergeseran Kerak
Bumi dari dasar Bumi. Bisa juga terjadi karena efek letusan gunung berapi atau bahkan oleh
ulah manusia sendiri.

Gambar 5.2. Pergeseran Lempeng

Sebab utama yang dapat memicu terjadinya gempa bumi adalah adanya pelepasan energi,
disebabkan pergeseran Lempeng Bumi. Semakin lama energi itu akan membesar dan akan
mencapai keadaan maximun. Apabila pinggiran lempeng tidak bisa menahan energi tesebut
maka akan mengakibatkan terjadinya gempa bumi.

5.3 Kebakaran Hutan


Ada beberapa kejadian alam yang bisa menyebabkan kebakaran hutan terjadi.
Kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam biasanya tidak menimbulkan dampak luas.
Dan biasanya, kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam tidak menimbulkan kerugian
sebesar kebakaran hutan yang disebabkan oleh kesengajaan manusia. Berikut beberapa
kejadian alam yang bisa memicu timbulnya kebakaran hutan.

 Musim kemarau panjang. Musim kemarau yang berkepanjangan dapat berakibat naiknya
suhu di berbagai wilayah termasuk hutan. Suhu yang tinggi tersebut dapat memicu
terjadinya kebakaran hutan.
 Sambaran petir. Sambaran petir juga dapat berpotensi menyebabkan kebakaran hutan.
Perubahan iklim yang terjadi akibat penyebab pemanasan global juga bisa menyebabkan
seringnya sambaran petir itu terjadi.
 Aktivitas vulkanis. Hal ini dapat terjadi di wilayah pegunungan berapi. Wilayah hutan di
gunung berapi dapat terbakar ketika aktivitas vulkanis itu terjadi. Misalkan saja ketika
gunung berapi meletus, lahar dari gunung berapi tersebut mengenai hutan di lingkungan
gunung berapi itu sehingga hutan mengalami kebakaran.
 Ground fire. Ground fire merupakan kebakaran yang terjadi di dalam lapisan tanah. Musim
kemarau berkepanjangan merupakan penyebab dari kebakaran dalam tanah ini. Biasanya,
kebakaran ini terjadi di daerah yang memiliki lahan gambut sehingga lahan gambut
tersebut terbakar ketika suhu udara naik seiring kemarau panjang yang terjadi.

Meskipun kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam sangat mungkin terjadi,
sayangnya bencana kebakaran hutan yang melanda Indonesia setiap tahunnya merupakan
bencana yang terjadi akibat kesengajaan manusia.

5.4 Banjir
Pada dasarnya banjir itu disebabkan oleh luapan aliran air yang terjadi pada saluran atau
sungai. Bisa terjadi dimana saja, ditempat yang tinggi maupun tempat yg rendah. Pada saat air
jatuh kepermukaan bumi dalam bentuk hujan (presipitasi), maka air itu akan mengalir ketempat
yang lebih rendah melalui saluran atau sungai dalam bentuk aliran permukaan (run off).
Sebagian akan masuk/meresap kedalam tanah (infiltrasi) dan sebagiannya lagi akan menguap
keudara (evapotranspirasi). Sebenarnya banjir merupakan peristiwa yang alami pada daerah
dataran banjir,karena dataran banjir terbentuk akibat dari peristiwa banjir. Dataran banjir
merupakan derah yang terbentuk akibat dari sedimentasi (pengendapan) banjir. Saat banjir
terjadi, tidak hanya air yang di bawa tapi juga tanah2 yang berasal dari hilir aliran sungai.
Dataran banjir biasanya terbentuk di daerah pertemuan2 sungai. Akibat dari peristiwa
sedimentasi ini, dataran banjir merupakan daerah yg subur bagi pertanian, mempunyai air
tanah yang dangkal sehingga cocok sekali bagi pemukiman dan perkotaan. Faktor umum
penyebab banjir itu ada 2 yaitu faktor alami akibat adanya dataran banjir dan faktor perubahan
(yang bisa terjadi secara alami maupun akibat campur tangan manusia).

5.6 Puting Beliung


Angin jenis ini yang ada di Amerika yaitu Tornado mempunyai kecepatan sampai 320
km/jam dan berdiameter 500 meter. Puting beliung adalah angin yang berputar dengan
kecepatan lebih dari 63 km/jam yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian
maksimum 5 menit. Ada beberapa sebutan untuk puting beliung.Angin puting beliung sering
terjadi pada siang hari atau sore hari pada musim pacaroba. Angin ini dapat menghancurkan
apa saja yang diterjangnya, karena dengan pusarannya benda yang terlewati terangkat dan
terlempar.
Penyebab Terjadinya Angin Puting Beliung disebabkan karena Udara panas dan dingin
bertemu, sehingga saling bentrok dan terbentuklah puting beliung. Selain itu juga karena
dalam awan terjadi arus udara naik ke atas yang kuat. Hujan belum turun, titik-titik air maupun
Kristal es masih tertahan oleh arus udara yang naik ke atas puncak awan. Proses terjadinya
angin puting beliung, biasanya terjadi pada musim pancaroba pada siang hari suhu udara panas,
pengap, dan awan hitam mengumpul, akibat radiasi matahari di siang hari tumbuh awan secara
vertikal, selanjutnya di dalam awan tersebut terjadi pergolakan arus udara naik dan turun
dengan kecepatan yang cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan kecepatan yang tinggi
menghembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba dan berjalan secara acak.

VI. BENCANA ALAM DI INDONESIA


Dalam posisi letak geografis, Indonesia terletak di cincin api pasifik, yaitu wilayah dengan
banyak aktivitas tektonik. Melihat lokasinya, maka Indonesia harus menerima resiko menjadi
Negara yang sering mendapatkan bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi,
banjir, dan tsunami.
6.1 Letusan Gunung Berapi di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki paling banyak gunung berapi aktif di seluruh
dunia. Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik beserta Lempeng Indo-Australia adalah tiga lempeng
tektonik aktif yang menyebabkan terjadinya zona-zona tumbukan yang kemudian membentuk
gunung-gunung berapi ini. Indonesia diperkirakan memiliki 129 gunung berapi yang semuanya
berada dibawah pengawasan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Hal ini dilakukan

Gambar 6.1. Peta Persebaran Gunung Api di Indonesia. Sumber:Topinka, USGS/CVO, 2001. Basemap modified
from:CIA map, 1997; volcanoes from: Sinkin & Siebed, 1994
karena sejumlah gunung berapi di Indonesia terus menunjukkan aktivitas. Apalagi, diperkirakan
lebih dari lima juta orang tinggal (dan/atau kerja) di "zona bahaya" sebuah gunung berapi (yang
harus segera dievakuasi kalau gunungnya menunjukkan aktivitas yang naik secara signifikan).
6.2 Gempa Bumi di Indonesia

Gempa bumi mungkin adalah ancaman bencana alam terbesar di Indonesia karena terjadi
tiba-tiba dan bisa menyerang wilayah padat penduduk, seperti kota-kota besar. Gempa bumi
dengan kekuatan sekitar 5 atau 6 skala Richter terjadi hampir setiap hari di Indonesia namun
biasanya tidak menyebabkan atau hanya sedikit menyebabkan kerugian. Kalau kekuatan gempa
melewati 7 skala Richter, sebuah gempa bisa menyebabkan banyak kerusakan. Rata-rata, setiap
tahunnya terjadinya satu gempa bumi dengan 7 skala Richter (atau lebih) di Indonesia dan
menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan infrastruktur maupun lingkungan hidup.
Sebagian sebab dari banyaknya jumlah korban jiwa di Indonesia saat kena gempa bumi
besar adalah karena konstruksi yang buruk dari rumah-rumah dan infrastruktur. Itu sebabnya
mengapa gempa yang sedang bisa saja menyebabkan jatuhnya banyak korban, runtuhnya
gedung-gedung, dan hilangnya tempat tinggal bagi banyak orang.

Gambar 6.2. Ring Of Fire. Sumber:UNISDR

6.3 Banjir di Indonesia


Musim hujan di Indonesia (yang terjadi dari Desember sampai Maret) biasanya
menyebabkan curah hujan yang tinggi. Dikombinasikan dengan pengundulan hutan dan saluran-
saluran air yang tersumbat oleh sampah, ini bisa menyebabkan sungai-sungai meluap dan terjadi
banjir. Banjir dan tanah longsor terjadi di banyak wilayah di Indonesia dan bisa menyebabkan
jatuhnya ratusan korban, hancurnya rumah-rumah dan infrastruktur lain, dan kerugian bagi
bisnis-bisnis lokal. Bahkan di megapolitan seperti Jakarta, banjir terjadi secara reguler (setiap
tahun) karena lemahnya manajemen air dikombinasikan dengan curah hujan yang tinggi.
Misalnya pada Januari 2013, sebuah wilayah yang sangat luas dari Jakarta terkena banjir. Hal ini
membawa dampak pada lebih dari 100.000 rumah dan menyebabkan hilangnya nyawa lebih dari
20 orang. Juga pada bulan Februari 2017 Jakarta diganggu oleh banjir besar yang menyebabkan
ribuan rumah dibanjiri air keruh warna cokelat, kadang-kadang sedalam 1,5 meter.

6.4 Tsunami di Indonesia

Sebuah gempa bumi atau letusan gunung berapi dalam laut bisa menyebabkan
gelombang tsunami yang memiliki dampak mengerikan bagi manusia dan semua objek di dekat
laut. Pada tahun 2004, sejumlah negara di dunia diguncang oleh gempa bumi di Samudera Hindia
dan tsunami yang menyusul kemudian, menewaskan 167.000 orang di Indonesia (terutama Aceh)
dan mengakibatkan perpindahan lebih dari setengah juta orang karena ribuan rumah
disingkirkan oleh air lautnya. Meskipun sebuah tsunami yang sangat besar seperti yang terjadi
pada akhir tahun 2004 sangat jarang, wilayah Sumatra sering dikejutkan dengan gempa bumi di
bawah laut yang berpotensi menyebabkan tsunami.
Dengan peristiwa tsunami 2004 masih segar di dalam ingatan, tingkat kekuatiran
masyarakat sangat tinggi. Masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di desa-desa atau kota-
kota dekat pantai sering melarikan diri ke wilayah perbukitan (yang terletak lebih ke tengah
daratan) setelah sebuah gempa bumi terjadi karena mereka takut menjadi korban tsunami
(walau biasanya alarm palsu karena tidak terjadinya tsunami). Rata-rata, setiap lima tahun sekali
sebuah tsunami besar terjadi di Indonesia, biasanya di pulau Sumatra dan pulau Jawa. Pada
umumnya, kerusakan pada infrastruktur melebihi jumlah korban jiwa. Ada alat-alat sistem
peringatan yang dipasang di banyak area pantai namun ada laporan-laporan bahwa tidak semua
peralatan itu berfungsi dengan baik.

VII. GEOFISIKA DALAM KEBENCANAAN


Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempengan besar di dunia: lempeng Indo-
Australia, Eurasia dan Pasifik. Hal ini menyebabkan Indonesia rawan akan bencana alam, seperti
gunung berapi, jebakan hidrokarbon dan gempabumi. Namun, pertemuan ketiga lempengan
tersebut juga membawa potensi sumber daya mineral dan geotermal yang dapat dieksplorasi
lebih lanjut. Salah satu langkah dalam mengeksplornya adalah dengan metode geofisika.
Geofisika kebencanaan sendiri adalah sistem mitigasi bencana dalam penanggulangan
bencana yang terjadi di Indonesia yang notabennya adalah kawasan yang rawan akan gempa.
Kondisi dinamika atmosfer Indonesia yang lembab dan basah meningkatkan kejadian bencana
hidrometeorologi di beberapa wilayah Indonesia.
Namun sayangnya langkah mitigasi benana itu sendiri tidak disambuu baik dari kalangan
sebagian masyarakat, karna itulah menjadi tatangan tersendiri bagi geofisika dalam kebananaan.
Ada beberapa kasus yang memperlihatkan sebagian masyarakat tidak menyabut baik mitigasi
bencana, seperti: banjir misalnya, menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan
Masarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana(Pusdatin Humas BNPB), Dr Sutopo Purwo
Nugroho, untuk mengatasi kondisi alam di Indonesia yang rentan terhadap bencana itu sendiri
ada 3 pilar utama yaitu pemerintah, masyarakat sipil dan swasta. Namun, mengendalikan
masyarakat adalah faktor utama sekaligus sulit pada proses mitigasi bencana di Indonesia.

Gambar 7.1. Banjir

Tantangan mitigasi bencana di Indonesia yang tersulit adalah memadukan unsur budaya
yang masih melekat erat di kalangan masyarakat Indonesia, banyak masyarakat yang tidak
memanfaatkan atau menggunakan sistem inforasi yang telah tersedia di kalangan mereka seperti
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika(BMKG), malahan masyarakat Indonesia sendiri
hanya berpedoman pada budaya leluhur yang diyakini bisa memprediksi kapan hujan dan
bencana besar lainnya akan datang.
Contoh lainnya adalah ulah masyarakat terhadap baterai-baterai seismograf yang
dipasang di sejumlah titik d gunung api di Indonesia. Ini menyebabkan proses pemantauan
gunung api sempat terganggu. Ada berbagai kasus yang terjadi seperti pencurian baterai baik di
Sinabung dan di Tangkuban Perahu.

Gambar 7.2. Aktivitas salah satu gunung api di Indonesia


Jika kasus ini tidak apat ditanggulangi dengan cepat oleh pihak setempat, sebagianwarga
yang memanfaatkan sistem informasi dari pemerintahan akan merasa resah dan tidak dapat
mendapatkan informasi lebih lanjut dengan gunung api. Alih-alih akan meletus dalam jangka
waktu yang dekat. Ada juga, sistem peringatan dini untuk longsor tidak dimanfaatkan
sebagaimana mestinya, malah dijadikan tiang jemuran oleh masyarakat setempat.

Gambar 7.3. Alat peringatan longsor yang dijadikan jemuran oleh warga
Geofisika sendiri merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari bumi serta
karakteristik dan fenomena-fenomena alam yang terjadi di dalamnya dengan metode-metode
fisika. Salah satunya adalah studi mengenai kegempaan. Sifat fisik yang dipelajari adalah sifat
kelistrikan, kemagnetan bumi, penjalaran gelombang gempa/getaran, gravitasi (gaya berat),
dan gelombang elektromagnetik. Dari pengukuran sifat fisik bumi di atas permukaan bumi,
seorang geofisika bisa mengetahui kondisi bawah permukaan tanpa harus menyentuhnya atau
melakukan pengeboran. Lalu bagaimana peran seorang geofisika dalam peristiwa gempa
bumi? Sudah barang tentu seorang geofisika memiliki peranan yang cukup besar, dimana
seorang geofisika dapat mendeteksi dimana letak terjadinya patahan di bawah permukaan
bumi, juga mendeteksi seberapa jauh pergerakan lempeng yang terjadi. Seorang geofisikawan
juga dapat mengetahui aktivitas yang terjadi pada suatu gunung api, misalnya menentukan
apakah gunung api tersebut masih aktif yang ditandai dengan ada tidaknya aktivitas magma.
Dalam geofisika terdapat beberapa metode yang sering digunakan dalam proses
eksplorasi sumber daya alam dan proses penentuan struktur bawah permukaan bumi. Salah
satu metodenya yaitu metode sismik. Metode Seismik merupakan metode geofisika yang
mempelajari bumi berdasarkan kecepatan penjalaran gelombang getar/gempa. kecepatan
gelombang ini sangat berhubungan dengan densitas dan modulus elastisitas batuan bawah
permukaan. Pengukurannya menggunakan seismometer yang akan menghasilkan data yang
disebut seismogram yang dapat dibaca oleh seorang geofisikawan lalu menafsirkannya
mengenai aktifitas seismik yang sedang terjadi, apakah berpotensi menimbulkan bencana atau
tidak.
Selain metode seismik, juga dapat digunakan metode elektromagnetik untuk mendeteksi
adanya sesar dan berapa kedalaman sesar tersebut apakah berpotensi menimbulkankan gempa
di daerah di atas sesar tersebut, dimana kita ketahui bahwa sesar terjadi karena adanya gaya-
gaya tektonik yang salah satu penyebabnya adalah pergerakan lempeng kerak bumi. Artinya,
jika sesarnya dalam dan cukup luas, maka pergerakan lempengnya pun besar. Geofisikawan
juga dapat mengetahui bahwa bagaimana jenis gempa yang dapat membahayakan dan berapa
kekuatan gempa tersebut dalam skala richter dengan menggunakan alat ukur seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan deskripsi di atas, dapat diketahui bahwa dalam geofisika
terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisis suatu gempa bumi
bahkan mendeteksi pusat terjadinya di bawah permukaan bumi atau yang di sebut
hiposentrum gempa.

VIII. PENERAPAN ILMU GEOFISIKA DALAM KEBENCANAAN


8.1 Metode Seismik
Metode seismic dapat dimanfaatkan dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tanah
longsor. Prinsipnya adalah dengan menggunakan kecepatan penjalaran gelombang getar.
Kecepatan gelombang ini berhubungan dengan densitas dan modulus elastisitas batuan bawah
permukaan.
Saat ini, pemerintah pusat melalui Tim 9 yang dibentuknya sudah membuat peta kawasan
rawan gempa bumi untuk wilayah Indonesia. Peta tersebut masing berupa peta kasar
(makrozonasi) atau dalam skala yang yang sangat luas. Nilai percepatan goncangan tanah
tertinggi (Peak Ground Acceleration/PGA) yang dihitung juga masih berdasarkan percepatan
gelombang di batuan dasar (bedrock). Lapisan tanah lunak dan tebal yang duduk di atas batuan
dasar ini bisa meningkatkan faktor amplifikasi (penguatan goncangan/amplitudo) gelombang
gempa bumi dan efek pantulan gelombang gempa bumi dari batuan dasar. Gelombang gempa
bumi juga akan bergerak sangat lambat pada lapisan lunak dibanding dengan lapisan keras.
Pengukuran MASW atau SASW mutlak dilakukan di setiap kota yang ada di Indonesia untuk
memetakan dimana saja kawasan-kawasan yang memiliki nilai amplikasi tinggi, rendah dan
berapa kedalaman lapisan sedimen di kota tersebut. Peta mikrozonasi ini akan sangat
bermanfaat nantinya dalam menentukan kebijakan pembangunan infrastruktur di kawasan yang
rawan gempa.
Seismik tomografi merupakan sebuah metode geofisika untuk mengetahui kondisi bawah
permukaan bumi berdasarkan data waktu tiba gelombang gempabumi (P dan S) yang terekam
oleh peralatan seismik (seismometer) yang tersebar di atas permukaan bumi. Hasil pengolahan
dan analisa gelombang tersebut akan memberikan gambaran struktur 3D interior bumi
secara rinci. System kerjanya sama seperti CT Scan atau USG. Sumber getaran yang digunakan
dapat buatan dan alami berupa gempa bumi.
8.2 Metode Magnetik
Metode magnetic merupakan metode gofisika dengan mempelajari sifat kemagnetan batuan.
Metode ini digunakan untuk memonitor kenaikan magma dalam tubuh gunung api. Pada saat
magma mengalami proses naik, medan magnetic di sekitar gunung api cenderung turun karena
pemanasan batuan disekitarnya. Sedangakan saat magma turun, maka medan magnet akan
semakin besar nilainya.
8.3 Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan metode yang mempelajari bumi berdasarkan sifat fisik berupa
kelistrikan batuan (resistivta, konduktivitas, dan chargebilitas). Pengukurannya dengan
mengalirkan arus listrik kedalam tanah kemudian diukur response tegangannya. Metode ini
dilakukan untuk mengeahui lapisan bidang gelincir longsor pada mitigasi bencana.
Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas
listrik pada lapisan di bawah titik ukur. Dari variasi beda resistivitas ini bisa diketahui perlapisan
bawah perbukaan tanah dan pada lapisan berapa terdapat lapisan bidang gelincir longsor. Bidang
gelincir longsor ini sering kali ditandai dengan nilai kontras resistivitas antara lapisan atas dan
bawah yang ada di bawah permukaan sebuah lereng.
Para geofisikawan Indonesia sendiri juga telah banyak melakukan survey geolistrik untuk
mendeteksi kedalaman bidang gelincir sebuah lereng yang rawan longsor. Satu hal yang harus
menjadi catatan kita bersama bahwa penelitian tersebut harus dilakukan sebelum longsor terjadi.
Apabila sudah diketahui kedalaman bidang gelincirnya tentu bisa diperkirakan metode slope
stability dan protection apa yang cocok diaplikasikan pada lereng sehingga tidak terjadi bencana
tanah longsor

DAFTAR PUSTAKA
Pusat Data Informasi dan Humas BNPB. Buku Data Bencana Indonesia 2009 (2010).Jakarta
Setya Winarno, (2011), House Seismic Vulnerability and Mitigation Strategies: Case of Yogyakarta
City, Jurnal Penanggulangan Bencana Volume 2 Nomor 2, Tahun 2011
https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/risiko/bencana-alam/item243? diakses pada 13
April 2018 pukul 18.19 WIB
Etika Emiliyawati. Manajemen Mitigasi Bencana. 2016.
http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/view/139. Tanggal akses 16 April 2018

Mempelajari Mitigasi dan Manajemen Bencana. 2017. https://www.bnpb.go.id/mempelajari-


mitigasi-dan-manajemen-bencana. Tanggal akses 16 April 2018

Arandita Arismastuti, (2011), Tahapan Proses Komunikasi Fasilitator Dalam Sosialisasi Pengurangan
Resiko Bencana, Journal Penanggulangan Bencana Volume 2 Nomor 2, Tahun 2011

Narahubung :
Muhammad Rizky Hasyim (rizkyhasyim16@gmail.com / ID Line rizkyhasyim)

Anda mungkin juga menyukai