Anda di halaman 1dari 37

ANALISIS GINOKRITIK DALAM

NOVEL SEULESOH KARYA D KEMALAWATI

Proposal skripsi

diajukan sebagai bahan seminar proposal


pada Jurusan PBI FKIP USK

oleh
Oriza Sativa
1906102010022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2022
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS GINOKRITIK DALAM


NOVEL SEULESOH KARYA D KEMALAWATI

Nama : Oriza Sativa

NIM 1906102010022

Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia

disetujui,

Koordinator Program Studi, Dosen Wali,

Armia, S.Pd.,M.Hum. Dr. Drs. Yusri Yusuf, M.Pd.


NIP 197108221998021001 NIP 195808251986021002

2
3
ANALISIS GINOKRITIK DALAM

NOVEL SEULESOH KARYA D KEMALAWATI

1. Latar Belakang

Pikiran masyarakat yang masih dikonstruksi oleh budaya patriarki

menyebabakan kesenjangan sosial tentang berbagai asumsi perempuan.

Fenomena ini sudah terjadi sejak dulu abad ke-16 menjelang abad ke-20.

Seiring dengan munculnya gerakan feminis yang dilakukan di wilayah Eropa

pada saat itu mendorong perempuan yang memiliki ideologi dan tujuan yang

sama ingin memperjuangkan hak-hak perempuan dalam karya sastra. Ideologi

itu muncul berdasarkan kesadaran perempuan bahwa tidak seharusnya

perempuan dipandang sebelah mata dengan asumsi yang merugikan

eksistensi kaum perempuan. Sejak dulu sastrawan didominasi oleh laki-laki

dengan demikian karya sastra yang dihasilkan oleh laki-laki cenderung

menghakimi perasaan dan pengalaman perempuan. Sikana (2008: 288)

mengemukakan bahwa karya sastra yang dihasilkan oleh laki-laki

memperhatikan bahwa perempuan adalah makhluk yang dianggap lemah,

penuh hasrat dan hanya digunakan untuk memikat laki-laki. Citra perempuan

memiliki segala macam kekurangan dan tidak berdaya untuk mengatasi

kekurangan pada dirinya.

Hal ini tidak sesuai dengan perasaan dan pengalaman perempuan yang

terbelenggu oleh budaya patriarki. Perempuan juga merupakan sosok yang

kuat banyak tokoh-tokoh perempuan kuat yang sudah terkenal di dunia dan

1
berasal dari Aceh contohnya Laksamana Malahayati (1550-1615). Ia

merupakan panglima angkatan laut pertama di dunia. Peran sosial terhadap

kaum perempuan sudah dimulai olehnya sejak abad ke-16. Pada saat itu ia

menggerakkan kaum perempuan yang disebut inong balee. Nama ini untuk

para janda yang suaminya sudah tewas dalam peperangan. Pada tahun 1599,

Malahayati mengalahkan komando ekspedisi Belanda Cornelis de Houtman.

Tidak hanya Laksamana Malahayati, Shultanah Shafiatuddin, Cut Nyak Dien,

Cut Nyak Meutia, Pocut Baren mereka adalah bukti bahwa perempuan juga

kuat tidak semata-mata dianggap lemah.

Meskipun eksistensi perempuan sudah diperjuangkan sejak dulu tetapi

tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini masalah budaya patriarki belum

sepenuhnya tuntas. Saat ini masih banyak pelabelan terhadap perempuan

yang mengakibatkan eksistensi perempuan dianggap lebih rendah daripada

laki-laki. Perbedaan gender antara perempuan dan laki-laki tidak seharusnya

menjadikan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena sejatinya

manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang seharusnya mendapatkan hak

dan kesempatan yang sama.

Penelitian ini menjadi penting karena karya sastra yang dihasilkan oleh

spengarang perempuan, berpengaruh terhadap eksistensi perempuan.

Pemahaman, anggapan, dan pandangan terhadap suatu fenomena sosial yang

terjadi juga menjadi salah satu latar belakang seorang penulis menciptakan

karya sastra. Tanpa adanya suatu pendekatan dikhawatirkan akan terjadinya

model-model krtikan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap karya sastra

2
pengarang perempuan dihakimi oleh pandangan patriarki. Salah satu tokoh

emansipasi perempuan yang namanya sangat dikenal dalam lingkungan

masyarakat Indonesia yakni R.A Kartini. Ia merupakan tokoh yang sangat

inspiratif karena mampu mengungkapkan cita-citanya untuk memajukan

kaum perempuan melalui karya sastra yang ditulisnya dalam buku yang

berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini memuat perjalanan

hidupnya dan surat-surat yang dikirim R.A Kartini kepada sahabat penanya di

Belanda. Hingga kartini disebut sebagai pemula gerakan emansipansi

perempuan Indonesia yang melawan patriarki. Hal ini merupakan salah satu

bukti bahwa karya sastra yang dihasilkann oleh pengarang perempuan

berpengaruh terhadap eksistensi perempuan.

Pendekatan Ginokritik diharapkan mampu menjawab keresahan yang

terjadi dalam karya sastra yang ditulis oleh pengarang perempuan dan

memuat tentang perempuan. Penulis ingin menganalisis novel seulesoh untuk

melihat bagaimana pengarang perempuan Aceh memposiskan perempua n

dalam karya sastra berbentuk novel. Selain novel seulesoh sangat sulit

menemukan novel yang ditulis oleh pengarang perempuan Aceh dan memuat

tentang citra perempuan Aceh. Banyak pengarang perempuan di Indonesia

yang menulis novel mereka mengangkat latar Aceh. Perempuan Keumala

karya Endang Moerdopo, Tanah Perempuan karya Helvy Tiana Rosa,

Nirzona karya Abidah El Khalieqy, merupakan karya sastra yang dikarang

oleh para sastrawan Indonesia dengan mengangkat Aceh sebagai latar

ceritanya.

3
Novel seulesoh adalah sebuah novel yang ditulis oleh seorang perempuan

asal Aceh tepatnya di Pantai Barat, Meulaboh 1965. D Kemalawati seorang

penulis puisi, esai, opini, juga beberapa cerpen. Banyak prestasi yang telah

diraih oleh D kemalawati yakni pemenang hadiah sastra pemerintah Aceh.

Bahkan beberapa karyanya sudah diterjemahkan dalam bahasa Rusia yakni

Tarian Pelangi; Keyakinanku; Setelah Hujan. Hal ini menunjukkan bahwa

karya sastra yang dihasilkan oleh D kemalawati adalah karya yang

berkualitas.

Seulesoh adalah sebuah novel yang menceritakan tokoh Meulu seorang

perempuan yang tinggal di pantai Lampulo. Sejak kecil Meulu sangat akrab

dengan nenek kandungnya juga sahabat neneknya yakni nek pi’ah. Diam-

diam Meulu sejak kecil sering pura-pura tidur di pangkuan neneknya untuk

mendengar cerita neneknya dan nek pi’ah. Meulu tertarik dengan hal-hal

yang berbau mistis hingga ia menghafal mantra nek pi’ah. ia sering ikut nek

pi’ah membantu proses persalinan. Ia sangat senang jika diajak untuk

memandikan bayi juga mem-bedung bayi.

Karakter perempuan Aceh tergambar dalam novel ini terlihat pada tokoh-

tokoh perempuan dalam novel seulesoh. Syair do da idi, sifet dua ploh dan

hikayat prang sabi adalah kebiasaan yang sering dilantunkan oleh tokoh ibu

dengan merdu. Nek pi’ah seorang janda yang memilih untuk menjadi bidan

desa membantu persalinan perempuan menggunakan mantra seulesoh karena

suami mereka sudah pergi ke laut untuk mencari nafkah. Hingga suatu hari

hiruk pikuk klakson mobil, kendaraan roda dua dan orang-orang berlarian

4
menyaksikan tsunami menggulung semua yang ada didepannya. Meulu pada

saat itu terpanggil jiwanya untuk membantu seorang ibu yang akan

melahirkan terlihat kesakitan dibawa arus tsunami tanpa seorang pun

menolongnya. Keadaaan yang sangat tidak memungkinkan jika Meulu dapat

menolong ibu itu sesuai dengan prosedur yang sudah ia pelajari sebagai

mahasiswa kebidanan. Hingga akhirnya jalan satu-satunya adalah

menggunakan matra seulesoh yang dihafalnya beberapa tahun lalu dari nek

pi’ah dengan botol aqua yang berhasil ia dapatkan bersama air tsunami.

Novel ini juga memuat sastra lisan yaitu mantra seulesoh yang menjadi

mantra yang digunakan di Aceh untuk membantu persalinan. Dalam KBBI

selusuh berarti barang (seperti air) yang dimantrai untuk menolong orang

yang akan melahirkan. Meskipun saya tidak meneliti mengenai nilai sejarah

tetapi novel ini juga menarik karena memuat nilai sejarah Aceh pasca

tsunami. Digambarkan secara jelas bagaimana awal mula gempa kemudian

gelombang datang disusul lagi dengan tsunami yang amat dahsyat pada saat

itu.

Penelitian ginokritik telah banyak dilakukan beberapa diantaranya adalah

Kajian Ginokritik Pada Novel Namaku Teweraut (Ani Sekarningsih dan

Intan Purnamasari, 2020); Analisis Ginokritik Pada Novel Pengakuan Eks

Parasit Lajang (Ayu Utami Novita, Totok Priyadi, Agus Wartiningsih,

2016); Analisis Ginokritik Novel Partikel (Yola Yuswianti, Christanto Syam,

Agus Wartiningsih, tahun ); Watak Wanita Dalam Bidadari Dari Perspektif

5
Ginokritik Penelitian Psikologi Dan Budaya (Nur Syifaa Atikah Binti Nordin

Che Abdullah Bin Che Ya, 2018).

Dari beberapa penelitian yang relevan di atas belum ada penelitian yang

khusus menganalisis ginokritik dalam novel seulusoh karya D Kemalawati

dengan melihat pada 4 ruang lingkup yang dirujuk dari teori pendapat

Showalter, yakni (1) penulisan perempuan dan biologi perempuan; (2)

penulisan perempuan dan bahasa perempuan; (3) penulisan perempuan dan

psikologi perempuan; (4) penulisan perempuan dan budaya perempuan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan

masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penggambaran biologis/fisik perempuan yang terdapat

dalam novel Seulusoh karya D Kemalawati ?

2. Bagaimanakah penggambaran bahasa perempuan yang terdapat dalam

novel Seulusoh karya D Kemalawati ?

3. Bagaimanakah penggambaran jiwa perempuan yang terdapat dalam

novel Seulusoh karya D Kemalawati ?

4. Bagaimanakah penggambaran budaya perempuan yang terdapat dalam

novel Seulusoh karya D Kemalawati ?

6
3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini sebagai

berikut.

1. Mendeskripsikan penggambaran biologis/fisik perempuan yang

terdapat dalam novel Seulusoh karya D Kemalawati.

2. Mendeskripsikan penggambaran bahasa perempuan yang terdapat

dalam novel Seulusoh karya D Kemalawati.

3. Mendeskripsikan penggambaran jiwa perempuan yang terdapat dalam

novel Seulusoh karya D Kemalawati.

4. Mendeskripsikan penggambaran budaya perempuan yang terdapat

dalam novel Seulusoh karya D Kemalawati.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berhasil dengan baik dan dapat mencapai

tujuan penelitian secara optimal dapat menghasilkan laporan yang akurat

dan bermanfaat secara umum. Diharapkan juga dapat memberikan manfaat

secara teoritis maupun praktis.

a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat digunakan para pembaca ataupun mahasiswa

untuk memahami Kritik Sastra Perempuan di Mata Pengarang Perempuan.

Dapat memahami secara teoritis bagaimana citra perempuan yang ditulis

oleh pengarang perempuan dan perbedaan citra perempuan yang ditulis

7
oleh penulis laki-laki juga diharapkan membuka peluang untuk penelitian

selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini menjadi salah satu sumbangsih penelitian mengenai

ginokritik terhadap isu feminis dalam karya sastra. Novel Seulesoh karya

D kemalawati memuat nilai sejarah tsunami di Aceh juga nilai budaya

mantra lisan yakni novel Seulesoh.

5. Kajian Pustaka

5.1 Sejarah Feminis

Sejarah dan Perkembangan pembebasan perempuan berawal di

wilayah Eropa tepatnya pada abad ke -16 menjelang abad ke-20. Saat itu

perempuan yang memiliki ideologi yang sama memperjuangkan

eksistensinya sebagai perempuan. Hal ini didasarkan oleh keadaan sosial

saat itu yang tidak adil terhadap perempuan. Penindasan eksistensi

perempuan sudah berlangsung dari zaman ke zaman. Bahkan Sikana

(2008: 283) mengatakan salah satu doa laki-laki barat yaitu “ Terimakasih

telah dilahirkan tidak sebagai wanita”.

Sikana (2008:283-284) mengemukakan bahwa pada tahap awal

gagasan pemikiran feminis hanya bergerak pada isu-isu politik saja tetapi

seiring berjalannya waktu terus berkembang pada ruang lingkup yang lain.

Perjuangan perempuan untuk masuk dalam ruang lingkup sastra terbagi

menjadi 3 tahap, yaitu pada tahap pertama menyadarkan bahwa perempuan

telah tertindas dari zaman ke zaman dalam dunia sastra. Pengkritik feminis

8
dalam tahap awal ini melihat banyak karya perempuan yang hilang begitu

saja dalam sejarah kritikan karena didominasi oleh kaum laki-laki. Pada

tahun 1960-an, kritik sastra dikuasai oleh laki-laki, penulis perempuan justru

tidak diperhitungkan.

Pada tahap kedua, feminis mencoba untuk masuk dalam wilayah yang

selama ini hanya dikuasai oleh kaum laki-laki. Hal ini mendapat kebebasan

terhadap perbudakan yang terjad i pada kaum perempuan dan setidaknya

telah banyak dikenal akan kehadiran mereka. Kemudian mulai ramai penulis

feminis yang baru dengan teks yang lebih kuat serta banyak para peneliti

dan pengkritik feminis.

Pada tahun 1980-an, terjadi tahap ketiga, yang tidak sama dengan dua

tahap pada tahap ini feminis psikoanalisis telah dipelopori oleh Kristeva

dan Irigaray yang menandakan masuk pada dunia pascamodren.

5.2 Elaine Showalter

Elaine Showalter mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai

pengkritik feminis,bahkan kajian yang rinci dan falsafah kritikannya

serimbang. Dia dianggap sebagai pelopor feminis yang berwibawa dan

disegani. Oleh sebab itu, pandangan-pandangannya banyak diterima, teorinya

banyak digunakan dan tulisan-tulisannya sering dirujuk (Sikana, 2008:286).

Dalam kajiannya, Elaine Showalter membagi sejarah perkembangan

penulisan dan kritikan yang dihasilkan oleh perempuan kepada tiga tahap,

yang dikaitkan dengan istilah-istilah feminine, feminist, dan female (Sikana,

2008:286).

9
Tahap pertama, berlangsung dari tahun 1840-1880. Pada masa ini

perempuan sering menyembunyikan identitas mereka menggunakan nama

samaran dengan nama pena laki-laki seperti George Eliot, Currer, Ellis dan

Aetan Bell. Penulis perempua pada masa ini masih terpengaruh oleh asumsi

kaum laki-laki terhadap perempuan hal ini bertujuan agar sebanding dengan

pencapaian intelektual kaum laki-laki.

Tahap kedua, berlangsung dari tahun 1880-1920. Dalam karya-karya

Elizabeth Gaskell yang ditulis pada tahun 1880, memperluas tema tentang

konflik antar kelas serta kesan perkembangan industri di England untuk

merangkum isu feminis.

Tahap ketiga, sejarah pergerakan oleh Showalter karena ia ingin

menegaskan bahwa female bukan lagi istilah yang merujuk pada bilogis

perempuan saja. Para feminis ingin menolak pola pemikiran lelaki yang

dilakukan pada tahap feminine dan protes (Sikana, 2008:286).

Wiyatmi (dalam purnamasari, 2020) mengutip pendapat Showalter

dalam jurnalnya bahwa Showalter membedakan dua ragam kritik sastra

feminis yaitu “the women as a reader/feminist critics dan the woman as a

writer/gynocritics”.

Pemikiran teori yang digagas oleh Showalter adalah ginokritik yang

memiliki tolak ukur terhadap suatu cara perempuan menganalisis karya

sastra. Upaya dilakukan dengan cara membina model-model baru berdasarkan

pengalaman perempuan yakni “ (1) penulisan perempuan dan biologi

perempuan; (2) penulisan perempuan dan bahasa perempuan; (3) penulisan

1
perempuan dan psikologi perempuan; (4) penulisan perempuan dan budaya

perempuan” (purnamasari, 2020).

5. 3 Teori Ginokritik

“Ginokritisme secara etimologi berasal daripada perkataan perancis,

la gynocritique, yaitu satu teori yang dirangka khusus untuk menerangkan

dan menganalisis karya-karya tentang wanita yang dihasilkan oleh wanita”

(Rahman, 2014 : 25-26). Showalter (dalam Rahman, 2014 : 26) mengatakan

bahwa teori ginokritik memberi perhatian khusus kepada perempuan sebagai

pengarang “the study of woman as writers – and its subject are the history,

styles, themes, gendre and structures of writing by women; the

psychodynamics of female creativity; the trajectory of the individual or

collective female career; and the evolution and laws of female literary

tradition”.

Rahman (2005: 122) Teori ginokritik berfokus pada penulis perempuan

sebagai sesuatu yang mempunyai keberadaan unik dan berbeda yang menjadi

ciri khas, serta menekankan hak dan kekuasaan pengalaman perempuan.

Fakta ini membuktikan bahwa penilaian literatur yang sepenuhnya

menargetkan pengalaman laki-laki, atau mengikuti model androsentrik.

Secara jelas ginokritik disusun dan diperkenalkan dengan 2 tujuan akhir.

Pertama, untuk membebaskan perempuan dari sejarah sastra yang ditentukan

sepenuhnya oleh laki-laki dan sebagai solusi permasalahan untuk

menyesuaikan perempuan dengan pangangan laki-laki. Tujuan kedua adalah

untuk memfokuskan perhatian pada masalah baru dari dunia budaya

1
perempuan terutama untuk melihat imajinasi dan daya cipta perempuan serta

melihat perbedaan yang terdapat dalam penulisan perempuan yang bisa

menghasilkan bentuk-bentuk eksperimen (Rahman, 2014: 27).

Rahman (2014: 27-28) mengatakan “Proses kemunculan teori

ginokritik berawal dari penelitian Showalter terhadap petikan daripada tulisan

Virgina Wolf (1957) dan Helene Cixous (1997)”. Selanjutnya Purnamasari

(2020:2) mengatakan “ Gagasan teori yang dikemukakan oleh Showalter

adalah ginokritik merupakan sebuah teori yang menumpukan kepada sesuatu

cara perempuan menganalisis karya sastra dengan cara membina model-

model baru, berdasarkan pengalaman perempuan”.

“Ginokritik menganggap wanita sebagai pengeluar atau penghasil

tekstual. Perempuan berperan sebagai penyampai makna teks mulai dari

semua persoalan sejarah, tema, genre, dan struktur penulisannya”

Purnamasari (2020:2).

Rahman (2014:29) menyatakan bahwa “ Bagi Showalter, pengabaian

sebahagian besar penulis novel yang menjadi penyambung kepada rantaian

daripada satu generasi ke satu generasi menyebabkan penulis tidak

mempunyai kepahaman yang jelas dan tepat tentang kesinambungan dalam

penulisan wanita”. Selanjutnya Showalter (dalam Rahman, 2014 :4)

mengatakan bahwa “ wanita telah lama membiarkan dominasi lelaki tanpa

sebarang soal, tanpa tokok tambah, tanpa penilaian semula dan tanpa

sebarang kebetulan”.

1
5.4 Model-Model dalam Ginokritik

Showalter (dalam Rahman, 2014: 36) menjelaskan bahwa perbedaan atau

variasi yang terdapat dalam karya sastra yang dihasilkan oleh perempuan

tidak terjadi secara kebetulan melainkan penciptaan karya sastra dipengaruhi

oleh beberapa faktor penting.

Tidak ada istilah bahasa Inggris yang ada untuk wacana kritis khusus

untuk perilaku kreativitas wanita; lintasan individu atau karir perempuan

kolektif; dan evolusi dan hukum tradisi sastra perempuan seperti dalam

pernyataan Showalter (1981: 185) “ Psychodynamics of female creativity; the

trajectory of the individual or collective female career; and evolution and

laws of female literary tradition. No English term exist for such a specialized

critical disource, and so I have invented the term “gynocritics”. Unlike the

feminist critique, gynocritics offer many theoretical opportunities”.

Selanjutnya Showalter (181: 185) mengemukakan bahwa Untuk melihat

wanita menulis sebagai subjek utama memaksa ginokritik untuk membuat

lompatan ke yang baru sudut pandang konseptual dan untuk mendefinisikan

kembali sifat teoretis masalah yang utama, Bukan lagi dilema ideologis untuk

berdamai pluralisme revisioner tetapi pertanyaan penting tentang perbedaan.

Purnamasari (2020: 3) mengemukakan bahwa menumpukan pada cara

perempuan dalam menganalisis karya sastra perempuan itu sendiri. Teori

penulisan wanita saat ini menggunakan empat model perbedaan biologis,

linguistik, psikologi, dan budaya. Dari masing-masing mendefinisikan dan

membedakan kualitas dari penulis wanita dan teks perempuan caranya adalah

1
dengan membina model-model baru berdasarkan kepada pengalaman

perempuan.

5.4.1 Penggambaran Biologis/fisik Perempuan

Showalter mengutip kata-kata dari tulisan Cixous dalam The Lough of

the Medusa yang menyebutkan “More body, hence more writing” yang

berupa kritikan berasaskan biologis ini merupakan satu pendekatan yang

melihat kepada perbedaan teks yang ditentukan oleh aspek biologis atau

tubuh (purnamasari, 2020: 3 ).

Perempuan telah lama menyimpan suara, emosi dan semua yang

diarasakan dalam psikologis. Showalter (1981: 188) “Female biology...has

far more radical implication than we have yet come to appreciate.

Patriarchal thought has limited female biology to its own narrow

specification... In order to live a fully human life, we require not only control

of our bodies...we must touch the unity and resonance of our physicality, the

corporeal groud of our intelligence”.

Budaya patriarki telah membatasi interpretasi karya sastra perempuan

pada kriteria biologisnya yang sempit. Rahman (2014: 36) mengemukakan

bahwa perempuan seharusnya merempuh peraturan dan mengungkapkan

bahwa semua yang ada dalam biologis mereka melalui penulisan. Showalter

menyatakan bahwa kritikan yang berdasarkan pada biologi merupakan suatu

pendekatan yang melihat perbedaan teks didasarkan oleh tubuh.

1
Pengkritik feminis menolak pernyataan tentang kelemahan biologi

perempuan. Sebagian pakar cenderung menerima kesan metafora tentang

perbedaan tubuh dalam karya sastra yang dihasilkan oleh perempuan

(Rahman, 2014: 36). Showalter mencoba mengimbangi pernyataan Gilbert

dan Gubar dengan menegaskan bahwa perempuan juga mempunyai hak untuk

menghasilkan karya sastra. (Rahman, 2014: 37). Rahman (2005: 130)

mengemukakan bahwa beberapa kritikus feminis, terutama di Prancis serta di

Amerika, mendesak agar para ahli teori harus membaca metafora ini sebagai

lebih dari sekadar lelucon. Bahkan, mereka direkomendasikan untuk menjadi

lebih serius memikirkan kembali dan menafsirkan kembali pertanyaan

tentang perbedaan biologis dan hubungannya dengan tulisan perempuan.

Ginokritik model penulisan perempuan dan biologis perempuan

menempatkan peranan biologi atau tubuh adalah bagian yang mendasari

proses penciptaan sastra perempuan. Terlihat dalam pernyataan Rahman

(2014: 39) bahwa unsur biologis yang diungkapkan dalam penulisan dapat

dinilai sebagai suatu kaidah untuk memahami konsep perempuan terhadap

situasi untuk beradaptasi. Showalter dan beberapa feminis lainnya

menekankan tentang pentingnya peran biologis sebagai salah salah satu

fondasi yang mendasari proses penciptaan sastra perempuan. Mereka

mengakui bahwa tubuh perempuan yang lemah lembut akan cenderung

menghasilkan bahasa, nada, dan gaya penulisan yang lembut serta khas,

berbeda dengan tulisan laki-laki (Rahman, 2005: 132).

1
5.4.2 Penggambaran Bahasa Perempuan

(Showalter, 1981: 190) mengutip tulisan berjudul Les Guerilleres oleh

Monique Wittie, “The women say, the language you speak poisons your

glottistongue palate lips. They say, the language you speak is made up of

words that arc killing you. They say, the language you speak is made up of

signs th1zt rightly speaking designates what men have appropriated”.

Kutipan ini menunjukkan tanggapan perempuan terhadap gaya bahasa

digunakan atau diucapkan oleh laki-laki. Bahasa yang dig unakan dapat

meracuni pikiran, bahkan bahasa laki-laki juga dikatakan bisa membunuh.

Perempuan melihat bahasa yang diungkapkan oleh laki-laki adalah simbol

dari apa yang mereka jawab (Rahman, 2005: 132).

Rahman (2005: 133) mengemukakan bahwa pemahaman dan tanggapan

perempuan selama ini banyak yang dibentuk berdasarkan bahasa pria, karena

perempuan tergantung pada bahasa yang dibuat oleh para pria. Perempuan

juga perlu

memiliki dan menggunakan bahasa mereka sendiri.

Bahasa yang diungkapkan oleh seorang perempuan dalam karya sastra

yang ditulis oleh perempuan terkesan lembut dan santun. Berbeda dengan

bahasa yang diungkapkan laki-laki yang cenderung tegas . Du Plesssis (dalam

Rahman, 2005; 135) mengungkapkan bahwa bahasa perempuan dikatakan

"soft, moist, blurred, padded, irregular, going around in the circles" and

nother descriptions of our bodies”. Sedangkan bahasa laki-laki yang sifatnya

“lean, dry, terse, poserfull, strong, spare, linear focused, explosive.”

1
Model ini mengasumsikan bahwa perempuan menulis menggunakan cara

dan gaya bahasa mereka sendiri. Perbedaan penggunaan bahasa terlihat dalam

percakapan, intonasi, struktur kalimat, strategi, dan konteks penyajian Bahasa

(Rahman, 2005: 136) . Tugas yang tepat untuk kritik feminis adalah untuk

berkonsentrasi pada akses perempuan ke bahasa, pada rentang leksikal yang

tersedia dari mana kata-kata dapat dipilih, pada determinan ideologis dan

budaya ekspresi. Masalahnya adalah bukan bahasa tidak cukup untuk

mengungkapkan kesadaran perempuan, tetapi bahwa perempuan telah

disangkal sumber daya penuh bahasa dan telah dipaksa untuk diam,

eufemisme, atau berbelit-belit (Showalter, 181: 193). Pada tingkat analisis

yang lebih tinggi dengan melihat gaya feminin dalam pengulangan lambang

dalam gaya bahasa, bentuk gambar, dan sintaksis yang ada dalam tulisan

perempuan cenderung membingungkan (Rahman, 2005: 135). Selanjutnya,

Tugas pengkritik feminis adalah fokus pada cara perempuan mendekati atau

memasuki suatu bahasa. Meninjau leksikal yang ditemukan dari pemilihan

kata- kata, dan pada ideologi dan elemen budaya yang menentukan ekspresi

bahasa (Rahman, 2005: 135). Penulisan perempuan dan bahasa perempuan

berupa ungkapan bahasa yang tersirat dan tersurat dalam karya sastra seperti

dalam pernyataan Purnamasari (2020: 5) “Fokus pada model ini atau rujukan

pada model ini adalah penulisan perempuan dan bahasa perempuan yang

berupa tulisan tersirat dan tersurat, ekspresi tubuh, dan unsur multifokal yang

tergambar dari kata, frasa, maupun kalimat”.

1
5.4.3 Penggambaran Jiwa Perempuan

Freud (dalam Rahman 2005: 137) melihat fantasi dan mimpi ini

sebagai bentuk atau wujud kehidupan alam bawah sadar. Kajiannya terhadap

dua hal tersebut membawa Freud untuk merumuskan pendapatnya mengenai

penciptaan sastra. Menurut Freud sesebuah karya sastra atau karya seni lain

adalah seperti sebuah mimpi atau fantasi. Kedua hal tersebut adalah satu

penyempurnaan bayangan terhadap keinginan bawah sadar yang terpendam.

Secara psikologis perempuan dan laki-laki mendapat didikan yang berbeda

sejak kecil terlihat dalam pernyataan Showalter (1981: 196) “ A boy must

learn his gender identity negatively as being not-female, and this difference

requires continual reinforcement. In contrast, a girl's core gender identity is

positive and built upon sameness, continuity, and identification with the

mother”.

Rahman (2005: 138) mengemukakan bahwa Showalter ketika

membahas aspek psikologis seorang penulis perempuan dalam tulisannya,

Kaitkan dengan coretan pengalaman penulis. Penulis yang memaparkan

kisah-kisah penderitaan dan kedukaan hidup perempuan yang membawa ide

cerita mengenai gangguan kejiwaan dan bunuh diri didominasi oleh

pengalaman diri sendiri, keluarga, dan dalam masyarakat. Gilbert dan Gubar

(dalam Rahman, 2005: 138) menegaskan bahwa pada abad ke-19 penulis

wanita menggambarkan karakter perempuan dalam situasi kesakitan,

kegilaan, hilang selera makan, gugup, dan lumpuh dalam karya sastra yang

mereka hasilkan.

1
Miller menunjukkan bagaimana plot dalam karya sastra yang

dihasilkan perempuan telah dikaburkan atau ditolak reputasinya. Adaptasi

mereka adalah model phaffocentric dan pembacaan ginokritik

mengungkapkan fantasi sombong dan ambisi luhur dalam karya sastra yang

dihasikan oleh perempuan seperti yang dilakukan laki-laki (Rahman, 2005:

138). Selanjutnya psikologis perempuan berkaitan dengan proses kreatif

seperti yang terlihat dalam pernyataan Showalter (181:193)“

Psychoanalytical oriented femist criticism locates the difference of women’s

writing in the autor’s psyche and in the relation of gender to the creative

process”. Selanjutnya Elizabeth Abel (1981) (dalam Rahman, 2005: 140)

menekankan penelitian tentang persaudaraan perempuan dalam novel

perempuan, menggunakan Teori Chodorow, untuk menunjukkan keterkaitan

hubungan karakter perempuan, serta hubungan penulis dengan lawan bicara

perempuan satu sama lain, ditentukan oleh hakikat dan perkembangan

kepribadian yang mengikat perempuan.

Secara psikologis perempuan dan laki-laki mendapat didikan yang

berbeda sejak kecil terlihat dalam pernyataan Showalter (1981: 196) “ A boy

must learn his gender identity negatively as being not-female, and this

difference requires continual reinforcement. In contrast, a girl's core gender

identity is positive and built upon sameness, continuity, and identification

with the mother”.

1
5.4.4 Penggambaran Budaya Perempuan

Perbedaan penting antara perempuan sebagai penulis kelas, ras,

kebangsaan, dan sejarah adalah penentu sastra sama pentingnya dengan

gender seperti terlihat di dalam (Showalter, 1981) mengatakan “A cultural

theory acknowledges that there are important differences between women as

writers : class, race, nationality, and history are literary determinants as

significant as gender”. Dalam upaya untuk merevitalisasi budaya perempuan,

sejarawan membedakan peran, kegiatan, sikap dan penggambaran perlakuan

yang sesuai dengan kehidupan perempuan (Rahman, 2014: 52). Tradisi dan

kebudayaan Woolf (dikutip Rahman, 2005:145) “It show how the female

tradition can be a positive sources of strength and solidarity as well as a

negative source of powerlessness;its cangenerate its own experiences and

symbols which are not simply the obverse of the male tradition”.

Model budaya perempuan sangat penting karena membahas

mengenai penulisan perempuan tentang tradisi atau kebiasaan perempuan itu

sendiri. Seperti terlihat dalam pernyataan Showalter (1981:198-199) “The

broad-based communality of value,institutions, relationships, and the

methods of communication, unfying nineteenth-century female experience, a

culture nonetheless with significan variants by class and ethnic group”.

Selanjutnya (Sihab, 2010: 12) mengemukakan bahwa perempuan cenderung

kepada keramahan, kedamaian, wanita sangat menghindari kekerasan

terhadap dirinya maupun kepada orang lain, dan juga perempuan menyukai

2
laki-laki yang memiliki kekuatan yang membuat perempuan merasa takjub

(masokhisme).

Menurut Showalter, ginokritik menempatkan penulis perempuan

sehubungan dengan budaya sastra yang dapat berubah seperti mode produksi

dan distribusi, hubungan antara penulis dan pembaca, seni tinggi dengan seni

populer dan peringkat dalam gendre (Rahman, 2014: 54-55).

5.5 Ruang Lingkup Feminisme

Hal yang menarik dari kajian ginokritik, upaya pengungkapan

terhadap kaum perempuan dalam karya sastra tidak dilihat dlari sudut

pandang laki-laki, melainkan dari kaca mata perempuan juga. Artinya,

ginokritik merupakan bagian dari otokritik para pengarang perempuan. Oleh

karenanya, Rahman (dalam Aprilia, Priyadi and Wartiningsih, 2016)

mengatakan bahwa ginokritik merupakan teori yang dirancang khusus untuk

menganalisis karya sastra tentang perempuan yang dihasilkan oleh pengarang

perempuan pula. Dalam istilah lain, ginokritik adalah upaya mencari jawaban

atas pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti apakah penulis perempuan

merupakan kelompok khusus dan apa perbedaan penulis perempuan dengan

penulis laki-laki dalam memandang sosok perempuan.

Banyak peneliti sepakat dengan pendapat Showalter yang menyebutkan

empat hal yang harus dilihat dalam kritik sastra ginokritik, yakni (1)

penulisan perempuan dan biologi perempuan; (2) penulisan perempuan dan

bahasa perempuan; (3) penulisan perempuan dan psikologi perempuan; (4)

2
penulisan perempuan dan budaya perempuan (Purnamasari dan Wardarita,

2020). Keempat hal ini dapat digambarkan dalam diagram berikut.

Pengungkapan psikologis perempuan


Pengungkapan biologis perempuan

Sikap dan pandangan pengarang perempuan

Pengungkapan bahasa perempuan

Pengungkapan budaya perempuan

Bagan di atas memperlihatkan bahwa penelitian ini akan menjawab keresahan

banyak orang terhadap perempuan dalam karya sastra. Jika selama ini banyak asumsi

yang menyebutkan pengarang laki-laki cenderung mengumbar bagian biologis

perempuan dalam karya mereka, tentu saja penelitian ini akan memberikan jawaban

apakah pengarang perempuan juga melakukan hal yang sama atau ada celah lain

yang dilakukan oleh pengarang perempuan tatkala mengisahkan sosok perempuan

dari sisi biologisnya. Pertanyaan-pertanyaan serupa terkait bahasa tokoh perempuan,

psikologi kaum perempuan, dan budaya perempuan dari sudut pandang perempuan

juga menjadi ditelaah kajian ginokritik (Purnamasari and Fitriani, 2020).

2
6. Metode Penelitian

6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan teori Showalter. Penelitian ini

termasuk ke dalam jenis penelian kualititatif karena data yang digunakan adalah teks

bahasa berupa kata, frasa, dan kalimat, bukan berupa angka (Sugiyono, 2012). Teks

kebahasaan yang menjadi sumber data penelitian ini berupa narasi dan dialog dalam

novel Seulesoh Karya D Kemalawati.

Jenis penelitian ini termasuk jenis kualitatif karena data yang akan dijadikan

sebagai objek penelitian adalah novel yang berbentuk kata-kata bukan menggunakan

angka.. sesuai dengan menurut (Sandu Siyoto & M.Ali sodik, 2015) “Data kualitatif

adalah data yag berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif

diperoleh melalui berbagai macam tekhnik pengumpulan data misalnya wawancara,

analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang telah dituangkan dalam

catatan lapangan (transkip).

6.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah Novel Seulusoh karya D

Kemalaswati. Novel ini diterbitkan oleh Lapena, Banda Aceh, Tahun 2006

berjumlah 124 halaman. Data yang diteliti bersumber dari 158 peristiwa yang

dianalisis berdasarkan dengan pendapat Showalter yang menyebutkan empat hal

yang harus dilihat dalam kritik sastra ginokritik, yakni (1) penulisan perempuan dan

biologi perempuan; (2) penulisan perempuan dan bahasa perempuan; (3) penulisan

2
perempuan dan psikologi perempuan; (4) penulisan perempuan dan budaya

perempuan (Purnamasari and Wardarita, 2020). Keempat hal ini dapat digambarkan

dalam bentuk tabel.

6.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tekhnik analisis isi (Ahmad, 2018) Dimana

peneliti berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya sehingga

penelitian ini sangat memperhatikan proses, peristiwa, dan otensitas.

Menggunakan metode analisis isi harus mengamati fenomena komunikasi, dengan

merumuskan dengan tepat apa yang diteliti dan semua tindakan harus didasarkan

pada tujuan tersebut..

Analisis isi adalah tekhnik untuk mengumpulkan dan menganalisis isi teks.

IsI mengacu pada kata-kata, makna, gambar, simbol, ide, tema atau pesan yang

dapat dikomunikasikan. Teks adalah segala sesuatu (ditetapkan dan) dicari di

dalam teks. (Neuman, 2003) .

6.3.2 Langkah-langkah penelitian

Secara rinci, penelitian ini dimulai dengan

(1) Pendataan peritiwa terhadap novel Novel Seulesoh Karya D Kemalawati.

(2) novel yang sudah didata, dibaca secara survei untuk klasifikasi Novel Seulesoh

Karya D Kemalawati.

(3) membaca novel-novel yang sudah diklasifikasi secara saksama dan memberikan

penanda bagian-bagian yang berkenaan dengan meninjau (1) penulisan perempuan

2
dan biologi perempuan; (2) penulisan perempuan dan bahasa perempuan; (3)

penulisan perempuan dan psikologi perempuan; (4) penulisan perempuan dan budaya

perempuan.

(4) membuat korpus data.

(5) mendeskripsikan dan menganalisis data.

(6) menyimpulkan hasil temuan/penelitian.

Jadwal penelitian

No Kegiatan Bulan Ket

1 Persiapan I II III IV

1) Susunan

proposal

2) Seminar

proposal

2 Pelaksanaan

1) Pembacaan

novel

2) Menentukan

peristiwa

3 Pelaporan

4 Seminar dan artikel

2
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, J. (2018). Desain Penelitian Analisis Isi ( Content Analysis ).

Nur Syifaa Atikah Binti Nordin Che Abdullah Bin Che Ya (2018).Watak Wanita

Dalam Bidadari Dari Perspektif Ginokritik: Penelitian Psikologi Dan Budaya.

Purnamasari, i. :. (2020). Kajian Ginokritik Pada Novel Namaku Teweraut Karya Ani

Sekarningsih. Jurnal Pembahsi (Pembelajaran Bahasa Dan Sastra

Indonesia),.

Rahman, A. N. (2005). Teori Ginokritik dalam Kritikan Sastera: Suatu Pengenalan.

Jurnal Pengajian Melayu Jilid 15, 122-136.

Rahman, Norhayati AB. 2014. Puitika Sastra Wanita Indonesia dan Malaysia. Pulau
Pinang: University Sains Malaysia.

Sihab, Q. M. ( 2010. ). Perempuan . Jakarta: Lentera Hati.

Sikana, M. (2008). Teori sastera kontemporari Edisi III.

Sumarsono. (2012). Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda.

Showalter, E. (1981). Feminist Critism In The Wilderness. . The University of


Chicago Press. Critical Inquiry VOL. 8 .

Toril, M. (1985). Sexual, Tekstual politics: Feminist Literary Theory . London:

Methuen.

Wiyatmi. (2017). perempuan dan bumi dalam sastra dari kritik sastra Feminis,

Ekokritik, sampai Ekofeminisme . Yogyakarta.

2
Lampiran

Judul : Seulusoh
Penulis : D Kemalawati
Genre : Novel

Kode Halama Peristiwa


n
P1 11 Deskripsi suasana pantai yang indah sebagai tempat tinggal tokoh utama.
P2 11 Pantai lampulo akhir akhir ini ramai pengunjung.
P3 13 Penulis menggambarkan bahwa ranting dan potongan kayu dimanfaatkan
untuk menghemat bahan bakar.
P4 14 Seekor elang memberikan pertanda dengan hilir mudik seperti sedang
mencari sesuatu.
P5 14 Percakapan tokoh utama dengan ibu mengenai elang yang sangat riuh.
P6 15 Tokoh utama dan ibunya terus memandang kepak liar burung itu sembari
mendengar suara pesawat yang melintas
P7 15 Telinga si ibu tajam mendengar suara burung itu
P8 15 Tokoh utama merasa benci terhadap suara elang itu serta ibu yang tak
mampu menahan rasa kesalnya.
P9 15 Elang yang berpendar itu terus menukik dan memekik dalam ingatan tokoh
utama hingga keesokan harinya.
P10 16 Perasaan tokoh utama terus buyar dan campur aduk dengan curiga bahwa
ada hal mistis dibalik itu semua.
P11 16 Tak seorangpun tahu bahwa tokoh utama telah menghafal mantra-mantra
nek Pi’ah.
P12 16 Tokoh utama pura-pura tidur di pangkuan nenek untuk mendengar cerita
nenek dan nek pi’ah.
P13 17 Suatu hari nek pi’ah berjalan tergopoh-gopoh menyapa nenek yang sedang
menjemur ikan di halaman rumah.
P14 17 Percakapan nenek dan nek pi’ah yang bertanya tentang suara elang kemarin
siang ada hubungannya dengan toke mae yang ditemukan tewas tertembak.
P15 18 Tokoh utama semakin sering tidur di pangkuan nenek karena ingin
mengetahui makna suara elang di siang hari itu.
P16 18 Waktu kecil anak sematawayang toke ma’e yang nakal diserahkan kembali,
agar diasuh di rumah saja
P17 19 Nenek dan nek pi’ah sering bercerita tentang keberanian anak toke ma’e

2
P18 20 Saat itu tokoh utama masih kecil, tak ada kejelasan yang diperolehnya ada
apa dengan orang yang mati dengan lubang menganga dan darah yang
berceceran.
P19 20 Berselang tiga hari setelah kematian toke ma’e suara elang yang nyaring itu
mendayu-dayu di bubungan atap rumah kami.
P20 20 Percakapan tokoh utama dan nek pi’ah yang membisikan mantra dan
menyuruh agar mantra itu dihafal
P21 21 Tokoh utama membaca berulangkali mantra yang diajarkan nek pi’ah dan
tokoh utama merasa bahagia karena matranya berhasil
P22 21 Keesokan harinya tokoh utama hampir merasa putus asa karena keesokan
harinya elang itu masih datang lagi.
P23 22 Nek pi’ah cekikikan sebentar, tapi kemudian belukar itu berubah menjadi
belantara, gelap dan basah.
P24 22 Tokoh aku pergi ke dapur untuk mengambil air yang akan di-seulesoh.
P25 22 Nek pi’ah merendam rumput Fatimah yang selalu dibawanya apabila ia
hendak menolong orang bersalin.
P26 23 Para lelaki yang perkasa telah lama tak pulang kampung hingga bahkan
lebih dari 270 hari.
P27 25 Tokoh utama diajak memandikan bayi yang dua hari lalu baru lahir.
P28 25 Saat bayi menangis dengan lengkikan tokoh utama merangkul si bayi,
menenangkannya sambil membelai rambutnya yang halus.
P29 25 Saat mem-bedung bayi tokoh utama menemukan aroma minyak kayu putih
dan bedak jonshon yang khas dari tubuh mungilnya.
P30 25 Tokoh utama membatin merasa bahwa ia adalah ibu si bayi.
P31 25 Ibu bercerita tentang kakek yang selalu meninggalkan untuk meladang nan
jauh ke belantara krueng sabe.
P32 29 Setelah tokoh utama menanti bapak yang tak kunjung pulang maka ia
mengigau dan suhu tubuhnya tinggi.
P33 30 Tokoh utama ingin merasakan dibeli boneka popi yang indah dari
singapura.
P34 30 Tokoh utama juga suka boneka beruang yang bulunya sangat tebal dan
tidak mudah luruh berbeda dengan boneka yang dibeli ibu di pasar Aceh.
P35 30 Ibu tak bisa menghilangkan rasa ngerinya melihat ombak bergulung-gulung
memecah pantai.
P36 33 Sekali waktu, keuchik husen mengajak bapak untuk memantau transaksi di
tengah lautan.
P37 33 Tokoh utama berlari ke halaman sambil berteriak kegirangan, menyeru-
nyeru agar nenek melihat boneka beruang itu .
P38 33 Tokoh utama menangis sejadi-jadinya, nenek tidak suka boneka beruang itu

2
karena katanya itu akan meminta nyawa.
P39 34 Sama seperti perempuan-perempuan yang tinggal di pinggiran kota, ibu dan
nenek sangat jarang ke pasar aceh.
P40 35 Pada hari ke dua meugang pagi-pagi sekali orang bersiap dengan bekal
menuju ke pantai.
P41 35 Di banda Aceh minggu terakhir menjelang puasa banyak yang beramai-
ramai pergi pantai.
P42 36 Hari meugang kedua selain masih mengkonsumsi daging. Masyarakat dari
pinggiran berduyun-duyun datang ke pasar Aceh.
P43 39 Tokoh utama dibawa nenek membeli rempah di kedai kleng di lantai dua.
P44 39 Tokoh utama merasa sangat senang karena nenek mengabulkan apa yang ia
pinta kecuali boneka mainan.
P45 39 Tokoh utama berada di pangkuan nenek hingga menjelang dini hari. Nenek
dan nek piah masih tetap melanjutkan ceritanya.
P46 40 Meski tokoh utama merasakan sesuatu yang hilang dari ibu tapi tak bisa
mengungkapkan perasaannya pada ibu
P47 40 Tokoh utama merasa sedih dan tak ingin membayangkan kalau bapak
meninggal dalam keadaan mengenaskan
P48 41 Saat bapak pulang melaut, ibu dengan senang hati membangunkan tokoh
utama sebelum subuh.
P49 41 Dengan riang tokoh utama berceloteh panjang lebar tentang keadaannya
selama ditinggal oleh bapak.
P50 41 Apam warna warni membuat mata tokoh utama tidak bisa terpejam lagi
karena itu adalah makanan kesukaanya.
51 41 Tokoh utama telah lama ia tak pernah menikmati udara pagi apalagi duduk
di warung kopi polem bacah sambil menikmati kue apam.
52 41 Di warung polem bacah, apamnya selalu disajikan dengan sebungkus kecil
kelapa parut yang telah dibubuhi sedikit garam dan gula.
53 42 Ibu menjerit melihat tingkah tokoh utama, sebab bila sedikit saja tokoh
utama lengah pasti yang melaju terbakar setelah daun adalah jemari
kecilnya.
54 42 Ibu sering membekali bapak dengan thimpan nek haji sebagai sarapan pagi
selama melaut.
55 42 Tokoh utama suka sekali melihat polem bacah mengayun mangkuk besar
berisi kopi panas.
56 43 Di warung polem bacah berbagai cerita kutemukan lagi.
57 43 Saat kematian toke Ma’e, bapak sedang melaut dan tak kembali setelah itu.
58 43 Setiap tokoh utama melakukan perjalanan memandikan bayi, Nek pi’ah
selalu menyanyikan mantra-mantra itu sepanjang perjalanan.

2
59 44 Sejak bayi nenek tokoh utama juga mendengarkan syair-syair peu Ayon
Aneuk.
60 44 Syair Do da idi, sifet dua ploh dan hikayat prang sabil kebiasaan yang
sering dilantunkan ibu dengan merdu.
61 44 Ketika tokoh utama beranjak remaja, nek pi’ah yang sudah renta menjadi
sangat risau karena tak ada yang bisa meneruskan keahliannya dan
mewarisi mantranya.
62 44 keadaan biologis nek piah yang semakin renta mereka menuduh karena ia
seorang bidan.
63 44 Sejak tokoh utama kenal nek pi’ah wajahnya bersih tapi semua serba tipis
dan penuh lipatan.
64 45 Nek piah tak pernah mengeluh betapapun lelahnya dan tak sekedip mata
pun tertidur.
65 45 Nek pi’ah sangat dihormati karena bila calon ibu sudah mengandung
selama tujuh bulan maka dari pihak ibu sudah mengandung selama tujuh
bulan maka dari pihak ibu mertua dan kerabatnya akan bergegas mengantar
nasi bidan.
66 45 Budaya persalinan di Aceh apabila perempuan yang akan bersalin itu orang
terpandang, maka hampir setiap hari setelah memasuki usia kehamilan
tujuh bulan kerabatnya akan datang membawa nasi bidan secara bergantian.
67 45 Nek pi’ah tahu bahwa saat itu meulu tak lagi tertarik mengetahui hal-hal di
luar logika.
68 46 Nenek mengobati sakit meulu dengan kunyit sebesar telunjuk itu dipotong-
potong seruas jari hingga beberapa bagian lalu dibelah dua.
69 46 Nenek menggelar selendang penutup kepalanya di atas tikar, lalu komat-
kamit sambil melempar beberapa bagian kunyit sejajar dagunya.
70 47 saat hasil irisan sudah berwarna pekat dan basah, maka kunyit itu akan
digariskan ke keningku mulai dari kanan hingga kiri sambil tetap berkomat-
kamit.
71 47 Nenek memanggil pawang seuman untuk meurajah
72 48 Hingga suatu ketika, aku melihat rumah temanku yang terlihat bersih dan
dipenuhi banyak pasien yang sedang mengantri.
73 48 Tokoh utama tak melihat mulutnya berkomat-kamit ketika sedang
mengobati pasiennya
74 49 Tokoh utama mengamati tingkah laku para mahasiswi calon bidan.
75 49 Nek Pi’ah sampaikan menurunkan mantra seulesoh pada remaja yang
belum kawin dipercaya bisa membuat orang mandul.
76 50 Perkenalan bapak dan toke ma’e datang ke rumah untuk membeli cengkeh.
77 50 Toke ma’e bercerita panjang lebar tentang Meurahna yang putih bersinar.

3
78 53 Toke ma’e, imum kade dan geusyik baka sepakat melamar ibu
79 57 Menjelang dini hari saat upacara pernikahan antara Banta dan Meuranha
hanya terhitung jam, Banta menghilang.
80 58 Percakapan nek pi’ah dan meulu tentang masa lalu ibu dan toke ma’e.
81 59 Banta cut menghilang menjelang hari pernikahannya.
82 60 Kakekmu telah menjodohkan ibumu dengan seorang pemuda itu adalah
sepupu ibu nenekmu juga sahabat kakek.
83 61 Nek pi’ah menceritakan bahwa kakek meninggal karena terkena serangan
jantung.
84 61 Orang tua percaya bahwa kalau suara elang itu mendayu-dayu melintasi
rumah kita tepat menjelang dzuhur, maka pasti akan ada warga yang
meninggal dunia.
85 62 Peristiwa menghilangnya Banta Cut terjadi karena bapakmu telah
membocorkan semua rahasianya kepada perwira militer terkait keterlibatan
Banta Cut.
86 63 Toke ma’e lalu menghubung-hubungkan dengan runtut semua kejadian
menjelangnya Banta Cut hingga ia memperoleh kesimpulan bahwa bapak
adalah dalang dari semua kejadian itu
87 63 Bapak masih berusaha menulis surat dan disampaikan tengah malam saat
para lelaki sedang memotong daging di dapur umum
88 64 Tentang kematian Toke Ma’e, beredar khabar, ia dibunuh karena tak mau
memberi upeti.
89 64 Beberapa kali orang-orang bersenjata menemuinya. Beberapa kali tak
terbilang banyaknya mereka mengancam.
90 64 Ketika ada kelompok ketiga yang datang dengan maksud membela,
mencari kebenaran ia malah lebih kokoh mengunci hatinya.
91 67 mantra yang ditulis meulu membuatnya terngiang ngiang.
92 67 Meulu tetap mengingat mantra itu dalam ingatannya karena ia yakin suatu
saat mantra itu pasti berguna
93 67 Dalam hati tokoh utama membatin sekarang bukan zamannya
mengungkapkan mantra.
94 68 Ibu menjadi janda dan tidak ingin menikah lagi karena rasa cintanya pada
Ayah.
95 68 Ibu memang sangat rapuh, tubuhnya susut menipis, tetapi kecantikannya
tak memudar.
96 68 Dalam keluarga dan lingkunganku perkara perempuan yang ditinggal suami
karena meninggal dunia.
97 68 Kebiasaan ibu tak keluar rumah kalau memang tidak perlu sama sekali.
98 69 Ibu beranjak ke halaman dengan memakai kerudung putih.

3
99 69 Ibu memang senang dengan pekerjaannya merawat bunga. Ia tak merasa
jera meski tangannya tertusuk duri.
100 71 Ibu berpesan kalau muttaqin akan menjagamu dengan baik, mungkin
melebihi ibu.
101 72 Ibu seperti menyimpan sesuatu dalam pikirannya.
102 72 Ibu memberikan perhiasannya kepada meulu.
103 73 Meulu telah membaca mantra itu berulangkali. Tapi elang itu bukan pergi
malah berputar berkelip-kelip, melayang, menjauh tapi kembali lagi.
104 74 Tiba-tiba aku merasakan tubuhku terhuyung-huyung. Ibu tergopoh-gopoh
ke luar rumah.
105 74 Tangan melu mencengkram rumput liar yang melata di pasir.
106 74 Meulu merasa takut akan terjadi tsunami dengan mata yang perlahan redup.
107 75 Perempuan paruh baya itu melolong histeris menyatu pekikan memanggil
Allah merata pada lidahnya.
108 75 Mataku menerawang ke langit. Samar semburat matahari, tanpa angin,
awan pupus di batas di batas henti.
109 75 Tubuhku kembali terjembab.
110 76 Tokoh utama masuk ke rumah setelah gempa dengan barang yang
berantakan dan berhampuran.
111 78 Saat sudah di jalan raya, hiruk pikuk klakson mobil, kendaraan roda dua
dan orang berlarian.
112 78 Namun tiba-tiba kami dikejutkan oleh teriakan ka I ek ie laut plung, plung
beubagah.
113 79 Tokoh utama merasa bayangan hitam itu telah menghampirinya. Ia
memegang tangan ibu erat-erat sambil terus berlari.
114 79 Saat aku menoleh ke belakang, lidah hitam pekat telah mengulum tubuh ibu
dan menelannya.
115 80 Tubuh ibu tak ditemukan. Meulu mulai menerka dimana ia terdampar.
116 81 Ternyata tubuhku muncul di dekat sebatang pohon besar.
117 82 Meulu mendengar suara bocah membangunkan ibunya. Suara itu dekat
sekali ditelinganya.
118 82 Aku baru sadar kalau tubuhku hanya seperempat bagian di bawah leher
yang berada di atas air.
119 83 Terdengar suara seorang ibu yang sangat lemah berteriak meminta tolong.
120 83 Meulu benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Pengalaman sebagai
Mahasiswi akademi kebidanan tingkat akhir membuat dir tidak berani
mengambil resiko.

P121 84 Perempuan itu mengedan mencoba melahirkan bayi itu perlahan.

3
P122 85 Saat gelombang datang, seorang ibu tak bisa berlari bayi yang
dikandungnya makin kuat mendorong ke selangkangan ingin secepatnya
keluar dengan pinggang sakit dan masih memegangnya menahan nyeri.
P123 86 Anak si ibu yang mau melahirkan meminta tolong agar ibunya dibantu.
P124 87 Meulu sangat panik dan khawatir karena takut si ibu yang mau melahirkan
marah karena anaknya jatuh ke dalam air.
P125 88 Batin meulu merasa lelah karena diombang ambing oleh tsunami membuat
P126 88 Tiba-tiba Nek pi’ah hadir dalam bayang putih di ujung pandangku yang
kalut.
P127 89 Seulusoh, mantra itu mengalir seperti air. Ia memancar dari alam bawah
sadar yang lama mengurung nya
P128 91 Meulu membayangkan telah menjadi bidan asma dengan cerita yunus
karena membantu seorang ibu yang mau melahirkan kala tsunami
P129 91 Godaan saat orang sedang melahirkan
P130 92 Meulu mulai melihat bayi itu perahan lahir dan tampak kepalanya.
P131 93 Meulu merasa sangat panik Bayi itu lahir dalam keadaan yang sempurna
tapi tak ada alat untuk memotong tali pusarnya.

P132 95 Si meulu melihat ke sekeliling tetapi tidak menemukan sesuatu yang bisa
diambil untuk membungkus bayi itu.
P133 96 Meulu memutuskan untuk segera turun dari springbed. Kaki kanannya
sudah di dalam air.
P134 96 meulu merasa pasrah untuk berkutat dalam arus yang meluncurkan sinyal
gerak ke seluruh sendi dan tungkai.
P135 96 Rasa perih membuat meulu terbangun terkapar lagi dengan tubuh yang
dibalut lumpur hitam.
P136 97 Meulu membiarkan hujan mengguyur tubuhnya membuka mulut agar titik
hujan menyusutkan rasa kesat yang melekat di rongga mulutnya.
P137 97 Taka da lagi burung-burung yang membayangi biru samudera, semua
lenggang seperti tempat yunus terdampar.
P138 98 Meulu mencoba bangkit
P139 99 Tiba-tiba saja meulu merasakan pemberontakan dari dalam perutnya dan
terasa nyeri sekali
P140 99 Seekor ular melilit kaki meulu.
P141 101 Meulu terdiam dan tak mau berburuk sangka lelaki itu mengatakan tempat
keberadaannya dan meulu.

3
P142 102 Terjadi gempa lagi
P143 104 Meulu kelaparan hampir tak kuasa menahan tubuhnya yang limbung.
P144 104 Kakinya serasa tertusuk-tusuk, wajahnya membiru menahan gigil, namun
melu tetap bersikeras harus menemukan ibu.
P145 104 Meulu memekik lebih keras tapi bapak tidak juga menoleh ke arahnya.
P146 105 Meulu melihat ibu merangkul bapak dari belakang. Mereka berpelukan
dengan wajah berseri.
P147 105 Meulu mendekati mereka dan merangkulnya. Rasa bahagianya meluap ini
adalah pertemuan yang hampir punah.
P148 106 Kehancuran yang melanda jiwa rakyat negri kita karena pemahaman yang
berbeda. Kehancuran kedua adalah saat Allah memperlihatkan
keperkasaannya.
P149 106 Tiba-tiba ia sudah mengambil tanganku, meletakkan sepotong roti, lalu
tanganku, meletakkan sepotong roti, lalu tanganku diangkat menuju mulut.
“ Makanlah ! “. Ucapnya lembut.
P150 109 si ibu yang memberi roti bercerita tentang perilaku suaminya yang kasar.
P151 110 Si ibu bercerita peristiwa malam itu, malam yang sangat jahanam. Setelah
malam penganiayaan itu.
P152 112 Subuh ini meulu akan segera sholat sebuh meski dengan pakaian yang
tidak layak.
P153 112 Darah segar masih mengucur. Ibu yang memberi roti itu terluka parah.
P154 115 Tak ia temukan tubuh ibu. Saat itu sudah dua kali kakinya terinjak tubuh
yang berlumpur.
P155 116 Meulu menemukan dirinya tiba-tiba sudah berada di kamar.
P156 122 Bang hanafi ternyata sebuah kisah yang terkubur jauh sebelum ibu menikah
dengan bapak.
P157 123 Rasa yang berkecamuk dialami meulu karena Banta Cut ternyata adalah
saudara sepupu bapak
P158 123 Akhirnya ia memutuskan kembali ke rumah bang hanafi sambil menanti
kedatangan bang muttaqin menjemputnya.

Anda mungkin juga menyukai