Anda di halaman 1dari 14

CITRAAN WANITA MODERN DALAM NOVEL LAYAR

TERKEMBANG DAN BELENGGU


Oleh:
Dahlia Diah Novitasari (11160130000045)

PENDAHULUAN

Sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama
yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu
lingkungan kebudayaan. Sastra ialah teks-teks yang tidak melulu disusun atau
dipakai untuk suatu tujuan komunikatif yang praktis dan yang hanya berlangsung
untuk sementara waktu saja.1 Karya sastra dibagi menjadi tiga, yaitu prosa, drama,
dan puisi. Lalu prosa sendiri terbagi menjadi dua, yakni prosa fiksi dan non fiksi.
Novel adalah salah satu prosa fiksi yang ada hingga saat ini dan digemari oleh
para penikmat karya sastra.

Novel adalah salah satu ragam sastra yang paling banyak diminati
masyarakat karena di dalam novel orang dapat menemukan anyak informasi
tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan pencipta, dengan alam,
dengan masyarakat, dan dengan dirinya sendiri.2

Teks sastra terutama novel yang memiliki kesamaan dan keterkaitan dapat
dikaji secara mendalam. Seperti halnya novel Layar Terkembang karya Sutan
Takdir Alisjahbana dan Belenggu karya Armijn Pane. Belenggu adalah novel
yang berusaha menentang pemikiran-pemikiran STA dalam Layar Terkembang.
Armijn tidak akan menulis novel tersebut jika, STA tidak menulis Layar
Terkembang.

RUMUSAN MASALAH

1
Jan van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn, Pengantar Ilmu Sastra,
diindonesiakan oleh Dick Hartoko (Jakarta: PT Gramedia, 1986), h. 9.
2
Anita K. Rustapa, Gagasan Tentang Wanita: Dalam Novel Layar Terkembang dan
Pada Sebuah Kapal, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1997), h. 1.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis ingin membahas
dua rumusan masalah, yaitu (1) Bagaimana perbedaan unsur intrinsik novel Layar
Terkembang dan Belenggu dan (2) Citra wanita pada novel Layar Terkembang
dan Belenggu.

ACUAN TEORITIS

a. Sastra Bandingan

Sastra bandingan merupakan disiplin ilmu yang tidak memiliki metodologi


yang berasal dari dirinya sendiri. Paul Van Tienghem, Jean-Marrie Carre, dan
Marius Francois Guyard (Mazab Paris) dan beberapa eksponen Mazab Amerika
yang mengatakan bahwa sastra bandingan senyatanya memiliki keterkaitan
dengan sejarah sastra (lterary history).3 Maman S. Mahayana juga menegaskan,
terdapat dua hal yang sangat mungkin menjadi masalah dalam sastra bandingan
sebagai sebuah disiplin ilmu. Pertama, persoalan yang menyangkut konsep dan
kedua yang terkait dengan tujuan. Sastra bandingan tidak hanya sampai pada
perbandingan dua teks sastra yang berbeda dan mengungkapkan persamaan dan
perbedaan tekstualnya; yang harus ditelusuri dan dicermati adalah persamaan dan
perbedaannya sebagai bagian dari dua produk budaya yang dilahirkan dari dua
kehidupan sosio-budaya yang berbeda.4

b. Teori Feminisme

Feminisme: Istilah feminisme berasal dari femme, femina, dan femella yang
dalam bahasa latin berarti perempuan.5 Feminisme dalam sastra menurut Prof.
Nyoman berhubungan dengan cara memahami karya sastra baik sebagai proses
produksi maupun resepsi. Kajian sastra menggunakan perspektif feminisme
dikenal sebagai kritik sastra feminis.

3
Ayu Sutarto, Sastra Bandingan dan Sejarah Sastra Indonesia dalam Jurnal Kritik
Kajian dan Teori Sastra, No. 04, 2014, h. 31.
4
Ibid., h. 33.
5
Yohanes Sehandi, Mengenal 25 Teori Sastra, (Yogyakarta: Ombak, 2014), h. 191.
Kritik sastra feminis merupakan salah satu komponen dalam bidang
interdisipliner kajian perempuan, yang di Barat dimulai sebagai suatu gerakan
sosial pada masyarakat akar rumput (grass root).6 Kritikus feminis meneliti
bagaimana kaum perempuan ditampilkan, bagaimana suatu teks membahas relasi
jender dan perbedaa jenis kelamin. Dari perspektif feminis, sastra tidak boleh
diisolasi dari konteks atau kebudayaan di mana sastra merupakan salah satu
bagiannya.7

BIOGRAFI PENGARANG

a. Sutan Takdir Alisjahbana

Sutan Takdir Alisjahbana pengarang Indonesia yang banyak berorientasi ke


dunia Barat. Dia mengatakan bahwa otak Indonesia harus diasah menyamai otak
Barat. Walaupun banyak ditentang orang, Sutan Takdir Alisjahbana tetap dengan
pendiriannya itu. Sutan Takdir Alisjahbana lahir di Natal, Tapanuli, Sumatra
Utara, tanggal 11 Februari 1908, dan meninggal tanggal 31 Juli 1993. Jenazahnya
dimakamkan di sebuah bukit di sekitar Bogor.
Sutan Takdir Alisjahbana menempuh pendidikan dasar di HIS Bengkulu.
Setelah tamat dari HIS, ia melanjutkan pendidikan ke Kweekschool di Bukittinggi
kemudian ia pindah ke Lahat, lalu ke Muara Enim. Setelah menamatkan
pendidikan di Kweekschool, ia melanjutkan sekolahnya ke Hogere Kweekschool
(HKS) Bandung tahun 1925--1928. Pendidikan yang dijalaninya di Bandung itu
adalah pendidikan guru. Tahun 1931 ia mengikuti pendidikan di Hoofdacte
Cursus Jakarta, sejenis pendidikan guru, dan tamat tahun 1933. Tahun 1937 ia
mengikuti kuliah di Rechtshcogeschool (Sekolah Hakim Tinggi) Jakarta dan
tamat tahun 1942. Di samping itu, tahun 1940 ia mengikuti kuliah di Fakultas
Sastra, Universiteit van Indonesie, program studi Ilmu Bahasa Umum, Filsafat
Asia Timur dan tamat tahun 1942. Tahun 1979 Sutan Takdir Alisjahbana
mendapat gelar Doctor Honoris Causa untuk Ilmu Bahasa dari Universitas

6
Tineke Hellwig, In The Shadow of Change: Citra Perempuan dalam Sastra Bandingan
(pengantar: Melani Budianta), (Jakarta: Juli, 2003), h. 8.
7
Ibid., h. 9.
Indonesia dan tahun 1987 mendapat gelar Doctor Honoris Causa untuk Ilmu
Sastra dari Universiti Sains Malaysia.8
b. Armijn Pane
Armijn Pane adalah salah seorang pendiri majalah Pujangga Baru
(Poedjangga Baroe) yang lahir di Muara Sipongi, Sumatra Utara, 18 Agustus
1908 dan meninggal 16 Februari 1970 di Jakarta karena pendarahan di otak.
Istrinya, Ny. Pudjiati Yong Brot, meninggal 6 Mei 1981 di Zurich, Jerman. Dia
adalah adik kandung sastrawan Sanusi Pane. Dia pernah mengenyam pendidikan
di Holland Inlandsche (HIS) dan ELS (Tanjung Balai, Sibolga, dan Bukittinggi).
Tahun 1923 ia mengikuti pendidikan di STOVIA Jakarta, kemudian tahun 1927
memasuki NIAS di Surabaya. Karena minatnya tertumpu pada bahasa dan sastra,
ia pindah ke AMS A-1 (sastra Barat) di Solo dan tamat tahun 1931.
Dia pernah menjadi wartawan di Jakarta dan Surabaya tahun 1931—1932,
menjadi guru Taman Siswa di Kediri, Malang, dan Jakarta tahun 1932—1934,
menjadi sekretaris dan redaktur majalah Poedjangga Baroe tahun 1933—1938,
menjadi wartawan free lance (1934—1936), menjadi redaktur Balai Pustaka tahun
1936, Ketua Bagian Kesusastraan, Pusat Kebudayaan tahun 1942—1945,
penganjur di Balai Bahasa Indonesia dan Sekretaris Komisi Istilah, serta menjadi
penganjur dan sekretaris Lembaga Kebudayaan Indonesia yang kemudian menjadi
Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) tahun 1950—1955, dan
redaktur majalah Indonesia tahun 1948—1955. Dia tercatat sebagai sekretaris
Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1938. Sebelum terbit sebagai buku, karyanya
terbit dalam berbagai majalah. Dramanya yang berjudul "Lukisan Masa" terbit
dalam Poedjangga Baroe No. 11, Tahun 1937, Nyai Lenggang Kencana" dalam
Poedjangga Baroe No. 11, Tahun 1939, "Jinak-Jinak Merpati" dalam Kebudajaan
Timoer No. 3, Tahun 1945, dan "Antara Bumi dan Langit" dalam Indonesia, No.
4, Tahun 1952. Novelnya yang terkenal, Belenggu, terbit pertama kali tahun 1940

8
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, Ensiklopedia Sastra Indonesia: Sutan Takdir Alisjahbana, dalam
http://ensiklopedia.kemendikbud.go.id, pada tanggal 12 November 2018 pukul 10.54 WIB.
dalam majalah Poedjangga Baroe. Novel ini mendapat reaksi yang hebat dari
kalangan peneliti dan pengamat sastra Indonesia.9

SINOPSIS NOVEL

a. Sinopsis Layar Terkembang

Tuti dan Maria adalah kakak beradik, yang masih berumur dua puluh lima
dan dua puluh tahun. Mereka adalah putrid dari Raden Wiriatmaja mantan wedena
Banten. Tuti dan Maria memiliki karakter yang sangat berbeda satu sama lain.
Tuti merupakan seorang gadis yang pendiam, tegas, pandai dan sangat cermat
serta serius. Sedangkan Maria adalah seseorang yang periang, kekanak-kanakan,
dan mudah kagum.

Pada hari minggu ketika Tuti dan Maria sedang keluar ke pasar ikan,
mereka bertemu dengan seorang pemuda yang tampan, tinggi badannya dan
bersih kulitnya, ia bernama Yusuf. Yusuf adalah seorang mahasiswa kedokteran.

Setelah pertemuan Tuti, Maria dan Yusuf pada hari itu, ternyata Yusuf jatuh
cinta kepada Maria sejak bertemu dengannya. Beberapa waktu setelahnya mereka
pun terlihat menjalin hubungan. Sedangkan Tuti masih saja disibukkan dengan
kegiatan-kegiatan organisasinya.

Setelah cukup lama menjalin hubungan, ternyata Maria jatuh sakit dan
setiap harinya bukan membaik tetapi makin parah hingga meninggal dunia.
Sebelum kepergiannya Maria berpesan kepada kaka dan suaminya untuk dapat
bersatu menjadi hubungan suami istri. Yusuf dan Tuti pun menikah dan memiliki
kehidupan yang bahagia.

b. Sinopsis Belenggu

Sukartono adalah seorang dokter yang bijaksana. Ia memilih Sumartini


sebagai istrinya. Karena kesibukannya sebagai dokter Tono tidak memiliki banyak

9
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, Ensiklopedia Sastra Indonesia: Armijn Pane dalam
http://ensiklopedia.kemendikbud.go.id, pada tanggal 12 November 2018 pukul 10.54 WIB.
waktu untuk memperhatikan Tini sehingga ia pun mencari kesibukan di luar
rumah. Tini memilih menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan organisasi,
sehingga kewajiban rumah tangganya pun terbengkalai. Akibat kesibukan
keduanya, mereka jarang berkomunikasi dengan baik sehingga menimbulkan
kesalahpahaman diantara keduanya yang mengakibatkan pertengkaran.

Kekacauan rumah tangga Tono dan Tini diperburuk dengan hadirnya orang
ketiga yaitu Ny. Eni, yang nama sebenarnya adalah Yah (Siti Rohayah) ia seorang
penyanyi keroncong dan wanita panggilan. Dahulu, Yah adalah teman sekolah
tono dan diam-diam mendambakannya sebagai suaminya.kemudian ia menjadi
korban kawin paksa dan akhirnya melarikan diri.

Lambat lau, hubungan Tono dan Yah diketahui Tini. Lalu tanpa
sepengetahuan suaminya ia menemui wanita yang telah merebut suaminya itu.
Setelah bertemu, melihat perilaku Yah yang begitu santun membuat Tini
mengintropeksi diri dan kemudian menyatakan kerelaannya bahwa Yah merebut
suaminya. Karena Tini merasa bahwa dirinya telah gagal dalam membina rumah
tangga serta belum pernah dirinya member kasih sayang kepada suaminya.

ANALISIS STRUKTUR INSTRINSIK

a. Tema

Pengertian tema menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang dikandung
oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan
oleh cerita (novel) itu, maka masalahnya adalah: makna khusus yang mana yang
dapat dinyatakan sebagai tema.10 Tema pada novel Layar Terkembang dan
Belenggu sama-sama berbicara tentang perempuan modern yang ingin
memperjuangkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya.

10
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2012), cet. 9, h. 67.
b. Amanat

Pemecahan suatu tema disebut amanat. Di dalam amanat terlihat pandangan


hidup dan cita-cita pengarang. Amanat dapat diungkapkan secara eksplisit
(berterang-terangan) dan dapat juga secara implisit (tersirat).11 Amanat yang ada
pada pada novel Layar Terkembang dan Belenggu ialah sebagai perempuan kita
harus memperjuangkan hak-hak kita dan mitra sejajar dengan para lelaki. Namun,
kita juga tidak boleh melupakan kodrat perempuan pada umumnya.

c. Alur

Alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan


peristiwa yang secara logika dan kronologik saling berkaitan dan yang
diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.12

1. Pengenalan

Tahap ini dimulai saat Yusuf dan Maria bertemu di gedung akuarium.

“Dan tiada berapa jauh dari akuarium itu berjalanlah Yusuf dengan Tuti dan
Maria ke luar pekarangan menuju ke Pasar”13

2. Pemunculan Konflik

Konflik muncul ketika Maria dan Tuti berseteru karena, hubungan Maria
dan Yusuf.

“’Engkau rupanya tiada dapat diajak berbicara lagi,’ kata Tuti amarah pula,
mendengar jawab adiknya yang tidak mengindahkan nasihatnya.”14

3. Klimaks

Klimaks terjadi saat Maria sakit dan saat itu pula Tuti dan Yusuf semakin
dekat.

11
Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, (Bandung: Angkasa, 2013),
h. 20.
12
Jan van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn, op. cit., h. 149.
13
Sutan Takdir Alisjahbana, Layar Terkembang, (Jakarta: Balai Pustaka, 2009), cet. 39,
h. 11.
14
Ibid., h. 87.
“Seringlah mereka berjam-jam bercakap-cakap tentang Maria, tentang
penyakitnya dan tentang harapannya aan sembuh. Mereka mencurahkan perasaan
masing-masing, kesepian yang sama-sama diderita, harap dan cemas yang sama-
sama dirasa.”15

“Sebaliknya, oleh pergaulan setiap hari itu, Yusuf pun lebih dalam dapat
mengajuk hati Tuti”16

4. Penyelesaian

Maria meninggal dunia, kemudian Tuti menggantikan posisi Maria untuk


menjadi pendamping Yusuf, “Lima hari lagi akan berlangsung perkawinan mereka di
Jakart”17

1. Pengenalan
Pada tahap ini, novel Belenggu sudah disuguhkan dengan konflik rumah
tangga Tini dan Tono.
“Tini seolah-olah hendak menimbulkan marahnya saja. Adakah disengaja, pura-
pura lalai? Sandalnya harus tetap didekat kerosi ini, kalau dia baru pulang, kalau
di bloc-note tidak ada tertulis nama dan alamat orang, dia hendak terus saja
duduk senang-senang, sambil membaca majalah atau buku sampai ada orang
menelepon meminta pertolongan. Seolah Tini lalai, dengan sengaja hendak
mengalanginya benar. Bloc-note itu penting buat dia, tapi Tini mengabaikannya
juga.”18

2. Pemunculan Konflik

Pemunculan konflik terjadi saat Yah dan Tono bertemu di hotel yang mana
hal tersebut adalah rencana Yah.

“Ketika tangannya hendak ditaruhnya keatas perut si sakit itu, tangan kiri si sakit
yang selama ini menutupkan kimononya, menyingkap kimono itu. Tangan
Sukartono terhenti di awang-awang, tersirap dadanya sebentar, semata-mata
karena terkejut, bukan karena hawa nafsu”19

15
Ibid., h. 155.
16
Ibid., h. 182.
17
Ibid., h. 199.
18
Ibid., h. 17.
19
Ibid., h.21.
3. Peningkatan Konflik
Tahap peningkatan konflik dalam novel Belenggu terjadi ketika Tono mulai
rutin mengunjungi Yah. Kerinduan Tono terhadap sosok perempuan yang lembut
dan mau melayani laki-laki ditemukannya dalam diri Yah.

“Sehabis payah praktijk, Kartono biasalah pergi ke rumahnya yang kedua akan
melepaskan lelah. Pikirannya tenang kalau di sana. Disanalah pula dia acap kali
membaca majalah dan bukunya yang perlu dibaca, sedang Yah lagi asyik
merenda. Mula-mulanya masih merasa berbuat salah dalam hatinya terhadap
isterinya. Bukankah berbohong namanya itu? Lambat laun pertanyaan itu
berubah menjadi: “Kalau dia pergi apa jadinya aku? Dimana aku mendapat
tempat damai?”20

4. Klimaks

Tahap ini terjadi saat Tini mengetahui perselingkuhan Yah dan Tono.

“Rohayah,” kata Tini perlahan-lahan, dengan lemah lembut. (Yah memandang air
muka Tini, tertarik oleh suaranya, terasa-rasa ada perkara penting akan
dikatakannya). “Rohayah, mari kita berjanji. Coba dengarkan tenang-tenang.” Air
muka Tini tenang, hening bening menggambarkan keheningan didalam jiwanya.
“Aku sudah maklum kamu berdua bercinta-cintaan, engkau akan teliti merawat
dia, dia dapat kupertaruhkan padamu,.....dengarkanlah dulu baik-baik, jangan
membantah.....,aku jangan disuruhkan, aku mudah mendapat pekerjaan, banyak
pekerjaan sosial, barangkali aku akan menjadi tenang, akan lupa zaman dulu.21

5. Penyelesaian

Tahap penyelesaian dalam novel Belenggu ketika Tini memutuskan untuk


bercerai dengan Tono dan pergi ke Surabaya. Pada akhirnya, Tono tidak
mendapatkan apa-apa dan harus rela menerima kesendiriannya.

“Dalam hatiku sudah putus, itulah jalan yang sebaik-baiknya. Biasanya yang
menanggung ialah pihak perempuan. Sudah tetap putusanku. Aku maklum
risiconya, kau suka memikulnya. Engkau laki-laki, tidak mengapa.”22

20
Ibid., h. 38-39.
21
Ibid., h. 135.
22
Ibid., h. 130.
d. Tokoh dan Penokohan

Tokoh menurut Abrams adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan.23

1. Tuti dan Yah


Tuti adalah seorang putri sulung dari Raden Wiriaatmaja. Dia adalah
sosok perempuan yang memiliki sifat emansifatif dan tegas,
kepandaiannya, dan cara bertindaknya yang cermat serta serius.24
Tokoh Yah juga tidak jauh dari karakteristik yang dimiliki oleh Tuti,
namun Yah tidak memiliki sifat emansifatif.
2. Maria dan Tini
Maria adalah putri kedua dari raden Wiriaatmaja. Perempuan yang
mudah kagum, periang, dan memiliki sikap reflektif. Tokoh Maria ini
sangat berbanding terbalik oleh tokoh Tini, ia merupakan wanita yang
teguh pendirian, pemarah, dan kasar.
3. Yusuf dan Tono
Yusuf adalah seorang mahasiswa kedokteran yang aktif dalam
organisasi, baik budi pekertinya, pandai, berpikiran modern, dan tidak
sombong. Berbeda dengan tokoh Yusuf, Tono sudah menjadi seorang
dokter yang membuka praktik di rumahnya.
e. Latar

Menurut Abrams, latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.25

1. Latar Waktu

23
Burhan Nurgiantoro, op. cit., h. 165.
24
Tineke Hellwig, op., cit., h. 34
25
Ibid., h. 216.
Waktu yang ada dalam novel Layar Terkembang dan Belenggu adalah
masa-masa sebelum perang. Layar Terkembang memiliki latar waktu
pada tahun 1937, sedangkan Belenggu tahun 1940.

2. Latar Tempat

Layar Terkembang berlatar tempat di Bandung, Pacet, dan Martapura,


Kalimantan Selatan. Sedangkan Belenggu berlatar tempat di berbagai
daerah di Jakarta, seperti pada Tanjung Priok, Grogol, dan Tanah Abang.

f. Sudut Pandang

Sudut pandang, point of view, view point, merupakan salah satu unsur fiksi
yang oleh Stanton digolongkan sebagai sarana cerita, literary device. Sudut
pandang dalam karya fiksi mempersoalkan: siapa yang menceritakan, atau: dari
posisi mana (siapa) perisitiwa dan tindakan itu dilihat.26 Sudut pandang dalam
novel Layar Terkembang dan Belenggu menggunakan sudut pandang orang ketiga
karena, pengarang menggunakan kata “ia” dan menyebutkan nama tokoh yang
terdapat dalam novel tersebut.

g. Gaya Bahasa

Menurut Abrams, stile (style, gaya bahasa) adalah cara pengucapan bahasa
dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang
akan dikemukakan. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan
kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan
lain-lain.27 Pada novel Layar Terkembang gaya bahasa yang digunakan cukup
membuat pembaca kesulitan karena, bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu.
Berbeda dengan Layar Terkembang, Belenggu menggunakan bahasa peralihan,
yakni dari bahasa Melayu ke bahasa Indonesia namun tetap sulit dipahami. Jadi,
gaya bahasa yang digunakan oleh kedua novel tersebut memang sulit dimengerti.

26
Burhan Nurgiantoro, op.cit., h. 248.
27
Burhan Nurgiantoro, op.cit., h. 276.
ANALISIS ISI

Sutan Takdir Alisjahbana memiliki pemikiran yang condong ke arah Barat.


Novelnya yang berjudul Layar Terkembang mengangkat cerita tentang emansipasi
wanita. Menurutnya wanita yang modern itu adalah wanita yang aktif dalam
organisasi dan aktif dalam berbagai kegiatan, selain itu juga harus berani dalam
menyuarakan pemikiran-pemikiran yang akan menjadikan dirinya sebagai wanita
modern. Melalui tokoh Tuti, ia tuangkan seluruh pendapat dan gagasannya terkait
emansipasi wanita. STA menggambarkan bahwa, Tuti adalah seorang wanita yang
dapat dikatakan ideal. Ia aktif dalam berbagai organisasi, berpendidikan, dan
memiliki pemikiran yang luas.

Pemikiran STA itu ditentang oleh Armijn Pane dalam novelnya yang
berjudul Belenggu. Gagasannya tersebut ia sampaikan melalui tokoh Tini. Tini
adalah seorang istri dokter yang aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi.
Menurutnya, keaktifkan itu membuat hubungan suami istri yang terjalin antara
Tini dan Tono hancur.

Jika dilihat dari sudut pandang feminis, pandangan yang diberikan oleh STA
lebih baik dari pada Armijn. Armijn dengan tulisannya seakan-akan ingin
membuat bahwa, perempuan hanya boleh diam di rumah dan merawat suaminya.
Bila kebutuhan sang suami tidak terpenuhi, maka laki-laki dapat mencari wanita
di lain. Namun, peran wanita tidak hanya di rumah, ia juga memiliki hak untuk
aktif di luar rumah. Sedangkan semaksimal apapun sang istri melayani suaminya,
bilamana ia memiliki nafsu yang tinggi, ia akan tetap mencari wanita lain selain
istrinya.

Penokohan Tini yang digambarkan Armijn pane dalam Belenggu akan


menggiring opini pembaca bahwa, seorang wanita yang aktif di luar rumah akan
gagal dalam kehidupan berumah tangga dan istri idaman adalah istri yang mampu
memanjakan suami, layaknya tokoh Yah. Berbeda dengan STA yang
menggambarkan keberhasilan seorang Tuti sebagai wanita yang aktif. Tini dan
Tuti berhasil meraih apa yang diinginkan dan diperjuangkan oleh wanita untuk
mencapai emansipasinya. Tini dan Yah berani meninggalkan Tono dan hidup
bahagia dengan kesibukannya, selain itu Tuti pun mendapatkan cinta sejatinya
karena, ia memiliki pribadi yang lebih baik dari pada adiknya.

Dilihat dari kedua novel tersebut, perbedaan sudut pandang terkait wanita
modern sangatlah kental. STA dengan pemikirannya bahwa, wanita modern yang
mnejunjung emansipasi akan hidup bahagia. Sedangkan Armijn mematahkan
pemikiran STA. Ia berpikiran bahwa tidak semua wanita modern mendapat
kebahagiaan yang diinginkan.

Dari kedua novel tersebut terlihat bahwa kedua memiliki tema yang sama
tetapi bertentangan dalam hal sudut pandang penulis. STA yang beranggapan
perempuan modern dan dapat mendapatkan kehidupan yang bahagia. Tetapi oleh
Armijn Pane pendapat STA dipatahkan dengan cara menunjukan sisi lain
perempuan modern yang terlalu aktif diluar justru dapat menghancurkan
kehidupan rumah tangga atau yang lainnya karena tidak dapat mengurus rumah
tangga dengan baik. Maka Armijn Pane menegaskan bahwa tidak selalu
perempuan modern dapat hidup bahagia seperti yang di impikan oleh STA.

SIMPULAN

Belenggu adalah sebuah jawaban atas Layar Terkembang karena, novel


tersebut lebih dulu terbit. Perbedaan pandangan antara kedua penulis membuat
orang-orang yang memiliki ideologi akan feminisme ingin mengkritisi dan
mengkaji kedua novel itu. Segi pandang feminis, citra wanita modern yang ada
dalam keduanya sangatlah bertolak belakang. STA dengan pemikirannya yang
kebarat-baratan dan Armijn yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Timurnya.

DAFTAR PUSAKA

Alisjahbana, Sutan Takdir. Layar Terkembang. Cetakan 39. Jakarta: Balai


Pustaka, 2009

Esten, Mursal. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa,


2013.
Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan. Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. Ensiklopedia Sastra Indonesia: Armijn
Pane dalam http://ensiklopedia.kemendikbud.go.id, pada tanggal 12
November 2018.

Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan. Kementrian Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia. Ensiklopedia Sastra Indonesia: Sutan
Takdir Alisjahbana. dalam http://ensiklopedia.kemendikbud.go.id, pada
tanggal 12 November 2018.

Hellwig, Tineke. In The Shadow of Change: Citra Perempuan dalam Sastra


Bandingan (pengantar: Melani Budianta). Jakarta: Juli, 2003.

Luxemburg, Jan van, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn. Pengantar Ilmu
Sastra, diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Jakarta: PT Gramedia, 1986.

Nurgiantoro, Burhan Nurgiantoro. Teori Pengkajian Fiksi. Cetakan 9.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012.

Rustapa, Anita K. Gagasan Tentang Wanita: Dalam Novel Layar Terkembang


dan Pada Sebuah Kapal. Jakarta: PT Balai Pustaka, 1997.

Sehandi, Yohanes Sehandi. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Ombak, 2014.

Sutarto, Ayu. Sastra Bandingan dan Sejarah Sastra Indonesia dalam Jurnal
Kritik Kajian dan Teori Sastra, No. 04, 2014.

Anda mungkin juga menyukai