Anda di halaman 1dari 35

SOSIOLOGI PENGARANG PADA CERPEN KAZE TACHINU

KARYA HORI TATSUO

(KAJIAN PENDEKATAN EKSPRESIF)

Primanisa Ainun Barqi

13050114140088

JURUSAN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.I.1 Latar Belakang

Karya sastra memiliki beberapa pengertian, yakni karya sastra sebagai

karya seni dan karya sastra sebagai ilmu pengetahuan. Badrun

memaparkan definisi serta perbedaan karya sastra sebagai karya seni dan

karya sastra sebagai ilmu pengetahuan. Sastra sebagai seni merupakan

kegiatan kreatif yang menghasilkan sesuatu sebagai karya tulis berupa

novel, puisi, cerita pendek, prosa, dan lain sebagainya (1983:11).

Cerita pendek adalah cerita yang membatasi diri dalam membahas

salah satu unsur fiksi dalam aspeknya yang terkecil. Kependekan sebuah

cerita pendek bukan karena bentuknya yang jauh lebih pendek dari novel,

tetapi karena aspek masalahnya yang sangat dibatasi (Sumardjo, 1983: 69).

Selanjutnya menurut Priyatni (2010: 126) cerita pendek adalah salah satu

bentuk karya fiksi. Cerita pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan

sifat yangserba pendek, baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita,

jumlah pelaku, danjumlah kata yang digunakan. Perbandingan ini jika

dikaitkan dengan bentuk prosa yang lain, misalnya novel.


Pendapat terhadap siapa sebenarnya seorang pengarang itu.

Kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pembicaraan. Sejak zaman

Yunani, kejeniusan dianggap disebabkan oleh semacam kegilaan

(madness) dari tingkat neurotic sampai psikosis. Penyair adalah seorang

yang orang yang kesurupan (possessed). Ia berbeda dengan orang lain, dan

dunia bawah sadar yang disampaikan melalui karyanya dianggap berada di

bawah tingkat rasional atau justru supra-rasional (Wellek dan Warren,

1976).

Untuk memahami sebuah karya sastra, kita juga dapat memahami

pengarang karya sastra tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh

Siswanto,”Karya sastra digubah sastrawan. Tentu saja ini atas izin dan

karunia Tuhan yang telah memberikan daya kreatif pada sastrawan. Oleh

karena itu, kalau kita ingin memahami karya sastra, pemahaman kita

semakin baik bila sertai dengan pemahaman terhadap diri sastrawan. Bila

kita telah mengenal sastrawan, kita juga bisa memahami lebih baik karya

sastranya (2008:1).

Pada abad ke-18, pada masa Romantik, perhatian terhadap

sastrawan sebagai pencipta karya sastra semakin dominan. Menurut Selden

(dalam Siswanto, 2008:1), karya sastra adalah anak kehidupan kreatif

seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang. Bagi Coleridge

(dalam Aminuddin, 2001:5), kualitas karya sastra ditentukan oleh

sejumlah aspek yang larinya juga ke arah kemampuan seniman, yaitu daya
spontanitas, kekuatan emosi, orisinilitas, daya kontemplasi, kedalaman

nilai kehidupan, dan harmoni. Hal-hal semacam inilah yang menyebabkan

pentingnya peranan sastrawan dalam kajian sastra (Junus, 1985;

Eneste,1984).

Penjelasan tentang kepribadian sastrawan dan kehidupan sastrawan

penting artinya bagi studi sastra. Kepribadian dan kehidupan sastrawan

bisa kita pahami, antara lain, melalui biografi sastrawan (Siswanto,

2008:1). Biografi dapat berisi uraian tentang hidup hidup sastrawan,

perkembangan moral, mental, dan intelektual, selain tentang psikologi

sastrawan dan proses kreatif (Wellek dan Warren, 1976). Penyebab utama

lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri, Sang pengarang. Itulah

sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang adalah

metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra (Wellek & Warren,

1989:82). Pada dasarnya karya sastra memang merupakan karya personal

individu yang disalurkan melalui imajinasi pengarang. Jadi karya sastra

adalah pemikiran pribadi individu yang berupa gagasan, ungkapan, niatan,

tendensi, ide-ide, dan ideologi dari si pengarang.

Kepribadian dan kehidupan sastrawan dapat dikaji oleh sebuah

pendekatan yang berhubungan dengan pengarang, salah satunya adalah

Pendekatan Ekspresif. Pendekatan Ekspresif menurut Ratna (2004:68)

adalah sebuah pendekatan yang menggunakan biografis dalam hal fungsi

dan kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek kreator.


Pengumpulan data dalam pendekatan ini memanfaatkan data sekunder

yaitu data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang di kehidupan

nyata menjadi sebuah literer. Bila cakupan studi biografis hanya terdapat

pada diri pengarang dengan kualitas pikiran dan perasaannya, maka

cakupannya adalah studi ekspresif pengarang, pikiran dan perasaan, dan

hasil karyanya (2004:69). Pendekatan ekspresi merupakan sarana untuk

menyampaikan misi khusus ataupun pengalaman pribadi pengarang baik

secara langsung atau tidak (Susanti, 1994). Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia kata “pendekatan atau teori” bermakna penyelidikan

eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti,

bisa juga diartikan logika, metodologi, argumentasi. Kata “ekspresif”

bermakna mampu memberikan (mengungkapkan) gambaran, maksud,

gagasan, perasaan. Adapun interpretasi yaitu pemberian kesan, pendapat,

atau pandangan teoretis terhadap sesuatu atau tafsiran. Sedangkan tendensi

adalah kecenderungan dan kecondongan pada suatu hal.

Kehidupan Sastra di Jepang1, pada mulanya karya tulis ditulis

dalam bahasa klasik Cina yang mana saat itu Jeang bellum memiliki

bahasa tulis. Baik secara kuantitas maupun kualitas, sastra Jepang masuk

dalam kategori sastra utama, sebanding dengan usia, kekayaan, dan

volume sastra Inggris, walaupun perkembangannya cukup berbeda. Karya-

karya yang masih hidup terdiri dari tradisi sastra yang terbentang dari abad

ke-7 hingga sekarang. Selama ini pun tidak pernah ada "zaman kegelapan"
produksi sastra di Jepang. Tidak hanya puisi, novel dan drama pun

memiliki sejarah panjang di Jepang. Namun beberapa genre sastra yang

tidak begitu dihargai di negara lain, termasuk catatan harian, akun

perjalanan, dan buku pemikiran acak juga menonjol. Bahkan tulisan-

tulisan yang seluruhnya ada di Jepang menghadirkan beragam gaya yang

luar biasa, yang tidak dapat dijelaskan hanya dalam hal evolusi alami

bahasa. Beberapa gaya sangat dipengaruhi oleh pentingnya kosa kata dan

sintaksis Cina, namun ada pula yang dikembangkan sebagai tanggapan

terhadap persyaratan internal berbagai genre, apakah ketepatan haiku

(puisi dalam 17 suku kata) atau pemboman pembacaan dramatis.

Hori Tatsuo adalah seorang penulis, penyari, dan penerjemah yang

lahir di Tokyo dan lulus dari Universitas Tokyo. Sebelumnya ia

merupakan seorang mahasiswa yang sering membantu menerjemahkan

puisi Perancis untuk sebuah jurnal sastra. Ia juga menulis beberapa novel

dan puisi. Pada mulanya tulisannya dipengaruhi oleh semangat sastra

proletar, sementara karya selanjutnya cenderung mengarah pada

modernisme

Dengan perjalanan hidupnya yang pernah menjadi penerjemah

sastra Perancis yang otomatis dunia literasi dan pemikirannya juga

mengarah kepada budaya ke-Perancisan. Tak hanya itu, Hori Tatsuo yang

bertempat tinggal sebuah Sanatorium di wilayah pegunungan di Prefektur

Nagano ikut mempengaruhi atmosfer karyanya. Karya sastranya juga


banyak menceritakan akan sebuah perjuangan hidup melawan sebuah

penyakit yang juga tercermin oleh kehidupan pribadinya yang merupakan

seorang yang mengidap penyakit Tuberkulosis akut yang akan

mengalahkannya di akhir hayatnya. Salah satu karyanya yang sangat erat

kaitannya dengan suasana Perancis adalah novelnya yang berjudul Kaze

Tachinu yang merupakan karya ke-3 dari Hori Tatsuo.

Cerpen Kaze Tachinu menceritakan tentang perjuangan tokoh

utama ‘Aku’ merawat istrinya yang bernama Setsuko yang telah

didiagnosis mengidap Tuberkulosis dan akhirnya tokoh utama

memutuskan utntuk merawat istrinya hingga akhir hayat Setsuko.

Judulnya berasal dari sebuah sajak dari puisi Paul Valéry Le Cimetière

Marin, "Le vent se lève, il faut tenter de vivre," yang di dalam cerita pun

dibacakan kepada Setsuko saat mereka bertemu di bawah pohon saat dia

melukis, dan tiba-tiba hembusan angin kencang terjadi. Tokoh utama ‘Aku’

merujuk tentang hidup dan mati saat dia melihat kondisi istrinya

memburuk, akhirnya pindah bersamanya ke sebuah sanatorium yang

dikelilingi oleh keindahan, dan akhirnya menemukan bahwa seperti angin

yang berhembus dia masih bisa terus hidup setelah kematiannya melalui

ikatan kuat mereka, yaitu cinta.

Setsuko dimodelkan setelah istri Hori sendiri, Ayako Yano, yang

meninggal karena tuberkulosis hampir setahun setelah pernikahan mereka,


dan Hori yang menemani sampai meninggal setelah tinggal beberapa bulan

di sebuah sanatorium di kaki Gunung Yatsugatake pada tahun 1935.

Hal ini menarik perhatian penulis untuk meneliti lebih lanjut

bagaimana dan sejauh manakah sebuah karya sastra Kaze Tachinu

menggambarkan kehidupan sosial perihal perjalanan hidup, tempat tinggal,

kesulitan hidup dan kesosialitasan yang tersirat oleh pengarangnya, Hori

Tatsuo.

1.I.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang uraikan sebelumnya, adapun rumusan masalah

penelitian ini adalah :

1.1.2.1 Bagaimana unsur struktural terkait tokoh, penokohan, latar, dan

alur cerpen Kaze Tachinu karya Hori Tatsuo?

1.1.2.2 Bagaimana pengaruh kehidupan sosial pengarang terkait dengan

perjalanan hidup, tempat tinggal, dan kesulitan hidup pengarang

terhadap cerpen Kaze Tachinu karya Hori Tatsuo?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di

atas, penelitian ini bertujuan untuk :

1.2.1 Mendeskripsikan unsur struktural terkait tokoh, penokohan, latar

dan alur dalam cerpen Kaze Tachinu karya Hori Tatsuo.


1.2.2 Mengetahui pengaruh kehidupan sosial pengarang terkait dengan

perjalanan hidup, tempat tinggal, dan kesulitan hidup pengarang

terhadap cerpen Kaze Tachinu karya Hori Tatsuo.

1.3 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan

menggunakan studi pustaka karena seluruh bahan didapat dari

sumber-sumber tertulis. Data primer berupa cerpen Kaze Tachinu

dengan pengarang Hori Tatsuo yang diadaptasi dari cerpennya.

Serta data sekunder berupa literatur-literatur pendukung dalam

penelitian ini baik buku, jurnal, skripsi dan lainnya. Adapun Objek

formal penelitian ini terfokus pada kajian sosiologi pengarang Hori

Tatsuo berupa pengaruh kehidupan asli pengarang yang tertuang

dalam cerpen Kaze Tachinu. Pembatasan masalah pada penelitian

ini difokuskan pada penelitian unsur-unsur pembangun novel

seperti tokoh, penokohan, latar dan alur. Pengkajian mengunakan

pendekatan struktural untuk membuat rincian data yang memiliki

benang merah dengan kehidupan pengarang.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sebagai acuan

analisis. Kata ‘metode’ dan ‘metodologi’ sering dicampuradukkan

dan disamakan. Padahal keduanya memiliki arti yang berbeda. Kata

‘metodologi’ berasal dari kataYunani ‘methodologia’ yang berarti


‘teknik’ atau ‘prosedur’. Metodologi sendiri merujuk kepada alur

pemikiran umum atau menyeluruh (general logic) dan gagasan

teoritis (theoric perspectives) suatu penelitian. Sedangkan kata

‘metode’ menunjuk pada teknik yang digunakan dalam penelitian

seperti survey, wawancara, dan observasi (Semiawan, 2010:1).

Menurut Semiawan (2010:1) pula, suatu penelitian yang baik

senantiasa memperhatikan kesesuaian antara teknik yang

digunakan degan alur pemikiran umum serta gagasan teoritis. Jadi

kata ‘metode kualitatif’ yang digunakan pada penelitian ini berarti

ganda yaitu teknik atau prosedur gagasan teoritis. tahapan-

tahapannya diuraikan menjadi : tahapan penyediaan data, tahap

analisis data, dan tahap hasil analisis data.

1.4.l Tahap Penyediaan Data

Tahap penyediaan data ini dilakukan menggunakan Kajian Studi

Pustaka dengan teknik simak catat sebagai prosedur pengumpulan

data. Menurut yang diungkapkan M. Nazir dalam bukunya yang

berjudul ‘Metode Penelitian’ mengemukakan bahwa yang

dimaksud dengan “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan

data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,

literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada

hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.”(Nazir,1988: 111).


Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah diawali dengan

cara menonton berulang-ulang cerpen Kaze Tachinu dan

mencatatnya kedalam suatu kumpulan data apabila ditemukan apa

yang dicari dalam cerpen tersebut. Selanjutnya mengamati segala

korelasinya dengan kehidupan pengarang di dunia nyata.

1.4.2 Tahap Analisis Data

Dalam tahap ini peneliti lebih mengkonsentrasikan meneliti dengan

objek biografis pengarang lalu menghubungkan dengan adegan

cerpen yang ada kemudian mengujinya dengan menggunakan porsi

data lain. Langkah-langkah penulis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Membaca cerpen Kaze Tachinu berulang-ulang;

2. Menemukan konflik yang membangun dan menyusunnya kedalam

sebuah kumpulan data;

3. Kemudian dari data yang diperoleh dari hasil pengamatan,

dilakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari

korelasi, dan membandingkan pola atas dasar data aslinya.

1.4.3 Tahap Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data disajikan dengan metode penyajian informal

yaitu rumus-rumus atau kaidah-kaidah disampaikan dengan


menggunakan kata-kata biasa agar lebih mudah dipahami.

Kemudian penjabaran hasil menggunakan metode deskriptif

kualitatif secara deskriptif tentang unsur-unsur pembangun cerpen

yang mendapatkan pengaruh dari kehidupan pengarang. Kemudian

secara kualitatif, yaitu menemukan seberapa jauh pengaruh

kehidupan pengarang yaitu Hori Tatsuo terhadap karyanya Kaze

Tachinu.

1.4.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi penelitian

sastra baik dari segi teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

ilmu sastra terutama dalam bidang sosiologi sastra. Penelitian ini

merupakan penelitian tentang prosa berupa novel Akakabu Kenji

Shiriizu Kessakusen yang dikaji dengan pendekatan mimesis.

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi

rujukan penelitian lain yang sejenis, sebagai referensi penelitian

bagi pembelajar sastra secara umum dan Sastra Jepang pada

khususnya tentang sosiologi pengarang dan mimesis. Dan

diharapkan pula penelitian ini mampu membuka pengetahuan baru

tentang karya sastra Jepang modern.

1.4.5 Sistematikan Penulisan


Untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi, maka

penulisan skripsi ini disusun secara sistematis dalam empat bab

yang disusun berurutan. Adapun sistematika penulisan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang memberikan gambaran secara

umum tentang penelitian, bab ini terdiri dari latar belakang dan

rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian,

metode penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan tinjauan pustaka yang berisi penelitian

sebelumnya, kerangka teori, biografi pengarang dan Hukum Acara

Pidana Jepang.

Bab III merupakan pemaparan hasil pembahasan yang terdiri atas

analisis struktural dan analisis mimesis Novel Akakabu Kenji

Shiriizu Kessakusen karya Waku Shunzou.

Bab IV merupakan simpulan hasil dari analisis yang dibahas di bab

sebelumnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

1.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian dengan objek pengarang Hori Tatsuo cerpen Kaze

Tachinu masih jarang diteliti hingga kini, namun ada beberapa

penelitian serupa yang bisa menjadi tinjauan pustaka bagi

penelitian ini seperti penelitian milik Carin Sutjiadi, Anisa

Octafinda R, dan Kiki Apriliyanti. Adapun penelitian tersebut

terdiri dari penelitian tentang pendekatan ekspresif dan sosiologi

sastra serta hubungan pengarang terhadap karya sastra.

Kajian mengenai pendekatan ekspresif antara lain

dilakukan oleh Carin Sutjiadi mahasiswa Juruan Sastra Jepang

Universitas dengan jurnal yang berjudul Ideologi Pasifisme di

dalam Cerpen Animasi “Hauru no Ugoku Shiro” dan “Kaze

Tachinu” Karya Hayao Miyazaki. Jurnal Carin Sutjiadi ini

membahas bagaimana ideology Pasifisme dalam dua buah film

animasi karya Hayao Miyazaki yang berjudul “Hauru no Ugoku

Shiro” dan “Kaze Tachinu”. Penelitian ini pun menggunakan

pendekatan Ekspresif namun dalam teori Psikologi Sastra. Hasil


penelitiannya menyatakan bahwa latar belakang biografis menjadi

penyebab Miyazaki menganut ideologi Pasifisme. Ideologi

Pasifisme tersirat melalui kisah antar tokoh yang disampaikan

lewat dialogdan adegan khas pengeboman kota hingga menjadi

lautan api dan pesawat yang hancur dan berjatuhan karena

peperangan.

Perbedaannya adalah pada objek pengkajian dimana Carin

lebih meneliti tentang ideologi yang dianut Hayao Miyazaki yang

tersirat pada film yang Hayao buat. Namun tidak ada korelasi

antara karya dengan kehidupan pengarang asli.

Kajian sosilogi sastra antara lain skripsi dari Anisa

Octafinda R mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman

Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul Kritik Sosial Dalam

Roman Momo (Analisis Sosiologi Sastra). Pada penelitian ini

meneliti tentang sebuah roman karya Michael Ende yang berjudul

Momo.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi

sosial masyarakat Jerman yang tercermin dalam roman Momo

karya Michael Ende, kritik pengarang terhadap masalah sosial,

bentuk penyampaian kritik Michael Ende dalam roman Momo.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra.


Data penelitian ini berupa kata, frasa, dan kalimat dalam roman

Momo karya

Michael Ende. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kondisi

sosial masyarakat

Jerman yang tercermin dalam roman Momo karya Michael Ende

adalah masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang

memicu masalah sosial lainnya. (2) Masalah sosial yang dikritik

pengarang antara lain: (a) masalah politik meliputi kritik terhadap

otoritas penguasa, (b) masalah ekonomi terdiri dari kritik terhadap

kesenjangan sosial, pengangguran, dan sifat konsumerisme, (c)

masalah pendidikan meliputi kritik terhadap rendahnya perhatian

orang tua terhadap pendidikan dan sistem pendidikan, (d) masalah

budaya meliputi kritik terhadap kelas sosial dan sikap acuh

masyarakat, (e) masalah moral meliputi kritik terhadap sikap

serakah dan kurangnya tenggang rasa, (f) masalah keluarga

meliputi kritik terhadap kurangnya perhatian orang tua dalam

keluarga dan kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak, (g)

masalah gender meliputi kritik terhadap pengelompokan pekerjaan

berdasarkan jenis kelamin dan sikap meremehkan perempuan, (h)

masalah teknologi meliputi kritik terhadap mainan anak-anak yang

tidak mendidik dan ketergantungan masyarakat terhadap teknologi,

(i) masalah agama, tidak ditemukan kritik sosial terhadap masalah


agama. (3) Bentuk penyampaian kritik dalam roman Momo adalah

secara langsung, yaitu secara eksplisit melalui tokoh-tokoh dan

secara tidak langsung, yaitu pengarang menyampaikan kritik secara

implisit yang berpadu dalam cerita.

Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada

pendekatannya. Penelitian dari Annisa menggunakan pendekatan

sosiologis karya tersebut dengan masyarakat yang ada pada

lingkungan pengarang, bukan dari segi kehidupan pengarang

menggunakan pendekatan ekspresif.

Penelitian yang paling mendekati dengan penelitian ini

merupakan penelitian dari Kiki Apriliyanti mahasiswi Sastra

Jepang Universitas Diponegoro yang berjudul “Cerminan Profesi

Pengarang dalam Novel Akakabu Kenji Shiriizu Kessakusen Karya

Waku Shunzou (Kajian Pendekatan Mimesis)”. Penelitian ini

menganalisis sejauh mana pencerminan dunia profesi pengarang

dalam karyanya. Pendekatan mimesis digunakan untuk

menganalisa cerminan profesi pengarang sebagai pengacara dalam

proses persidangan di novel Akakabu Kenji Shiriizu Kessakusen.

Hasil penelitian ini adalah dalam struktur fakta pembangun novel

terrdapat hubungan yang saling terkait seperti penegak hukum,

lokasi kejadian, bukti, situasi penegakan hukum dan kronologi

proses peradilan. Berdasarkan biografi pengarang, pengaruh


kehidupan pengarang terdapat dalam unsur fakta yang memuat

konten hukum. Kemudian pencerminan terjadi dalam proses

persidangan novel yang didasarkan pada aturan persidangan di

dunia nyata.

Adapun perbedaan penelitian Kiki Apriliyanti dengan

penelitian ini terletak pada objek penelitian. Penelitian Kiki lebih

menyoroti cerminan profesi dari pengarang sebagai seorang

pengacara yang disandingkan dengantata hokum Jepang yang

sebenarnya, penelitian ini lebih kepada kehidupan sosial pengarang

yang tersirat kedalam karyanya. Pendekatannya pun menggunakan

pendekatan Mimesis sedangkan penelian ini menggunakan

pendekatan ekspresif.

1.2 KerangkaTeori

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh kehidupan

sosiologi pengarang sebagai mendeskripsikan temuan pada unsur-

unsur pembangun cerpen. Adapun landasan kerja penelitian penulis

menggunakan konsep teoritis sebagai berikut.

2.2.1 Analisis Struktural

Karya sastra merupakan struktur makna atau struktur yang

bermakna. Hal ini

mengingat bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang

mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.


(Pradopo 1995: 141). Hal yang harus diketahui sebelum

menganalisis naskah cerpen adalah unsur-unsur struktural yang

membentuknya menjadi satu kesatuan utuh. Unsur tersebut

meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah

unsur yang membangun karya itu sendiri. Bagian dari unsur

instrinsik di antaranya adalah cerita, plot, peristiwa, penokohan,

tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa.

Unsur ekstrinsik adalah unsur- unsur yang berada diluar karya

sastra, yang secara tidak langsung mempengaruhi bangunan dan

sistem yang terdapat dalam karya sastra. Unsur tersebut adalah

biografi pengarang, psikologi pengarang dan 11 pembaca. Keadaan

di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik dan sosial juga

berpengaruh terhadap karya, selain itu pandangan hidup suatu

bangsa, berbagai karya seni lain turut mempengaruhinya.

(Nurgiyantoro, 1995:23)

1. Tema

tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita, yakni

sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi.

Wujud tema dalam fiksi, biasanya, berpangkal pada alasan tindak

atau motif tokoh (Sayuti,2000:187).

Guna mencari tea ada 2 hal yang dapat dilakukan, yaitu : 1)

Mencari makna dalam hal-hal yang diungkap atau dibahas, yakni


mencari garis besar yang tersirat dalam suatu karya sastra, dan 2)

Memilih makna yang paling banyak memasuki cerita, yakni

mencari garis beras atas suatu peristiwa yang dibahas secara nyata

dan tersurat dalam suatu karya sastra. Penggolongan tema sendiri

dapat dikategorikan menjadi tema mayor dan tema minor. Tema

mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan

dasar umum karya tersebut, atau bisa juga disebut tema yang

paling utama. Adapun tema minor adalah makna yang terdapat

pada bagian cerita atau bisa disebut sebagai tema sebagian. Dengan

demikian banyak sedikitnya tema tergantung pada banyak

sedikitnya makna tambahan yang dapat ditafsirkan dari sebuah

cerita dalam karya sastra.

2. Alur (Plot)

Setelah analisis tema, kemudian dilanjutkan dengan analisis alur

(plot). Alur merupakan rentetan peristiwa yang memperlihatkan

gerakan peristiwa dari satu ke yang lain (Semi,1990:87). Terdapat

tiga pembagian struktur plot secara global, yaitu awal-tengah-akhir.

Adapun pembedaan alur menurut Nurgiyantoro (1994:153) yaitu

terbagi atas pembedaan alur berdasarkan kriteria urutan waktu dan

pembedaan alur berdasarkan kriteria kepadatan. Pembedaan alur

berdasarkan kriteria waktu, yaitu sebagai berikut :

1) Alur Padat
Dalam karya fiksi yang beralur padat biasanya cerita disajikan

secara cepat peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul

dengan cepat, hubungan antar peristiwa juga terjalin secara erat,

dan pembaca seolah-olah dipaksa untuk terus-menerus

mengikutinya. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain (yang

berkadar fungsional tinggi) tak dapat dihilangkan atau dipisahkan

salah satunya.

2) Alur Longgar

Karya fiksi yang beralur longgar, pergantian peristiwa demi

peristiwa penting (fungsional) berlangsung lambat, serta hubungan

antar peristiwa tersebut juga tidak begitu erat. Artinya, antara

peristiwa penting yang satu dengan yang lain diselingi oleh

berbagai peristiwa tambahan, atau berbagai pelukisan tertentu

seperti penyituasian latar dan suasana, yang semuanya itu

memperlambat ketegangan cerita.

3) Latar (Setting)

Latar adalah keterangan mengenai tempat, waktu, serta keadaan

sosial pada peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu karya

sastra. Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya sastra. Melalui tempat terjadinya

peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi masyarakat, tata


nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin

berpengaruh pada tokoh dan karakternya.

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa dalam plot

secara historis. Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra.

Melalui pemberian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar

tujuan fiksi tersebut secara jelas pula (Sayuti,2000:127).

Adapun latar sosial mengacu pada kehidupan dan perilaku sosial

masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra.

Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersifat

(Semi,1990:88).

4) Tokoh dan Penokohan

a. Tokoh

Tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro

adalah orang-orang yang ditampilkan dalam dalam suatu karya

naratif, atau drama, yang oleh drama ditafsirkan memiliki kualitas

moral dan kecenderungan tertentu seperti apa yang diekspresikan

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (1994:165).

Tokoh dalam karya sastra fiksi dibagi menjadi dua, yaitu tokoh

berdasarkan pengembangan plot dan tokoh berdasarkan fungsi

penampilan tokoh. Tokoh berdasarkan fungsi pengembangan plot


dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral (tokoh utama) yang

biasanya menjadi bagian utama dan mengambil peran terbesar

dalam cerita dan tokoh periferal (tokoh bawahan) yang biasanya

menjadi tokoh pendukung atau tambahan (Sayuti, 2000:74).

Adapun berdasarkan fungsi penampilan, tokoh dalam karya fiksi

dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh antagonis dan tokoh protagonis.

Altenbernd dan Lewis mengatakan dalam Nurigayontoro bahwa

dalam membaca sebuah novel, pembaca sering

mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh tertentu, memberikan

simpati dan empati, melibatkan diri secara emosional terhadap

tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca

disebut tokoh protagonis (1994:178). Sedangkan tokoh antagonis

adalah tokoh yang mempunya watak negatif dan menentang tokoh

utama.

b. Penokohan

Penokohan merupakan gambaran mengenai sifat dan kepribadian

tokoh dalam karya sastra. Tokoh dan penokohan merupakan hal

yang tidak dapat dipisahkan dari unsur instrinsik karena tokoh

merupakan salah satu akar terpenting dalam sebuah karya sastra.

Di dalam bukunya, Sayuti mengungkapkan bahwa ditinjau dari segi

keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan

menjadi dua, Tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil


peranan penting dalam cerita. Peristiwa atau kejadian-kejadian itu

menyebabkan terjadinya perubahan sikap dalam diri tokoh dan

perubahan pandangan kita sebagai pembaca terhadap tokoh

tersebut. Tokoh utama atau sentral dapat ditentukan, paling tidak

dengan tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat dengan

makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak

berhubungan dengan tokoh lain. Ketiga, tokoh itu yang paling

banyak memerlukan waktu penceritaan (Sayuti,2000:74).

Adapun tokoh bawahan kemunculannya dalam keseluruhan cerita

lebih sedikit dan tidak terlalu dipentingkan. Kehadiran tokoh

bawahan pun hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama,

baik secara langsung ataupun tidak langsung. Dengan demikian,

tokoh bowahan tidak terlalu mempengaruhi perkembangan plot

secara keseluruhan.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam

penggambaran tokoh atau penokohan, yaitu: metode diskursif,

metode dramatis, metode kontekstual, dan metode campuran.

Metode diskursif menceritakan tentang karakter tokohnya kepada

pembaca melalui story telling, yaitu pengarang menuliskan karakter

tokoh dalam suatu karya sastra secara tersurat, langsung, dan jelas

dalam bacaan. Metode ini biasa disebut juga sebagai cara analitik

atau analitik secara langsung.


Adapun metode dramatis disebut sebagai metode dramatis karena

tokoh-tokoh dinyatakan seperti dalam drama. Pengarang

membiarkan tokoh-tokohnya untuk menyatakan diri mereka sendiri

melalui kata-kata, tindakan-tindakan, atau perbuatan mereka sendiri.

Dengan pengertian semacam itu, metode tak langsung dan metode

showing ragaan sudah tercakup dalam metode dramatis.

Dalam metode dramatis teknik yang digunakan ada 10, yaitu : 1)

Teknik naming “pemberian nama tertentu”, 2) Teknik cakapan, 3)

Teknik penggambaran pikiran tokoh atau apa yang melintas dalam

pikirannya, 4) Teknik stream of consciousness, 5) Teknik pelukisan

perasaan tokoh, 6) Teknik perbuatan tokoh, 7) Teknik sikap tokoh,

8) Teknik pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh

tertentu, 9) Teknik pelukisan fisik, dan 10) Teknik pelukisan latar.

Metode yang dapat digunakan dalam penggambaran tokoh atau

penokohan yang ketiga yaitu metode kontekstual, adalah cara

menyatakan karakter tokoh melalui konteks verbal yang

mengelilinya. Selanjutnya, metode yang terakhir yaitu metode

campuran. Kita jarang menemukan kesimpulan dari suatu karya

fiksi yang hanya berdasarkan satu metode atau satu teknik saja,

maka dari itu metode campuran ini menggabungkan beberapa

metode yang ada, yakni metode diskursif, dramatif, dan konteksual

dalam analisisnya.
Seperti halnya dalam skripsi ini, peneliti pun menggunakan metode

campuran guna membedah unsur tokoh dan penokohan yang

terdapat dpada cerpen Mahou Hakase.

5) Amanat

Seorang pengarang pastinya memiliki motivasi dan tujuan dalam

menuliskan karya sastra. Baik itu secara tersirat maupun tersurat,

sebuah karya sastra pasti mempunya pesan yang ingin disampaikan

kepada pembacanya, yang disebut dengan amanat. Dengan

demikian, amanat berarti pesan yang disampaikan pengarang

kepada pembaca melalui sebuah karya sastra.

Amanat harus ditentukan sendiri oleh pembacanya dan bersifat

subjektif. Amanat biasanya dituliskan dalam kalimat perintah,

saran, atau imbauan. Amanat dari sebuah karya sastra dapat

disimpulkan apabila tema nya sudah diketahui terlebih dahulu,

karena amanat merupakan imbauan atau nasehat dari sebuah tema

dan keduanya saling berkesinambungan.

Setelah menentukan teori dan metode yang tepat dalam

menganalisis cerpen Kaze Tachinu karya Hori Tatsuo, adapun

langkah-langkah selanjutnya dalam skripsi ini adalah sebagai

berikut :

A. Membaca keseluruhan cerpen Kaze Tachinu karya Hori

Tatsuo dengan cermat,


B. Peneliti melakukan identifikasi unsur intrinsik yang terdapat

pada cerpen Kaze Tachinu karya Hori Tatsuo,

C. Peneliti mencari data berkaitan dengan sosiologi pengarang

Hori Tatsuo yang berhbungan dengan cerpen Kaze Tachinu,

D. Peneliti menghubungkan poin b dan c di atas untuk sampai

pada tahap kesimpulan.


BAB III

STRUKTUR CERPEN KAZE TACHINU DAN SOSIOLOGI KEHIDUPAN

HORI TATSUO

1. Analisis Struktural

1.1 Analisis Intrinsik

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen ini

berfungsi sebagai catatan imajinatif sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi

satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual‘ atau tingkatan

faktual‘ cerita (Stanton, 2007:22).

a. Tema

Dalam cerpen ini memuat tema perjuangan seseorang yang ditokohkan

menggnakan tokoh ‘Aku’ dalam merawat kekasihnya bernama Setsuko

yang mengidap penyakit Tuberculosis dan akan menemani Setsuko

hingga akhir hayat.

「あれもこの頃はだいぶ元気になって来たようだが」父は突然そん

な私の方へ顔をもち上げてその頃私と婚約したばかりの節子のこ

とを言い出した。
「もう少し好い陽気になったら、転地でもさせて見たらどうだろう

ね?」

「それはいいでしょうけれど……」と私は口ごもりながら、さっきから

目の前にきらきら光っている一つの莟がなんだか気になってならな

いと云った風をしていた。

“Are mo konogoro wa daibu genki ni natte kita youdaga”,

chichi wa totsuzen sonna watashi no kata e kao o mochi agete

sonokoro watashi to kon'yaku shita bakari no Setsuko no koto

o iidashita. `Mōsukoshi yoi yōki ni nattara, tenchide mo

sasete mitara doudarou ne?' `Sore wa ii deshoukeredo……' to

watashi wa kuchigomorinagara, sakki kara me no mae ni

kirakira hikatte iru hitotsu no tsubomi ga nandaka ki ni natte

naranai to yutta kaze o shite ita.

(Kaze Tachinu – Hori Tatsuo) 1936 | Haru)

"Sepertinya ini cukup bagus saat ini," Ayah tiba-tiba

mengangkat wajahnya ke orang seperti itu dan kemudian

berkata tentang Setsuko yang baru saja bertunangan

denganku saat itu.


"Jika ini akan membawa sedikit keceriaan, bagaimana kalau

kita melakukannya meski anda pun juga dapat

melakukannya?"

"Akan menyenangkan, tapi ...." Sementara aku entah

mengapa merasa ada secercah cahaya walaupun khawatir saat

mengatakannya.

(Kaze Tachinu – Hori Tatsuo) 1936 | Musim semi

Dalam kutipan di atas menceritakan bahwa ‘Aku’ mencoba

membujuk ayah Setsuko (Chichi) untuk membawa Setsuko ke tempat

lain yang bisa menumbuhkan suasana baru bgi Setsuko agar lebih

nyaman dan ceria. Disini terlihat perjuangan tokoh ‘Aku’ untuk

menyembuhkan kekasihnya yang bernama ‘Setsuko’.

b. Penokohan

Pada penelitian ini, analisis penokohan difokuskan pada dua tokoh yaitu

tokoh Aku dan istrinya Setsuko selalu yang mendapat sorotan penting

dalam seluruh isi cerita yang juga dipengaruhi pada kehidupan sosial asli

pengarang.

b.1 Tokoh Aku

Tokoh Aku merupakan seorang laki-laki dengan karakter yang sangat

menarik, tenang, cerdas, mengikuti jalan-jalan yang menurutnya

seharusnya dia ambil, juga rajin belajar.


「まあ! こんなところを、もしお父様にでも見つかったら……」

お前は私の方をふり向いて、なんだか曖昧あいまいな微笑をした。

「もう二三日したらお父様がいらっしゃるわ」

或る朝のこと、私達が森の中をさまよっているとき、突然お前がそう

言い出した。私はなんだか不満そうに黙っていた。するとお前は、そう

いう私の方を見ながら、すこし嗄しゃがれたような声で再び口をきいた。

「そうしたらもう、こんな散歩も出来なくなるわね」

「どんな散歩だって、しようと思えば出来るさ」

私はまだ不満らしく、お前のいくぶん気づかわしそうな視線を自分

の上に感じながら、しかしそれよりももっと、私達の頭上の梢が何んと

はなしにざわめいているのに気を奪とられているような様子をしていた。

“Mā! Kon'na tokoro o, moshi o tōsama ni demo

mitsukattara……' omae wa watashi no kata o furimuite,

nandaka aimai aimaina bishō o shita. `Mō ni mikka shitara o


tōsama ga irassharu wa' aru asa no koto, watashitachi ga mori

no naka o samayotte iru toki, totsuzen omae ga sō iidashita.

Watashi wa nandaka fuman-sō ni damatte ita. Suruto omae

wa, sōiu watashi no kata o minagara, sukoshi 嗄 Shagareta

yōna koe de futatabi kuchi o kīta. `Sōshitara mō, kon'na

sanpo mo dekinaku naru wa ne' `don'na sanpo datte, shiyou to

omoeba dekiru-sa' watashi wa mada fumanrashiku, omaeno

ikubun kidzukawashi-sōna shisen o jibun no ue ni

kanjinagara, shikashi sore yori mo motto, watashitachi no

zujō no kozue ga nan n to hanashi ni zawameite irunoni ki o

datsu tora rete iru yōna yōsu o shite ita”

"Nah, jika Anda menemukan tempat seperti itu di

ayahmu ......"

Dia melihat kembali ke arah aku dan membuat senyum

ambigu.

"Ayah aku datang beberapa hari lagi."

Suatu pagi, saat kami berkeliaran di hutan, tiba-tiba Anda

mengatakan itu. Aku agak tidak puas lalu diam. Lalu sambil

menatapku seperti itu, ia mendengarkan lagi dengan suara

yang agak gemetar.


"Kalau begitu Anda tidak bisa berjalan seperti itu lagi."

"Berjalanlah, Anda bisa melakukannya jika Anda

mencobanya."

Aku masih tidak puas, aku merasakan tatapan Anda yang

agak membingungkan pada diri aku sendiri, tapi lebih dari itu,

aku terganggu oleh berapa pikiran yang berkecamuk di

kepalaku dan mungkin kepala kepala kita yang goyah tanpa

melakukan apapun. Sepertinya memang seperti itu.

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa tokoh utama Aku

memiliki watak penyabar dan tenang. Ditunjukkan kesan bahwa tokoh

Aku tetap tenang saat kekasihnya menggerutu, karena ia tidak ingin

kekasihnya merasa terganggu.

DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1999. A Glossary of Literary Terms. Australia, Canada,

Mexico, Singapore, and United Kingdom States : Heinle & Heinle.

Apriliyanti, Kiki, 2017. “Cerminan Profesi Pengarang dalam Novel Akakabu

Kenji Shiriizu Kessakusen Karya Waku Shunzou (Kajian Pendekatan

Mimesis)”, Skripsi, Sastra Jepang, Universitas Diponegoro, Semarang.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah

Mada University Press.

Ratna. K. Nyoman. 2005. Sastra dan Cultural Studies Representaasi

Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Retnasih, Octavinda Anisa. 2014. “Kritik Sosial Dalam Roman Momo

(Analisis Sosiologi Sastra)”. Dalam Repositori UNY, diakses dari

http://eprints.uny.ac.id/18883/1/Anisa%20Octafinda%20Retnasih%20%2

009203241007.pdf pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Apresiasi Sastra. Jakarta :

Grasindo.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutjiadi, Carin. 2014. “Ideologi Pasifisme di dalam Cerpen Animasi

“Hauru no Ugoku Shiro” dan “Kaze Tachinu” Karya Hayao

Miyazaki”. Diakses dari LIB.UI

http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-05/S58038-Carin pada

tanggal 9 Oktober 2017 pukul 14.00 WIB


Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra.

Jakarta : Gramedia Pustaka Jaya.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (terjemahan

oleh Melani Budianto). Jakarta : Gramedia Pustaka Jaya.

Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra

Indonesia. Yogyakarta: Kanwa Publisher.

Anda mungkin juga menyukai