11170130000042
Email: ahmad.rifaldi17@mhs.uinjkt.ac.id
Abstrak
Kajian intertekstual adalah kajian yang mengkaji beberapa teks yang mempunyai
hubungan-hubungan tertentu. Pada tulisan kali ini akan membahas cerpen Dilarang
Menyanyi di Kamar Mandi karya Seno Gumira Ajidarma yang di adapatasi ke dalam
bentuk naskah drama dengan judul yang sama yaitu, Dilarang Menyanyi di Kamar
Mandi karya Gusmel Riyadh. Terjadi penghilangan tokoh Ibu saleha pada naskah
drama karena di anggap kehadiranya tidak terlalu penting. Alur pun dalam naskah di
buat menjadi alur maju sebelumnya pada cerpen menggunakan alur maju mundur.
Baik di dalam cerpen maupun naskah drama perempuan tetap ditampilkan sisi
kenegatifanya. Zus dianggap menjadi biang keladi permasalahan dan ibu-ibu menjadi
tukang menyalahkan dan tidak mampu menjaga keharmonisan dengan para suaminya.
Kata Kunci : kajian intertekstual, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, Seno
Gumira Ajidarma, Gusmel Riyadh
Pendahuluan
Cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi yang terbit pada tahun 1995 ini
diadaptasi oleh Gusmel Riyadh ke dalam bentuk drama dengan tema dan judul yang
sama. Tidak hanya itu, cerpen ini juga pernah diadaptasi ke dalam bentuk FTV,
novelet dan juga film layar lebar. Pada pembahasan kali ini lebih fokus kepada
perbandingan cerpen karya Seno Gumira Ajidarma dan drama karya Gusmel Riyadh.
Baik Seno dan Gusmel sama-sama menggunakan tokoh utama yang sama dan tema
yang sama bahkan pesan yang terkandung dalam keduanya pun bisa dikatakan sama,
hanya aja dalam naskah drama karya Gusmel Riyadh sedikit melakukan pengurangan
dan penambahan dari beberapa unsur seperti tokoh dan latar.
Acuan Teori
1. Kajian Intertekstual
Mikhail Bakhtin adalah orang yang pertama kali mengemukakan
konsep intelektualitas, ia mengatakan bahwa karya sastra dilahirkan di antara
teks yang satu dan teks yang lain. Ia juga mengatakan bahwa, dalam setiap
karya sastra selalu terjadi dialog antar teks dalaman, yakni unsur-unsur yang
membangun kemasyarakatam (sosial), atau unsur-unsur yang ada kaitannya
dengan kehidupan pengarang.1
Studi intertekstualitas mempelajari keseimbangan antara unsur
instrinsik dan ekstrinsik teks yang disesuaikan dengan fungsi teks di
masyarakat. Dalam ilmu sastra bandingan, khususnya dalam soal pengaruh,
kita dapat meminjam metode filologi, yakni metode stemma yang
dikembangkan oleh Paul Maas dalam buku Textual Criticism (1976).2
1
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra Bandingan, (Jakarta: Bukupop, 2014), h. 200—
201
2
Ibid., h.201
2. Cerpen
Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Cerpen atau
cerita pendek ini merupakan sebuah karangan yang menceritakan tentang
suatu alur cerita, dan memiliki tokoh cerita serta situasi cerita yang terbatas.
Cerita pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan sifat yang yang serba
pendek, baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku dan
jumlah kata yang digunakan. sebuah cerpen biasanya akan berlangsung
mengarah pada topik utama cerita, karena memang alur ceritanya Cuma sekali
dan langsung tamat. Cerpen merupakan jenis karya sastra berbentuk prosa
dengan kisahan pendek yang berpusat hanya pada satu tokoh dalam suatu
situasi.3
3. Drama
Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action, (segala apa yang
terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan
ketegangan pada pendengar/penonton (Harymawan, 1986). Sedangkan
Waluyo (2002), drama secara harfiah berarti berbuat atau bertindak (dari
bahasa Yunani: draomai). Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang
diproyeksikan di atas pentas. Drama sebagai teks merupakan bagian dari
karya sastra. Ciri khas drama dibandingkan dengan genre sastra lain adalah
adanya dialog dan orientasi pada seni pertunjukan. Oleh karena itu, drama
dapat dianggap sebagai suatu karya yang memiliki dua dimensi, yakni
dimensi sastra dan dimensi pertunjukan. Teks drama apabila dipentaskan akan
menjadi sebuah drama. Di samping itu, teks drama dibuat memang untuk
ditampilkan. Cerita dalam teks drama akan lebih mudah dimengerti ketika
dipentaskan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hassanuddin dalam Dewojati
(2010), membatasi drama sebagai suatu genre sastra yang ditulis dalam
3
Surastri, Pengantar Teori Sastra, (Yogyakarta: Elmatera, 2018), hlm. 110.
bentuk dialog-dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai seni
pertunjukan. Makna kunci untuk istilah “transformasi” adalah “perubahan”,
yaitu perubahan terhadap suatu hal atau keadaan. Jika “suatu hal atau
keadaan” itu adalah budaya, budaya itulah yang mengalami perubahan.
Perubahan budaya itu sendiri dapat mencakup satu atau beberapa aspek atau
bahkan sebagian besar aspek budaya tersebut. Menurut Nurgiyantoro (1998),
istilah “transformasi” diartikan sebagai “pemunculan, pengambilan, atau
pemindahan unsur-unsur pewayangan ke dalam unsurunsur fiksi dengan
perubahan”. Dengan kutipan pengertian tersebut, transformasi naskah drama
yang dikaji berarti memunculkan, mengambil, atau memindah unsurunsur
legenda, puisi, cerpen, atau novel ke dalam unsur-unsur naskah drama dengan
melakukan perubahan yang baru. Secara prinsipial unsur legenda, cerpen, dan
novel memiliki kesamaan dengan unsur-unsur drama karena sama-sama
berangkat dari cerita.4
Seno Gumira Ajidarma seorang cerpenis, esais, wartawan, dan pekerja teater.
Nama samaran yang dimilikinya Mira Sato, digunakan untuk menulis puisi sampai
tahun 1981. Dia lahir di Boston, Amerika Serikat pada tanggal 19 Juni 1958, tetapi
dibesarkan di Yogyakarta. Ayahnya adalah Prof. Dr. MSA Sastroamidjojo, guru besar
Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Ibunya, Poestika Kusuma Sujana, adalah
dokter spesialis penyakit dalam. Seno menikah dengan Ikke Susilowati pada tahun
1981 dan dikaruniai seorang anak bernama Timur Angin. Seno menyelesaikan
sekolahnya di SD, SMP, dan SMA di Yogyakarta. Selanjutnya, ia kuliah di Jurusan
Sinematografi, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) tahun 1977. Pada
4
Eny Tarsinih, Analisis Naskah Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi dan Penggunaannya untuk
Menyusun Model Menulis Naskah Drama di Universitas Wiralodra Indramayu, Vol. III No. 18 - Januari
2015, h. 60-61
tahun 2000, ia menyelesaikan studi di Magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia
dan lima tahun kemudian ia menyelesaikan Doktor Ilmu Sastra, Universitas
Indonesia.5
Struktur Narasi
Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi baik itu cerpen karya Seno maupun
naskah drama karya Gusmel mengangkat tema yaitu keresahan sebagian penduduk
yang berisi ibu-ibu dengan hadirnya sosok perempuan penyabar yang sering
menyanyi di kamar mandi. Perempuan itu bernama Zus, baik di cerpen maupun
naskah drama tidak disebutkan secara spesifik bagaimana ciri-ciri dari Zus ini, hanya
ada penyebutan bahwa Zus itu perempuan muda yang memiliki suara merdu, hal itu
disampaikan Hansip kepada Pak RT. Bisa dikatakan sosok Pak RT ini merupakan
pemimpin idaman, karena sifatnya yang bijaksana dalam setiap mengambil
keputusan. Contohnya saja keresahan ibu-ibu terhadap Zus tidak membuat Pak RT
langsung mengusir Zus dari kawasan itu melainkan langsung mendatangi ke rumah
Zus bersama Ibu Saleha dan meminta agar Zus tidak menyanyi di kamar mandi lagi.
Tokoh Ibu Saleha ini dalam naskah drama karya Gusmel Riyadh dihilangkan,
peranya digantikan oleh Hansip. Mungkin Gusmel ingin mengfokuskan cerita kepada
Zus dan Ibu-ibu. Hilangnya sosok Ibu Saleha juga tidak terlalu terlihat berpengaruh
kepada unsur yang lain.
Pada naskah drama ini yang paling terlihat berbeda dengan cerpen ialah dari
segi alur, di dalam cerpen Seno menggunakan alur maju mundur, sedangkan Gusmel
dalam naskahnya menggunakan alur maju hal itu mungkin disebabkan karna memang
teks cerpen karya Seno terlalu pendek sehingga bila dijadikan naskah mengikuti alur
cerpen maka terjadi drama yang sangat singkat. Cerpen Dilarang Menanyi di Kamar
Mandi bermula dari para suami, Pak RT dan Hansip yang sedang menunggu suara
5
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Ensiklopedia Sastra Indonesia: Seno Gumira Ajidarma, dalam
http://ensiklopedia.kemendikbud.go.id, pada tanggal 4 Desember 2019 pukul 20.35 WIB
merdu Zus di dalam kamar mandi rumah Zus, di sana tampak para suami dan Hansip
sudah tahu betul kapan dan apa yang akan terjadi sedangkan Pak RT hanya fokus
menunggu suara yang jadi pokok permasalahan itu. Cerita dilanjutkan dengan
keluhan dari para ibu-ibu di kawasan tersebut, bahkan ibu-ibu mempunyai usulan
jahat yaitu ingin mengusir Zus dari kawasan tersebut. Setelah pembaca di buat
penasaran, penulis melanjutkan ceritanya dengan menampilkan masalah-masalah
yang terjadi pada awal cerita. Setelah keluhan-keluhan yang disampaikan oleh ibu-
ibu, Pak RT langsung mendatangi Zus dengan meminta Zus agar tidak menyanyi lagi.
Di akhir cerita ternyata kepergian Zus dari kawasan tersebut belum bisa
menghilangkan imajinasi para suami-suami tersebut. Pak RT pun akhirnya membuat
fitness center untuk mempererat hubungan antara suami dan isteri supaya dapat
melupakan semua mengenai Zus.
Tidak hanya pada tokoh utama, ibu-ibu di dalam cerita tersebut juga
mendapatkan penggambarkan sisi negatif seorang perempuan. Ibu-ibu di sini
digambarkan suka teriak, tidak suka dandan dan juga menyalahkan orang lain. Ibu-
ibu sebagai perempuan pun di dalam cerita tersebut tidak mampu menjaga
keharmonisan dengan para suaminya. Penggambaran perilaku para istri tersebut
seakan mengeneralisasikan bahwa semua istri sebagaimana seperti yang digambarkan
dalam cerpen, hal tersebut karena tak satupun istri yang mampu membuat suaminya
kembali romantis dengan cara yang baik. Baik cerpen maupun naskah drama
Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi membuat suatu stigma terhadap perempuan,
perempuan seolah berada dalam lingkaran sisi negatifnya.
Daftar Pustaka