Anda di halaman 1dari 95

NEOLIBERALISME: KONSEP DAN PRAKTIKNYA DI INDONESIA

NEOLIBERALISME
Konsep dan Praktiknya di Indonesia

Coen Husain Pontoh


& Arianto Sangadji

Kata Pengantar
Muhammad Ridha
Neoliberalisme
Konsep dan Praktiknya di Indonesia

Coen Husain Pontoh


Arianto Sangadji

Kata Pengantar:
Muhammad Ridha
Neoliberalisme: Konsep dan Praktiknya di Indonesia
Coen Husain Pontoh
Arianto Sangadji

Daftar Isi

2 Sekali Lagi tentang Neoliberalisme


sebagai Konsep
INDOPROGRESS

Judul : Neoliberalisme: Konsep dan Praktiknya di


24 Bab I: Kapitalisme-Neoliberal Sebagai
Indonesia Proyek Kelas: Sebuah Analisa Marxis
Editor :2Coen Husain Pontoh
Penata Letak : Rinto Pangaribuan
Perancang Sampul : Emma Wignjasoekarta
Penerbit : Pustaka IndoPROGRESS, 2021 116 Bab II: Neoliberalisme Pengalaman
Indonesia

183 Biodata Penulis


— Muhammad Ridha —

ortodoksi.
Melalui artikel yang diterbitkan di jurnal
internal IMF yang berjudul, Neoliberalism:
Oversold, tiga ekonom utama IMF Orstry,
Sekali Lagi tentang Loungani, dan Furceri1 m­enyatakan bahwa dua
Neoliberalisme sebagai Konsep elemen s­pesifik dari apa yang disebut agenda
ne­oliberal: liberalisasi modal, atau seringkali
Muhammad Ridha dianggap sebagai penghilangan hambatan arus
mo­dal; dan konso­lidasi fiskal, atau yang seka-
rang lebih s­ering disebut penghematan, telah
SETELAH kapitalisme me­­ngalami ­kr­isis finan-
gagal untuk memenuhi tujuan kebijakannya
sial pada tahun 2008, banyak yang ­m­e­nganggap
sendiri. Pertumbuhan ekonomi memang ter-
bahwa neoliberalisme sebagai suatu agenda po-
jadi, namun hal tersebut diiringi dengan terja­
litik sudah gagal. Aspirasi ini bukan hanya mun-
dinya pe­ ningkatan k­ etimpangan pendapatan.
cul dari kalangan yang memang sedari awal
Tidak heran jika kemudian mereka meng­aggap
mengkritik agenda neoli­beral itu sendiri. Badan
bahwa promosi kesuksesan neolibe­ralisme ter-
Moneter Internasional (International Monetary
kesan berlebihan. IMF seakan mengamini pan-
Fund, IMF), lembaga keuangan global yang di-
dangan para radikal bahwa neoliberalisme
kenal sebagai proponen utama ne­oliberalisme,
memang lebih banyak menciptakan mudarat
tidak lupa untuk ikut-ikutan mengamini penting-
nya mematikan neoliberalisme sebagai suatu 1  Ostry, J. D., Loungani, P., & Furceri, D, “Neoliberalism:
oversold”. Finance & development, 53(2), 2016: 38-41.

2 3
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

daripada manfaat. ini tentu bermasalah mengingat ketidakjelasan


Menariknya, deklarasi atas ke­gagalan neoli­ definisi membuat kita tidak memiliki petunjuk
beralisme juga mulai merembet pada bagaima- yang cukup mengenai apa itu neolibe­ralisme se-
na neoliberalisme dikonseptualisasi. Sebagai su- bagai objek kajian.
atu kerangka analisa, “neoli­beralisme” dianggap Setali tiga uang dengan Boas dan Gans-
gagal untuk memberikan garis konseptual yang Morse, akademisi Marxis seperti Bill Dunn3
jelas untuk memahami fenomena kapitalisme juga melihat bahwa neoliberalisme sebagai su-
kontemporer. Dari kelompok ilmuwan sosial atu konsep adalah konsep yang buruk. Lebih
arus-utama seperti Boas dan Gans-Morse2 misal- lanjut, Dunn berpendapat bahwa kekaburan
nya, menganggap bahwa neoliberalisme sebagai konsep neoliberalisme tidak akan b­anyak mem-
konsep seringkali digunakan untuk menjelaskan bantu Gerakan Kiri. Karena kekaburan konsep-
secara eksesif banyak fenomena sosial sekarang. tual ini, penggunaan konsep ­ neoliberalisme
Melalui pemeriksaan terhadap 148 jurnal artikel akan berdampak pada kekaburan orienta-
yang diterbitkan dari tahun 1990 sampai 2004, si ­str­ategis dari Gerakan Kiri itu sendiri dalam
Taylor C. Boas dan Jordan Gans-Morse berpen- melawan kap­ italisme. Alih-alih mengupaya-
dapat bahwa eksesifitas ini membuat konsep ne- kan diri dalam perlawanan revolusio­ner untuk
oliberalisme seringkali di­b­iarkan tidak terdefini- menumbangkan ka­pitalisme, kalangan Kiri da-
sikan secara jelas dalam penelitian empiris. Hal pat te­ rjerembab dalam ilusi reformis tentang


2
Boas, T. C., & Gans-Morse, J., “Neoliberalism: From
3
  Dunn, B., “Against neoliberalism as a concept.” Capital &
new liberal philosophy to anti-liberal slogan”. Studies in Class, 41(3), 2017: 435-454.
comparative international development, 44(2), 2009: 137-161.

4 5
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

“perbaikan ka­pitalisme” yang bersifat non-neo- menghentikan upaya untuk memahami kom-
liberal. Selain itu termin neoliberal juga se­ring pleks ekonomi politik yang berlaku objektif
dipakai oleh kelompok reaksioner kanan untuk sampai de­ ngan sekarang. Tanpa adanya upa-
melakukan insinuasi terhadap lawan-lawan po- ya pemahaman atas kompleksitas ini, menjadi
litiknya. Jika tidak berhati-hati, penggunaan kon- mustahil bagi kita untuk dapat keluar dari situ-
sep ne­oliberalisme sebagai konsep perlawanan asi sekarang.
dapat menjebak Gerakan Kiri untuk membuat
“persekutuan kotor” (unholy alliance) yang ti- Problem Konseptualisasi Neoliberalisme
dak disadari dengan kalangan kanan reaksioner. Kerumitan asali dalam upaya konseptua­
Walau terlihat ada keterhu­ bungan antara lisasi neoliberalisme terletak pada kontradik-
menyatakan neoliberalisme sebagai agenda po- si neoliberalisme itu sendiri. Kajian tentang
litik yang gagal dengan kegagalan konseptuali- neo­liberalisme selalu berangkat dari perkem-
sasi neoliberalisme, me­ngafirmasi keterhubung- bangan historis kapitalisme yang terjadi medio
an antara ke­duanya menjadi sangat pro­blematis. 1970an, di mana model ekonomi kapitalis ala
Harus diakui bahwa ada kebenaran dalam kri- negara kesejahteraan (welfare state) mengalami
tik neoliberalisme sebagai suatu konsep. Akan krisis. Model kapitalisme negara kesejahteraan
tetapi kritik ini tidak berarti de­ngan sendirinya mendasarkan model ekonominya pada peran
mencukupi untuk menghentikan konseptuali- aktif negara di tingkatan domestik beserta so­
sasi atas neoliberalisme. Ada risiko politik yang kongan institusi keuangan Bretton Woods (IMF
membayangi ketika konseptualisasi atas neoli- dan Bank Dunia) di tingkatan internasional.
beral dihentikan. Karena hal tersebut sama saja Neoliberalisme adalah respons kritis terhadap

6 7
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

s­ituasi krisis dalam era ekonomi negara kese- i­majinasi proponen utama neoliberalisme s­ e­
jahteraan. Dalam horison neoliberalisme, inter- perti Milton Friedman4, peranan negara adalah
vensi negara yang berlebihan adalah akar utama ­se­b­atas wasit yang bertugas untuk memastikan
yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. aturan main (rules of the game) ditaati oleh selu-
Solusi mendasar dari situasi krisis negara ke­ ruh peserta pasar agar kompetisi yang berlang-
sejahteraan adalah dengan meminimalisir pe­ran sung antar mereka terjadi secara seimbang.
negara dalam perekonomian dan menye­rahkan Kesulitan konseptualisasi kemudian muncul
proses ekonomi secara fundamental pada me- pada bagaimana neoliberalisme berope­rasi se-
kanisme pasar. Di sinilah kemudian neolib­ bagai suatu objek sosial yang hendak diobser-
eralisme dipahami muncul sebagai suatu pro- vasi. Sebagai kenyataan sejarah, neolibe­ralisme
yek ekonomi-politik yang mendasarkan ­dirinya selalu mensyaratkan adanya peranan ter­ tentu
pada keutamaan logika kompetisi pasar bebas dari negara yang seringkali tidak da­ pat dini-
yang dipercaya efisien. lai sebagai minimal. Hal ini mengingat neo­
Implisit dari proposisi neolibe­ralisme seba- liberalisme bukanlah suatu perkembangan ala-
gai proyeksi imperatif logika pasar bebas ada- miah dari dinamika ekonomi-politik yang ada.
lah adanya asumsi dikotomis tentang relasi ne- Untuk membuatnya o­ peratif, neoliberalisme
gara dengan pasar. Dalam asumsi ini, re­alisasi perlu dipaksakan implementasinya oleh peran-
neoliberalisme hanya dapat mungkin jika ke- an aktor non-pasar yang biasa termanifestasi
kuasaan negara bisa disingkirkan atau dimini-
malisir. Jikapun kekuasan negara diakui, maka 4
  Friedman, M., Capitalism and Freedom: With the Assistance
of Rose D. Friedman, (Chicago: University of Chicago Press,
peranannya ha­ nya sangat terbatas. Dalam 1962).

8 9
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

melalui pelaksanaan kekuatan represi negara. Ketika kita mulai melihat kelit-kelindan an-
Pada akhirnya, realisasi neoli­beralisme men- tara negara dan pasar, maka sebagai suatu agen-
jadi lebih dari sekadar reinkarnasi sentimen da neoli­ beralisme tidak bisa begitu saja me-
laissez-faire tentang gagasan efisiensi inheren maksakan kerangka institusional pasarnya
pasar. Dalam bentuk neoliberalisme ini, agen- pada negara. Ia juga harus menyesuaikan de­
danya menjadi lebih luas untuk memperdalam ngan kekhasan lembaga negara untuk memas-
nilai dan hubungan pasar menjadi mo­del bagi tikan operasi logika pasar yang optimal. Segala
organisasi politik dan masyarakat yang lebih bentuk pemaksaan tanpa persetujuan institus­i-
luas. Untuk itu, kita menemukan kelit-kelindan onal hanya akan membuat neoliberalisme ren-
antara negara dan pasar dalam proyek politik tan terhadap perlawanan dan destabilisasi.
neoliberal. Gagasan seperti itu m­engasumsikan Dengan kondisi ini, neoliberalisme menjadi ob-
bahwa “kegiatan ekonomi bergantung pada ke- jek dari kontekstualisasi negara yang mana re­
rangka politik dan hukum yang sesuai, dan trans- alisasi atas proyeksi politiknya menjadi relatif
formasi ekonomi, oleh karena itu, memerlukan terhadap politik negara yang ada.
modifikasi politik”. Chorev5, menunjukkan ke- Ilustrasi yang bagus untuk m­emaparkan dile-
mungkinan saling ketergan­tungan antara neoli- ma konseptualisasi neoliberalisme sebagai con-
beralisme dan negara ketika ada keinginan un- toh dapat dilihat pada teori reorganisasi oligarki
tuk mengimplementasikan agenda neolibe­ral . di Indonesia yang dikembangkan oleh Robison-
Ha­d­iz6. Teori ini pada dasarnya adalah kritik
5
  N. Chorev, “The institutional project of neo-liberal
globalism: The case of the WTO”, Theory and Society, 34, 2005: 6
  Robison, R., & Hadiz, V. R., Reorganising Power in Indonesia: The
319. Politics of Oligarchy in an Age of Markets.(London: Routledge, 2004).

10 11
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

ter­hadap pandangan yang menganggap bahwa non-pasar, lalu apa yang “neoliberal” dari neo-
neoliberalisme sebagai agenda reformasi pasar liberalisme jika pasar tidak pernah muncul se-
tengah berlaku di Indonesia pasca jatuh­nya ke- cara murni?
kuasaan Orde Baru tahun 1998. Bagi mereka,
promosi institusi-institusi reformasi pasar ala ne- Solusi Marxis
oliberal yang dilakukan oleh lembaga keuang- Walau terdapat problem fundamental dalam
an internasional seperti IMF dan Bank Dunia, konseptualisasi neoliberalisme, bukan b­ erar-
secara sistematis berh­asil dibajak oleh kekua- ti tidak ada upaya untuk menawarkan solusi.
saan oligarki yang diasuh oleh oto­ritarianisme Salah satu solusi metodologis yang dapat diaju-
negara era Orde Baru. Pe­mbajakan ini membu- kan, menurut saya, adalah tidak dengan melihat
at implementasi agenda neoliberal me­lalui in- hub­ungan pasar dengan non-pasar (atau nega-
stitusi reformasi pasar menjadi sub­ordinat atas ra) sebagai anomali dalam konseptualisasi neo-
kepe­ntingan kelompok oligarki yang menguasai liberalisme. Di sini perspektif Marxisme tentang
institusi tersebut. Berdasarkan amatan Robison- dialektika dapat sangat membantu. Hubungan
Ha­diz ini, kita bisa menyimpulkan bahwa agen- antara pasar dengan non-pasar dapat dipahami
da pasar yang kompetitif ala neolib­eral tidak ada sebagai hubungan yang saling me­ m­
engaruhi
dalam pengalaman Indonesia pasca-Orde Baru. (interpenetrate) yang dengannya ­ membentuk
Pada titik inilah argumen mendasar tentang neoliberalisme sebagai suatu totalitas feno­
neoliberalisme sebagai suatu konsep menjadi mena sosial. Keberadaan relasi non-pasar da-
bermasalah. Jika memang neoliberalisme seba- lam agenda pasar neoliberalisme harus diakui
gai praktik akan selalu dimediasi oleh kekuatan sebagai kondisi kontradiksi yang inheren bagi

12 13
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

neolibe­ralisme itu sendiri. terkontekstualisasi dalam ruang dan ­waktu ter-


Ada dua implikasi yang patut dicatat dari po- tentu. Hal inilah yang kemudian membuat ne-
sisi metodologis ini terhadap konseptual­ isasi oliberalisme sebagai konsep menjadi sangat
neolibe­ralisme. Pertama, neoliberalisme tidak elusif, bahkan relatif, karena penjelasan atas
lagi dapat dipahami sebagai suatu perihal na- ­dirinya tidak dapat bersifat umum. Satu-satunya
mun sebagai suatu proses. Neoliberalisme bu- keumuman adalah keumuman tentang imperatif
kanlah “apa” namun “bagaimana”. Dalam hal pasar bebas yang pada dasar­nya bersifat abstrak.
ini neoliberalisme harus dipahami sebagai se- Walau Marxisme menawarkan solusi meto­
suatu yang selalu menjadi secara dinamis. dologis atas problem konseptualisasi dari neoli-
Dinamis dalam arti interaksi dengan keku­atan beralisme, bukan berarti posisi metodologis ini
non-pasar selalu terjadi dalam proses produksi bebas dari masalah. Salah satu masalah akut yang
serta reproduksi relasi pasar sebagaimana yang dapat muncul dari metode Marxisme adalah
dikehendaki dalam proyeksi neoliberalisme itu bias teleologi yang dapat menjebak pen­jelasan
sendiri. neoliberalisme menjadi suatu pro­ ses determi-
Implikasi yang kedua adalah ­konseptualisasi nisme pasar bebas. Alih-alih ­ me­ngupayakan
atas neoliberalisme pada dasarnya adalah kon- penjelasan yang konkret tentang neoliberalis-
septualisasi atas variasi ­
neoliberalisme. Tidak me sebagai interaksi antara keh­arusan pasar be-
ada yang namanya bentuk neoliberalisme mur- bas de­ngan kekuatan non-pasar, metode Marxis
ni. Realisasi atas neoliberalisme pada dasarnya justru mendorong pemahaman bahwa kebera-
adalah interaksi proyeksi pasar ala ­ neoliberal daan entitas non-pasar yang berlaku dalam pro­
de­ngan kekuatan-kekuata­ n non-pasar yang ses neoliberalisme menjadi s­ebatas fungsi dari

14 15
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

mekanisme produksi dan reproduksi relasi pa- dide­finisikan sebagai entitas pasar bebas beserta
sar bebas. Dengan kata lain, entitas non-pasar seluruh proses yang mendukung produksi dan
sudah selalu tereduksi dalam penjelasan impe- reproduksinya. Di luar entitas pasar bebas, kita
ratif pasar bebas itu sendiri. dapat mengasumsikan itu bukanlah manifesta-
Untuk keluar dari jebakan teleologis ini, si neoliberal. Sementara yang kedua adalah, di-
ke­sadaran reflektif peneliti menjadi penting. mungkinkannya pengujian konsep neoliberalis-
Walau hubungan antara keharusan pasar bebas me sebagai suatu hipotesis. Kesalinghubungan
dengan kekuatan non-pasar adalah inheren, bu- antara entitas pasar bebas dengan non-pasar ti-
kan berarti entitas antar-keduanya bersifat inter- dak dengan sendirinya mengasumsikan im­
nal. Mempertahankan proposisi bahwa pasar peratif pasar bebas. Suatu proses hanya da­pat
dan non-pasar adalah dua entitas yang berbe- dikatakan neoliberal jika interaksi imperatif pa-
da adalah pen­ting. Entitas-entitas ini tidak da­pat sar dengan non pasar yang menciptakan domi-
direduksi antara satu dengan yang lain. Kelit- nasi pasar dapat dibuktikan dan diverifikasi se-
kelindan antar-entitas bukan merupakan ha­ sil cara empirik. Fenomena non-neoliberal adalah
“relasi internal” namun manifestasi dari ­pr­oses pro­ses yang tidak berhubungan langsung de-
historis kapitalisme yang kontingen setelah kri- ngan relasi produktif dan reproduktif pasar be-
sis tahun 1970an bas.
Ada dua keuntungan yang dapat diam- Pengalaman reformasi ekonomi di Cina da­
bil dari dari asumsi ini. Yang pertama ada- pat dijadikan contoh keuntungan metode dia­
lah dimungkinkannya klarifikasi konsep- lektika non-teleologis seperti ini. Dalam stu-
tual. Neoliberalisme secara minimal dapat di neoliberalisme, Cina era reformasi ekonomi

16 17
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

se­ring sekali dijadikan studi kasus tentang ba- tentang perkembangan ekonomi Cina. Walau
gaimana neoliberalisme beroperasi pada ruang secara kasat mata kita melihat bahwa impera-
waktu tertentu. Liberalisasi struktur ekonomi tif pasar ala neolibe­ral memang bekerja di Cina,
Cina yang dilakukan oleh negara menciptakan namun kita tidak harus me­ngasumsikan bahwa
kondisi yang diperlukan untuk merealisasikan proses tersebut dengan sendirinya menciptakan
imperatif pasar bebas7. Masalahnya kemudi- neoliberalisme. Dengan kata lain, cara pandang
an, li­beralisasi ekonomi yang dilakukan negara dialektika non-teleologis membantu kita untuk
Cina tidak serta-merta memperkuat posisi sektor tidak melakukan penilaian yang terburu-buru
privat Cina, malahan sektor publik Cina tetap terhadap fenomena sosial yang kita anggap se-
m­erupakan sektor yang utama dalam perekeno- bagai neoliberal.
mian Cina. Belum lagi kenyataan bahwa semen-
jak liberalisasi, kekuasaan Partai Komunis Cina Kontribusi Buku Ini
tidak berkurang pengaruhnya sedikit pun dalam Dalam kepentingan penjelasan neoliberalis-
menguasai negara.8 me itu, buku saku yang terkesan ringkas dan ke-
Dengan cara pandang non-teleologis, kita cil yang di­susun oleh Coen Husain Pontoh dan
dapat tercegah dari jebakan reduksionisme Arianto Sangadji ini, tampak usaha untuk men-
jelaskan neoli­beralisme secara dialektis. Sebagai
Marxis yang baik, mereka sama-sama bersepa-
  Lihat Harvey, David., The New Imperialism, (Oxford: Oxford
7

University Press, 2003); dan Harvey, David., A Brief History of kat bahwa untuk menjelaskan neoli­ beralisme
Neoliberalism, (Oxford: Oxford University Press, 2005). kita perlu melihat relasi serta interaksi yang di-
8
  Nonini, D. M., “Is China becoming neoliberal?”, Critique of namis dalam proses neoliberalisme itu sendiri.
Anthropology, 28(2), 2008: 145-176.

18 19
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

Relasi yang melibatkan banyak faktor yang se- konseptualisasi atas neoliberalisme kita memi-
ringkali tidak terkait dengan imperatif pasar ala liki gambaran untuk menentangnya sekaligus
neoliberalisme itu sendiri. untuk mengubahnya. Dalam kebutuhan inilah
Banyak kalangan, termasuk kalangan ka­ buku saku ini menjadi sangat relevan untuk di-
pitalis sendiri, yang melihat neoliberalisme su- baca.***
dah gagal dan menghendaki untuk dihentikan-
nya proyek ini. Namun, sayangnya, di tengah Muhammad Ridha adalah anggota Partai Rakyat
harapan banyak orang ini, keberadaan ne­ Pekerja (PRP), kini tengah melanjutkan studi dok-
oliberalisme dengan seluruh perangkatnya tidak toral di Amerika Serikat.
ke mana-mana. Di sini kita melihat bagaimana
harapan untuk menghentikan neoliberalisme ti-
dak dapat dilakukan pada sebatas menyatakan Daftar Pustaka
bahwa ia adalah proyek gagal. Neoliberalisme Boas, T. C., & Gans-Morse, J. (2009).
dapat dihentikan relevensi­nya jika kita memi- “Neoliberalism: From new liberal
liki imajinasi tentang sistem ekonomi lain selain philosophy to anti-liberal slogan”. Studies
n­eoliberalisme. Imajinasi ini hanya dapat mun- in comparative international development,
cul jika kita memiliki pemahaman yang mum- 44(2), 137-161.
puni tentang neoliberalisme itu sendiri. Hal
ini justru mensyaratkan pentingnya memperta- Chorev, Nitsan., (2005), , “The institutional
hankan relevansi neoliberalisme sebagai sua- project of neo-liberal globalism: The case of
tu konsep. Hanya dengan kembali melakukan the WTO”, Theory and Society, 34, 2005:

20 21
— Muhammad Ridha — — Muhammad Ridha —

317-355. Robison, R., & Hadiz, V. R. (2004).


Reorganising Power in Indonesia: The
Dunn, B. (2017). “Against neoliberalism as a Politics of Oligarchy in an Age of Markets.
concept.” Capital & Class, 41(3), 435-454. London: Routledge.
Friedman, M. (1962). Capitalism and Freedom:
With the assistance of Rose D. Friedman.
University of Chicago Press.

Harvey, David (2003). The New Imperialism.


Oxford: Oxford University Press.

Harvey, David (2005). A Brief History of


Neoliberalism. Oxford: Oxford University
Press.

Nonini, D. M. (2008). “Is China becoming


neoliberal?”. Critique of Anthropology,
28(2), 145-176.

Ostry, J. D., Loungani, P., & Furceri, D. (2016).


“Neoliberalism: oversold”. Finance &
development, 53(2), 38-41.

22 23
— Coen Husain Pontoh —

kekuasaa­nnya, tapi sebagai konsekuensi dari di-


anutnya kebijakan neoliberal oleh penyeleng-
gara negara dan otoritas keuangan nasional.1
Demikian juga ketika pemerintah menaikkan
Bab I: 1
  Pandangan ini, misalnya, dikemukakan oleh Ferry
Kapitalisme-Neoliberal Juliantoro, ketua Dewan Tani Indonesia (DTI). Pada Maret
Sebagai Proyek Kelas: 2010, DTI adalah salah satu organisasi yang bergabung
dalam koalisi Gerakan Indonesia Bersih (GIB) yang terdiri
Sebuah Analisa Marxis dari elemen seperti Serikat Rakyat Miksin Indonesia (SRMI),
Serikat Pekerja Nasional (SPN), SPSI, Liga Mahasiswa
Demokrasi (LMD), HMI, GMNI dan Gerakan Umat Islam
Coen Husain Pontoh Bersatu (GUIB). Dengan massa yang jumlahnya mencapai
ribuan, GBI ini mengadakan demonstrasi di depan gedung
DPR-RI, yang menuntut penyelesaian kasus bailout Bank
Century, menolak kebijakaan neoliberalisme dan menolak
pemberlakuan perdagangan bebas kawasan ASEAN dan
Pendahuluan China (ACFTA). Lihat “DTI: Rapat DPR Diharapkan Hasilkan
Keputusan Yang Jelas,” AntaraNews, 2/3/2010, http://www.
SAAT ini penggunaan istilah neoliberalis- antaranews.com/berita/176024/dti-rapat-dpr-diharapkan-
me sudah menjadi hal lumrah dipakai dan di- hasilkan-keputusan-yang-jelas, diunduh pada 10/22/2013.
Yang menarik, dari kalangan pengusaha pun wacana
dengar dalam perbincangan para aktivis, peja- neoliberalisme di masa pemerintahan SBY-Budiono ini
bat publik, dan intelektual di Indonesia. Ketika turut diperbincangkan secara kritis. Lihat John A. Prasetio,
“The crisis of neoliberalism: Rhetoric and reality,” The
kasus bailout Bank Century mengemuka be- Jakarta Post, June 18, 2009, http://www.thejakartapost.com/
berapa tahun lalu, misalnya, diskursusnya ti- news/2009/06/18/the-crisis-neoliberalism-rhetoric-and-reality.
html. Diunduh pada 10/22/2013.
dak lagi sekadar berpusar pada perilaku bu-
ruk pejabat publik yang menyalahgunakan
24 25
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

harga bahan bakar minyak (BBM), biaya pen­ (individu maupun partai politik) yang berkua-
didikan dan kesehatan yang tak terjangkau sa, namun juga mempertanyakan apa ideologi
­r­a­kyat m­iskin, hingga terjadinya kelangkaan pa- yang dianut oleh aktor tersebut. Namun, hing-
sokan daging dan bawang merah di pasaran, ga sejauh ini, pemahaman terhadap kosakata
serta kian terpuruknya kehidupan petani, nela- neoli­beralisme masih menjadi perdebatan, baik
yan, dan buruh, hal itu dianggap sebagai a­ki- dalam lingkungan akademis maupun politik.
bat pe­nerapan kebijakan neoliberal dari peme- Sebagian kalangan menganggap bahwa istilah
rintahan pasca-reformasi 1998.2 ini lebih bernuansa politik-ideologis ketimbang
Dengan semakin meluasnya penggunaan ko- aspek akademis dan analitiknya,3 sementara se-
sakata neoliberalisme sebagai kritik ter­hadap ke- bagian lainnya menggunakan neoli­beralisme se-
bijakan pemerintah, maka diskusi tentang arah bagai kritik atas segala sesuatu yang datang dari
pembangunan nasional menjadi le­bih bermu- luar, khususnya dominasi asing terhadap per­
tu. Artinya, diskusi tentang bagaimana seharus­ ekonomian nasional, dan sekaligus sebagai rasi-
nya arah pembangunan nasional tidak lagi d­i­ onalisasi atas pentingnya nasionalisme.4
dominasi oleh perbincangan tentang siapa aktor
3
  “Chatib Basri: Kwik Tak Bisa Bedakan Neoliberal dan
Neozep,” Detikfinance, 26/05/2009, http://finance.detik.com/
read/2009/05/26/111801/1137212/4/chatib-basri-kwik-tak-
2
  Ahmad Heri Firdaus, “Krisis Kedelai Di Negeri Subur,” bisa-bedakan-neoliberal-dan-neozep; lihat juga “Rizal: Kwik
Analysis: N0. 29 TAHUN II, 19-25 September 2013, http://m. Sakit Kepala,” Kompas, 29/5/2009, http://female.kompas.
sindoweekly-magz.com/artikel/29/ii/19-25-september-2013/ com/read/2009/05/26/20005370/rizal.kwik.sakit.kepala.
analysis/174/krisis-kedelai-di-negeri-subur; lihat juga Diunduh pada 10/22/2013.
“BHMN, Neoliberalisme Pendidikan,” Universitas Katolik
Indonesia Atmajaya, http://www2.atmajaya.ac.id/m/content. 4
  “Amin Rais Ragukan Nasionalisme Jokowi,”
asp?f=0&id=3522. Diunduh pada 10/22/2013. Tempo.co, 12/9/2013, http://www.tempo.co/read/

26 27
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Tulisan ini berargumen bahwa n­­ eoli­ dirugikan serta aliansi kelas seperti apa yang pa-
beralisme harus dipahami sebagai sebuah sis- ling mungkin dibangun dalam perlawanan ter-
tem yang muncul dari dalam logika dan dina- hadap neoliberalisme.
mika internal kapitalisme. Dengan demikian, Dengan demikian, tulisan ini sekaligus m­e-
neo­liberalisme adalah produk sekaligus bagian rupakan kritik atas kritik yang dominan dan po-
integral dari kapitalisme, sehingga pemahaman puler selama ini, yang mengatakan bahwa ne-
atasnya mensyaratkan pemahaman atas kapital- oliberalisme merupakan koreksi atas kegagalan
isme terlebih dahulu. Dalam bingkai argumen pasar terkendali di bawah rezim Keynesianisme
seperti ini, maka saya menolak argumen nasio­ dan Sosial-demokrasi di Amerika Utara dan
nalisme sempit yang sekadar anti asing atau anti Eropa Barat, serta model industrialisasi ber-
Barat, lebih khusus lagi anti Amerika Serikat se- orientasi impor (juga terkenal dengan istilah
perti yang selama ini dikemukakan oleh para ­negara pembangunan/developmental state)5
kritikus neoliberalisme. Di samping itu, d­­engan yang dianut negara-negara yang baru merdeka
melihat neoliberalisme sebagai produk dari lo-
gika dan dinamika internal kapitalisme, maka
kita bisa menentukan kelas mana yang paling 5
  Radice menulis bahwa kunci dari instrumen negara
pembangunan/developmental state “are designed around
the principle that existing price relativities and other
news/2013/09/12/078512636/Amien-Rais-Ragukan- market signals should be deliberately distorted, through
Nasionalisme-Jokowi; lihat juga “Ahmad Syafii Maarif: selective tariffs, subsidies and access to finance, in order to
Dibutuhkan Pemimpin Baru Yang Bernyali,” SindoWeekly, 23- induce a step-change in the pace and direction of capital
29 Mei 2013, http://www.sindoweekly-magz.com/artikel/12/ accumulation.” Lihat Hugo Radice, “The Developmental State
i/24-30-mei-2012/qanda/10/dibutuhkan-pemimpin-baru-yang- under Global Neoliberalism,” Third World Quarterly, Vol. 29,
bernyali. Diunduh pada 10/22/2013. No. 6, (2008): 1153 – 1174.

28 29
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

di Selatan.6 Narasi utama dari kritik dominan sebuah ideologi hukum rimba.”8 Lalu dari mana
­m­­engatakan bahwa neoliberalisme bertolak dari alat-alat untuk bisa bertahan hidup itu dipero-
ajaran filosofis yang menekankan kebebasan in- leh? Jawabannya tak lain pada pasar, karena itu
dividu, kebebasan memilih, ­masyarakat pasar, dalam bidang ekonomi neoliberalisme dimak-
laissez-faire, dan pemerintahan yang minimal.7 nai sebagai sebuah sistem di mana ke­seluruhan
Dalam kalimat Robinson, neoliberalisme adalah aktivitas ekonomi diserahkan kepada mekanis-
sebuah ideologi yang me­legitimasi gaya hidup me pasar bebas. Menurut keya­kinan ini, negara
individualis, setiap orang bagi dirinya sendiri, yang baik adalah yang tidak turut campur dalam
mekanisme pasar kecuali dalam rangka mem-
fasilitasi bekerjanya mekanisme pasar terse-
but. Untuk itu perlu dibuat serangkaian kebijak-
6
  Dalam kepustakaan berbahasa Indonesia, salah satu buku an seperti deregulasi, ­lib­eralisasi perdagangan
yang cukup komprehensif membahas soal neoliberalisme dari
perspektif ini adalah karya Awalil Rizky dan Nasyith Majidi,
dan investasi, privatisasi, pemo­tongan anggar-
Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia, (Publishing Company, an publik, serta hubungan kerja yang fleksibel.9
2008); lihat juga Rika, Change or Continuity? Rethinking
Neoliberal Trajectory Amidst Regime Change in Indonesia, in
partial fulfillment of the requirements for obtaining the 8
  William I. Robinson, Latin America and Global Capitalism
degree of MASTERS OF ARTS IN DEVELOPMENT STUDIES, A Critical Globalization Perspective, (Baltimore: John Hopkins
(The Hague, The Nederlands, November 2010). University Press, 2008), 17.
7
  Henk Overbeek and Kees van der Pijl, “Restructuring 9
  Sebuah penjabaran paling baik tentang rangkaian
capital and restructuring hegemony neo-liberalism and the kebijakan neoliberal itu dikenal dengan sebutan Konsensus
unmaking of the post-war order” in Henk Overbeek (edited), Washington (Washington Consensus), yang meliputi sepuluh
Restructuring Hegemony In The Global Political Economy the rise butir kebijakan: (1) disiplin fiskal; (2) pencabutan anggaran
of transnational neo-liberalism in the 1980s, (London: Routledge, belanja publik; (3) reformasi perpajakan, yakni perluasan
1993), 15. basis pajak dan pemotongan tingkat pajak marjinal; (4)

30 31
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Dalam pengertian ini, neoliberalisme diang- economy” yang muncul 30 tahun setelah
gap sebagai suatu aliran pemikiran yang memiliki Perang Dunia II.11 Hackworth ­mengatakan, le-
akar pada gagasan kapitalisme awal, khusu­snya bih dari sekadar koreksi dari ekonomi campur-
pada pemikiran Adam Smith dalam bukunya an, neoliberalisme adalah sebuah ideologi yang
Wealth of Nations.10 Namun demikian, walau- menolak liberalisme ­ e­
galitarian secara umum
pun gagasan ini bisa dilacak ke Adam Smith, te- dan negara ke­sejahteraan Keynesian secara khu-
tapi neoliberalisme bukanlah sebuah kebang- sus, dengan ­mengombinasikan s­e­perangkat ga-
kitan baru dari praktik-praktik kapitalisme abad gasan libe­ralisme klasik secara selektif, khusus-
ke-19 tersebut. Dalam bahasa Howard dan King, nya yang dikemukakan oleh Hayek.12
neoliberalisme bukanlah sebuah kelahiran kem- Sementara kalangan Marxis ­berpe­n­­d­apat,
bali (rebirth) liberalisme klasik, me­lainkan se- kita tidak akan bisa memahami neoliberalis-
bagai koreksi dari “ekonomi cam­puran/mixed me jika bertolak dari kegagalan ­hubu­ngan pa-
sar dan negara yang dinisbatkan pada re-
liberalisasi finansial; (5) pengaturan nilai tukar guna zim-rezim ­seb­
elumnya. Hubungan pasar dan
memicu pertumbuhan ekspor non-tradisional; (6) liberalisasi
perdagangan; (7) penghapusan halangan investasi asing negara h­ a­
nyalah ekspresi atau penampak-
langsung; (8) deregulasi; (9) perlindungan hak kekayaan
intelektual; serta (10) minimalisasi peran negara dalam pasar.
an dari ­hub­
ungan yang lebih esensial antara
10
  Argumen ini juga yang digunakan oleh Rizky dan Majidi   M. C. Howard and J.E. King, The Rise of Neoliberalism in
11
dalam buku mereka. Menurut keduanya, “Neoliberalisme Advanced Capitalist Economies A Materialist Analysis, (New
sebagai sebuah gagasan sudah dikenal sejak 1930an. Sebagai York: Palgrave Macmillan, 2008), 2.
bagian dari perkembangan pemikiran ekonomi kapitalisme,
konsep ini adalah kelanjutan dari konsep liberalisme.” Lihat   Jason Hackworth, The Neoliberal City Governance, Ideology,
12

Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Neoliberalisme Mencengkeram and Development in American Urbanism, (New York: Cornell
Indonesia, 230-31. University Press, 2007), 9.

32 33
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

buruh-kapital dalam pro­ses kerja (labor process) dam­pak ekonomi-politik yang ditimbulkannya,
kapitalisme. Menurut kaum Marxis, neoliberal- serta respons kalangan anti-neoliberal selama
isme harus dilihat sebagai koreksi internal atas ini. Mengikuti argumen Marxian di atas, tulisan
kapitalisme yang sedang m­ engalami krisis di ini bermaksud membahas: pertama, bagaimana
Eropa dan Amerika Serikat pada akhir dekade definisi Marxis tentang kapitalisme; dan kedua,
1960-an dan pertengahan 1970-an. Sebagai se- memotret momen krisis dalam kapitalisme dan
buah ko­reksi, ini berarti neoliberalisme adalah bagaimana konfigurasi kekuatan kelas dalam
fase tertentu, atau le­bih tepatnya, fase terbaru masyarakat kapitalis maju yang berujung pada
dari perkembangan ka­pitalisme.13 Sebagaimana kemunculan neoliberalisme sebagai respons ter-
dikatakan Saad-Filho dan Johnston, neoliberal- hadap krisis tersebut.
isme adalah sebuah organisasi kapitalisme ter-
tentu, yang dalam perkembangannya bertujuan Kapitalisme Sebagai Hubungan Sosial Produksi
untuk melin­­­­du­ng­i kapital(isme) dan memini- Setelah runtuhnya tembok Berlin dan ideo-
malisir kekuatan kelas buruh.14 Karena itu tu- logi neoliberalisme mendominasi, kosakata ka-
lisan ini tidak akan membahas neoliberalis- pitalisme menghilang dari perbincangan akade-
me dalam pengertian kebijakan ekonominya, mik maupun publik. Sebagai gantinya, kosakata
pasar merebak luas penggunaannya, baik dalam
pengertian yang ideologis, politik, maupun eko-
  Gérard Duménil and Dominique Lévy, The Crisis of
13

Neoliberalism, (Cambridge: Harvard University Press, 2011), 1. nomi. Secara ideologis, pasar telah menjadi are-
14
  Alfredo Saad-Filho and Deborah Johnston, “Introduction.” na di mana segala harapan dan daya imajina-
In Alfredo Saad-Filho and Deborah Johnstron (edited), si mengenai kemakmuran diletakkan. Sehingga
Neoliberalism A Critical Reader, (London: Pluto Press, 2005), 3.

34 35
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

itu, seluruh orientasi bermasyarakat harus ditu- perkembangan.15


jukan untuk memfasilitasi dan menjamin agar Begitu hegemoniknya penggunaan kosakata
pasar bekerja tanpa hambatan. Secara ekonomi, pasar ini, kapitalisme lalu diasosiasikan dengan
pasar adalah sebuah arena tempat berlangsung- pengertian tersebut dalam makna yang netral.
nya transaksi dari yang paling sederhana seper- Tetapi kalau kita merujuk pada Karl Marx, maka
ti sistem barter hingga yang p­aling rumit seperti pengasosiasian kapitalisme dengan pasar ada-
pasar keuangan; dari transaksi yang berlangsung lah keliru. Sehingga sebelum kita lanjut, perlu
secara kasatmata hingga transaksi virtual. diberikan klarifikasi singkat tentang pengertian
Secara politik, pasar dianggap sebagai kapitalisme dan kemudian bagaimana sistem ini
satu-satunya model ekonomi yang kompati- bekerja menurut Marx, yang membuatnya ber-
bel d­engan demokrasi. Proses tawar-menawar beda secara esensial dengan pengertian pasar.
yang tanpa paksaan antara pembeli dan penju- Kalau kita perhatikan karya-karya Marx,
al di pasar, diidealisasikan sebagai mirip dengan ia tidak pernah menggunakan istilah kapital-
bagaimana demokrasi bekerja di ranah politik. isme untuk menyebut sebuah sistem ekono-
Karena itu, semakin mekanisme pasar beker- mi ter­tentu. Yang kita temukan adalah kosaka-
ja tanpa terinsterupsi, maka semakin mungkin- ta ka­pital (capital) dan kapitalis (capitalist) atau
lah demokrasi terkonsolidasi. Atau dalam baha- ­masyarakat borjuis (bourgeois society). Menurut
sa Andrés Pérez Baltodano, demokrasi adalah
konsensus sosial yang melingkupi seluruh hu-   Lihat Coen Husain Pontoh, “Jalan Amerika Latin
15

bungan yang harus eksis di antara pasar, nega- Tambahan Untuk Budiman Sudjatmiko,” IndoPROGRESS, 25
Desember 2006, http://indoprogress.com/jalan-amerika-latin/.
ra, dan masyarakat yang tengah dalam proses Diunduh pada 12 November 2013.

36 37
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Shapiro, Marx menggunakan istilah kapital dan baru.”17 Tetapi, di tempat lain ia ­mengatakan,
bukan kapitalisme, karena pada masanya style “kapital bukanlah sebuah benda, tapi sebentuk
“ism-ing” kurang populer dipakai oleh gerakan hubungan sosial produksi yang berkaitan de-
sosial atau kultural saat itu.16 Dalam tulisan ini, ngan formasi sosial sejarah tertentu, yang secara
istilah kapitalisme digunakan dengan merujuk sederhana mengambil bentuk benda dan menas-
pada istilah kapital yang dimaksud Marx. bihkan kepada benda tersebut sebuah karakter
Namun demikian, Marx sendiri mengguna- sosial yang khusus.”18 Artinya, kapital secara ka-
kan istilah kapital dalam beragam pengertian. satmata tampak dalam wujud benda-benda, mi-
Pada satu ketika, ia memakai istilah kapital de- salnya alat-alat produksi dan uang, tetapi e­sensi
ngan merujuk pada benda (thing), sementara dari kapital adalah sebuah hubungan sosial pro-
pada waktu yang lain kapital digunakan­nya un- duksi. Karena itu, misalnya, berkaitan dengan
tuk merujuk pada uang (money). Dalam Wage uang, dalam Grundrisse Marx me­ngatakan, “...
Labour and Capital, ia mendefinisikan “ka­pital uang adalah sebuah hubungan sosial, hubungan
terdiri atas bahan baku, alat-alat kerja dan selu- yang pasti antara individu...”19
ruh bentuk alat-alat subsisten, yang digunakan Dari definisi Marx ini, maka kapitalisme
untuk memproduksi bahan-bahan baku baru, in-
strumen-instrumen kerja dan alat-alat subsisten   Lihat Robert C. Tucker (ed), The Marx Engels Reader, (New
17

York: W.W. Norton, 1978), 207.

  Karl Marx, Capital: Volume III, (New York: Penguin Books,


18

1981), 953.
16
  Stephen Shapiro, How to Read Marx’s Capital,   Karl Marx, Grundrisse, (New York: Penguin Books, 1993),
19

(London:Pluto Press, 2008), ix. 237.

38 39
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

b­ erarti sebuah hubungan sosial ­ produksi lain, sejak buruh terlepas dari alat-alat produk-
yang eksis dalam sebuah periode tertentu sinya maka untuk bisa hidup dan meningkatkan
­perkemba­ngan sejarah masyarakat. De­ngan kata taraf hidupnya, mereka pergi ke pasar kerja un-
lain, esensi kapitalisme pertama-tama dan teru- tuk menjual tenaganya kepada borjuasi. Proses
tama adalah hubungan antar manusia, bukan ini berakhir ketika terjadi kesepakatan di anta-
hu­bungan antara manusia dengan benda, apa- ra kedua belah pihak. Dengan memiliki tena-
lagi hubungan di antara benda-benda. Karena ga kerja buruh, maka borjuasi secara hukum
merupakan hubungan sosial produksi, maka hu- berhak menggunakan, mengatur, mengontrol,
bungan antara manusia yang dimaksud adalah dan mengeksploitasi tenaga kerja tersebut un-
hubungan antara pemilik alat-alat produksi yang tuk menghasilkan komoditi yang akan dipertu-
tujuan utamanya adalah meraih keuntungan karkan di pasar. Marx mengabadikan proses ini
tanpa batas, dengan mereka yang tidak memi- dalam kalimat,
liki alat-alat produksi, yang untuk hidup mereka “Kapital dengan demikian adalah sebuah kekua-
harus menjual tenaganya kepada pemilik alat- saan yang mengatur atau memerintah buruh dan
alat produksi. Dalam Manifesto Komunis, Marx produk-produknya. Kapitalis memiliki keku­asaan,
dan Engels menyebut pemilik alat-alat produk- bukan karena kemampuan personal atau kualitas
si sebagai kelas borjuasi dan yang tidak memi- kemanusiaannya, tetapi lebih karena ia adalah se-
liki alat-alat produksi sebagai kelas proletariat. orang pemilik (owner) dari kapital. Kekuasaannya
Hubungan kelas ini dimulai dari proses di adalah kekuasaan membeli (purchasing) dari ka-
mana borjuasi datang ke pasar untuk membeli pitalnya tersebut yang tak ada seorang pun bisa
tenaga kerja buruh pada harga tertentu. Di sisi

40 41
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

menahannya.”20 diperoleh? Kembali ke formula M–>C–>M,


Cara kerja hubungan produksi kapitalis ini, Marx mengatakan bahwa ketika si kapitalis
secara matematis diformulasikan oleh Marx se- membelanjakan uangnya untuk membeli komo-
bagai: diti (C) maka komoditi yang dibelinya itu adalah
alat-alat produksi (means of production/MP) dan
tenaga kerja (labor power/LP). Hanya dengan
adanya kedua jenis komoditi inilah baru kemu-
dian si kapitalis bisa menghasilkan komoditi (C’)
yang nantinya dijual di pasar untuk menghasil-
Formula ini disebut Marx sebagai medan kan M’. Maka sirkuit kapital itu bertransforma-
Sirkuit atau Sirkulasi Kapital. Misalnya, seorang si menjadi:
kapitalis membelanjakan uangnya (M) sebe-
sar Rp 1.000, untuk membeli sepasang sepatu
(C) dan kemudian menjualnya kembali di pasar
sebesar Rp 1.100,- (M’). Selisih Rp 100 itulah
yang disebut sebagai nilai lebih (surplus value)
atau keuntungan (profit). Pertanyaannya kemu-
dian, dari mana tingkat keuntungan (M’) itu
Dari proses ini, kita lihat bahwa dalam ka-

20
Karl Marx, Economic and Philosophic Manuscripts of 1844
pitalisme nilai sebuah komoditi terdiri atas dua
and the Communist Manifesto, (New York: Promotheus Books,
1988), 36.

42 43
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

komponen: pertama, nilai yang tercermin pada ekonomi keseluruhan, bisa diformulasikan men-
bahan-bahan baku (raw material) dan mesin jadi:
yang akan digunakan dalam proses produksi;
kedua, nilai yang dihasilkan dari adanya kerja
berlebih atau surplus labor.21 Selanjutnya dari
sudut pandang sirkulasi kapital komponen per-
tama itu disebut kapital tetap (constant capital
(c) atau dead/stored labour), sementara kom-
ponen kedua disebut kapital variabel (variable Marx kemudian menjelaskan lebih detail ba-
capital atau living labour (v)), di mana kapitalis gaimana nilai lebih itu tercipta. Menurutnya, da-
membeli tenaga kerja untuk menghasilkan ko- lam proses produksi nilai yang diciptakan oleh
moditi baru yang bisa dijual di pasar agar mem- tenaga kerja buruh ditentukan oleh kuantitas
peroleh keuntungan yang semakin besar, yakni jumlah kerja atau waktu kerja buruh dalam pe-
komponen ketiga yang disebut nilai lebih atau riode waktu tertentu. Misalnya, dalam satu hari
surplus value (s), yang dimiliki oleh kapitalis.22 kerja kapitalis mempekerjakan buruh selama 8
Dengan demikian, nilai sebuah komoditi, apa- jam kerja, padahal untuk menghasilkan sebuah
kah itu komoditi individual atau komoditi yang produk hanya dibutuhkan waktu selama 4 jam
berhubungan satu sama lain atau bahkan sistem kerja, sehingga terdapat kelebihan waktu 4 jam
kerja. 4 jam kerja pertama, oleh Marx di­sebut
21
  M.C. Howard and J.E. King, The Political Economy of Marx, sebagai paid labor yang tercermin dalam ben-
(New York: New York University Press, 1985), 50.
tuk upah (wage). Pada empat jam pertama ini,
22
  Howard and King, The Political Economy, 50.

44 45
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

buruh bekerja untuk dirinya sendiri. Jadi ketika Pertama, semenjak buruh terpaksa menjual te-
kapitalis membayar upah buruh sehari sebesar naga kerjanya kepada kapitalis di pasar kerja,
Rp 10.000 per jam (Rp 80.000/hari), maka se- maka semua kerja adalah  kerja paksa dan bu-
sungguhnya upah sebesar Rp 80.000,- itu hanya ruh itu sendiri menjadi budak upah (wages slav-
senilai 4 jam kerja sehari. Sementara, 4 jam si- ery);24 kedua, sesuatu yang bermula dari proses
sanya si buruh tidak dibayar oleh si kapitalis, di
mana Marx menyebutnya sebagai unpaid labor.
24
  Dalam karyanya Wage-Labour and Capital, Marx
membandingkan antara buruh upahan dengan petani hamba
Inilah waktu kerja yang menghasilkan surplus pada era feodalisme dan budak pada era perbudakan.
value (nilai lebih) yang dinikmati oleh kapitalis, Menurutnya, yang dijual buruh upahan kepada kapitalis
adalah tenaga kerja, sementara petani hamba “menjual”
dan karena itu pada empat jam kedua ini dise- sebagian tenaga kerjanya (karena ia juga memiliki alat
produksi) kepada tuan fedoalnya, sementara budak menjual
butkan bahwa buruh bekerja untuk si kapitalis.  dirinya termasuk tenaga kerjanya sekali untuk selamanya
Howard dan King23 menggambarkan prosedur kepada tuan feodalnya. Di sinilah letak perbedaan utama
antara buruh upahan dengan petani hamba dan budak,
ini dalam bagan berikut: bahwa si buruh memiliki kebebasan dalam makna ganda:
ia bebas dari kepemilikan alat-alat produksi sekaligus ia
memiliki kebebasan atas dirinya sendiri, ia tidak dimiliki
oleh kapitalis perseorangan dan bebas untuk memilih kepada
kapitalis mana ia harus menjual tenaga kerjanya. Tetapi
karena untuk bisa hidup ia harus menjual tenaga kerjanya
kepada si kapitalis, maka si buruh tidak bisa meninggalkan
kapitalis sebagai sebuah kelas. Kata Marx, “He does not belong
to this or to that capitalist, but to the capitalist class; and it is
Dari proses ini tampak dua hal yang unik. for him to find his man, i.e., to find a buyer in this capitalist
class.” Inilah batasan struktural yang dihadapi buruh,
yang membuatnya menjadi budak upah. Lihat Karl Marx,
Wage-Labour and Capital & Value, Price and Profit, (New York:

23
Howard and King, The Political Economy, 50. International Publishers, 2006), 20.

46 47
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

pertukaran yang setara kemudian memproduk- of commodities), di mana produksi barang dila-
si ketidaksetaraan. Dari sudut pandang kebebas- kukan bukan untuk dikonsumsi secara langsung
an formal, transaksi antara buruh dan kapitalis tetapi dipertukarkan di pasar; kedua, adanya
di pasar kerja sesungguhnya berlangsung seta- kerja-upahan (wage-labour) yang diek­ sploitasi
ra: yang satu menjual tenaga kerja­nya semen- oleh kelas kapitalis sehingga melahirkan konflik
tara yang lain adalah pembelinya. Sebelum ke- kelas yang tak terdamaikan di antara ke­duanya;
dua belah pihak terlibat dalam pro­ses produksi, ketiga, kehendak kelas kapitalis untuk menum-
keduanya bersepakat bahwa si kapitalis akan puk kekayaan tanpa batas (acquisitiveness) me-
mempekerjakan si buruh dengan gaji sekian. lalui eksploitasi tenaga kerja buruh dan eksploi-
Tetapi karena buruh tidak memiliki alat-alat pro- tasi terhadap alam yang melintasi batas ruang
duksi selain tenaga kerjanya, maka dalam pro- dan waktu. Inilah motivasi utama ka­pitalis ke-
ses produksi hubungan keduanya berlangsung tika ia terjun dalam arena sirkulasi kapital, se-
secara eksploitatif. Dengan demikian, secara hingga dengan demikian ketika tingkat keun­
esensial hubungan antara buruh dan ka­pitalis tungannya menurun atau kemudian hilang
sangat timpang di mana kapitalis mendomina- maka ia akan keluar arena sirkulasi tersebut;
si dan mengeksploitasi buruh. keempat, kapitalisme dicirikan oleh organisasi
Sampai di sini, kita mendefinisikan kapi- yang rasional; dan kelima, sebagai konsekuensi
talisme sebagai sebuah sistem hubungan sosi- dari kehendak untuk akumulasi kapital, kapital-
al produksi yang dicirikan oleh lima hal yang isme berwatak ekspansionis dan dinamis yang
tak terpisahkan satu sama lain (bersifat organik): membuatnya berbeda dengan sistem non-kapi-
pertama, adanya produksi komoditi (production

48 49
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

talis yang statis.25 dan produk intel­ektual yang sebelumnya bu-


Watak ekspansionis dari sistem ini dimeng- kan komoditi yang diperjualbelikan di pasar,
erti dalam dua hal: pertama, eskpansi yang ber- kini m­elalui proses komo­difikasi barang-barang
sifat e­kstensif, di mana kapitalisme secara kon- tersebut telah menjadi komoditi.26
stan memperluas operasinya ke lokasi-lokasi
Penjelasan Umum tentang Krisis
atau dunia-dunia baru yang sebelumnya ti-
dak me­ ngenal sistem produksi komoditi dan Seperti teorinya tentang negara yang ti-
­se­­la­njutnya mengintegrasikan dunia baru terse- dak utuh, demikian juga Marx tidak menya­
but ke dalam jaringan kapitalisme glo­bal baik jikan sebuah teori yang utuh dan sistematis
melalui instrumen ekonomi, diplomasi po- tentang krisis kapitalisme.27 Yang ada adalah
litik, maupun agresi militer. Kedua, ekspan- 26
  Howard and King, The Political Economy, 6.
si yang bersifat intensif di mana kapitalisme 27
  Clarke menulis, “The theory of crisis has played a
mem­ pe­rluas dirinya dengan mengomodifikasi central role in the Marxist tradition, but at the same time
it has been one of the weakest and least developed areas
hubu­ngan sosial, sebuah proses di mana kapi- of Marxist theorizing. The tendency to crisis provided the
talis atau produksi komoditi menggantikan ben- starting point for the early economic studies of Marx and
Engels, and it was with the problem of crisis that Marx
tuk-bentuk produksi non-kapitalis. Komodifikasi resumed his economic studies in 1857, but nowhere in his own
de­ngan demikian memperdalam penetrasi ka­ works does Marx present a systematicand thoroughly worked-out
exposition of a theory of crisis (garis miring dari saya).” Lihat
pitalisme di dalam sistem kapitalisme itu sen- Simon Clarke, Marx’s Theory of Crisis, (New York: Palgrave
diri. Misalnya, barang-barang seperti udara, air, Macmillan, 1993), 7-8. Foley bahkan lebih tegas mengatakan,
“Thus it seems fair to say that in the strict sense there is no
Marxist theory of capitalist crisis, no model, that we can
realiably view as arising from fully considered position of

25
Howard and King, The Political Economy, 8. Marx himself.” Lihat Duncan K. Foley, Understanding Capital

50 51
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

upaya ka­ langan Marxis yang merekonstruksi creative destruction.29 Kedua, bagi Marx krisis
serpihan-serpihan pemikiran Marx tentang kri- adalah konsekuensi internal dari kapitalisme,
sis yang bertebaran di berbagai karya tulis dan krisis tidak disebabkan oleh hal-hal yang da­
surat-surat kepada para sahabatnya. Dari pem- tang dari luar seperti bencana alam, mi­salnya.
bacaan yang serius maka ada beberapa ke­ Karena itu, teori krisis Marxis bukan ha­nya ber-
simpulan yang bisa ditarik dari teorinya tentang tujuan untuk menunjukkan kemungkinan terja-
krisis: pertama, Marx mengatakan bahwa tidak dinya krisis dalam kapitalisme, tetapi juga ba-
ada krisis yang bersifat jangka panjang, atau kri- gaimana memperlihatkan krisis itu terealisasi
sis yang bersifat permanen. Krisis memang bisa menjadi sesuatu yang tak terelakkan dalam ka­
menghancurkan pencapaian-pencapaian yang pitalisme.30 Ketiga, krisis dengan demikian tidak
telah diperoleh kapitalisme, tetapi pada saat akan menyebabkan kapitalisme bangkrut, tetapi
yang sama krisis juga menjadi ajang bagi kapita- merupakan momen di mana perjuangan untuk
lis yang selamat dari terjangan krisis untuk bang- menghancurkan kapitalisme menjadi mungkin.
kit kembali dengan lebih kuat.28 Inilah yang di- Sebelum lanjut, perlu kita ketahui bahwa
sebut Joseph A. Schumpeter sebagai momen ada tiga jenis krisis dalam kapitalisme, yakni

Marx’s Economic Theory, (Cambridge: Harvard University 29


  Joseph A. Schumpeter, Capitalism, Socialism and Democracy,
Press, 1986), 145. (New York: Harper Perennial Modern Thought, 2008),
83. Devine mengeklaim bahwa menurut Marx “crises are
28
  Lihat James N. Devine, “An Introduction to Radical restorative, causing the purging of imbalances created by
Theories of Economic Crisis,” in Robert Cherry et.al (edited), accumulation.” Lihat Devine, An Introduction, 23.
The Imperilled Economy Book I Macroeconomics From the Left
Perspective, (New York: The Union for Radical Political 30
  P. Kenway, “Crises.” In John Eatwell et.al (edited), Marxian
Economics, 1987), 19-31. Economics, (New York: W.W. Norton & Company, 1990), 10

52 53
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

krisis yang bersifat parsial (partial crisis), krisis melahirkan depresi.31


siklus bisnis (business cycles), dan krisis umum Lalu bagaimana kapitalisme terjatuh dalam
(general crisis). Krisis parsial ini disebabkan krisis? Krisis adalah sebuah keadaan di mana
oleh anarki dan turbulensi dalam kapitalisme, reproduksi ekonomi dalam masyarakat menga-
misalnya akibat kegagalan pangan, akibat pa­ lami gangguan yang parah, ketika ­kelangsu­ngan
nik pasar modal, jatuhnya nilai mata uang, dsb. akumulasi kapital dan pertumbuhan ekono-
Sementara krisis bisnis adalah krisis yang le­bih mi terinterupsi,32 yang ditandai oleh jatuhnya
bersifat periodik (muncul pada periode waktu tingkat keuntungan (the fall of the rate of pro­
tertentu). Misalnya, muncul dalam jangka pen- fit). Penjelasan populer mengatakan bahwa kri-
dek (3-4 tahun), jangka menengah (7-11 tahun), sis terjadi karena adanya kelebihan produksi
dan jangka panjang (15-25 tahun). Adapun kri- (overproduction) yang disebabkan oleh dua hal:
sis umum adalah krisis yang muncul dalam jang- pertama oleh munculnya uang sebagai kapi-
ka panjang (46-60 tahun), yang disebabkan oleh tal; kedua oleh anarki produksi. Sebab pertama
krisis kelebihan akumulasi (over accumulation),
dan biasanya didahului oleh percepatan akumu-   Anwar Shaikh, “The Falling Rate of Profit and the
31

lasi, lalu disusul oleh perlambatan, dan berakhir Economic Crisis in the U.S. in Robert Cherry et.al (edited),
The Imperilled, 117. Lihat juga Howard J. Sherman, The Roller
pada stagnasi. Jika periode stagnasi berlangsung Coaster Economy Financial Crisis, Great Recession, and the Public
lama maka muncul stagflasi (akumulasi stagnan Option, (New York: M.E Sharpe, 2010); Foley, Understanding,
141-157.
yang berbarengan dengan inflasi) dan kemudian
  Leo Panitch and Sam Gindin, “Capitalist Crises and the
32

Crisis This Time,” in Leo Panitch, Greg Albo and Vivek


Chibber (edited), “The Crisis This Time,” (Toronto: Socialist
Register, 2011), 4.

54 55
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

dijelaskan dengan merujuk kembali ke formu- dalam kapitalisme produksi komoditi tidak di-
la M-C-M’ (ΔM), di mana menurut formula ter- tujukan untuk konsumsi sendiri melainkan un-
sebut motivasi utama kapitalis ketika mengin- tuk dijual di pasar. Di bawah tekanan kompetisi
vestasikan uangnya adalah untuk memperoleh yang sangat keras untuk mereguk keuntungan di
keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa terin- pasar, maka para kapitalis berlomba-lomba un-
terupsi. Rasa hausnya akan keuntungan ini bu- tuk memproduksi barang yang laku di pasaran.
kan karena kapitalis tersebut adalah sosok yang Karena tidak ada perencanaan produksi maka
rakus, seseorang yang secara moral tak pernah tak ada tangan tak terlihat yang sanggup me-
puas dengan kekayaan yang dimiliki­nya, tetapi mandu munculnya keseimbangan antara s­ upply
karena tuntutan struktural dari sistem kapitalis- dan demand yang pada akhirnya memicu mun-
me itu sendiri akibat tekanan kompetisi de­ngan culnya “ketidakseimbangan” antar-sektor. Pada
kapitalis lainnya. Dengan demikian, sejauh te- saat bersamaan, karena produksi­nya untuk pro-
tap menguntungkan maka ia akan terus meng- fit maka konsumen tidak diberikan akses un-
investasikan uangnya guna membeli komodi- tuk menggunakan komoditi yang bisa dijual ter-
ti dan kemudian menjualnya kembali de­ngan sebut secara gratis sehingga akibatnya terjadi
tingkat keuntungan yang diharapkannya. Jika ­k­­elebihan produksi. Pada titik tertentu, akibat
dengan berbagai sebab komoditinya tidak bisa kelebihan produksi ini harga komoditi pun jatuh
dijual dan tingkat keuntungannya jatuh, maka di pasaran dan kapitalis tidak mampu lagi men-
si kapitalis akan menahan atau menarik uang- jual barangnya sesuai dengan tingkat keuntung-
nya dari pasar sehingga kemudian terjadi krisis. a­n yang diharapkannya. Jatuhnya tingkat keun-
Sementara anarki produksi terjadi karena tungan menyebabkan kapitalis meninggalkan

56 57
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

pasar, yang jika terus berlangsung lama maka menerangkan krisis, di mana krisis terjadi aki-
akan menyebabkan terjadinya krisis. bat adanya ketidakseimbangan penawaran (sup-
Dengan demikian, penjelasan dari sudut ply) dan permintaan (demand) dalam pasar yang
pandang kelebihan produksi ini membantah te- disebabkan oleh lemahnya tingkat permintaan
ori klasik yang diformulasikan oleh Jean-Baptiste (lack of demand). Padahal Marx sudah jelas
Say, bahwa produksi akan menciptakan kon- ­mengemukakan bahwa esensi kapitalisme ada-
sumsi. Tetapi, teori tentang pemanfaatan uang lah hubungan sosial produksi, sehingga itu se-
sebagai kapital dan anarki produksi ini, menurut buah analisis yang lebih mendalam dibutuhkan
Marx, hanya sanggup menjelaskan tentang ke- untuk menjelaskan tentang krisis kapitalisme
mungkinan terjadinya krisis dan bukan tentang ini.
krisis yang aktual (actual crisis).33 Penjelasan
Krisis Struktural Kapitalisme
ini juga hanya efektif ketika kita mengasumsi-
kan bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem Dalam Manifesto Komunis, Marx dan Engels
ekonomi yang statis dan tertutup, padahal ciri mengatakan, sejarah seluruh masyarakat adalah
mendasar kapitalisme adalah dinamis dan se­ sejarah perjuangan kelas. Dan seperti yang telah
nantiasa berusaha melampaui batas-batas teri- dikemukakan di atas, ciri utama corak produk-
torial dan waktu. Selain itu, penjelasan tentang si kapitalisme adalah hubungan sosial yang e­k-
kelebihan produksi ini esensinya tidak berbeda sploitatif antara kelas buruh dan kelas kapitalis.
dengan penjelasan kalangan non-marxis ketika Soalnya, bagaimana kita menempatkan diktum
ini dalam konteks teori krisis?
Kita telah mengetahui bahwa kapitalis

33
Devine, An Introduction, 20.

58 59
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

m­asuk ke dalam sirkuit kapital tujuannya untuk Karena tingkat produktivitas buruh menen-
meraup keuntungan setinggi-tingginya tanpa tukan tingkat keuntungan yang diperoleh, maka
­terinterupsi. Untuk mencapai tujuan ini, maka kapitalis harus memaksa buruh untuk beker-
kapitalis melakukan perjuangan di dua doma- ja lebih keras dan lebih keras lagi melalui ber-
in, yakni domain produksi (nilai lebih/surplus bagai modus, baik dengan kekerasan maupun
value) di mana mereka berjuang melawan ke- mel­alui persuasi/hegemoni. Marx mengatakan,
las buruh; dan domain sirkulasi (realisasi nilai secara umum ada dua modus utama yang di-
lebih/realization of surplus value), ketika mere- gunakan kapitalis untuk memicu tingkat pro-
ka berjuang menghadapi sesama kapitalis untuk duktivitas buruh setinggi-tingginya: pertama,
memenangkan penguasaan pasar. melalui metode perpanjangan waktu kerja (ab-
Tanda bahwa kapitalis berhasil mengalah- solute surplus-value); dan kedua, melalui peng-
kan kelas buruh adalah semakin meningkatnya gunaan mesin-mesin baru dan hukum-hukum
tingkat produktivitas buruh, yang ditandai oleh kerja baru, yang disebut Marx sebagai relative
semakin besarnya waktu kerja buruh yang tidak ­surplus-value.34 Dalam sistem kapitalisme mo-
dibayar  (unpaid labor) dibandingkan dengan dern, seturut kemenangan-kemenangan yang
waktu kerja yang dibayar (paid labour). Secara diraih kelas buruh dalam memperpendek hari
matematik derajat eksploitasi (rate of exploita-
tion/rs) bisa diformulasikan menjadi: 34
  Karl Marx, Capital Vol. I, (New York: Penguin Books,
1990), 432. Penjelasan yang lebih populer silakan baca
wawancara Muhammad Ridha dari Left Book Review
(LBR) dengan Arianto Sangaji; Arianto Sangaji: Pilihannya
Sedernana, Sosialisme atau Barbarisme, http://indoprogress.com/
lbr/?p=1478. Diunduh pada 18 September 2013.

60 61
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

kerja, perbaikan tempat kerja, serta jaminan Bertambahnya jumlah pengangguran baru ini
pensiun di hari tua, maka eksploitasi buruh me- kemudian digunakan oleh kelas kapitalis seba-
lalui modus nilai-lebih relatif menjadi lebih do- gai alat kontrol sosial yang represif dan otori­ter
minan ketimbang bentuk nilai-lebih absolut. terhadap kelas pekerja dalam bentuk kebij­akan
Tetapi tindakan ini menyebabkan ­terjad­inya pengupahan yang rendah serta pasar tenaga ker-
dua keadaan: pertama, karena paid labor sema- ja yang semakin fleksibel. Tidak itu saja, kelom-
kin kecil di hadapan unpaid labor, maka ke- pok underclass of supernumeraries ini menja-
mampuan buruh untuk membeli komoditi di di alat untuk penindasan kultural dan ideologi
pasar menjadi terbatas pada kebutuhan untuk guna mendehumanisasi kelas pekerja.35
mempertahankan hidupnya; kedua, pengguna- Di sisi lain, tingkat keuntungan tinggi yang
an teknologi baru yang semakin canggih serta berhasil diraih kapitalis, juga tidak semua­ nya
organisasi kerja yang semakin efisien sebagai digunakan untuk konsumsi pribadinya. Untuk
metode untuk mengurangi penggunaan jum- bisa terus eksis di dalam sirkuit kapital, maka
lah tenaga kerja di satu sisi dan memacu ting- sebagian besar dari hasil keuntungan itu ha-
kat produktivitas setinggi-tingginya di sisi lain, rus diin­vestasikan kembali, baik dalam ben-
selain sukses memproduksi barang dalam jum- tuk pasif (disimpan di bank dengan keuntung-
lah yang sangat besar, juga telah menyebabkan an dari selisih tingkat bunga), maupun segera
munculnya kelompok yang disebut Robinson diinvestasikan kembali ke dalam sirkuit ka­pital
sebagai underclass of supernumeraries, yakni baru. Keharusan untuk terus mereguk pro­ fit
mereka yang terpelanting dari rantai kerja glo­bal
yang kemudian membentuk reserve army labor.  
35
Robinson, Latin America, 23.

62 63
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

dan tekanan hukum besi kompetisi dengan se- langsungnya adalah derajat nilai-lebih, dengan
sama kapitalis di pasar, membuat kapitalis ha- level penindasan buruh dianggap sama atau bah-
rus memproduksi sema­ kin banyak ko­ moditi kan semakin parah, pada akhirnya menyebabkan
dengan harga yang murah, harus berekspansi jatuhnya tingkat keuntungan secara umum (falling
dan terus memodernisasi teknologi dan orga­ general rate of profit).”36
nisasi kerja­nya. Inilah yang kemudian melahir- Dari uraian ini tampak bahwa krisis adalah
kan keleb­ihan produksi (overproduction), yang sesuatu yang niscaya melekat pada ka­pitalisme,
pada akhirnya menyebabkan lack of demand. ia akan senantiasa muncul. Tetapi krisis itu sen-
Singkatnya, krisis (jatuh­nya tingkat keuntungan) diri tidak akan menyebabkan kapitalisme run-
bukan disebabkan oleh kesenjangan perminta- tuh, pada perjuangan kelaslah tugas penghan-
an (lack of demand) melainkan oleh tekanan curan itu diletakkan. Dan karena nilai le­ bih
akan keharusan untuk mengakumulasi kapital diproduksi buruh dalam proses kerja, maka per-
tanpa batas (over accumulation), sehingga me- juangan kelas dalam proses kerja itu menja-
nyebabkan terjadinya ledakan dalam sirkuit ka- di kunci dalam menjelaskan krisis kapitalisme
pital tersebut. yang sebenarnya. Jika kelas kapitalis yang ber-
Inilah kata Marx, hasil memenangkannya maka krisis hanya men-
“Dengan semakin menurunnya komposisi kapital jadi momen creative destruction,37 dan sebalik-
variabel dalam hubungannya dengan kapital tetap,
telah menyebabkan terjadinya peningkatan dalam
36
  Lihat Marx, Capital Vol. III, 319.

komposisi organik kapital keseluruhan (organic


37
  Schumpeter dengan tepat sekali menggambarkan
kondisi ini: “The fundamental impuls that sets and keeps the
composition of the capital total), dan yang hasil capitalist engine in motion comes from the new consumers’

64 65
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

nya jika kelas pekerja yang memenangkannya mencatat, terdapat tiga krisis besar dalam seja-
maka kapitalisme bisa dikalahkan. Kombinasi rah kapitalisme, yakni krisis pada tahun 1890-
antara kontradiksi internal yang di­ sebabkan an, depresi besar pada tahun 1930-an, krisis
oleh jatuhnya tingkat keuntungan secara umum pada dekade 1970-an, dan kemudian krisis neo-
dan perjuangan kelas yang terjadi pada setiap liberalisme yang berujung pada kontraksi besar
tahap perkembangan kapitalisme ini disebut pada 2007 lalu. Krisis pada 1890-an dan 1970-
Duménil dan Lévy sebagai krisis struktural ka- an disebabkan oleh jatuhnya tren ke­u­ntungan,
pitalisme.38 sementara depresi besar 1930-an dan krisis ne-
oliberalisme, menurut keduanya, lebih disebab-
Krisis Pra-PD II kan krisis hegemoni finansial.39
Jika neoliberalisme kita pahami sebagai fase
terbaru perkembangan kapitalisme sekaligus 39
  Duménil dan Lévy, The Crisis of Neoliberalism, 21. Dalam
sebuah wawancara, Gerard Duménil menjelaskan apa
merupakan respons terhadap krisis, maka perlu yang diamksudnya sebagai krisis hegemmoni finansial:
penjelasan tentang momen-momen krisis yang “The common point between these two crises was that
they occurred during periods of “financial hegemony, that
pernah muncul dalam sejarah perkembangan is, phases in which the domination of capitalist classes,
kapitalisme dan bagaimana respons kelas peker- supported by its financial institutions, was unchallenged
or almost so. The first financial hegemony was led by the
ja terhadap krisis tersebut. Duménil dan Lévy new great bourgeoisie of the beginning of the 20th century,
having to a large extent delegated managerial functions
goods, the new methods of production or transportation, the to managers (the effect of the managerial revolution).
new markets, the new forms of organizational organization Neoliberalism can be interpreted as a second financial
that capitalist enterprise creates.” Lihat Schumpeter, hegemony. In both cases, however, the existing social order
Capitalism, 85. was destabilized by large crises in which a broad segment of
the financial system was destroyed and production plunged.
38
  Duménil dan Lévy, The Crisis of Neoliberalism, 19. The mechanisms typical of a crisis of financial hegemony

66 67
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Pada set­iap momen krisis itu, bentuk Chicago, AS, menjadi sangat lemah.40
­p­­e­rjuangan kelas dan konfigurasi kekuatan di Hasil dari kemenangan kapitalis ini
antara kelas-kelas sosial akan sangat menen-
tukan struktur dan sistem kapitalisme selanjut- 40
  Kasus Haymarket, atau yang terkenal dengan sebutan
nya. Pada krisis 1890an yang juga dikenal se- “Haymarket Tragedy” bermula dari seruan agar buruh
melakukan pemogokan umum pada 1 Mei 1886, yang
bagai krisis finansial pertama, perjuangan kelas menuntut 8 jam kerja. Pada hari pertama, sekitar 90.000
kala itu dimenangkan oleh kelas kapitalis kare- orang berdemonstrasi di jalanan dan 40.000 orang lainnya
melakukan pemogokan. Pada hari ketiga pemogokan, polisi
na konfigurasi kekuatan kedua kelas tersebut sa- membubarkan secara paksa aksi ini yang menyebabkan
ngat tidak seimbang. Dalam kasus AS, gerak- enam orang terbunuh. Tanpa rasa takut, keesokan harinya
pada tanggal 4 Mei, kembali ribuan orang melakukan rally
an kelas pekerja saat itu ditekan secara represif di Haymarket Square, di Chicago. Awalnya, telah terjadi
negosiasi damai antara walikota Chicago, Carter Harrison
oleh negara sehingga warisan perjuangan dan dengan massa buruh, tetapi polisi yang memiliki konflik
solidaritas kelas pekerja Haymarket 1886 di dengan sang walikota tiba-tiba memprovokasi massa
buruh dengan melempar bom ke tengah-tengah massa
dan kemudian secara membabi-buta menembaki massa
are distinct from those accounting for a profitability crisis. aksi. Delapan orang terbunuh dan 200 lainnya mengalami
They manifest the unsustainable character of social practices luka-luka dalam kejadian, yang juga dikenal dengan nama
leading to the removal of all limitations to the extension of “Chicago Eight” tersebut. Setelah peristiwa ini, politik AS
capitalist domination and to the unlimited expansion of the mulai mengenal kosakata “Bahaya Merah Pertama,” yang
wealth of these classes. This is the common point between menandai konflik tak berkesudahan antara buruh-pengusaha-
the Great Depression and the current crisis. Concerning negara. Lihat Coen Husain Pontoh, Esensi Mayday, 29 April
their social basis, the main difference between these two 2008, http://indoprogress.com/esensi-mayday/, diunduh
crises of financial hegemony is the larger role played by the pada 4 November 2013; Haymarket Square Riot, http://www.
upper fractions of managerial classes in the present crisis.” encyclopedia.com/topic/Haymarket_Square_riot.aspx,
Lihat “A crisis of financial hegemony?” 14 July 2011, http:// diunduh pada 4 November 2013. Untuk diskusi lebih detail
kasamaproject.org/theory/111-a-crisis-of-financial-hegemony. mengenai hubungan negara dan kapital dengan studi kasus
Diunduh pada 10/27/2013. AS, lihat Leo Panitch and Sam Gindin, The Making of Global
Capitalism, (London: Verso, 2012).

68 69
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

memunculkan respons dalam bentuk revolusi Perusahaan-perusahaan berskala besar, juga la-
korporasi, revolusi finansial, dan revolusi ma- hir pada periode ini. Misalnya, hampir 30 per­
najerial yang wujud utamanya adalah dipisah- sen dari 500 daftar perusahaan yang dirilis ma-
kannya pemilik kapital (capital ownership) dari jalah Fortune pada 1990, didirikan antara tahun
manajemen (management).41 Melalui revolusi 1880 dan 1910.42
ini ekonomi AS kembali bangkit lebih kuat dari Menjelang periode depresi besar 1930-an,
sebelumnya. Sebagai contoh, jika pada 1870 capaian pertumbuhan ekonomi tinggi pasca-kri-
tingkat produktivitasnya masih 14 persen le- sis 1890-an juga berarti semakin banyak kelas
bih rendah dari Inggris, pada akhir abad ke-19 buruh yang terserap ke dalam industri. Namun
tingkat pertumbuhannya menjadi 7 persen le­ ketika krisis meledak pada tahun 1932, terca­
bih besar, dan pada 1913 meningkat lagi men- tat perdagangan dunia jatuh sebesar 1/3, dan
jadi 20 persen lebih besar dari Inggris, serta dua konsekuensinya pada tahun 1933 jumlah bu-
kali lebih besar ketimbang Jerman dan Prancis. ruh AS berkurang hingga mencapai 3 juta
Dalam hal sumbangan kepada produksi dunia, orang dari yang lima tahun sebelumnya men-
pada 1870 share AS sudah mencapai 23 per­ capai 5 juta orang. Pada tahun 1939, angka
sen, lalu mencapai 30 persen pada 1900, dan pengangguran di AS bahkan mencapai 15 per-
meningkat lagi menjadi 36 persen pada 1913. sen.43 Namun, berbeda dengan krisis 1890-an,
Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan
sumbangan Inggris dan Jerman dijadikan satu.   Lihat Leo Panitch and Sam Gindin, The Making of Global
42

Capitalism, (London: Verso, 2012), 28.

  Diskusi lebih detil soal ini, lihat Duménil dan Lévy, The
41 43
  http://www.glovesoff.org/features/gjamerica_1.html,
Crisis of Neoliberalism. diunduh pada 19 September 2013.

70 71
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

depresi besar ini ditandai oleh perjuangan ke- Menghadapi demonstrasi buruh yang te­
las yang sa­ngat sengit antara kelas buruh dan rus membesar dan semakin militan tersebut,
kelas kapitalis, penaklukan-penaklukan impe- Presiden F.D. Reosevelt terpaksa mengakomo-
rialis dan perlawanan-perlawanan anti-koloni- dasinya melalui penerapan kebijakan New Deal,
al.44 Muncul pemogokan di hampir seantero ne- yang mengikuti garis Keynesianisme. Dalam sa-
geri AS. Ratusan ribu orang turun ke jalan-jalan lah satu pernyataannya, Roosevelt ­mengatakan
menuntut agar mereka tidak dipaksa menang- bahwa “hubungan antara negara juga harus dire-
gung derita akibat dari krisis ekonomi yang di- formasi untuk mencegah terjadi­nya revolusi dan
sebabkan oleh bangkrutnya sistem keuang- perang.”46 Intervensi pemerintah dalam pasar ini
an saat itu. Brenner mengatakan, tahun 1934 dimulai dengan diundangkan­nya Glass-Steagall
sebagai tahun pemogokan massal yang suk- Act (1933) yang dimaksudkan untuk meregula-
ses dari buruh suku cadang mobil di Toledo; si sektor perbankan, dengan cara membatasi ak-
pemogokan massal di Minneapolis dan San
­ tivitas perbankan sekuritas serta memisahkan
Fransisco yang dipicu oleh buruh kusir dan der- bank komersial dari bank investasi. Selanjutnya,
maga pelabuhan, serta pemogokan 400.000 bu- pemerintah mengundangkan The National
ruh tekstil di sepanjang daerah pesisir Timur.45 Industrial Recovery Act/NIRA (1933) yang men-
jamin adanya tawar-menawar kolektif (collec-
tive bargaining) antara buruh dan manajemen.
  Robinson, Latin America, 9.
44
Tak lama berselang, pada 1935, atas inisiatif
45
  Aaron Brenner, “Strikes: Theory And History,” in Aaron
Brenner, Benjamin Day, Immanuel Ness (editors), The Senator Robert Wagner, pemerintah meloloskan
Encyclopedia of Strikes In American History, (New York: M.E.
Sharpe, 2009), 10.   Panitch and Gindin, The Making, 56.
46

72 73
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

National Labor Relations Act/NLRA (juga dike- di Minneapolis pada 1934. Dalam pemogokan
nal sebagai the Wagner Act) yang mewajibkan di Toledo pada tahun yang sama, kader Partai
kapitalis untuk melakukan tawar-menawar de- Buruh Amerika yang beraliran sosialis di ba-
ngan serikat buruh yang didukung oleh mayo- wah pimpinan A.J. Muste, mengorganisir bu-
ritas anggotanya.47 ruh ­pe­ngangguran (­unemployed workers) untuk
Tentu muncul pertanyaan, “Kok bisa, da- berpartisipasi dalam pemogokan massa. Karena
lam situasi pengangguran besar-besaran yang peran dari kader-kader komunis dan sosialis ini,
mestinya melemahkan daya tawar serikat bu- John L. Lewis, pemimpin Congress on Industrial
ruh yang terjadi malah sebaliknya, serikat bu- Organizations (CIO), serikat buruh paling dina-
ruh semakin kuat dan militan?” Brenner berar- mis saat itu, kemudian merekrut mereka dalam
gumen bahwa meluasnya aksi-aksi pemogokan kerja-kerja peng­organisasian kampanye CIO.48
saat itu beri­ringan dengan meluasnya kepe­ Di sini kita bisa menyimpulkan bahwa krisis
mimpinan kalangan radikal dalam pemog­okan- ekonomi menyediakan momentum pada gerak-
pemogokan tersebut, terutama dari kalangan an buruh untuk berlawan, tetapi tanpa adanya
sosialis, komunis serta beberapa elemen pen- kepemimpinan ideologi, politik, dan organisa-
dukung New Dealers. Misalnya, kelompok si yang kuat maka gerakan buruh tidak mungkin
Trotskys, termasuk James P. Canon, Ray Dunne, muncul sebagai kekuatan yang memiliki daya
dan Carl Skoglund memainkan peranan pen- tawar yang kuat.49
ting dalam me­ mimpin pemogokan Teamster
  Aaron Brenner, Strikes, 10.
48

  Nanti kita akan lihat bagaimana ketika terjadi krisis


49

  Panith and Gindin, The Making, 57.


47
pada akhir dekade 1960an dan pertengahan dekade 1970an,

74 75
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Dari hasil perjuangan kelas yang sengit ini daya beli dan perlindungan sosial.50 Tidak itu
(walaupun tidak sanggup menghancurkan ka- saja, dengan kekuatan politik yang dimiliki oleh
pitalisme), terjadi kompromi antara kelas bu- serikat buruhnya dan dipandu oleh pening­katan
ruh dan kapital yang difasilitasi oleh nega- kesadaran sosialnya, para buruh ini kemudi-
ra. Duménil dan Lévy mencatat kompromi itu an memilih para pemimpin politik baru baik di
menghasilkan beberapa point kesepakatan: per- tingkat lokal maupun nasional, yang kemudi-
tama, penghormatan yang sangat luas terhadap an mengadopsi legislasi sosial yang melind­ungi
inisiatif swasta, dan aturan-aturan dasar perma- mayoritas rakyat Amerika dari perubahan-peru-
inan kapitalis; kedua, intervensi negara untuk bahan kehidupan ekonomi, termasuk jaminan
mengontrol situasi makro ekonomi, pertum- sosial, asuransi pengangguran, dan standar ker-
buhan (yang berarti diikuti dengan se­perangkat ja yang adil.51 Inilah kesimpulan Brenner:
pembatasan terhadap inisiatif swasta yang ber- “Pemogokan-pemogokan pada dekade 1930-an
kaitan dengan keuangan dan sejumlah ke­cil in- telah mentransformasikan gerakan buruh Amerika
dustri), dan kemajuan teknologi; dan ketiga, dan mendemokratisasikan masyarakat Amerika.
menjamin perhatian terhadap kondisi-kondi- Dalam konflik mereka belajar siapa yang me­
si kerja dan perburuhan, termasuk peningkatan ngontrol ekonomi dan kehidupan politik Amerika
dan menyadari potensi dari aksi kolektif mereka

  Gérard Duménil and Dominique Lévy, Capital Resurgent


50

Roots of the Neoliberal Revolution, (Cambridge: Harvard


justru gerakan buruh begitu lemah karena tidak adanya University Press, 2004), 13.
kepemimpinan politik, ideologi, dan organisasi yang jelas
dan kuat.   Aaron Brenner, Strikes, 11.
51

76 77
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

dalam mengubah keseimbangan kekuasaan di Domestik Bruto (Gross Dometic Product/GDP)


tempat kerja.”52 AS pasca-perang setara dengan GDP seluruh ne-
gara di dunia dijadikan satu. Pada 1950, GDP
Krisis Struktural Pasca-PD II
AS delapan kali lebih besar dibandingkan de­
Dengan pemulihan ekonomi yang mulai ter- ngan seluruh negara kapitalis lainnya.54 Periode
jadi pada 1937 dan mencapai puncaknya pada antara 1940 hingga akhir 1960 ini dikenal de­
pasca Perang Dunia II, kompromi kelas ini men- ngan sebutan “Zaman emas kapitalisme/Golden
jadi fondasi dari apa yang disebut kapitalis- Age of capitalism.”55
me yang teregulasi (regulated capitalism) atau
Dari sudut padang kelas pekerja, periode
keynesianisme-liberal atau kapitalisme nega-
ra (state-capitalism), menggantikan model ka- pendidikan dan pelayanan kesehatan (universal access to
pitalisme yang bisa meregulasi dirinya sendiri education and health care). Tetapi, masih menurut Duménil
dan Lévy, ada alasan lain di balik tetap dipertahankannya
(self-regulating economic system). Freeman me- kompromi ini yakni guna menunjukkan kedigdayaan
kapitalisme dalam perjuangannya melawan komunisme.
nyebut periode ini sebagai periode “bisnis besar, Lihat Gérard Duménil and Dominique Lévy, Capital
serikat buruh besar, dan negara besar.”53 Produk Resurgent, 1.
54
  Albert Szymanski, “The Decline and Fall of the U.S.
  Aaron Brenner, Strikes, 11.
52
Eagle,” in David Mermelstein (edited), The Economic Crisis
Reader Understanding Depression, Inflation, Unemployment,
53 Joshua B. Freeman, Working Class New York Life and Energy, Food, Wage-Prices Controls, and Other Disorders of
Labor Since World War II, (New York: The New Press, American and World Capitalism, (New York: Vintage Books,
2000), 99. Duménil dan Lévy mengatakan bahwa periode 1975), 66.
pasca-PD II hingga akhir tahun 1970an dikenal sebagai
dekade kompromi Keynesian yang ditandai oleh angkatan   Ray Kiely, The New Political Economy of Development
55

kerja penuh (full employment), perlindungan kesejahteraan Globalization Imperialisme Hegemony, (New York: Palgrave
sosial (social welfare protection), dan akses universal terhadap Macmillan, 2007), 47.

78 79
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

keemasan ini disebabkan oleh meningkatnya tamasya ke luar negeri, mampu menyekolahkan
produktivitas kaum buruh. Ekonom Rick Wolff anak ke jenjang pendidikan lebih baik dari ge­
mengatakan untuk periode 150 tahun dari 1820 nerasi orangtuanya, dsb. Dari sudut pandang ke-
hingga1970, rata-rata produktivitas buruh me­ las buruh, periode ini juga dikenal sebagai “the
ningkat setiap dekadenya. Jumlah output ko- Golden Age of the U.S. Working Class/zaman
moditi yang diproduksi setiap jamnya juga turut keemasan kelas pekerja AS.” Keadaan ini kemu-
meningkat akibat buruh semakin terlatih, peng- dian memperkuat keya­kinan bahwa buruh dan
gunaan mesin-mesin yang semakin canggih, dan kapitalis harus merayakan keberha­silan pertum-
pengawasan terhadap proses kerja yang sema- buhan ekonomi ini secara bersama-sama. Jika
kin ketat sehingga buruh harus bekerja le­­­bih ke- buruh terus menuntut ken­aikan upah setiap saat
ras dan lebih cepat lagi dari sebelum­nya. Karena maka itu akan mengganggu pertumbuhan eko-
produktivitas meningkat pesat dan tingkat keun- nomi tersebut, kapitalis merugi, dan ak­hirnya
tungan yang diraih kapitalis sa­ngat tinggi, maka kerugian itu akan me­nimpa mereka pula. Inilah
pada tahun yang sama upah riil juga meningkat dasar kolaborasi kelas itu.
setiap dekadenya.56 Tidak he­ran jika kemudian Namun demikian, dalam politik kolabora-
buruh AS mengukur penca­­p­aian hidup mere- si kelas ini tidak berarti serikat buruh sama se-
ka dari sudut pandang konsumsi yang juga te­ kali berdiam diri alias tidak melakukan demon-
rus meningkat. Sukses berarti pu­nya mobil, bisa strasi sekalipun. Bahkan, setelah PD II usai pada
1945, gelombang pemogokan buruh kembali
56
  Rick Wolff, Capitalism Hits the Fan, http://rdwolff.com/ bergolak di beberapa kota di AS, setelah sempat
sites/default/files/attachment/4/03Wolff.pdf, diunduh pada 21
September 2013.
vakum akibat kesepakatan untuk tidak mogok

80 81
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

pada masa perang. Gelombang ­pemogokan ter- buruh,57 sehingga berimbas pada semakin ren-
besar terjadi pada 1946, baik pemogokan di dahnya tingkat solidaritas di kalangan kelas bu-
tingkat pabrik hingga tingkat nasional, yang ke- ruh karena makin kurangnya pengalaman perju-
mudian memunculkan keresahan di kalangan angan bersama.
borjuasi AS. Apa yang menjadi problem dari po- Masalah lainnya dari politik kolaborasi ke-
litik kolaborasi kelas ini adalah orientasi dan tu- las ini, negara Keynesian yang bertindak à la
juan dari aksi-aksi tersebut. Di bawah pe­ngaruh Bonapartis58 ternyata sama sekali tidaklah n­et-
American Federation of Labor (AFL) yang me- ral. Menurut Marx, negara tidak mungkin mem-
warisi garis politik moderat dan eko­ nomistik berikan sesuatu kepada salah satu kelas tanpa
dari pemimpin mereka yang sangat kharismatik mengambil apa yang dimiliki kelas lainnya.59
Samuel Gompers, kelas buruh m­elalui serikat Melalui beragam lobi-lobi politik dan
buruhnya semakin menjauhi isu-isu politik ke-
las dan kian terkonsentrasi pada isu-isu ekono- 57
  Bill Fletcher, Can U.S. Workers Embrace Anti-Imperialism?
mi yang pragmatis, seperti tuntutan pe­ningkatan http://monthlyreview.org/2003/07/01/can-u-s-workers-
upah, pengurangan jam dan hari kerja, serta ja- embrace-anti-imperialism, diunduh pada 21 September 2001.

minan kesehatan di masa pensiun. Dari segi 58


  Secara singkat, negara Bonapartis adalah sebuah keadaan
di mana Negara kapitalis bisa bertindak independen dari
strategi dan taktik pergerakan, serikat buruh kini kepentingan kelas-kelas yang ada dalam masyarakat. Untuk
lebih mengandalkan pada praktik lobi ketim- pembahasan lebih jauh soal ini, lihat Coen Husain Pontoh,
Teori Negara Marxis: Eksplorasi Atas Pemikiran Friedrich Engels,”
bang pemogokan dan aksi-aksi mobilisasi kelas yang akan terbit dalam sebuah buku kumpulan tulisan
mengenai Pemikiran Friedrich Engels.
59
  Karl Marx, The 18th Brumaire of Louis Bonaparte, (New York:
International Publishers, NY, 1998), 133.

82 83
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

propaganda besar-besaran melalui koran, te­ buruh-serikat buruh dan para pemimpin buruh
levisi, dan iklan-iklan bahwa gerakan buruh te­ radikal dan berorientasi Marxis dieliminasi dari
lah di­ susupi oleh “provokator-provokator ko- keanggotaan dan struktur kepemimpinan serikat
munis,” kalangan borjuasi kemudian me­nuntut buruh. Dengan absennya kepemim­pinan ideo-
agar Wagner Act (1935) direformasi karena di- logis dan politik kelas ini, serikat buruh AS da-
anggap terlalu liberal. Hasilnya, pada Juni 1947, lam perkembangannya menjadi sa­ ngat opor-
presiden Harry S. Truman mengesahkan un- tunis dan pragmatis. Misalnya, serikat buruh
dang-undang yang disebut the Taft-Hartley Act. terbesar AS, AFL-CIO, turut aktif dalam mem­
Undang-undang ini dimaksudkan untuk mem- bela kebijakan-kebijakan imperialis AS dalam
batasi gerak-gerik serikat buruh, yang menga­ menjatuhkan atau me­ngorkestrasi penggu­lingan
kibatkan kemampuan mereka untuk mengor- pemerintahan-pemerintahan yang anti dan tidak
ganisasi pemogokan menjadi melemah baik di bersahabat terhadap kepentingan akumulasi ka-
tingkat pabrik dan terlebih di tingkat nasional.60 pital global, serta menolak bersolidaritas terha-
Sejak saat itu, akibat dari politik kolaborasi dap gerakan kelas pekerja di seluruh dunia yang
kelas ini kelas pekerja terus-menerus men­derita menentang eksploitasi kapital. Garis politik
pukulan-pukulan dari kelas kapitalis dan negara. AFL-CIO ini oleh sarjana perbu­ruhan terkemuka
Selanjutnya, sebagai bagian dari proses depoli- Kim Scipes sebut sebagai “Labor Imperialism.”61
tisasi dan deradikalisasi ge­rakan buruh, serikat
61
  Kim Scipes mengatakan bahwa “Labor Imperialism”
ini sejatinya tidak dimulai ketika AFL dan CIO melakukan
  Nicola Pizzolato, “Strikes In The United States Since
60
merger pada 1955, tetapi sudah terjadi sejak AFL yang
World War II,” in Aaron Brenner, Benjamin Day, Immanuel dipimpin oleh Samuel Gompers yang moderat pada awal
Ness (editors), The Encyclopedia, 228. abad ke-20 sebelum PD I. Untuk keterangan lebih lanjut, lihat

84 85
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Namun masa-masa keemasan kapitalisme Marx mengenai jatuhnya tingkat keuntungan se-
itu ada batasnya. Ba­yangan menakutkan akan cara umum. Jika menggunakan ukuran periode
terulangnya kembali krisis semakin menjadi rata-rata lima tahunan, maka tingkat nilai le­bih
k­e­ny­ataan. Ekonom Marxis Fred Moseley, me­ meningkat 23 persen dari 1.42 pada 1947-51
lalui olah data dari tahun 1947-1982, menemu- menjadi 1.75 pada 1978-82. Dari data ini maka
kan bahwa komposisi kapital meningkat sebe- tampak bahwa peningkatan komposisi kapital
sar 62 persen selama periode studi, yakni dari secara signifikan lebih besar ketimbang pening-
3.46 pada 1947 menjadi 5.59 pada 1982. Jika katan tingkat nilai lebih, sehingga tingkat keun-
diukur dalam periode rata-rata lima tahunan, tungan jadinya menurun sebesar 17 persen sela-
maka komposisi kapital meningkat sebesar 46 ma periode tersebut, yakni dari 0.40 pada 1947
per­sen selama periode ini, yakni dari rata-rata menjadi 0.34 pada 1982. Jika dihitung menurut
3.62 pada periode 1947-51 menjadi rata-rata rata-rata lima tahunan, maka tingkat keunt­ungan
5.29 pada periode 1978-82. Sementara itu ting- itu jatuh sebesar 15 persen, yakni dari 0.39 pada
kat nilai lebih meningkat 35 persen selama pe- 1947-51 menjadi 0.33 pada 1978-82.62
riode studi, yakni dari 1.40 pada 1947 menja- Studi lebih baru dari Went mengonfirmasi
di 1.89 pada 1982. Fakta ini, menurut Moseley hasil studi Moseley tersebut, di mana akibat dari
sesuai dengan apa yang diprediksi oleh teori jatuhnya tingkat keuntungan secara umum ini,
maka pada pertengahan dekade 1960an, per-
Kim Scipes, “Labor Imperialism Redx?: AFL-CIO’s Foreign tumbuhan ekonomi AS mulai melambat (tabel
Policy Since 1995,” in Monthly Review An Independent Socialist
Magazine, Vol. 57, Issue 01 (May), 2005, http://monthlyreview.
org/2005/05/01/labor-imperialism-redux-the-afl-cios-foreign-   Fred Moseley, “Marxian Crisis Theory and the Postwar
62

policy-since-1995. Diunduh pada 5 Oktober 2013. U.S. Economy.” In Robert Cherry, et.al., The Imperilled, 108.

86 87
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

1), demikian juga dengan tingkat produk­tivitas pada 1965-69 khususnya di sektor transportasi
(tabel 2), sementara tingkat pengangguran me­ udara, tapi secara keseluruhan kehi­langan pe-
ningkat (tabel 3)63 yang menyebabkan terja­ d­ kerjaan sebanyak 10.226 pada periode 1969-
inya stagflasi, pengangguran, krisis energi, krisis 73. Demikian juga dengan sektor finansial yang
neraca pembayaran dan fiskal, serta m­eningkat- bisa menampung pekerja sebanyak 59,242 dari
nya utang luar negeri, yang kemudian memak- 1965-69, namun pada 1969-73 kehilangan pe-
sa pemerintahan Richard Nixon di AS untuk kerjaan sebanyak 18,657.65
mengubah nilai standar emas ke dalam dolar.64 Tabel 1
Dalam kasus New York, sebagai negara bagian Rata-rata pertumbuhan rill tahunan GNP di enam negara
AS yang merupakan pusat industri ma­nufaktur, industri maju (%)
periode setelah pertengahan 1960an ditandai 1950-73 1973-79 1979-83
oleh apa yang disebut sebagai deindustrialisa-
AS 2.2 1.9 0.7
si. Menurut laporan the Temporary Commission
Inggris 2.5 1.3 0.4
on City Finances, sektor manufaktur kehilangan
Prancis 4.1 2.6 1.1
12.159 pekerjaan berbasis ekspor pada 1965-69
Jerman 5.0 2.6 0.5
dan meningkat menjadi 41,987 pada 1969-73–
Italia 4.8 2.0 0.6
sebelum terjadinya resesi besar 1974-75. Sektor
Jepang 8.4 3.0 3.9
transportasi sempat memperoleh keuntungan
63
Lihat Robert Went, Globalization Neoliberal Challenge, Radical
Response, (London: Pluto Press, 2000), 81-82   Kim Moody, From Welfare State To Real Estate Regime
65

Change in New York City, 1974 to the Present, (New York: The
  Robinson, Latin America, 13.
64
New Press, 2007), 14

88 89
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Tabel 2 Tabel 3
Tingkat produktivitas per pekerja per tahun (1950-81) Rata-rata pengangguran

1950-73 1973-81 1952-64 1965-73 1973-79 1980-83

Agrikultur 5.6 3.5 AS 5.0 4.5 6.5 8.4


Prancis Industri 5.2 3.2 Inggris 2.5 3.2 4.6 9.0
Servis 3.0 1.6
Prancis 1.7 2.4 4.2 7.6
Agrikultur 6.3 3.9
Jerman 2.7 0.8 3.1 5.7
Jerman Industri 5.6 2.6
Italia 5.9 3.4 6.0 8.6
Servis 3.0 1.6

Agrikultur 7.3 1.1 Jepang 1.9 1.3 1.8 2.3

Jepang Industri 9.5 4.7

Servis 3.6 1.9 Menjelang dekade 1970an, dunia mema-


Agrikultur 4.7 2.8 suki apa yang disebut Moody sebagai titik balik
Inggris Industri 2.9 1.8 dari zaman keemasan kapitalisme. Pada 1971,
Servis 1.6 0.7 rejim nilai tukar Bretton Woods bangkrut dan
Agrikultur 5.5 1.6
Jepang serta Jerman kini menjadi kompetitor
AS Industri 2.4 -0.2
ekonomi terkuat bagi AS. Dan pada 1975-75,
Servis 1.8 0.1
dunia m­engalami resesi yang dimulai dengan
terja­
dinya stagnasi ekonomi di negara-negara

90 91
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

industri maju.66 terjadi pergeseran rezim dari reformisme-liberal


“Tahun 1975 merupakan titik balik bagi New York ke neo-konservatif reprivatisasi, dari rezim re-
City. Pada tahun tersebut pemimpin-pemimpin distribusi ke rezim yang menyerahkan seluruh
ekonomi dipaksa untuk memilih pemimpin yang urusan hidup manusia kepada pasar, dari per­
bisa mengubah prioritas-prioritas kota yang t­elah ubahan berdasarkan pada tekanan massa kepa-
berlangsung selama ini. Dan selanjutnya, tenaga da penggunaan tenaga “ahli” dalam memperce-
kerja yang ada di kota ini bakal menderita; upah pat perubahan tersebut.68
riilnya bakal jatuh, semakin kecil tingkat penda-
Neoliberalisme Sebagai Proyek Kelas
patan yang bisa diredistribusikan kepada kalang-
an miskin; pajak mesti dipotong; pinjaman untuk Paparan di atas mengonfirmasi tesis bahwa
pembayaran yang dikeluarkan harus dihapus. Se- neoliberalisme adalah fase terbaru dari perkem-
cara keseluruhan tujuan utamanya adalah mencip- bangan kapitalisme. Sebagai hasil dari krisis dan
takan keseimbangan anggaran kota dan merestora- dinamika internal kapitalisme, neoliberalisme
si akses publik kepada pasar.”67 muncul untuk merespons krisis struktural ka-
pitalisme pasca-PD II yang didukung oleh ko-
Dunia kini memasuki apa yang kemudi-
laborasi kelas. Dengan demikian, tujuan utama
an disebut sebagai era kapitalisme-neol­
iberal
dari sistem baru ini adalah untuk merestorasi
yang menggantikan rejim keynesianisme-
keuntungan kelas kapitalis melalui ekspansi dan
li­
beral. Menurut Tabb, pada era baru ini

66
  Lihat Kim Moody, From Welfare State, 15.
68
  William K. Tabb, The Long Default New York City and the
Urban Fiscal Crisis, (New York: Monthly Review Press, 1982),
  Kim Moody, From Welfare State, 30-31.
67
15.

92 93
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

akumulasi kapital ke seluruh penjuru dunia dan diuntungkan dari proyek ini adalah lapis tera-
sendi-sendi kehidupan yang sebelumnya belum tas dari kelas kapitalis tersebut, yakni kalangan
terkomodifikasi. k­apital keuangan (finance capital). “Finance” di
Proyek restorasi ini menemukan momen­ sini tidak secara sederhana merujuk pada sektor
tumnya karena kekuatan kelas buruh telah me- finansial dalam ekonomi, tapi pada kompleks
lemah sebagai hasil dari politik kolaborasi kelas kelas atas kapitalis (upper capitalist classes),
yang mereka terapkan. Secara prinsipil tujuan yang kepemilikannya mewujud dalam pemi-
itu bisa dicapai melalui dua cara esensial ber- likan sekuritas (pembagian saham, bond, bank-
ikut: Pertama, reorganisasi dan restrukturisa- banks, dan obligasi pemerintah, dsb), dan lem-
si (re-res) produksi kapitalisme di mana rezim baga-lembaga keuangan (bank sentral, bank,
kompromi Keynesian harus dihancurkan dan dan lembaga-lembaga keuangan non-bank se­
kembali ke tatanan lama kapitalisme pra-keyne- perti funds, dsb).69 Melalui neoliberalisme, kelas
sianisme. Kekuasaan kelas buruh yang mampu ini hendak menegakkan apa yang disebut seba-
mengimbangi kekuasaan kelas kapitalis diang- gai “hegemoni finansial.”70 Di sini kepentingan
gap sebagai sumber penghambat produksi dan kapital keuangan dianggap sebagai representasi
realisasi nilai lebih. Tujuan dari re-res ini ada- dari kepentingan kapital secara keseluruhan, se-
lah menggeser komposisi/konfigurasi kekuasaan hingga cara pandang mereka atas dunia diang-
kelas menjadi berpihak kepada kelas kapitalis. gap sebagai yang paling tepat dan visioner.
Dalam pergeseran konfigurasi kekuasaan kelas
ini, Duménil dan Lévy mengingatkan bahwa 69
  Lihat Duménil and Lévy, The Crisis of Neoliberalism, 16.
kelas kapitalis yang paling berkepentingan dan   Duménil and Lévy, The Crisis of Neoliberalism, 18.
70

94 95
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Kedua, re-res produksi ini tidak akan berja- segala bentuk intervensi terhadap pasar adalah
lan maksimal jika nilai-lebih tidak bisa direa­ buruk.71
lisasikan secara maksimal baik secara eks- Tabel 4: Restrukturisasi kapital dan restrukturisasi hegemoni
tensif dan intensif. Oleh karena itu, rezim
skala paradigmatik operasi kapital uang kapital
neoliberalisme harus menghancurkan seluruh produktif
konsep hegemoni

tembok-tembok pembatas ekspansi dan akumu- 1820s-1870s Kosmopolitan lokal liberal


lasi kapital tersebut, baik pembatas yang datang 1870s-1914 Kosmopolitan nasional internasionalisme

dari negara maupun komunitas. Rezim neoli­ 1920s Kosmopolitan nasional kapitalisme
beral ini menganggap bahwa rezim keynesian 1930s Nasional nasional negara

dan sosial-demokrasi di negara-negara kapita- 1950s Nasional Atlantik korporat


lis maju, dan rezim-rezim sosialis serta rezim 1960s dan 1970s Kosmopolitan Atlantik liberalisme

negara pembangunan (developmental state) di 1980s dan 1990s Kosmopolitan


global &
neoliberalisme
regional
negara-negara kapitalis miskin, tidak lagi kom- Sumber: Henk Overbeek and Kees van der Pijl, 1993, 7.
patibel de­ngan proyek neoliberal ini. Bentuk-
bentuk negara tersebut dianggap telah menja-   Telah ada banyak kajian yang membuktikan
71

di parasit yang menggerogoti proses akumulasi bahwa propaganda anti-negaranya rezim neoliberal
sesungguhnya adalah mitos. Apa yang sebenarnya terjadi
kapital m­elalui praktik rent seeking, penerapan adalah rezim neoliberal memutar balik haluan negara,
dari yang sebelumnya membatasi pergerakan kapital,
serangkaian kebijakan untuk mengontrol per- menoleransikekuatan kelas buruh, dan meredistribusi tingkat
gerakan kapital lintas ruang (space) dan waktu keuntungan kepada kalangan masyarakat miskin, menjadi
melayani dan memfasilitasi kepentingan kapital. Tanpa peran
(time), serta intervensinya terhadap mekanisme aktif negara, baik dengan cara-cara persuasi maupun represi
pasar. Bagi rezim neoliberal, apapun alasannya, brutal, maka seluruh penerapan kebijakan neoliberal tidak
akan berjalan efektif.

96 97
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Dalam hal kebijakan proyek mendasar ne- badan-badan ekonomi publik (badan usaha mi-
oliberalisme mencakup dua fase: pertama, apa lik negara dan bentuk-bentuk usaha koperasi)
yang terkenal dengan sebutan “stabilisasi,” atau karena dianggap menghambat akumulasi ka­
paket kebijakan fiskal, moneter, pertukaran pital; ketiga, restrukturisasi hubungan buruh-
dan serangkaian tindakan-tindakan yang bertu- ka­pital yang esensinya adalah mencetak buruh
juan untuk mencapai stabilisasi ekonomi-mak- murah, disiplin dan fleksibel sehingga siap un-
ro dalam negeri negara yang bersangkutan. tuk menghadapi tuntutan dan kebutuhan korpo-
Kebijakan stabilisasi ini meliputi pengha­pusan rasi transnasional. Restrukturisasi ini mencakup
subsidi untuk bahan makanan, transportasi, buruh kontrak dan sub-kontrak, outsourcing
dan barang-barang publik lainnya; pem­otongan (alih-daya), kerja paruh-waktu (part-time); kerja
p­e­
kerjaan publik; dan tindakan-tindakan pe­ informal (informal work), kerja-rumahan (home-
ngetatan belanja sosial, se­ perti p­
emotong- work), bekerja di rumah (telecommuting); dihi-
an layanan untuk ke­ sehatan dan pendidikan. dupkannya kembali hubungan kerja patriarkal
Stabilisasi ini kemudian diikuti tahapan ke­dua di tempat kerja (patriarchal workshops) dan
yang dikenal sebagai penyesuaian struktural unit-unit kerja ke­luarga (family labor units) da-
yang meliputi: (1) liberalisasi perdagangan dan lam bentuk hierarki kerja berdasarkan gender
keuangan, m­elalui pembukaan ekonomi pasar dan ras; tempat kerja yang buruk (sweatshops);
dunia; (2) deregulasi, yang menghapuskan ke­ dan bentuk-bentuk lain hubungan kerja yang
terlibatan negara dalam pembuatan kebijakan menindas.72
ekonomi dan dalam fungsinya sebagai media-
tor hubungan buruh-kapital; dan (3) privatisasi
  Robinson, Latin America, 19 and 23.
72

98 99
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Dengan propaganda masif melalui institusi foreign direct investment tetap berputar di ka-
pendidikan, publikasi buku, jurnal, pidato-pida- langan negara-negara kapitalis maju;73 jurang
to para pejabat publik, hingga pemb­ eritaan kesenjangan antar kaya-miskin dalam satu nega-
media massa mengenai ideologi abstrak dan ra dan kesenjangan antar negara maju dan mis-
serangkaian kebijakan ekonominya, rezim neo- kin terus menganga lebar;74 jumlah tenaga kerja
liberal menjanjikan sebuah tatanan kehid­u­pan informal (precarious work) semakin bertambah
yang lebih bebas dengan tingkat kemakmuran banyak berbanding terbalik dengan jumlah pe-
yang tinggi. Menurut keyakinan ini semakin se- kerja formal;75 kaum miskin yang sebenarnya
luruh sumber daya ekonomi terintegrasi ke da- merupakan korban pemb­angunan bukannya di-
lam pasar maka semakin baik pula kehidupan bela malah dikriminalkan;76 demikian juga ke-
itu sendiri.
73
  Lihat Went, Globalization Neoliberal, 45.
Namun demikian, kendati seluruh aspek ke-
  Penjelasan yang lebih detail soal ini, lihat Ray Bush,
74
hidupan semakin terkomodifikasi dan seluruh Poverty and Neoliberalism Persistence and Reproduction in the
wilayah di permukaan bumi semakin terintegra- Global South, (London: Pluto Press, 2007).
si ke dalam pasar, serta neoliberalisme menjadi 75
  Lihat Andreas Bieler, Ingemar Lindberg and Devan Pillay
(edited), Labor and the Challenges of Globalization. (London:
ideologi yang paling hegemonik dalam sejarah Pluto Press, 2008); Untuk pekerjaan yang lebih berisiko seperti
perkembangan ideologi ekonomi-politik du­nia, tukang bersih-bersih gedung yang keadaannya pun semakin
memburuk, lihat Luis L M Aguiar and Andrew Herod
janji-janji kehidupan yang lebih baik bagi se- (edited), The Dirty Work of Neoliberalism Cleaners in the Global
mua yang berpartisipasi didalam­nya ter­n­yata ha- Economy, (Oxford: Blackwell Publishing, 2006).
nya sebatas janji. Dari segi per­gerakan kapital,   Lihat Loïc Wacquant, Punishing the Poor The Neoliberal
76

Government of Social Insecurity, (Durham: Duke University


m­ isalnya, mayoritas investasi asing langsung/ Press, 2009); untuk kasus khusus seperti Florida, lihat Joe

100 101
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

yakinan bahwa neoliberalisme merupakan sen- Dalam konteks Indonesia, kita akan lebih
jata paling ampuh dalam memerangi kolusi, bisa memahami esensi penerapan kebijakan ne-
korupsi, nepotisme yang difasilitasi oleh negara oliberal, jika kita melakukan analisa terlebih da-
ternyata hanyalah ilusi.77 Daftar janji-janji palsu hulu mengenai struktur kapitalisme yang sedang
ini masih bisa kita perpanjang. bekerja di Indonesia. Seperti apa komposisi dan
konfigurasi kekuasaan kelas yang ada, kondisi
Penutup objektif perjuangan kelas buruh dan kelas-kelas
Dari uraian di atas bisa d­isimpulkan bahwa tertindas lainnya, serta bagaimana peran nega-
neoliberalisme adalah konsekuensi internal dari ra di perjuangan kelas itu. Analisa spesifik ini
perkembangan kapitalisme yang meng­alami kri- penting karena perkembangan kapitalisme se-
sis struktural pasca-Perang Dunia II. Dari per- lalu ditandai oleh perkembangan yang tidak
spektif kelas, neoliberalisme adalah sebuah pro- seimbang, baik di level global, nasional, bah-
yek politik dari kelas kapitalis, lebih khusus lagi kan lokal. Artinya, tidak ada analisa umum ten-
lapis atas kelas kapitalis yang disebut “Kapital tang kapitalisme yang bisa diterapkan pada kon-
Keuangan” untuk merestorasi ke­untungan me- disi-kondisi khusus perkembangan kapitalisme.
reka yang jatuh akibat krisis. Dengan demikian, adalah sebuah kekeliruan
yang fatal jika kita melihat neoliberalisme hanya
Soss, Richard C. Fording, and Sanford F. Schram, Disciplining
the Poor Neoliberal Paternalism and the Persistent Power of Race, dari produk-produk kebijakan yang dihasilkan­
(Chicago: The University of Chicago Press, 2011). nya, seperti liberalisasi perdagangan dan keu­
77
  Lihat Richard Robison and Vedi R. Hadiz, Reorganising angan, stabilisasi fiskal dan moneter, deregulasi,
Power in Indonesia The politics of oligarchy in an age of markets,
(London: RoutledgeCurzon, 2004).
dan privatisasi. Respons dan resistensi terhadap

102 103
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

serangkaian kebijakan tersebut hanya akan me- Company.


nyebabkan perjuangan kelas pekerja terjatuh
pada jebakan nasionalisme sempit dan kola­ Brenner, A., Day, B., and Ness, I. (editors).
borasi kelas dengan kapitalis-kapitalis domes- 2009. The Encyclopedia of Strikes In
tik. *** American History. New York: M.E. Sharpe.

Bieler, A., Lindberg, I., and Pillay, D. (edited).


*Bab ini sebelumnya telah terbit sebagai artikel 2008. Labor and the Challenges of
dengan judul yang sama di IndoProgress Jurnal Globalization. London and Ann Arbor, MI:
Pemikiran Marxis, Vol. I, Nomor 1, 2004, h. 1-32. Pluto Press.

Bush, R. 2007. Poverty and Neoliberalism


Daftar Pustaka Persistence and Reproduction in the Global
Buku: South. London and Ann Arbor, MI: Pluto
Press.
Aguiar, L M. L., and Herod, A. (edited).
2006. The Dirty Work of Neoliberalism Cherry, R., et.al. (edited). 1987. The Imperilled
Cleaners in the Global Economy. Malden, Economy Book I Macroeconomics From the
MA, Oxford, UK, and Victoria, Australia: Left Perspective. New York: The Union for
Blackwell Publishing. Radical Political Economics.

Rizky, A. dan Majidi, N. 2008. Neoliberalisme Clarke, S. 1993. Marx’s Theory of Crisis. New
Mencengkeram Indonesia, Publishing York: Palgrave Macmillan.
104 105
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Duménil, G., and Lévy, D. 2004. Capital Hackworth, J. 2007. The Neoliberal City
Resurgent Roots of the Neoliberal Governance, Ideology, and Development
Revolution. Cambridge, Massachusetts and in American Urbanism. Ithaca, New York:
London, England: Harvard University Press. Cornell University Press.

Duménil, G., and Lévy, D. 2011. The Crisis of Howard, M.C., and King, J.E. 1985. The
Neoliberalism. Cambridge, Massachusetts Political Economy of Marx. New York: New
and London, England: Harvard University York University Press.
Press.
Howard, M.C., and King, J.E. 2008. The Rise
Eatwell, J., Milgate, M., Newman. P. (edited). of Neoliberalism in Advanced Capitalist
1990. Marxian Economics. New York and Economies A Materialist Analysis. New
London: W.W. Norton & Company. York: Palgrave Macmillan.

Foley, D. K. 1986. Understanding Capital Kiely, R. 2007. The New Political Economy of
Marx’s Economic Theory Cambridge, Development Globalization Imperialisme
Massachusetts and London, England: Hegemony. New York: Palgrave Macmillan.
Harvard University Press.
Marx, K. 1998. The 18th Brumaire of Louis
Freeman, J.B. 2000. Working Class New York Bonaparte. New York: International
Life and Labor Since World War II. New Publishers.
York: The New Press.

106 107
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Marx, K. 1990. Capital Vol. I. London and New of American and World Capitalism. New
York: Penguin Books. York: Vintage Books.

Marx, K. 1981. Capital: Volume III. London Overbeek, H. (edited). 1993. Restructuring
and New York: Penguin Books.. Hegemony In The Global Political
Economy the rise of transnational neo-
Marx, K. 1993. Grundrisse. London and New liberalism in the 1980s. London and New
York: Penguin Books. York: Routledge.
Marx, K. 1988. Economic and Philosophic Panitch, L., and Gindin, S. 2012. The Making
Manuscripts of 1844 and the Communist of Global Capitalism. London: Verso.
Manifesto. Amhers, New York: Promotheus
Books. Panitch, L., Albo, G., and Chibber, V. (edited).
2011. The Crisis This Time. London, New
Moody, K. 2007. From Welfare State To Real York, and Halifax: Socialist Register.
Estate Regime Change in New York City,
1974 to the Present. New York: The New Robinson, W. I. 2008. Latin America and
Press. Global Capitalism A Critical Globalization
Perspective. Baltimore: John Hopkins
Mermelstein, D. (edited). 1975. The Economic University Press.
Crisis Reader Understanding Depression,
Inflation, Unemployment, Energy, Food, Robison, R., and Hadiz, V.R. 2004.
Wage-Prices Controls, and Other Disorders Reorganising Power in Indonesia The
108 109
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

politics of oligarchy in an age of markets, Press.


London and New York: RoutledgeCurzon.
Schumpeter, J.A. 2008. Capitalism, Socialism
Saad-Filho, A. (edited). 2003. Anti-Capitalism and Democracy. New York: Harper
A Marxist Introduction. London and Ann Perennial Modern Thought.
Arbor, MI: Pluto Press.
Tabb, W. K. 1982. The Long Default New York
Saad-Filho, A., and Johnston, D. (edited). City and the Urban Fiscal Crisis. New York:
(2005). Neoliberalism A Critical Reader. Monthly Review Press .
London and Ann Arbor, MI: Pluto Press.
Tucker, R. C. (edited). 1978. The Marx Engels
Shapiro, S. 2008. How to Read Marx’s Capital. Reader. New York, London: W.W. Norton.
London and Ann Arbor, MI: Pluto Press.
Wacquant, L. 2009. Punishing the Poor
Sherman, H.J. 2010. The Roller Coaster The Neoliberal Government of Social
Economy Financial Crisis, Great Recession, Insecurity. Durham and London: Duke
and the Public Option. New York: M.E University Press.
Sharpe.
Went, R. 2000. Globalization Neoliberal
Soss, J., Fording, R.C., and Schram, S.F. Challenge, Radical Response. London and
2011. Disciplining the Poor Neoliberal Ann Arbor, MI: Pluto Press, London, 2000.
Paternalism and the Persistent Power of
Race. Chicago: The University of Chicago
110 111
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Internet: http://www.antaranews.com/berita/176024/
dti-rapat-dpr-diharapkan-hasilkan-keputusan-
“Ahmad Syafii Maarif: Dibutuhkan Pemimpin yang-jelas, diunduh pada 10/22/2013. Yang
Baru Yang Bernyali,” SindoWeekly, 23-29 menarik, dari kalangan pengusaha pun wacana
Mei 2013, http://www.sindoweekly-magz. neoliberalisme di masa pemerintahan SBY-
com/artikel/12/i/24-30-mei-2012/qanda/10/ Budiono ini turut diperbincangkan secara kritis.
dibutuhkan-pemimpin-baru-yang-bernyali. Diunduh pada 22 Oktober 2013.
Diunduh pada 22 Oktober 2013.
Fletcher, B. 2003. “Can U.S. Workers Embrace
“Amin Rais Ragukan Nasionalisme Jokowi,” Anti-Imperialism?” Monthly Review An
Tempo.co, 12/9/2013, http://www.tempo.co/ Independent Socialist Magazine, Vol. 55,
read/news/2013/09/12/078512636/Amien-Rais- Issue 03 (July-August), http://monthlyreview.
Ragukan-Nasionalisme-Jokowi. Diunduh pada org/2003/07/01/can-u-s-workers-embrace-anti-
22 Oktober 2013. imperialism. Diunduh pada 21 September
Ani. 2009. “Rizal: Kwik Sakit Kepala.” Kompas, 2013.
26 Mei 2009, http://bisniskeuangan.kompas. Pontoh, C.H. 2006. “Jalan Amerika Latin
com/read/2009/05/26/20005370/Rizal.Kwik. Tambahan Untuk Budiman Sudjatmiko,”
Sakit.Kepala. Diunduh 22 Oktober 2009. IndoPROGRESS, 25 Desember 2006, http://
“DTI: Rapat DPR Diharapkan Hasilkan indoprogress.com/jalan-amerika-latin/.
Keputusan Yang Jelas,” AntaraNews, 2/3/2010, Diunduh pada 12 November 2013.

112 113
— Coen Husain Pontoh — — Coen Husain Pontoh —

Prasetyo, J.A. 2009. “The crisis of Wahyu, D. 2009. “Chatib Basri: Kwik Tak
neoliberalism: Bisa Bedakan Neoliberal dan Neozep,”
Rhetoric and reality,” The Jakarta Post, June Detikfinance, 26/05/2009. http://finance.detik.
18, 2009, http://www.thejakartapost.com/ com/read/2009/05/26/111801/1137212/4/
news/2009/06/18/the-crisis-neoliberalism- chatib-basri-kwik-tak-bisa-bedakan-neoliberal-
rhetoric-and-reality.html. Diunduh pada 22 dan-neozep. Diunduh pada 22 Oktober, 2009.
Oktober 2013.
Wolff, Rick. “Capitalism Hits the Fan,”
Ridha, Muhammad. 2013. “Arianto Sangaji: http://rdwolff.com/sites/default/files/
Pilihannya Sederhana, Sosialisme atau attachment/4/03Wolff.pdf. Tanpa tahun.
Barbarisme.” Left Book Review. Diunduh pada Diunduh pada 21 September 2013.
18 September 2013. http://indoprogress.com/
lbr/?p=1478. http://www.glovesoff.org/features/gjamerica_1.
html, diunduh pada 19 September 2013.
Scipes, K. 2005. “Labor Imperialism Redx?: Journal:
AFL-CIO’s Foreign Policy Since 1995,”
Monthly Review An Independent Socialist Radice, H. 2008. “The Developmental State
Magazine, Vol. 57, Issue 01 (May), http:// under Global Neoliberalism.” Third World
monthlyreview.org/2005/05/01/labor- Quarterly, Vol. 29, No. 6. 1153 – 1174.
imperialism-redux-the-afl-cios-foreign-policy- London and New York: Routledge.
since-1995. Diunduh pada 5 Oktober 2013.

114 115
— Arianto Sangadji —

maka pilihannya mungkin jatuh pada kata ‘ke-


merdekaan’ atau ‘kebebasan’ (freedom). Ada
alasannya, karena Milton Friedman, penerima
nobel tahun 1976 dan penulis buku ‘Capitalism
Bab II: and Freedom,’2 yang dianggap salah seorang
Neoliberalisme Pengalaman penggagas ide-ide neoliberalisme, menjadikan
Indonesia freedom sebagai hal paling pokok dalam ga-
gasan-gagasannya. Di buku tersebut, dia me-
Arianto Sangadji nandaskan bahwa kemerdekaan ekonomi ada-
lah keharusan menuju kemerdekaan politik.
Pengantar
Tetapi freedom adalah kata yang mengun-
NEOLIBERALISME, yang sering dipertukar- dang banyak tafsir, tergantung siapa yang me-
kan dengan fundamentalisme pasar (market fun- nafsirkan. Seperti kata Matthew Arnold ‘free-
damentalism)1 menjadi kata yang po­puler saat dom is a very good horse to ride, but to ride
ini. Menjelaskannya tidak mudah, tetapi kalau somewhere’3. Ketika di tahun 2005, sekelom-
ada kata lain yang bisa dipakai untuk menggan- pok kelas menengah terpelajar di Jakarta, mi­
tikannya, agar mudah dipahami secepat kilat, salnya, memanfaatkan ruang terbuka reformasi,

2
  M. Friedman, Capitalism and Freedom, (Chicago: The
  J. E. Stiglitz, “Globalism’s discontents”. In D.B. grusky
1
University of Chicago Press, 1962).
& S. Szelenyi (eds.) The Inequality Reader: contemporary and
foundational readings in race, class, and gender, (Boulder, 3
  D. Harvey, A Brief History of Neoliberalism,’ (Oxford: Oxford
Colorado: Westview Press, 2006). University Press, 2005), 6.

116 117
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

de­ngan bebas memasang iklan mendukung ke- harga BBM4. Kasus Jamaksari kemungkinan
bijakan pemerintah menaikkan harga BBM, ha­nya puncak gunung es dari maraknya ka-
sebuah program di bawah payung neolibe­ sus-kasus bunuh diri yang terjadi menyusul ke-
ralisme, itu adalah freedom. Bukan karena be- bijakan-kebijakan neoliberal. VHR Media.com5
berapa orang di antara mereka adalah pengurus (2007) melaporkan, antara 2005 dan 2007 ter-
‘Freedom Institute,’ tetapi itulah contoh seder- dapat sekitar 50,000 orang Indonesia bunuh
hana apa itu kemerdekaan berpendapat, tergan- diri karena kemiskinan dan himpitan ekono-
tung ‘siapa’ yang melakukannya. mi. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas
Sebaliknya, seperti dilaporkan Pos Kota Trisakti, A Prayitno, dalam laporan tersebut me-
(10/5/2008), dengan cara berbeda, Jamaksari, nyebut kemiskinan yang terus bertambah, ma-
seorang buruh tani dengan kerja serabutan, halnya biaya sekolah dan kesehatan, serta
warga Kampung Kemanisan RT 03/02, Desa penggusuran sebagai faktor penyebab. Di sini,
Kebuyutan, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten freedom juga muncul dalam wajah lain, yakni
Serang Banten, secara ‘bebas’ pula memilih tidak bebas dari rasa lapar.
gantung diri dengan tali plastik, yang diikat di
dahan pohon petai, di kebun milik warga se- 4
  S. Arismunandar (2008): “Memilih Bunuh Diri Karena
tempat. Sehari sebelumnya, dia berkeluh ke- Kenaikan Harga BBM”, [online]. Dapat diakses melalui:
http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=8238.
sah kepada para tetangga bahwa ia sangat ter- [akses pada 5-6-2009].
pukul dengan rencana pemerintah menaikkan 5
  VHR Media.com (2007), “Penyebab Utama Kemiskinan:
50.000 Orang Indonesia Bunuh Diri Selama 3 Tahun
Terakhir”, 16 November.

118 119
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

Sengaja cerita seperti ini perlu dihadirkan kepemilikan pribadi. Ini merupakan kombina-
untuk membawa percakapan tentang neoli­ si antara liberalisme, paham yang menekan-
beralisme agar tidak mengawang-awang ali- kan kemerdekaan dan kebebasan individu, dan
as abstrak, tetapi turun ke bumi dengan con- doktrin pasar bebas dalam tradisi ekonomi ne-
toh-contoh lapangan yang konkret. Tulisan ini oklasik. Para pendukungnya menempatkan ide-
le­bih memusatkan perhatian pada pokok-pokok alisme politik tentang martabat manusia dan
pikiran neoliberalisme dan kritik-kritik terha- kemerdekaan individu, sebagai ‘nilai sentral
dapnya, gambaran ringkas tentang sejarah kela- peradaban.’ Mereka menganggap, nilai-nilai itu
hiran paham ini sampai masuk ke dalam keku- menghadapi ancaman bukan saja oleh fasisme,
asaan dan pengalaman praktiknya di Indonesia. komunisme, dan kediktatoran, tetapi oleh sega-
la bentuk campur tangan negara yang memakai
Pengertian idealisme kolektif untuk menekan kebebasan in-
Apa sebenarnya neoliberalisme? dividu.
Pertama, dalam bukunya ‘A Brief History of Rumusan dasar ini terlihat dalam tu-
Neoliberalism,’6 David Harvey mengatakan ne- lisan-tulisan Friedrich A. Hayek, intelektu-
oliberalisme adalah paham yang menekankan al terdepan yang membela paham ini. Intinya,
jaminan terhadap kemerdekaan dan keb­ebasan Hayek7 menolak segala bentuk intervensi nega-
individu melalui pasar bebas, perdag­ angan ra karena dianggap membahayakan pasar dan
bebas, dan penghormatan terhadap sistem kebebasan politik. Baginya, kebebasan adalah

  F.A. Hayek, the Road to Serfdom, (Chicago: University of


7


6
Op.cit Chicago Press, 1944).

120 121
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

tidak ada­nya coercion, dan kebebasan paling adalah pemusatan kekuasaan, karena itu ruang
utama adalah kebebasan ekonomi, yang berarti lingkup kekuasaan pemerintah harus dibatasi.
kebebasan berusaha tanpa kontrol negara. John Tugas pokok pemerintah adalah melin­ dungi
Gray8 me­nyatakan, karya-karya Hayek bertum- kebebasan melalui penegakan hukum dan
pu pada liberalisme klasik, yang menjunjung ­k­ete­rtiban, memperkuat kontrak-kontrak swasta,
hak-hak individu dan keutamaan moral dari ke- dan melindungi pasar yang kompetitif. Di sini
bebasan individu, keunggulan pasar bebas dan perlu digarisbawahi, perhatian utama Friedman
keharusan pemerintah yang terbatas di bawah adalah kebebasan dalam konteks ‘competitive
supremasi hukum. ca­pitalism/kapitalisme kompetitif’ (berfungsinya
Rekan Hayek, ekonom Milton Friedman, korporasi-korporasi swasta dalam sistem berba-
memiliki pandangan sama di mana ia menghor- sis pasar bebas), yakni sebuah sistem kebe­b­asan
mati liberalisme abad 19 yang menekankan ke- ekonomi, untuk kemudian menuju kebebasan
bebasan individu dan mendukung laissez faire politik.
sebagai cara untuk mengurangi peran negara. Kedua, seperti sudah diperca­ kapkan luas,
Sebaliknya, Friedman menganggap liberalisme paham ini secara praktis tertuang dalam doktrin
abad 20 seperti yang berkembang di Amerika ‘Washington Consensus,’ sebuah agenda tekno-
Serikat (AS), terutama setelah 1930, adalah li­ kratis berisi daftar kebijakan ekonomi, yang per-
beralisme yang terdistorsi oleh intervensi ne- tama kalinya diperkenalkan oleh (eks) direktur
gara. Menurutnya ancaman utama kebebasan Bank Dunia John Williamson untuk negara-nega-
ra Amerika Latin, yang menghadapi defisit dan

8
J. Gray, Hayek on Liberty, (London: Routledge, 1998).

122 123
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

inflasi yang tinggi, pada tahun 19899. Disebut asing harus dibuat seliberal mungkin karena da-
Konsensus Washington, karena merupakan ke- pat membawa masuk keun­tungan modal dan
sepakatan kebijakan antara World Bank, IMF, kea­hlian dari luar negeri; (8) privatisasi peru-
dan Kementrian Keuangan AS yang berpusat di sahaan-perusahaan milik pemerintah; (9) de-
Washington. Awalnya, ada 10 kata kunci dalam regulasi sektor ekonomi, karena pengaturan
konsensus ini; (1) disiplin fiskal, dengan men- pemerintah yang kuat dan berlebihan dapat
jaga defisit se­rendah-rendahnya, karena defisit menciptakan korupsi dan diskriminasi terhadap
yang tinggi akan mengakibatkan inflasi dan pela- perusahaan-perusahaan kecil yang memiliki ak-
rian mo­dal; (2) prioritas-prioritas belanja peme- ses rendah kepada pejabat-pejabat pemerintah
rintah, de­ngan mengurangi atau menghilangkan di le­vel lebih tinggi; (10) penghargaan terhadap
subsidi dalam sektor-sektor seperti pendidik- hak milik harus ditegakkan, karena hukum yang
an, ke­sehatan, dan lainnya; (3) reformasi perpa- lemah dan sistem peradilan yang jelek dapat
jakan; (4) liberalisasi keuangan; (5) nilai tukar mengurangi insentif untuk akumulasi modal10.
mata uang negara-negara sedang berkembang Dalam perkembangannya, ada pen­ambahan
harus mengadopsi nilai tukar yang kompetitif 10 kata kunci baru. (1) Bank Sentral yang in-
agar memacu ekspor; (6) liberalisasi perdagang- dependen; (2) reformasi baik terhadap sek-
an, dengan meminimumkan hambatan-hambat- tor publik maupun tata kelola sektor swasta;
an tarif dan perizinan; (7) penanaman modal (3) fleksibilitas tenaga kerja; (4) pemberlakuan
9
  J. Williamson, the Washington Consensus as Policy Prescription
10
for Development, A lecture in the series “Practitioners of Dikutip oleh M. Naim, “Washington Consensus or
Development” delivered at the World Bank on January 13, Washington Confusion?”, Foreign Policy, SPRING 2000.
2004.

124 125
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

kesepakatan-kesepakatan WTO dan harmonisa- sejarawan ekonomi Karl Polanyi12, menama-


si standar-standar nasional dengan standar-stan- kan pan­dangan ini untuk kemudian dikritiknya,
dar internasional di dalam kegiatan bisnis dan yakni pasar yang memiliki kemampuan menga-
keuangan, tetapi dengan pengecualian (teruta- tur dirinya sendiri (self-regulating market), tan-
ma tentang perburuhan dan lingkungan hidup); pa atau peranan negara sekecil-kecilnya (mini-
(5) penguatan sistem keuangan nasional untuk mal state).
memfasilitasi liberalisasi; (6) pembangunan ber- Pandangan radikal ini memperoleh kritik
kelanjutan; (7) perlindungan masyarakat mis- keras. Para pengkritik menganggap, penempat-
kin melalui program jaring pengaman sosial; an pasar sebagai sesuatu yang terisolasi dari
(8) strategi pengurangan kemiskinan; (9) ada­nya kekuasaan politik, kurang lebih hanya mim-
agenda kebijakan pembangunan nasional; (10) pi belaka. Polanyi dalam bukunya The Great
partisipasi demokrasi.11 Transformation, menyebutnya “embedded-
Tampak jelas, neoliberalisme menga- ness,” di mana ekonomi bukan dunia yang oto-
gung-agungkan pasar di atas segala-galanya. nom, tetapi secara historis tersubordinatkan
Karena, pasar dipandang memiliki cara, me- ke dalam politik dan sosial. Dalam pengan-
kanisme, dan kesucian sendiri untuk mengu- tarnya untuk buku ini, F. Block13 menyatakan,
rusi diri­
nya secara spontan. Jauh-jauh hari, 12
  K. Polanyi, the Great Transformation: The political and
economic origins of our time, (Boston: Beacon Press, 2001).

  M. Beeson & I. Islam, “Neoliberalism and East Asia:


11 13
  F. Block, “Introduction”. In K. Polanyi, Great
Resisting the Washington Consensus”. In K. Hewison & Transformation: The political and economic origins of our time,
R. Robison (eds.) East Asia and the Trials of Neo-Liberalism, (Boston: Beacon Press., 2001), xxiv.
(London: Routledge, 2006).

126 127
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

Polanyi menolak self-regulating yang mengha- laissez faire pada dasarnya dilindungi nega-
ruskan masyarakat tunduk kepada logika pasar. ra. Dia bilang ‘there was nothing natural about
Dia menentang fundamentalisme pasar, kare- laissez faire..’ Pasar tidak pernah tumbuh seca-
na dianggapnya hanya ilusi. Apa yang disebut ra alamiah, tetapi melalui campur tangan peme­
self-regulating market, dengan menendang ne- rintah.
gara keluar dari ekonomi, seperti dijanjikan pe- Di luar kritik Polanyi mengenai ilusi pa-
nyanjung neoliberal, hanya utopia. sar yang dapat bekerja secara spontan, menu-
‘Liberal economy gave a false direction to our ide- rut Harvey15 masalah paling mendasar dari pe­
als. It seems to approximate the fulfillment of in- nerapan neoliberalisme adalah penge­rukan aset
trinsically utopian expectation. No society is pos- dan kekayaan dari massa rakyat ke ta­ngan se-
sible in which power and compulsion are absent, gelintir kelas di dalam masyarakat dan dari ne­
nor a world in which force has no function. It was geri-negeri terbelakang ke negeri-ne­geri kaya.
an illusion to assume a society shaped by man’s Dan menurutnya, negara yang memonopoli ke-
will and wish alone’.14 kerasan dan membuat aturan-aturan main, me-
Dalam sejarahnya, di abad 19, Polanyi mem- mainkan peranan penting dalam mendukung
beri contoh tentang industri katun di Inggris— dan mempromosikan proses ini. Ia menyebut
industri perdagangan bebas paling maju—di­ proses ini sebagai accumulation by disposses-
ciptakan oleh dukungan tarif yang protektif dan sion, yang meliputi: ‘komo­difikasi dan privatisa-
subsidi buruh secara tidak langsung. Artinya, si tanah dan mengusir para petani secara paksa;

14
  Polanyi, op.cit., 266.  
15
Harvey, A Brief History

128 129
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

konversi berbagai bentuk hak milik (bersama, Dengan accumulation by dispossession,


kolektif, negara, dan sebagainya) ke dalam hak- Harvey mencoba mengembangkan konsep Karl
hak kepemilikan pribadi secara e­ ksklusif; la­ Marx tentang ‘primitive accumulation,’ yak-
rangan secara paksa hak-hak milik bersama; ni asal-usul surplus, di mana akumulasi kapi-
komodifikasi tenaga kerja dan eliminasi secara talis berlangsung. Menurut Marx17, ‘akumulasi
paksa bentuk-bentuk alternatif (indigenous) mo- pri­mitif, di tingkat pertama dan paling pokok,
del-model produksi dan konsumsi; proses-pro- adalah proses sejarah pemisahan produsen dari
ses pengambilalihan aset dengan cara-cara ko- alat produksi.’ Dengan kata lain, proses mengu-
lonial, neo-kolonial, dan imperial (termasuk bah para produsen menjadi buruh upahan. Hal
sumber daya alam); monetisasi nilai tukar, pa- penting yang perlu digaris-bawahi dari Marx,
jak, dan terutama tanah; perdagangan budak yang menghabiskan delapan bab di bagian ke-
(yang masih berlangsung, terutama dalam in- delapan dari buku Capital I ketika menguraikan
dustri seks) dan; peminjaman de­ ngan bunga tentang akumulasi primitif, adalah kekerasan.
yang mencekik, utang nasional dan yang paling Mengutip Augier, yang mengatakan, jika uang
merusak adalah penggunaan sistem kredit yang hadir di dunia dengan lumuran darah bawa-
merupakan cara-cara paling radikal dari akumu- an di sebelah pipi, maka kapitalisme lahir, me-
lasi primitif’16. nurut Marx18 ‘dengan darah dan kotoran yang

17 
K. Marx, Capital: A critique of political economy, Volume I,

16
Lihat David Harvey, the New Imperialism, (Oxford: (London: Pelican Books (reprinted in Penguin Classic, 1990),
Oxford University Press, 2003); dan juga David Harvey, 874-5.
“Neoliberalism and Creative Destruction”, ANNALS, AAPS,
610, March, 2007, 34-5. 18
  Ibid., 925-6.

130 131
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

muncrat dari pori-pori, mengalir dari kepala tu- harusan untuk akumulasi modal swasta, karena
run ke ujung kaki.’ Dalam sejarah, proses ini ter- tanpa itu, produksi, arus komoditi, dan kepemi-
jadi di mana-mana, seperti dia menulis: likan pribadi atas alat produksi akan terganggu.
‘the discovery of gold and silver in America, the
Jalan Menuju Kekuasaan
extirpation, enslavement and entombment in
mines of the indigenous population of that conti- Menurut Harvey,21 neoliberalisme adalah se-
nent, the beginnings of the conquest and plunder buah proyek politik, sebagai obat penawar ter-
of India, and the conversion of Africa into a pre- hadap ancaman yang dihadapi oleh tatanan so-
serve for the commercial hunting of black skins, sial kapitalisme dan penyakit yang dideritanya.
are all things which characterize the dawn of the Sebagai proyek, menurutnya, hal ini bisa dite-
era of capitalist production. These idyllic proceed- lusuri dari sebuah kelompok ke­cil yang eksklu-
ings are the chief moments of primitive accumu- sif – terkenal dengan nama “the Mont Pelerin
lation’19. Society” – terdiri dari filsuf politik Austria
Frederich von Hayek, ekonom Amerika Serikat
Kekerasan memang terlembagakan di da-
(AS) Milton Friedman, filsuf Karl Popper, dan
lam sistem kapitalisme. Di sini, penting meli-
lain-lain, yang menyebut diri mereka sebagai
hat hubungan antara militerisme dengan sistem
‘liberal’ (dalam tradisi Eropa) karena keyakin-
ini. Menurut M. Mann20 militerisme adalah ke-
an tentang idealisme kebebasan pri­badi. Ketika
membentuk kelompok ini di tahun 1947, me-

19
Ibid., 915. reka memprihatinkan bahaya yang ­me­ngancam
  M. Mann, “Capitalism and militarism”, in M. Shaw (ed.)
20

War, State, and Society, (London: McMillan Press, 1984), 25-46.  


21
Harvey, A Brief History

132 133
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

jantung peradaban ‘the Western Man’ (kebe- Dalam perkembangannya, the Mont Pelerin
basan berfikir dan berekspresi), sehingga di- Society memperoleh dukungan ke­uangan dan
perlukan sebuah ‘perang ide’ yang harus di- politik yang sangat kuat. Di AS, secara khusus,
menangkan. Label neoliberal menunjukkan mereka memperoleh duk­ungan dari kelompok
kepercayaan kuat mereka terhadap prinsip-prin- individu kaya dan para pe­mimpin perusahaan
sip pasar bebas dari ekonomi neo-klasik yang yang menentang segala bentuk intervensi pe-
tumbuh di abad 19 (berkat karya-karya Alfred merintah. Mereka menggalang perlawanan ter-
Marshall, William Stanley Jevons, dan Leon hadap apa yang mereka sebut sebagai ekonomi
Walras) untuk menggantikan karya-karya kla- campuran (mixed economy). Kepercayaan ini se-
sik dari Adam Smith, David Ricardo, dan Karl makin m­enguat sampai krisis ekonomi 1970an,
Marx. Meskipun mereka juga respek dengan te- ketika paham ini m­asuk ke dalam mainstream
ori Adam Smith tentang ‘invisible hand/tangan kekuasaan dan lembaga-lembaga pemikiran,
tak terlihat.’ Doktrin neoliberalisme, oleh kare- menggeser dominasi Keynesianisme. Terutama
na itu, adalah sebuah perlawanan terhadap te- di AS dan Inggris, lembaga-lembaga pemikir-
ori-teori tentang intervensi negara, seperti yang an dengan dukungan keu­ angan kuat, seperti
diperkenalkan oleh John Maynard Keynes ke- Institute of Economic Affairs (London), Heritage
tika menghadapi depresi besar tahun 1930-an, Foundation (Washington), dan di Universitas
dan teori-teori tentang sentralisasi perencanaan Chicago yang sangat dipengaruhi oleh Milton
ekonomi di dalam tradisi Marxis22. Friedman, semakin besar p­ engaruhnya.

  Harvey, Ibid.; D. Yergin & J. Stanislaw, the Commanding


22
is remarking the modern world, (New York: Simon & Schuster,
Heights: the battle between government and the marketplace that 1998).

134 135
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

Penghargaan nobel ekonomi yang diberikan ke- menjadi Menteri Pendidikan; sementara Reagan
pada Hayek (1974) dan Friedman (1976) sema- menunjuk David Stockman, seorang penga-
kin membuat paham ini kian berkibar. Teori ne- nut Hayek, untuk mengepalai OMB (the Office
oliberal mulai ma­suk ke dalam kebijakan di era of Management and Budget), jabatan seting-
1970an itu, terutama di sektor moneter, khusus- kat menteri. Thatcher dan Reagan menekankan
nya di masa peme­rintahan Jimmy Carter, saat doktrin kompetisi—kompetisi antar bangsa, wi-
deregulasi ekonomi diperlukan sebagai salah layah, perusahaan, dan individu. Inilah era di
satu jawaban terhadap stagflasi.23 mana terjadi deregulasi pasar keuangan, privati-
Sejak 1979, konsolidasi neoliberalisme sasi, pelemahan kelembagaan-kelembagaan ja-
mencapai puncaknya. Terpilihnya Margaret minan sosial, pelemahan serikat-serikat buruh
Thatcher (1979) sebagai perdana menteri di dan perlindungan pasar tenaga kerja, pengu­
Inggris dan Ronald Reagan (1980) sebagai pre- rangan peran pemerintah, dan membuka pintu
siden di AS, merupakan era di mana kebijak- untuk arus barang dan modal internasional.
an ekonomi neoliberal datang mendomina- Apa yang terlihat dari proses ini adalah pe­
si. Thatcher yang terpengaruh dengan Hayek24 ranan negara di dalam sejarah muncul dan me-
mengangkat Keith Joseph, pengikut Hayek, se- nyebarnya neoliberalisme. Dengan kata lain,
bagai Menteri Perindustrian dan kemudian kekuasaan negaralah yang menjadi kata kun-
ci untuk mengartikulasikan paham ini. Nah di
23
  Harvey, Op.cit sini, sangat penting merujuk ke Harvey25 yang
24
  A. Flew, “the Influence of the Discipline of Philosophy
in Post-War Britain (dalam wawancara dengan A. Seldon),”
Contemporary British History, 10 (2): 1996, 117 — 125.  
25
Harvey, the New Imperialism

136 137
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

mengupas tuntas apa yang dia sebut ‘neolib­eral utama kekuasaan. Tetapi di bawah era Perang
state’ (negara neoliberal). Menurutnya, nega- Dingin (Cold War), musuh utama paham ini
ra neoliberal memiliki misi menciptakan ‘good juga adalah negeri-negeri di bawah pengaruh
bussiness climate’ bagi akumulasi modal, ti- sosialisme. Tidak heran, atas alasan itulah, Chile
dak peduli dampak negatif sosial ekonominya. tampaknya menjadi laboratorium pene­ rapan
Negara harus memfasilitasi dan mendorong ke- paham ini. Itu terjadi di tahun 1970an, ketika
pentingan-kepentingan bisnis, seperti privatisa- agenda-agenda neoliberal dipraktikkan, setelah
si sektor-sektor yang sebelumnya dikuasai ne- sebuah kudeta berdarah militer Chile yang di-
gara, memacu pertumbuhan industri keuangan dukung oleh AS terhadap pemerintahan sosia-
(financialization), dan sebaliknya, menarik diri lis yang terpilih secara sah dan demokratik di
dari tanggung jawab di bidang sosial. Negara bawah Salvador Allende26. Sekelompok eko-
menciptakan dan melindungi kerangka kerja se- nom muda Chile yang dikenal dengan se­butan
cara kelembagaan yang menjamin hak milik pri- ‘the Chicago Boys,’ karena pengikut Milton
badi, kebebasan individu, tidak membe­bani pa- Friedman, dari mana mereka pernah menge-
sar, dan mendorong perdagangan bebas. Dan nyam pendidikan di University of Chicago, ma-
tidak kalah penting, negara juga mesti menyiap- suk menjadi tulang punggung rezim Augusto
kan militer, polisi, dan lembaga-lembaga pera- Pinochet. Bekerja sama de­ngan IMF, dari tangan
dilan untuk menjamin semua itu bekerja. merekalah ide-ide neoliberal dipraktikkan me-
Seperti sudah disampaikan, era Thatcher lalui privatisasi aset-aset pemerintah, membuka
dan Reagan memang dianggap sebagai masa di
mana paham neoliberal masuk ke dalam arus
26
  R. J. Alexander, the Tragedy of Chile, (London: Greenwood
Press, 1978).

138 139
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

investasi swasta berbasis sumber daya alam masa Perang Dingin. Atas dalih promosi insti-
(perikanan dan kehutanan), memfasilitasi inves- tusi dan nilai-nilai politik liberal di luar negeri
tasi-investasi a­
sing dan membuka perdagang- yang menjadi agenda sentral pemerintah Bush,
an bebas27. Chile merupakan gambar yang je- baik dalam perang melawan terorisme maupun
las, di mana kebebasan ekonomi (economic Grand Strategy-nya29, AS melakukan penyerbu-
freedom) hidup berdampingan de­ngan teror po- an ke Iraq untuk menghancurkan rezim Saddam
litik. Friedman, yang menjadi arsitek ekonomi Hussein. Tak bisa di­sangkal, invasi Iraq meru-
dan penasihat tidak resmi ‘the Chicago Boys’ pakan contoh paling telanjang apa yang disebut
menyatakan, di luar ketidak-setujuannya terha- dengan rezim ‘neoli­beral militarism’ beropera-
dap sistem politik otoriter di negeri itu, dia ti- si, di mana pemerintah mengalokasikan anggar-
dak melihatnya sebagai sesuatu yang buruk un- an yang besar untuk melayani korporasi-korpo-
tuk memberikan nasihat kepada pemerintahan rasi swasta dalam mengakumulasi profit, bukan
Pinochet28. untuk menekan angka pengang­guran, ­perbaikan
Dari lensa lain, Global War on Terror upah, dan jaminan ke­nyamanan ekonomi bagi
(GWOT), di bawah hegemoni AS, datang meng- kaum buruh, seperti yang menjadi pertim­bangan
isi tempat yang kosong setelah be­rakhirnya utama penganut ‘military keynesianism’30. J.E.

27
  J. Petras & F.I. Leiva, Democracy and Poverty in Chile: The
limits to electoral politics, (Oxford: Westview Press, 1994). Lihat
juga Harvey, A Brief History 29
  J. Ikenberry, “American Grand Strategy in the Age of
Terror”, Survival, 43(4), 2001-2002:19-34.
28
  O. Letelier, “Economic Freedom’s’ Awful Toll: The
‘Chicago Boys’ in Chile”, Review of Radical Political Economics,   J. M. Cypher, “From Military Keynesianism to Global-
30

8(3), 1976:44-52. Neoliberal Militarism”, Monthly Review, 59 (2), 2007: 37-55.

140 141
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

Stiglitz & L. J. Bilmes31 mencatat, dalam invasi bahwa neoliberalisasi telah berlangsung s­ang-
Iraq, AS me­ngontrak 100.000 kontraktor swasta, at radikal, termasuk menggantikan fungsi-fung-
mulai dari melayani masak-memasak, p­e­la­ yanan si jaminan keamanan yang secara tradisional di-
sistem persenjataan, sampai perli­ndungan dip- monopoli negara.
lomat. Bahkan memberikan kontrak kepada per­ Setelah berhasil menghancurkan rezim
usahaan-perusahaan keamanan swasta (private Saddam, kepala Otoritas Sementara Pasukan
security companies), yang pada tahun 2007 saja Koalisi (Coalition Provisional Authority [CPA]),
menghabiskan USD 4 miliar. Keterlibatan p­eru- Paul Bremer mulai memaksakan kebijakan-kebi-
sahaan-perusahaan keamanan swasta sekaligus jakan neoliberal. Hanya dalam 14 bulan, CPA te-
juga menunjukkan bahwa angkatan bersenjata lah membangun pilar-pilar ekonomi neolib­eral
secara parsial te­ngah diprivatisasi. Sebagai tam- melalui serangkaian peraturan: larangan terha-
bahan, privatisasi sektor keamanan seperti ini dap kegiatan produksi oleh negara dan larangan
ditandai de­ngan bertumbuhnya p­erusahaan-per- subsidi komoditi; pengurangan hambatan-ham-
usahaan militer swasta (privat military firms batan tarif impor dan perdagangan; deregulasi
[PMFs]) dan p­erusahaan-perusahaan keamanan proteksi sistem pengupahan dan membuka pa-
swasta (private security firms [PSCs]) sejak ber- sar tenaga kerja; reformasi perpajakan; refor-
akhirnya Perang Dingin32 kian menggambarkan masi keuangan dan reformasi sektor perbank-
an; menetapkan aturan-aturan perdagangan
  J. E. Stiglitz & L. Bilmes, the Three Trillion Dollar War: the
31
internasional berdasarkan ketentuan-ketentuan
True Cost of the Iraq, (NY: W.W. Norton & Company, 2008).
WTO; dan, privatisasi perusahaan-perusahaan
  P. W. Singer, Corporate Warrior: the Rise of the Privatized
32

Military Industry, (Ithaca: Cornell University Press, 2003).

142 143
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

negara33. Semua alasan itu jelas-jelas merupa- Robison35 dan A. Rosser 36 memberi indika-
kan doktrin neoliberal, tetapi sering kali dipo- si bahwa paham neoliberal telah masuk da-
les dengan argumentasi yang mudah diterima lam kebijakan sejak rezim Orde Baru, hingga
‘akal sehat.’ Misalnya, ketika privatisasi perusa- rezim-rezim yang terbentuk sesudahnya. Apa
haan-perusahaan negara, maka justifikasi politik yang harus digarisbawahi, kebijakan-kebijakan
yang dipakai adalah bahwa selama pemerintah- neoliberal memang tidak turun secara serem-
an Saddam, perusahaan-perusahaan itu menjadi pak, tetapi melalui proses evolusi yang panjang,
sarang korupsi. Memang tesis penganut neolibe­ yang bisa ditelusuri dari berbagai kebijakan re-
ral dalam perlawanan terhadap korupsi di sektor formasi ekonomi sejak kelahiran Orde Baru.
pemerintah didasarkan pada klaim bahwa pri- Apa yang disebut sebagai deregulasi dan debi-
vatisasi dan kompetisi dapat menghilangkan ko- rokratisasi sejak era 1980-an, menyusul kejatuh-
rupsi dalam kegiatan ekonomi yang didominasi an harga minyak adalah bukti reformasi pasar
perusahaan-perusahaan milik pemerintah34. itu, dan kebijakan itu berlangsung kian menda-
lam setelah krisis ekonomi dan politik 1997-8.
Pengalaman Indonesia Kebijakan-kebijakan itu di antaranya adalah re-
Studi-studi Vedi R. Hadiz dan Richard formasi pasar modal, keuangan dan perbankan,

35
  V.R. Hadiz & R. Robison, “Neo-liberal Reforms and
Illiberal Consolidation: the Indonesia paradox”. In K.
Hewison & R. Robison (eds.) East-Asia and the Trials of
  D. Whyte (2007) “the Crimes of Neo-liberal Rule in
33
Neoliberalism, (London: Routledge, 2006), 24-45.
Occupied Iraq”, BRIT. J. CRIMINOL. 47 (2), 2007:177–195. 36
  A. Rosser, the Politics of Economic Liberalisation in Indonesia:

34
Ibid State, market, and power, (Richmond: Curzon Press, 2002).

144 145
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

perdagangan dan investasi, dan hak milik inte- rezim kapitalis, di mana ide-ide neoliberal—
lektual. disuarakan kelompok teknokrat yang lazim di-
Seperti pengalaman Chile, Indonesia me- sebut Mafia Berkeley38—secara perlahan mu-
mulainya dengan kekerasan paling barbarik lai dipraktikkan, misalnya, dengan membuka
dalam sejarah kemanusiaan di abad lalu, keti- pintu secara lebar bagi investasi swasta asing.
ka ratusan ribu orang diburu dan dibunuh, de- Hilmar Farid39 menunjuk perkembangan ini se-
ngan tuduhan sebagai anggota atau simpatisan bagai bagian dari ‘primitive accumulation,’ pro-
Partai Komunis Indonesia (PKI), dan sebagian ses penumpukan kekayaan yang bertumpu pada
dikirim ke kamp-kamp isolasi Pulau Buru tanpa hak milik pribadi, yang didahului atau dilaku-
proses pengadilan37. Dan pembunuhan itu je- kan dengan kekerasan yang berdarah-darah.
las-jelas di bawah dukungan kuat AS. Peristiwa Kita sudah lihat bersama, segera setelah ke-
ini sendiri tidak boleh dibaca sebagai peristiwa kerasan brutal 1965, IMF dan Bank Dunia me-
politik yang berdiri sendiri, tetapi jelas berhu- mainkan peran penting, bersama-sama de­ngan
bungan dengan bagaimana sebuah masyarakat negara-negara Barat, mendorong peme­ rintah
akan diorganisasikan menurut kaidah-kaidah Orde Baru menerapkan ekonomi ka­pitalis. Juni
ekonomi kapitalis pada masa-masa berikut- 1968, Presiden Bank Dunia Robert McNamara,
nya. Apa yang terjadi adalah lahirnya sebuah
  D. Ransomm, “Berkeley Mafia and the Indonesian
38
37

Lihat J. Roosa, Pretext for Mass Murder: The September Massacre,” Ramparts, October, 1970: 27-29.
30th movement & Suharto’s coup d’tat in Indonesia, (Wisconsin:
University of Wisconsin, 2006); dan R. Cribb, ‘Unresolved 39
  H. Farid, “Indonesia’s original sin: mass killings and
problems of Indonesian Killings in 1965-1966’, Asian Survey, capitalist expansion, 1965-66”, Inter-Asia Cultural Studies,
42 (4), 2002: 550-563. Volume 6, Number 1, 2005: 3-16.

146 147
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

mengunjungi Jakarta dan kemudian menempat- Neoliberalisasi Awal


kan stafnya di Jakarta dalam jumlah besar se- Industri pertambangan menjadi contoh p­a-
telah kantornya di Washington40. Rezim baru ling tepat bagaimana ide-ide neoliberal mulai
secepat kilat memperkenalkan kebijakan pro in- diperkenalkan sejak awal Orde Baru. UU No.1/
vestasi asing, yang dimusuhi di masa sebelum­ 1967 tentang Penanaman Modal Asing menjadi
nya. Di antaranya, untuk menghilangkan trauma titik masuk investasi asing di sektor ini. Pasal 8
nasionalisasi, maka peme­ rintah mengeluar- UU No. 1/1967 menyebutkan “Penanaman mo-
kan UU No.1/1967 tentang Penanaman Modal dal asing di bidang pertambangan didasarkan
Asing (PMA), yang menjamin tidak terjadi nasi­ pada suatu kerja sama dengan pemerintah atas
onalisasi atau pencabutan hak. Pemerintah juga dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai de-
m­erangsang investasi a­sing dalam bentuk pe­ ngan peraturan perundangan yang berlaku”.
ngurangan atau pembebasan pajak (tax holi-
Kebijakan lebih rinci yang mendorong in­
day).
vestasi di sektor ini adalah UU No.11/ 1967 ten-
Yang hendak diungkapkan dalam bagian tang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
berikut ini adalah melihat bekerjanya paham Indonesia memperkenalkan Kontrak Karya (KK),
neoliberal, dengan mengambil contoh pertum- model kontrak antara pemerintah dan peru­
buhan industri berbasis sumber daya alam, khu- sahaan asing, yang dianggap paling liberal da-
susnya pertambangan dan perkebunan. lam dunia industri pertambangan. Kebijakan-
kebijakan ini benar-benar merupakan cermin
40
  B. May, the Indonesian Tragedy, (London: R. & K. Paul,
1978).

148 149
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

dari apa yang oleh J. Emel & M.T. Huber41 se- sepenuhnya disiapkan sendiri oleh Freeport un-
but sebagai mantra ‘neoliberal risk’ di sektor tuk kemudian disetujui. Moh. Sadli, salah seo-
pertambangan. Mantra ini menganggap perusa- rang teknokrat yang diasosiasikan dengan ‘Mafia
haan swasta menghadapi risiko politik, komer- Berkeley’ mengatakan, KK Freeport saat itu ada-
sial, dan geologi yang besar dan tidak sepadan lah bagian dari cara pemerintah untuk menarik
dengan pemilik tanah dan mineral (negara) di investasi asing. Fakta lain, pemberian kontrak
mana perusahaan beroperasi. Oleh karena itu, itu terjadi ketika status politik Papua masih be-
perusahaan harus memperoleh jaminan peme­ lum jelas: apakah memilih bergabung dengan
rintah bahwa tidak ada nasionalisasi dan ane- Indonesia atau mau merdeka me­lalui sebuah re-
ka klaim hak milik (multiple property claims), ferendum, di bawah p­engawasan Perserikatan
ancaman terorisme dan sabotase, pembatalan Bangsa-Bangsa (PBB), yang akan dilakukan
kontrak, dan aturan perpajakan, serta eksplora- pada tahun 1969. Dan seperti kita ke­tahui, ter-
si dan eksploitasi yang kaku. Tujuannya adalah nyata referendum dilakukan bukan berdasar-
agar akumulasi kapital dapat berlangsung tanpa kan prinsip ‘satu orang satu suara,’ sesuai ke-
gangguan. tentuan PBB, tetapi dilakukan oleh ha­nya 1.024
Freeport yang pertama kali memperoleh KK orang, yang berada di bawah pengawasan ten-
April 1967, benar-benar mendapatkan perlaku- tara. Pemerintah menganggap kendala fisik dan
an istimewa dari pemerintah. Draft KK itu bu- penduduk Papua yang primitif menjadi faktor
kan dibuat oleh pemerintah Indonesia, tetapi penghalang untuk sebuah referendum yang me-
libatkan hampir 1 juta penduduk Papua saat itu.
41
  J. Emel & M.T. Huber, “a Risky Business: Mining, rent and Tidak heran, di bawah akal-akalan pemerintah
the neoliberalization of ‘risk’”, Geoforum (39), 2008: 1394.

150 151
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

ini, hasil referendum menyatakan Papua berga- di Indonesia, seperti Rio Tinto, Newmont Gold
bung dengan Indonesia42. Company, Newcrest Mining Ltd, Broken Hill
Di bawah perlakuan yang istimewa terhadap Proprietary Company Ltd, Freeport McMoran
Freeport (subsidiary of Freeport Sulphur Co, AS), Copper & Gold Inc, dan Inco Ltd. Tentu saja, itu
investasi swasta asing berlomba-lomba masuk semua berkat ­keunt­ungan yang melimpah ruah
Indonesia. Setelah Freeport Indonesia mempero- di bawah jaminan politik yang kuat.
leh kontrak karya (KK) tahun 1967, maka hingga Tetapi, harga yang harus dibayar dari neo­
1970 tercatat 9 perusahaan asing mengantongi liberalisasi di bidang ini juga sangat mahal.
KK dengan pemerintah Indonesia, dua di anta- Konflik dan kekerasan muncul di mana-mana,
ranya PT. Freeport dan PT. Inco. Dalam perkem- di mana fungsi negara neoliberal dalam proses
bangannya, Indonesia menjadi lahan subur bagi ini menjadi sentral untuk menjamin proses pe-
investasi asing, dan sebelum kejatuhan Suharto, ngerukan mineral. Itu yang terjadi di Papua ber-
dianggap sebagai negeri yang paling mena- tahun-tahun. Sebuah contoh, tahun 1977, di-
rik dari sisi investasi pertambangan di Asia43. laporkan bahwa Freeport mengalami kerugian
Nilai investasi KK, 1968—1990, mencapai USD sekitar USD 11 juta karena Organisasi Papua
2,339 juta; tahun 1994 USD 861 juta dan; ta- Merdeka (OPM) melakukan sabotase insta-
hun 1997, USD 1, 922 juta. Pemain-pemain lasi milik perusahaan itu. Menanggapi kasus
utama dalam industri pertambangan dunia hadir ini, ABRI/TNI melancarkan operasi Tumpas di
­daerah pegunungan dengan menggunakan pe-
42
  D. Leith, the Politic of Power: Freeport in Suharto’s Indonesia,
(Honolulu: University of Hawai, 2000). sawat buatan AS Bronco dan helikopter-heli-
43
  Ibid
kopter yang dilengkapi senjata dengan target

152 153
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

di darat. Studi Leith menunjukkan bahwa se- Ltd., Kanada (saat ini Vale Inco, Brazil), mem-
rangan dilakukan dengan melakukan penge- peroleh KK untuk mengeksploitasi biji Nikel di
boman di wilayah yang luas, serangan udara wilayah itu. Seperti Denise Leith yang menulis
dengan manuver terbang rendah, dan menja- disertasi doktor tentang Freeport, disertasi dok-
tuhkan bom napalm di sekitar desa-desa di da- tor Katrin M. Robinson44 tentang PT Inco juga
erah pegunungan. Sehingga, kalau di kemudian menggambarkan bagaimana industri pertam-
hari, Freeport meraup keuntungan yang melim- bangan yang memperoleh perlakuan istimewa
pah ruah, di mana seorang bos Freeport, James pemerintah, menimbulkan sengketa tanah, pen-
R. Moffet, di tahun 1999–2000 saja, mempero- cemaran lingkungan, dan bera­gam pelanggaran
leh pendapatan senilai USD 8 juta dalam ben- hak asasi manusia. Tidak berlebihan, Robinson
tuk gaji, bonus, dan berbagai pendapatan tahun- (1986) menulis buku­nya tentang pertambangan
an lainnya, maka tidak lain itu dialirkan melalui PT Inco di Soroako, Sulawesi Selatan, di bawah
tumpahan darah. judul ‘Stepchildren of Progress.’
Seperti juga di Freeport, di wilayah lai­nnya Sengketa sejenis terjadi meluas di berbagai
penduduk-penduduk setempat juga terpaksa ke- industri berbasis sumber daya alam lainnya, se­
hilangan tanah atau akses ke sumber daya alam perti kehutanan, perkebunan dan sebagainya.
lainnya dan menerima dampak penc­­ em­ aran Akar dari sengketa, karena semakin kuatnya ne-
lingkungan akibat kebijakan pertambangan yang gara meli­ndungi hak-hak milik pribadi (private
sangat liberal. Itu yang dialami oleh penduduk
yang tinggal di sekitar Danau Matano, Sulawesi 44
  K. M. Robinson, Stepchildren of Progress: The Political
Economy of Development in an Indonesia Mining Town, (Albany:
Selatan, setelah PT. Inco, anak perusahaan Inco State University of New York, 1986).

154 155
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

property ownership), de­ngan memberi jamin- dari berbagai UU, seperti UU No. 41/1999
an kepada korporasi-korporasi swasta, dan da- tentang Kehutanan, UU No 22/2001 tentang
lam waktu yang sama tidak m­engakui berbagai Minyak dan Gas Bumi, UU No. 7/2004 ten-
mo­del kepemilikan para petani. Itu juga yang tang Sumber Daya Air, UU No.18/2004 tentang
terjadi dengan berbagai proyek infrastruktur, Perkebunan, UU No.19/2004 tentang perubah-
terutama bendungan, yang didanai oleh lem- an UU Kehutanan, dan UU No.25/2007 ten-
baga-lembaga keuangan multilateral, atau ba- tang Penanaman Modal Asing. Semua UU ini
dan-badan keuangan luar negeri lainnya. Kasus memiliki semangat yang sama: memberikan ke-
pemb­ angunan waduk Kedungombo di Jawa mudahan akses perusahaan-perusahaan swasta
Tengah adalah salah satu contohnya. untuk mengeruk sumber daya alam dengan ja-
minan hak milik yang lebih kuat.
Pendalaman Neoliberalisasi
Ekspansi besar-besaran dalam industri per-
Krisis ekonomi dan politik 1997-8, men- kebunan sawit di luar Jawa, yang mengantar
jadi pintu masuk IMF untuk secara sistema- Indonesia menjadi produsen utama crude palm
tik mendiktekan agenda neoliberal dengan ca- oil (CPO) di dunia, menjadi contoh pa­ling baik.
kupan yang sangat luas. Agenda-agenda itu Dengan luas kebun sawit di tahun 1985 sekitar
dan kon­ sekuensi-konsekuensi yang ditimbul- 600.000 hektare dan berkembang menjadi 4,1
kannya dapat dengan mudah kita lihat da- juta hektare di tahun 2003, membuat Indonesia
lam kaitan dengan pemanfaatan sumber daya menjadi pemain penting dalam industri perke-
alam. Kebijakan-kebijakan untuk melayani pa- bunan sawit dunia, di belakang Malaysia. Pada
sar agar bekerja sebebas-bebasnya terungkap tahun 2002, nilai ekspor produk-produk minyak

156 157
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

sawit Indonesia mencapai USD 2,1 miliar. IMF mendorong li­beralisasi investasi perkebun-
Sektor ini juga mempekerjakan tenaga kerja se- an sawit, seperti tertuang dalam poin 39 Letter
cara langsung mencapai 800.000 orang dan 2 of Intent (LoI, 15 Januari 1998), yakni dengan
juta orang secara tidak langsung45. Tidak pelak menghapus hambatan investasi asing di dalam
lagi, ini merupakan buah dari kebijakan-kebijak- industri ini.
an neoliberal di sektor ini: Bank Dunia memper- Hal lain adalah peranan Internasional
kenalkan skema ‘Kebun Inti dan Plasma’ sejak Finance Corporation (IFC), lembaga di bawah
1990-an; Sejak 1996, untuk mendorong sektor Bank Dunia, yang aktif mempromosikan ekspor
swasta, pemerintah memberikan subsidi mela- hasil-hasil agrobisnis di Indonesia dengan men-
lui pinjaman bank dengan tingkat suku bunga ciptakan iklim investasi yang pro pasar. Tahun
yang rendah; pengurangan pajak e­kspor secara 2002, IFC menyediakan stand-by equity seni-
progresif untuk produk-produk minyak sawit se- lai USD 16.5 juta untuk PT Astra International
perti crude palm oil (CPO); refined, bleached, dalam rangka restrukturisasi utang perusaha-
deodorised (RBD) palm oil; crude olein; dan an itu47. Seperti kita ketahui, Astra adalah sa-
RBD olein; pemberian izin untuk lahan perke- lah satu perusahaan raksasa yang juga memiliki
bunan yang luas, termasuk konversi hutan-hutan perkebunan sawit yang menyebar di Sumatra,
alam sekitar 6 juta hektare46. Sejak krisis 1997/8,
(eds.), Which Way Forward?: People, Forests, and Policymaking
in Indonesia, (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies,
45
  J.W.V. Gelder, Greasy Palms: European Buyers of Indonesian 2002); D. F. Larson, “Indonesia’s Palm Oil Subsector”, Policy
Palm Oil, (London: Friends of the Earth, Ltd, 2004). Research Working Paper, (The World Bank, 1996).

  Lihat A. Casson, “the Political Economy of Indonesia’s


46
  R. Carrere, Oil Palm: From Cosmetics to Biodiesel,
47

Oil Palm Subsector. In C.J. Cofler & I.A.P. Resosudarmo, Colonization Lives On, (Montevideo: WRI, 2006).

158 159
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

Kalimantan, dan Sulawesi, yang pada tahun Indonesia untuk kemudian disuling lagi sebe-
2004 memiliki areal perkebunan sawit yang te­ lum diekspor. Ringkas cerita, demikian Carrere,
lah ditanami seluas 189.970 hektare dengan ka- dengan jaminan kredit dari IFC, Wilmar dan
pasitas produksi CPO mencapai 543.635 ton anak-anak perusahaannya di Indonesia dapat
per tahun48. mempertahankan ekspor hasil perkebunan sa-
Tetapi peranan IFC yang penting ada- wit dan meraup profit dari sana49.
lah mendukung Wilmar Trading. Perusahaan Pertumbuhan fantastis industri kapitalis per-
Singapura yang memiliki empat pabrik penyu- kebunan sawit dalam masa belasan tahun ter-
lingan CPO di Indonesia dan sebuah pabrik di akhir, berlangsung melalui praktik-praktik
Malaysia dengan total produksi mencapai 3,3 akumulasi primitif dengan pola-pola seba-
juta ton per tahun, dan juga memiliki beberapa gai berikut. Pertama, konflik tanah menjadi
anak perusahaan perkebunan sawit di Sumatra. hal paling menonjol karena klaim kepemilik-
IFC memberi jaminan USD 3,3 juta untuk an yang berbeda. Sebuah studi yang dilakukan
Wilmar, yang diperbaharui setiap tahun selama Amzulian Rifai tentang 78 konflik antara peta-
tiga tahun, sehingga memudahkan perusahaan ni dengan perusahaan-perusahaan perk­ebunan
itu untuk memperoleh pinjaman dari bank-bank di Sumatra Utara menunjukkan konflik itu ter-
komersial. Ini merupakan bagian dari usaha IFC jadi karena: lahan petani diambil secara ilegal
agar Wilmar memiliki modal yang terjaga un- dan paksa; tidak ada kompensasi yang dibayar-
tuk membeli CPO dari perkebunan sawit di kan untuk tanaman-tanaman di atas lahan yang

48
  Gelder, Greasy Palms  
49
Op.Cit

160 161
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

masuk dalam areal konsesi; pohon-pohon ka- Desa Salulebo, Kecamatan Topoyo, Kabupaten
ret yang dimiliki petani dirusak oleh perusahaan Mamuju, Sulawesi Barat, propinsi yang baru di-
d­engan cara membakar ketika melakukan pem- mekarkan dari Sulawesi Selatan, (14/2/2007), PT
bersihan lahan dan meski tanah-tanah petani Astra Agro Lestari membayar milisi dan Brimob
terdapat dalam areal konsesi, tetapi mereka ti- untuk menyerang Forum Aliansi Masyarakat
dak memperoleh bagian keuntungan50. Tani Mamuju, ketika sedang berada di lahan
Kedua, mempekerjakan buruh-buruh murah garapan mereka. Akibat ser­a­n­gan ini, seorang
(termasuk anak-anak dan perempuan) de­ ngan anggota milisi tewas, karena para petani mem-
kesehatan kerja yang buruk. Ini dimungkin- berikan perlawanan. Beberapa petani kemudian
kan karena sumber utama para pekerja adalah ditangkap polisi dan memperoleh penyiksaan
warga-warga miskin dari wilayah-wilayah padat selama dalam tahanan51. Di Kampung Banjaran
penduduk di Jawa, Bali, NTT direkrut di bawah Kecamatan Secanggang, Kab. Langkat, Sumatera
program perkebunan inti rakyat-transmigrasi Utara (25/8/2008), aparat Polres Langkat me-
(PIR-trans) dan (eks) petani setempat yang telah lakukan penangkapan disertai tindak kekeras-
kehilangan tanah. an terhadap 100 petani di area perkebunan
sawit milik PT. Buana Estate, karena para pe-
Ketiga, di balik proses itu, seperti biasa, ke-
tani berusaha mempertahankan tanah mereka
kerasan menjadi bagian penting ketika konflik
yang telah dis­erahkan oleh peme­rintah kepada
antara perusahaan dan petani me­ ningkat. Di
  Anonymous (N.D.a) Laporan Perkembangan Konflik
51

Agraria Periode Januari-April 2007. [online]. Dapat diakses


50
  E.F. Collins, Indonesia Betrayed How Development Fail, melalui: http://www.kpa.or.id/index.php?option=com_
(Honolulu: University of Hawai’i Press, 2007). content&task=view&id=124&Itemid=99. [Akses: 5-6-2009].

162 163
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

perusahaan52. Di Sumatra Barat, pertumbuhan berdarah-darah. Pasukan Brimob secara sewe-


perkebunan Sawit di daerah itu juga ditandai nang-wenang memuk­uli dan menembaki peta-
dengan kekerasan, ketika aparat polisi bersen- ni yang berusaha merebut tanah mereka kem-
jata mengintimidasi penduduk setempat untuk bali. Akibat tindakan kekerasan ini empat orang
menyerahkan lahan mereka kepada PT Permata meninggal dunia, banyak orang menderita luka-
Hijau Pasaman, anak perusahaan dari Wilmar luka, 14 orang dimasukkan ke penjara, dan se-
sejak April 2000. Sebuah NGO di sana mela- jumlah aktivis pro-demokrasi yang mendam-
porkan itu dilakukan melalui intimidasi, penem- pingi perjuangan rakyat Bulukumba, terpaksa
bakan, penculikan, penangkapan, dan penyik- ‘tiarap’ karena dimasukkan ke dalam daftar pen-
saan yang dilakukan oleh aparat keamanan53. carian orang54.
Tampaknya, kekerasan bukan hanya Bagaimana kekerasan seperti ini harus dije-
­ on­
m opoli industri perkebunan sawit. Seperti laskan? Pandangan umum melihatnya sebagai
terjadi di Bulukumba, Sulawesi Selatan problem aparat keamanan, yang selain dianggap
(21/3/2003), konflik tanah antara PT London ‘haus darah,’ juga ‘haus uang.’ Para komandan
Sumatra (LonSum) dengan petani setem- pasukan mengerahkan anak bua­h melin­dungi
pat, karena ekspansi kebun karet berlangsung perusahaan, karena memperoleh pelayanan
dari perusahaan. Setelah reformasi, cerita-cerita
52
  Anonymous (N.D.b) Ratusan Petani Langkat Ditangkap
Polisi atas ‘Sponsor” Buana Estate, [online]. Dapat diperoleh
melalui: http://api-indonesia.blog.friendster.com/ [akses:
54
  G. J. Aditjondro, “Dinamika Politik Dan Modal Di
5-6-2009]. Sulawesi: Apa yang dapat dilakukan oleh para aktor
prodemokrasi?”, (Makalah disampaikan dalam pertemuan
53
  Carrere, Oil Palm: aktivis di Palu, 2006).

164 165
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

semacam ini terjadi di mana-mana, terutama New York Times, perusahaan menya­
takan:
dalam industri perkebunan dan pertambang- “There is no alternative to our reliance on the
an. Misalnya, harian the New York Times, da- Indonesian military and police in this regard….
lam sebuah laporan menyebutkan, antara 1998- The need for this security, the support provided
2004, Freeport menyatakan telah menyerahkan for such security, and the procedures governing
uang sekitar USD 20 juta kepada para jende- such support, as well as decisions regarding our
ral, kolonel, mayor, dan k­apten baik TNI mau- relationships with the Indonesian government and
pun polisi. Para komandan menerima puluhan its security institutions, are ordinary business ac-
ribu dolar, dan dalam sebuah kasus memper- tivities”.57.
oleh sekitar USD 150,00055. Pembayaran se-
Relasi seperti ini selalu dipandang sebagai
perti itu terus saja berlangsung, dan di ta-
masalah ‘governance,’ baik di tingkat p­erusaha-
hun 2008, perusahaan membayar sekitar USD
an maupun di jajaran pemerintah. Tentu saja,
1,6 juta kepada aparat keamanan56. Kepada
pandangan begini bersifat reduksionis, karena
hanya melihatnya sebagai bentuk-bentuk pe-
55
  Perlez & R. Bonner (2005), “the Cost of Gold, The langgaran HAM dan korupsi oleh aparat keke-
Hidden Payroll: Below a Mountain of WEealth, a River
of Waste, New York Times, December 27. [Online]. dapat rasan negara, apalagi biasanya berakhir dengan
diakses melalui:http://www.nytimes.com/2005/12/27/
international/asia/27gold.html?pagewante=1&_
r=1&ei=5070&en=0ee1bc8941899f9f&ex=1138078800 [akses
1-6-2009]. ALeqM5jJMKtoD9LnT34URkkkJmTjaSf8EA¨. [Akses: 5-6-
2009].
56
  Anonymous (N.D.c) US mining giant still paying
Indonesia military. [Online]. diakses melalui:http://
www.google.com/hostednews/afp/article/  
57
Perlez & Bonner, Op.cit

166 167
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

menjadikan serdadu-serdadu berpangkat ren- kebebasan, dalam pengertian merusak kebebas-


dah sebagai kambing hitam. Lebih dari itu, ma- an pasar.
salah ini harus dilihat sebagai sesuatu yang ter- Kedua, secara praktis, pelaksanaan doktrin
tanam di dalam jantung sistem kapitalis, yakni paham ini dapat dilihat dari liberalisasi per­
keharusan untuk melin­dungi proses-proses pe- dagangan, keuangan, dan investasi swasta, ter-
numpukan kekayaan swasta. Dengan kata lain, masuk privatisasi tanggung jawab sosial pem­
di sinilah letak relevansi kritik terhadap neoli- erintah. Intinya adalah agar perdagangan barang
beralisme, di mana penge­rahan pasukan secara dan jasa bisa berlangsung secara bebas, begitu
resmi sejatinya bertujuan melindungi super pro- juga pergerakan modal, dan kebebasan berin­
fit yang diperoleh perusahaan-perusahaan swas- vestasi dalam konteks global.
ta.
Ketiga, neoliberalisme merupakan paham
Catatan Penutup yang utopis, karena tidak ada bukti sejarah yang
menunjukkan pasar dapat bergerak tanpa cam-
Pertama, neoliberalisme dapat disimpulkan
pur tangan pemerintah. Hanya dari ta­ngan pe-
sebagai paham dalam sistem kapitalis yang pa­
merintah yang konkret pasar dapat berge­rak me-
ling ekstrem, berintikan minimalisasi peranan
lalui berbagai peraturan. Dengan kata lain, apa
pemerintah dalam urusan ekonomi dan menye-
yang disebut dengan ‘pasar bebas,’ dan ‘perda-
rahkannya kepada pasar. Ini didasarkan pada
gangan bebas,’ bukan sesuatu yang ‘terjun be-
an­ggapan bahwa pasar dapat mengurus dir­inya
bas’ dari langit, tetapi dibikin oleh pemerintah,
sendiri. Bentuk-bentuk intervensi pemerintah
melalui rapat-rapat di parlemen, di kantor-kan-
tentu saja dianggap sebagai ancaman terhadap
tor kementerian, atau di hotel-hotel berbintang.
168 169
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

Tidak peduli seperti apa p­emerintah itu, baik Perpindahan rezim dari Orde Baru yang berwa-
yang terpilih melalui demokrasi borjuis maupun tak diktator ke rezim-rezim reformasi tidak pu-
yang memperolehnya melalui kudeta berdarah. nya arti apa-apa dilihat dari sisi hubungan anta-
Bahkan, demi pasar, semua bentuk pemerintah ra negara dan modal. Fungsi kedua rezim untuk
dapat menyebar teror dengan aneka cara. meng­urusi kepentingan kaum borjuis tetap saja
Keempat, di Indonesia, ide-ide neoli­ berlangsung, dengan melakukan apa pun agar
beralisme secara evolusioner telah berkembang, pe­ngerukan kekayaan dapat terus bekerja.
sekurang-kurangnya sejak awal Orde Baru, dan Kelima, fakta-fakta tersebut mengantarkan
berlangsung lebih cepat setelah keruntuha­nnya. kita untuk mempertanyakan pengertian free-
Ini bisa dilihat pada mata rantai kebijakan dom, yang dirayakan selama masa-masa re-
pro-pasar yang tidak putus sejak kejatuhan re- formasi ini. Untuk siapa sebenarnya freedom
zim Soekarno hingga pasca-kejatuhan rezim itu? Tampaknya, sangat paradoks, ketika ma-
Soeharto. Salah satu aspek paling mencolok hasiswa dan LSM bebas berunjuk rasa, warta-
dari mata rantai itu adalah perkembangan in- wan menikmati kebebasan pers, dan politi-
dustri-industri berbasis sumber daya alam, se­ cal entrepreneurs bebas melakukan manuver
perti yang sudah ditunjukkan dalam pertam­ untuk mengeruk keuntungan materiil dan po­
bangan dan perkebunan. Ekstraksi surplus pularitas di tengah sistem politik yang terbuka,
dalam kedua industri ini berlangsung masif se- tetapi dalam waktu yang sama praktik-praktik
telah ­liber­
alisasi investasi dan perdagangan, pengusiran (dispossession) terhadap kaum pe-
perlindungan terhadap hak-hak milik individu, kerja, petani, dan kelompok-kelompok ­re­ntan
dan term­ asuk penggunaan aparat bersenjata. lain bebas berlangsung di depan mata.***

170 171
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

[online]. Dapat diakses melalui: http://


*Bab ini ini sebelumnya telah terbit sebagai artikel www.kpa.or.id/index.php?option=com_
di Harian IndoPROGRESS, 17 Agustus 2009. htt- content&task=view&id=124&Itemid=99.
ps://indoprogress.com/2009/08/neoliberalisme-1/ [Akses: 5-6-2009].

Anonymous (N.D.b), “Ratusan Petani Langkat


Daftar Pustaka Ditangkap Polisi atas ‘Sponsor” Buana
Estate”, [online]. Dapat diperoleh melalui:
A. Casson (2002), “the political economy http://api-indonesia.blog.friendster.com/
of Indonesia’s oil palm subsektor”. In [akses: 5-6-2009].
C.J. Cofler & I.A.P. Resosudarmo, (eds.)
Which Way Forward?: People, Forests, Anonymous (N.D.c). “US mining giant
and Policymaking in Indonesia. Singapore: still paying Indonesia military”,
Institut of Southeast Asian Studies. [online]. Diakses melalui: http://www.
google.com/hostednews/afp/article/
A. Flew (1996), “the Influence of the Discipline ALeqM5jJMKtoD9LnT34URkkkJmTjaSf8EA
of Philosophy in Post-War Britain” (in an [Akses: 5-6-2009].
interview with A. Seldon). Contemporary
British History, 10 (2):117 — 125. A. Rosser (2002), the Politics of Economic
Liberalisation in Indonesia: State, market,
Anonymous (N.D.a), “Laporan Perkembangan and power. Richmond: Curzon Press.
Konflik Agraria Periode Januari-April 2007”,

172 173
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

B. May (1978), the Indonesian Tragedy, Indonesian Massacre”. Ramparts, October.


London: R. & K. Paul, 1978. pp. 27-29.

D. F. Larson (1996), “Indonesia’s Palm Oil D. Whyte (2007), “the Crimes of Neo-
Subsector”, Policy Research Working Paper, liberal Rule in Occupied Iraq”. BRIT. J.
The World Bank. CRIMINOL. 47 (2): 177–195.

D. Harvey (2007), “Neoliberalism and Creative D. Yergin & J. Stanislaw (1998), the
Destruction”. ANNALS, AAPS, 610, March, Commanding Heights: the Battle Between
p.34-5. Government and the Marketplace that is
Remarking the Modern World. New York:
D. Harvey (2005), A Brief History of Simon & Schuster.
Neoliberalism. Oxford: Oxford University
Press. E.F. Collins (2007), Indonesia Betrayed How
Development Fail. Honolulu: University of
D. Harvey (2003), the New Imperialism. Hawai’i Press.
Oxford: Oxford University Press.
F.A. Hayek (1960), the Constitution of Liberty.
D. Leith, (2002), the Politic of Power: London: Routledge & Kegan Paul.
Freeport in Suharto’s Indonesia. Honolulu:
University of Hawai. F.A. Hayek (1944), the Road to Serfdom.
Chicago: University of Chicago Press.
D. Ransom (1970), “Berkeley Mafia and the

174 175
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

F. Block (2001), “Introduction”. In K. Polanyi, In D.B. grusky & S. Szelenyi (eds.) The
Great Transformation: The Political and Inequality Reader: Contemporary and
Economic Origins of Our Time. Boston: Foundational Readings in Race, Class, and
Beacon Press. p.xxiv. Gender. Boulder, Colorado : Westview
Press.
G. J. Aditjondro (2006), “Dinamika Politik
Dan Modal Di Sulawesi: Apa yang dapat J. E. Stiglitz & L. Bilmes (2008), the Three
dilakukan oleh para aktor prodemokrasi?”. Trillion Dollar War: the True Cost of the
Makalah disampaikan dalam pertemuan Iraq. Boulder, Colorado: Westview Press.
aktivis di Palu.
J. Ikenberry (2001-2002), “American Grand
H. Farid (2005), “Indonesia’s Original Sin: Strategy in the Age of Terror”. Survival,
Mass Killings and Capitalist Expansion, 43(4):19-34.
1965-66”. Inter-Asia Cultural Studies,
Volume 6, Number 1, p.3-16. J. Gray (1998), Hayek on Liberty. London:
Routledge.
J. Emel & M.T. Huber (2008), “a Risky
Business: Mining, Rent and the J. M. Cypher (2007), “From Military
Neoliberalization of “Risk”. Geoforum (39): Keynesianism to Global-Neoliberal
1394. Militarism”. Monthly Review, 59 (2): 37-55.

J. E. Stiglitz (2006), “Globalism’s discontents”. J. Perlez & R. Bonner (2005), “the Cost of
Gold, The Hidden Payroll: Below a
176 177
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

Mountain of WEealth, a River of Waste, J. Williamson (2000), “What Should the


New York Times, December 27. [Online]. World Bank Think about the Washington
dapat diakses melalui: http://www.nytimes. Consensus?”, The World Bank Research
com /2005/12/27/ international/asia/27gold. Observer, 15 (2): 251-64.
html? pagewante=1&_r=1&ei=5070&e
n=0ee1bc8941899f9f&ex=1138078800 J.W.V. Gelder (2004), Greasy Palms: European
[akses 1-6-2009]. Petras & F.I. Leiva Buyers of Indonesian Palm Oil. London:
(1994), Democracy and Poverty in Chile: Friends of the Earth, Ltd.
The Limits to Electoral Politics. Oxford: K. Marx (1990[1867]), Capital: A Critique of
Westview Press. Political Economy, Volume I. London:
J. Roosa, (2006), Pretext for Mass Murder: The Pelican Books (reprinted in Penguin
September 30th movement & Suharto’s Classic).
coup d’tat in Indonesia. Wisconsin: K. M. Robinson (1986), Stepchildren of
University of Wisconsin. Progress: The Political Economy of
J. Williamson (2004), “the Washington Development in an Indonesia Mining
Consensus as Policy Prescription for Town. Albany: State University of New
Development”. A lecture in the series York.
“Practitioners of Development” delivered at K. Polanyi (2001[1944]), the Great
the World Bank on January 13. Transformation: The Political and Economic

178 179
— Arianto Sangadji — — Arianto Sangadji —

Origins of Our Time. Boston: Beacon Press. R. Carrere (2006), Oil Palm: From Cosmetics
to Biodiesel, Colonization Lives On.
M. Beeson & I. Islam (2006), “Neoliberalism Montevideo: WRI
and East Asia: Resisting the Washington
Consensus”. In K. Hewison & R. Robison R. Cribb (2002), “Unresolved Problems of
(eds.), East Asia and the Trials of Neo- Indonesian Killings in 1965-1966”. Asian
Liberalism. London: Routledge. Survey, 42 (4): 550-563.

M. Friedman (1962), Capitalism and Freedom. R. J. Alexander (1978), the Tragedy of Chile.
Chicago: The University of Chicago Press. London: Greenwood Press.

M. Mann (1984), “Capitalism and Militarism”. P. W. Singer (2003), Corporate Warrior: the
In M. Shaw (ed.), War, State, and Society. Rise of the Privatized Military Industry.
London: McMillan Press, p.25-46. Ithaca: Cornell University Press.

M. Naim (2000), “Washington Consensus or S. Arismunandar (2008), “Memilih Bunuh Diri


Washington Confusion?”. Foreign Policy, Karena Kenaikan Harga BBM”, [online].
SPRING. Dapat diakses melalui: http://www.wikimu.
com/news/displaynews.aspx?id=8238.
O. Letelier (1976), “Economic Freedom’s’ [akses pada 5-6-2009].
Awful Toll: The ‘Chicago Boys’ in Chile”.
Review of Radical Political Economics, VHR Media.com (2007), Penyebab Utama
8(3):44-52. Kemiskinan: 50.000 Orang Indonesia
180 181
— Arianto Sangadji —

Bunuh Diri Selama 3 Tahun Terakhir, 16


Biodata Penulis
November.

V.R. Hadiz & R. Robison (2006), “Neo-liberal


Reforms and Illiberal Consolidation: the Coen Husain Pontoh adalah Editor
Indonesia Paradox. In K. Hewison & R. IndoPROGRESS. Ia memperoleh gelar M.A
Robison (eds.) East-Asia and the Trials of dalam ilmu politik dari Graduate Center for
Neoliberalism. London: Routledg Workers Education (GCWE), Brooklyn College,
City University of New York (CUNY). Buku ter-
barunya sebagai editor dan kontributor adalah
Oligarki: Teori dan Kritik, yang diterbitkan oleh
Marjin Kiri, 2019.
***
Arianto Sangadji adalah Direktur
IndoPROGRESS Institute for Social Research
and Education (IISRE). Ia memperoleha gelar
PhD di bidang geografi dari York University,
Canada, dan salah satu kontributor untuk buku
Oligarki: Teori dan Kritik.

182 183
NEOLIBERALISME: KONSEP DAN PRAKTIKNYA DI INDONESIA
NEOLIBERALISME
Konsep dan Praktiknya di Indonesia

Coen Husain Pontoh


& Arianto Sangadji

Kata Pengantar
Muhammad Ridha

Anda mungkin juga menyukai