Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

PEMBAHASAN

IKHTISAR SEJARAH FILSAFAT

1. FILSAFAT INDIA
Zaman Weda (2000-600
SM) Masa terbentuknya literatur suci

Masa ritus korban dan spekulasi mengenai korban

Masa refleksi filsafat dalam Upanisad

Zaman Skeptisme ( 200


SM-300 M) Reaksi terhadap ritualisme dan spekulasi

Buddhisme dan Jainisme

Kontrareformasi dalam bentuk enam sekolah ortodoks,


"sederhana"

Zaman Puranis ( 300- Perkembangan karya-karya mitologis, terutama berhubungan


1200) dengan Siwa dan Wisnu

Zaman Muslim ( 1200-


1757)

Zaman Modern ( setelah Renaisans nilai-nilai India sebagai reaksi terhadap pengaruh dari
1757) luar

Cara berpikir India diuraikan oleh filsuf dan sastrawan Rabindranath Tagore (1861– 1941).
Menurut Tagore, filsafat India berpangkal pada keyakinan bahwa ada kesatuan
fundamental antara manusia dan alam, harmoni antara individu dan kosmos. Harmoni ini
harus disadari supaya dunia tidak dialami sebagai tempat keterasingan , sebagai penjara.
Seorang anak di India harus belajar bahwa ia karib dengan semua benda, dengan dunia
sekelilingnya, bahwa ia harus menyambut air yang mengalir dalam sungai, tanah subur yang
memberi makanan, dan matahari yang terbit. Orang India tidak belajar untuk “ menguasai
“ dunia, melainkan
untuk “ berteman “ dengan dunia.
Filsafat India dapat dibagi atas lima periode besar yaitu:
1. Zaman Weda (2000 – 600 SM)
Bangsa Aryan masuk India dari utara, sekitar 1500 SM. Literatur suci mereka disebut Weda,
yang terdiri dari Samhita, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad. Samhita memuat Rigweda
( kumpulan puji–pujian), Samaweda ( himne–himne liturgis), Yajurweda (rumus- rumus
korban), dan Atharwaweda ( rumus-rumus magis ). Komentar-komentar pada semua itu
disebut Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad, yang terpenting untuk filsafat ini adalah
Upanisad, sepanjang sejarah India merupakan sumber yang sangat kaya untuk inspirasi
dan pembaruan. Suatu tema yang menonjol dalam Upanisad adalah ajaran tentang
hubungan Atman dan Brahman. Atman dari segi subjektif dari kenyataan, “diri “ manusia .
Brahmana adalah segi objektif, makrokosmos, dalam semesta. Upanisad mengajarkan
bahwa Atman dan Brahman memang sama dan bahwa manusia mencapai keselamatan
(makso, mukti) kalau ia menyadari identitas Atman dan Brahman.
2. Zaman Skeptisme (600 SM – 300 M)
Sekitar tahun 600 SM mulai suatu reaksi, baik terhadap ritualisme iman-iman maupun
terhadap spekulasi berhubungan dengan korban para rahib. Para iman mengajarkan
ketaatan pada huruf kitab suci, tetapi ketaatan ini mengganggu kebaktian kepada dewa-
dewa. Para rahib mengajarkan suatu metafisika yang juga tidak sampai ke hati orang biasa.
Reaksi datang dalam banyak bentuk, yang terpenting di antaranya adalah Buddhisme, jaran
dari pangeran Gautama Buddha, yang memberi pedoman praktis untuk mencapai
keselamatan. Buddhisme sangat konkret, mengajarkan bagaimana manusia dapat
mengurangi penderitaannya dan bagaimana ia mencapai terang budi yang membawa
keselamatan. Reaksi lainnya adalah Jainisme dari Mahawira Jina. Di samping itu mulai juga
kebaktian yang lebih eksklusif kepada Siwa dan wisnu, dua bentuk agama yang lebih
menarik daripada ritualisme dan spekulasi dari para iman para rahib. Sebagai kontra-
reformasi, muncul dalam Hindu-isme resmi enam sekolah ortodoks (disebut“ ortoddoks”
karena buddhisme dan Jainisme, yang tidak berdasarkan Weda, dianggap bidah). Keenam
sekolah ini sadharsana adalah Nyanya, Waisesika, Samkya, Yoga, Purwa-Mimamsa, dan
Ynana (atau utara-Mimamsa), yang terpenting dari sekolah-sekolah ini adalah Samkya dan
Yoga. Yoga dari kata juj ‘menghubungkan’ mengajarkan suatu jalan (marga) untuk
mencapai kesatuan dengan ilah. Samkya artinya( jumlah, hitungan) adalah dharsana paling
tua yang mengajarkan sebagai tema terpenting hubungan alam-jiwa, kesadaran-materi,
Purusa-Prakriti.
3. Zaman Puranis ( 300 – 1200 )
Setelah tahun 300, Buddhisme mulai lenyap dari India. Budhhisme sekarang lebih penting di
negara-negara tetangga daripada di India sendiri. Pemikiran India dalam “abad
pertengahan” dikuasai oleh spekulasi teologis, terutama mengenai Inkarnasi dewa-dewa.
Contoh cerita tentang Inkarnasi dewa-dewa terdapat dalam dua ekspor besar, Mahabharata
dan Ramayana.
4. Zaman Muslim ( 1200 – 1757 )
Dua nama menonjol dalam periode muslim, yaitu nama pengarang syair Kabir, yang
mencoba untuk memperkembangkan suatu agama universal dan nama Guru Nanak
(pendiri aliran Sikh) yang mencoba menyerasikan Islam dan Hunduisme.

5. Zaman Modern ( setelah 1757)


Zaman modern, zaman pengaruh Inggris di India, mulai tahun 1757. Periode ini
memperlihatkan perkembangan kembali dari nilai – nilai Klasik India, bersama dengan
pembaruan sosial. Nama-nama terpenting dalam periode ini adalah Raja Rom Mohan Roy
(1772-1833) yang mengajarkan suatu monoteisme berdasarkan Upanisad dan suatu moral
berdasarkan khotbah di Bukit dari Injil, Vivekanada (1863-1902) yang mengajarkan bahwa
semua agama benar tetapi bahwa agama Hindu paling cocok untuk India, Gandi (1869-
1948), dan Rabindranath Tagore (1861-1941) sang pengarang syair dan pemikir religius yang
membuka pintu untuk ide – ide dari luar. Sejumlah pemikir India zaman sekarang melihat
banyak kemungkinan untuk dialog antara filsafat Timur dan filsafat Barat, Radhakrishnan
(1888-1975) antara lain guru besar filsafat di Calcuta dan Oxford, presiden India, wakil pada
PBB dan Unesco, mengusulkan pembongkaran batas – batas ideologis untuk mencapai suatu
sinkretisme Hindu-Kristiani, yang dapat berguna sebagai pola berpikir masa depan seluruh
dunia. Pemikir-pemikir lain tidak optimis tentang kemungkinan ini. Menurut mereka,
perbedaan-perbedaan antara corak berpikir Timur dan corak berpikir Barat terlalu besar
untuk mengadakan suatu interaksi, dalam arti “saling melengkapi”. Filsafat India dapat
belajar dari rasionalisme dan positivisme Barat. Filsafat barat dapat belajar dari institusi
Timur mengenai kesatuan dalam kosmos dan mengenai identitas mikrokosmos dan
makrokosmos. Filsafat Barat mungkin terlalu duniawi, filsafat Timur mungkin terlalu
mistik.

2. FILSAFAT CINA
Tema pokok dari filsafat dan kebudayaan Cina adalah perikemanusiaan. Pemikiran Cina
lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Filsafat Cina juga lebih
pragmatis, selalu diajarkan bagaimana manusia harus bertindak supaya keseimbangan
antara dunia dan surga tercapai. Ketika kebudayaan Yunani masih berpendapat bahwa
manusia dan dewa-dewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta (Moira), dan ketika
kebudayaan India masih mengajarkan bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda
reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Cina sudah diajarkan bahwa manusia sendiri
dapat menentukan nasibnya dan tujuannya. Filsafat Cina dibagi atas empat periode besar :
Zaman Klasik (600-200 SM), Zaman Neo-taoisme dan Buddhisme (200 SM – 1000 M), Zaman
Neo-konfusianisme ( 1000 – 1900).

Zaman seratus sekolah filsafat, sebagai sekolah-sekolah


Zaman Klasik 600-200 SM terpenting

Konfusianisme, Taoisme, Yin-Yang, Maoisme, Dialektik


dan Legalisme
Zaman Neo-taoisme dan Buddhisme
200-1000 M

Zaman Neo-konfusianisme (1000-


1900)

Pengaruh Filsafat Barat, renaisans dari filsafat klasik Cina,


Zaman modern (setelah 1900) Marxisme, Maoisme

1. Zaman Klasik
Di Cina, seperti Yunani, zaman klasik terletak antara sekitar 600 dan 200 SM. Menurut
tradisi, dalam periode ini dibedakan seratus sekolah filsafat, seratus aliran yang semua
mempunyai ajaran yang berbeda. Namun dalam pluriformitas ini sekurang-kurangnya
kelihatan sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum. Konsep-konsep seperti
misalnya tao (‘jalan’), te (‘keutamaan’ atau seni hidup’), yen (‘perikemanusiaan’), i
(‘keadilan’), ti’en (‘surga’) dan yin-yang (hormati kedua prinsip aktif laki-laki dan prinsip
pasif-perempuan). Sekolah-sekolah terpenting dalam zaman klasik diuraikan secara ringkas
sebagai berikut.
a. Konfusianisme
Konfusianisme bentuk latin dari nama “Kong-Fu-tse” yang berarti ‘guru dari suku Kung’)
hidup antara 551 dan 497 SM. Ia mengajarkan bahwa Tao ( ‘jalan’, sebagai prinsip utama
dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya manusia sendirilah yang dapat menjadikan
Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang
dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan. Perikemanusiaan, yen,
merupakan suatu model yang berlaku untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama
walaupun tindakan mereka berbeda.
b. Taoisme
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (‘guru tua’) yang hidup sekitar tahun 550 SM. Lao Tse
melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “ jalan manusia” melainkan “jalan alamlah”
yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi
abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak ternamai. Ajaran Lao Tse lebih ke metafisika,
sedangkan ajaran Konfisisus lebih ke etika. Puncak Taonisme adalah kesadaran bahwa kita
tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India (ajaran neti, na-
itu: ‘tidak begitu’) dan dalam filsafat barat (di mana kesadaran itu disebut docta ignorantia,
‘ketidaktahuuan yang berilmu’).
c. Yin-Yang
Ajaran lain yang penting adalah sekolah yang mementingkan keseimbangan Yjn dan Yang,
kedua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu prinsip pasif, prinsip ketenangan, surga,
bulan, air, dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip
aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang
panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin
tertentu dan derajat Yang tertentu.
d. Moisme
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500 dan 400 SM. Mo Tse mengajarkan bahwa
yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang dan perjuangan
bersama-bersama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis,
langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat.
Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk
dimengerti, tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatu yang tidak berguna karena
jelek. Etika Mo Tse mengenal suatu prinsip yang antara lain dalam agama Kristen disebut
“kaidah emas”, setiap orang harus memperlakukan negara-negara asing seperti tanah airnya
sendiri, keluarga-keluarga lain seperti keluarganya sendiri, perintah ini cukup untuk
mencapai kebahagiaan dan kemakmuran umum.
e. Ming Chia
Ming Chia atau “sekolah nama-nama” menyibukkan diri dengan analisis istilah-istilah dan
perkataan-perkataan. Ming Chia disebut juga “sekolah dialektik”, dapat dibandingkan
dengan aliran sofisme dan filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai analisis dan kritik
yang mempertajamkan perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, mengembangkan
logika dan tata bahasa. Selain itu, dalam Ming chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal
seperti”eksisitensi”,relativitas”, “kasualitas”, “ruang”, dan “waktu”.
f. Fa Chia
Fa chia atau “sekolah hukum” cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum
tidak berpikir tentang manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal -soal praktis dan
politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus dimulai dari contoh baik
yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem
undang-undang yang keras sekali. Tentang keenam sekolah klasik tersebut kadang-kadang
dikatakan bahwa mereka berasal dari keenam golongan masyarakat China. Konfusianisme,
katanya berasal dari kaum ilmuwan, Taoisme dari rahib-rahib, ajaran Yin-Yang dari
Okultisme (dari ahli-ahli magi), Maoisme berasal dari kasta ksatrya, Ming China dari para
pendebat, dan Fa Chia dari ahli-ahli politik.
2. Neo-taoisme dan Buddhisme
Bersama dengan perkembangan Buddhisme di China, konsep Tao mendapat arti baru. Tao
sekarang dibandingkan dengan Nirwana dari ajaran Buddha, yaitu “ transendensi di
seberang segala nama dan konsep”, “ di seberang adanya”.
3. Zaman Neo-Konfusianisme
Dari tahun 1000 M Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting.
Buddhisme ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir China.
Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup berkeluarga, dan kemakmuran material, yang
merupakan nilai-nilai tradisional di China, sama sekali dilalaikan, bahkan disangkal, dalam
Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dialami sebagai sesuatu yang sama sekali asing.
4. Zaman Modern
Sejarah modern mulai di China sekitar tahun 1900. Filsafat dalam periode ini
memperlihatkan tiga tendensi. Pada permulaan abad kedua puluh, pengaruh filsafat sangat
Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir barat diterjemahkan ke dalam bahasa
Cina. Aliran Filsafat barat yang paling populer di Cina adalah pragmatisme, suatu jenis
filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh barat ini, mulailah suatu reaksi yaitu
kecenderungan untuk kembali ke tradisi-tradisi pribumi. Akhirnya sejak 1950, filsafat Cina
dikuasai pemikiran Marx, Lenin, dan Mao Tse Tsung. Ada tiga tema yang sepanjang
sejarahnya dipentingkan dalam filsafat China yaitu Harmoni, Toleransi, dan
Perikemanusiaan.
Harmoni antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan
surga. Selalu dicari keseimbangan, suatu jalan tengah dari emas antara dua ekstrem.
Toleransi kelihatan dalam keterbukaan terhadap pendapat-pendapat yang sama sekali
berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan
suatu pluriformitas yang luar biasa juga dalam bidang agama. Perikemanusiaan, karena
selalu manusialah yang merupakan pusat filsafat Cina, manusia hang pada hakikatnya baik
dan harus mencari kebahagiaannya di dunia ini dengan memperkembangkan dirinya
sendiri dalam interaksi dengan alam dan dengan sesama.

3. FILSAFAT BARAT
Dalam sejarah filsafat Barat dibedakan empat periode besar, yaitu Zaman Kuno (600 SM-400
M), Zaman Patristik dan Skolastik (400-1500), Zaman Modern (1500-1800), Zaman sekarang
(setelah 1800).

Zaman Kuno ( 600 SM-400M) Filsafat pra-sokratis di Yunani

Zaman keemasan Yunani, Sokrates, Plato,


Aristoteles

Zaman Hellenisme

Zaman Patristik dan Skolastik (400-1500) Pemikiran oara Bapa Gereja

Puncak fisafat abad pertengahan dalam Skolastik

Zaman Modern (1500-1800) Zamn Renaisans, Barok, Fajar Budi, Romantik

Zaman sekarang (setelah 1800) Filsafat abad 19 dan 20

1. Zaman Kuno
a) Permulaan
Sejarah filsafat Barat mulai di Milete, di Asia kecil sekitar 600 SM. Pada waktu itu Milete
merupakan kota yang penting, di mana banyak jalur perdagangan bertemu dari Mesir, Itali,
Yunani, dan Asia. Banyak ide juga ide bertemu di sini, sehingga Milete juga menjadi suatu
pusat intelektual. Pemikir-pemikir besar di Milete lebih-lebih menyibukkan diri dengan
filsafat alam. Mereka mencari suatu unsur induk (arche) yang dapat dianggap sebagai asal
segala sesuatu. Menurut Thales (kurang lebih 600 SM), airlah yang merupakan unsur induk
ini. Menurut Anaximander (kurang lebih 610-540 SM), segala sesuatu berasal dari “yang
tak terbatas”, dan menurut Anaximenes (kurang lebih 585-525 SM) udaralah yang
merupakan unsur induk segala sesuatu. Pythagoras (kurang lebih 500 SM), yang mengajar
di Itali Selatan adalah orang pertama yang menamai diri ‘filsuf’ ia memimpin suatu
sekolah
filsafat yang kelihatannya sebagai suatu biara di bawah perlindungan dari dewa Apollo.
Sekolah Pythagoras sangat penting untuk perkembangan matematika. Ajaran falsafinya
mengatakan antara lain bahwa segala sesuatu terdiri dari bilangan-bilangan”, struktur dasar
kenyataan adalah ritme.Dua nama lain yang penting dari periode ini adalah Herakleitos
mengajarkan (kurang lebih 500 SM) dan Parmenides (515-440 SM). Herakleitos
mengajarkan bahwa segala sesuatu mengalir (panta rhei), segala sesuatu berubah terus-
menerus seperti air dalam sungai. Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru tidak
berubah. Segala sesuatu yang betul-betul ada, itu kesatuan mutlak yang abadi dan tidak
terbagikan.
b) Puncak Zaman Klasik
Puncak Filsafat Yunani dicapai pada Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Sokrates (470-400SM),
guru Plato mengajarkan bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan
kita. Sokrates sendiri tidak menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya dapat diketahui
secara tidak langsung melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir Yunani lain,
terutama melalui karya Plato. Plato (428-348 SM) menggambarkan Sokrates sebagai
seorang alim yang mengajarkan bagaimana manusia dapat menjadi berbahagia berkat
pengetahuan tentang apa yang baik. Plato sendiri menentukan, bersama Aristoteles
sebagian besar dari seluruh sejarah filsafat Barat selama lebih dari dua ribu tahun. Menurut
Plato dunia yang kelihatan hanya merupakan bayangan dari dunia yang sungguh-sungguh,
yaitu dunia ide-ide yang abadi. Jiwa manusia berasal dari dunia ide-ide. Jiwa di dunia ini
terkurung dalam tubuh. Keadaan ini berarti keterasingan. Jiwa kita rindu untuk kembali ke
“surga ide-ide” kalau jiwa “mengetahui” sesuatu, pengetahuan ini memang bersifat
“ingatan”. Jiwa pernah diam dalam kebenaran dunia ide-ide, oleh karena itu pengetahuan
mungkin (sebagai “mengikat”).Filsafat Plato merupakan perdamaian ajaran Parmenedis
dan ajaran Herakleitos. Dalam dunia ini ide-ide segala sesuatu abadi, dalam dunia yang
kelihatan, dunia kita yang tidak sempurna, segala sesuatu mengalami perubahan. Filsafat
Plato, yang lebih bersifat khayal daripada suatu sistem pengetahuan, sangat dalam dan
luas meliputi logika, epistemonologi, antropologi, teologi, etika, politik, ontologi, filsafat
alam, dan estetika. Aristoteles (384-322 SM), pendidik Iskandar Agung, adalah murid Plato.
Tetapi dalam banyak hal ia setuju dengan Plato. Ide-ide menurut Aristoteles tidak terletak
dalam suatu surga di atas dunia ini, melainkan di dalam benda-benda sendiri. Setiap
benda terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi (hyle) dan bentuk (morfe).
Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-
ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi. Materi dalam bentuk tidak ada. Bentuk-
bentuk “bertindak” di dalam materi. Bentuk-bentuk memberi kenyataan kepada materi dan
sekaligus merupakan tujuan dari materi. Filsafat Aristoteles sangat sistematis.
Sumbangannya kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Tulisan-tulisan
Aristoteles meliputi bidang logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam.
c) Hellenisme
Iskandar Agung mendirikan kerajaan raksasa, dari India Barat sampai Yunani dan Mesir.
Kebudayaan Yunani yang membanjiri kerajaan ini disebut Hellenisme (dari kata Hellas
‘Yunani’). Hellenisme, yang masih berlangsung selama kerajaan Romawi, mempunyai
pusat intelektual di kota besar, yaitu Athena, Alexandria (di Mesir), dan Antiokhia (di
Syria). Tiga aliran filsafat menonjol dalam zaman Hellenisme, yaitu Stoisisme, Epikurisme,
dan Neo-Platonisme.
Stoisisme (diajarkan oleh Zeno dari Kition, 333-262 SM) terutama terkenal karena etikanya.
Etika Stoitisme mengajarkan bahwa manusia menjadi berbahagia kalau ia bertindak sesuai
dengan akal budinya. Kebahagiaan itu sama dengan keutamaan. Kalau manusia bertindak
secara rasional, kalau ia tidak dikuasai oleh perasaan-perasaannya, maka ia bebas berkat
ketenangan batin yang oleh Stoitisme disebut apatheia. Epikurisme (dari Epikuros, 341-270
SM) juga terkenal karena etikanya. Epikurisme mengajarkan bahwa manusia harus mencari
ketenangan sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selau sekadarnya: “Kita harus
memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita.” Manusia harus
bijaksana” harus puas dengan menikmati hal-hal yang kecil dan sederhana. Dengan cara ini
ia akan mencapai kebebasan batin. Neo-platonisme (dari filsuf Mesir, Plotinos 205-270 M),
mengajarkan suatu filsafat yang sebagian besar berdasarkan Plato dan yang kelihatan
sebagai suatu agama. Neo-platonisme ini mengatakan bahwa seluruh kenyataan merupakan
suatu proses emanasi (pancaran,percikan) yang berasal dari yang Esa dan kembali ke yang
Esa, berkat eros, kerinduan untuk kembali ke asal Ilahi dari segala sesuatu.
2. Zaman Patristik dan Skolastik
Pada akhir zaman kuno dan selama abad pertengahan filsafat Barat dikuasai oleh pemikiran
Kristiani. Filsafat Kristiani ini mencapai dua kali periode keemasan, yaitu dalam Patristik dan
dalam Skolastik. Selain itu Sejumlah pemikir Islam dan Yahudi berperan besar dalam filsafat
abad pertengahan, terutama dalam periode yang mempersiapkan Skolastik, yaitu antara
sekitar 900 dan 1200.
a. Zaman Patristik
Patristik (Latin : Patres ‘Bapa-bapa Gereja’) dibagi atas Patristik Yunani (Patristik Timur) dan
Patristik Latin ( Patristik Barat). Tokoh-tokoh dari Patristik Yunani antara lain Clemens dari
Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziande (330-390), Basilius (330-
379), Gregorius dari Nizza (335-394), dan Dionysios Areopagita (kurang lebih 500). Tokoh-
tokoh dari Patristik Latin terutama Hilarius (315-367), Ambrosius ( 339-397), Hieronymus
(347-420), dan Augustinus (354-430).
Ajaran falsafi-teologis dari Bapa-bapa Gereja menunjukkan Pengaruh Plotinus. Mereka
berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam
dari manusia. Mereka berhasil membela ajaram Kristiani terhadap tuduhan dari pemikir-
pemikir kafir. Tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja merupakan suatu sumber yang kaya dan
luas, sampai sekarang masih tetap memberi inspirasi baru.
b. Zaman Skolastik
Sekitar tahun 1000 peranan Plotinus diambil alih oleh Aristoteles menjadi terkenal kembali
melalui beberapa filsuf Islam dan Yahudi, terutama melalui Avicenna (Ibn Sina, 980-1037),
Averroes (Ibn Rushd, 1126-1198) dan Mamimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles
lama-kelamaan begitu besar sehingga ia disebut Sang Filsuf, sedangkan Averroes terkenal
sebagai filsuf yang menafsirkan Aristoteles, disebut Sang Komentator. Pertemuan pemikiran
Aristoteles dengan Iman Kristiani menghasilkan banyak filsuf penting. Mereka sebagian
besar berasal dari kedua ordo baru yang lahir dalam Abad Pertengahan, yaitu para
Dominikan dan Fransiskan. Filsafat mereka disebut “Skolastik” (Latin: Scholasticus ‘guru’)
karena dalam periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan Universitas-
universitas menurut suatu kurikulum yang tetap bersifat Internasional. Tokoh-tokoh dari
Skolastik antara lain Albertus Magnus, O.P. (1200-1280), Thomas Aquino, O.P (1225-1274),
Bonaventura O.F.M. (1266-1308). Tema-tema pokok dari ajaran mereka adalah hubungan
antara iman dan akal budi, adanya dan hakikat Tuhan, antropologi, etika, dan politik. Ajaran
Skolastik dengan sangat bagus diungkapkan dalam puisi Dante Alighieri (1265-1321).
3. Zaman Modern
a) Renaisans
Jembatan antara Abad Pertengahan dan Zaman Modern, periode antara sekitar 1400 dan
1600, disebut “Renaisans” ( zaman “kelahiran kembali”). Dalam zaman renaisans
kebudayaan klasik dihidupkan kembali. Kesusastraan, seni dan filsafat mencari inspirasi
mereka dalam warisan Yunani-Romawi. Filsuf-filsuf terpenting dari Renaisans yaitu N.
Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535) dan Fr. Bacon
(1561-1626). Pembaruan terpenting yang kelihatan dalam filsafat renaisans adalah
“antroposentrisme”. Pusat perhatian pemikiran tidak lagi kosmos, seperti dalam zaman
kuno, atau Tuhan, seperti dalam Abad Pertengahan, melainkan manusia. Mulai sekarang
manusialah yang dianggap sebagai titik fokus dari kenyataan.
b) Zaman Barok
Filsuf-filsuf dari zaman Barok antara lain R. Descartes (1596-1650), B. Spinoza (1632-1677),
dan G. Leibniz (1646-1710). Filsuf-filsuf ini menekankan kemungkinan-kemungkinan akal
budi (ratio) manusia. Mereka semua juga ahli dalam bidang matematika, dan mereka semua
menyusun suatu sistem filsafat dengan menggunakan metode matematika.
c) Fajar Budi
Abad kedelapan belas memperlihatkan perkembangan baru lagi. Setelah reformasi, setelah
renaisans, dan setelah rasionalisme dari zaman Barok, manusia dianggap “dewasa”. Periode
ini dari sejarah Barat disebut zaman Pencerahan atau Fajar Budi (dalam bahasa Inggris
Enlightenment), dalam bahasa Jerman Aufklarung). Filsuf-filsuf besar dari zaman ini di
Inggris adalah empirikus-empirikus seperti J.Locke (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753),
dan D. Hume (1711-1776). Di Prancis J.J Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel
Kant ( 1724-1804), yang menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme yang
dianggap sebagai filsuf terpenting dari zaman modern.
d) Romantik
Filsuf-filsuf besar Romantik lebih-lebih berasal dari Jerman, yaitu J. Fichte (1726-1814), F.
Schelling (1775-1854), dan G. Heggel (1770-1831). Aliran yang diwakili oleh ketiga filsuf ini
disebut Idealisme. Dengan “ Idealisme” di sini dimaksudkan bahwa mereka memprioritaskan
ide-ide, berlawanan dengan materialisme yang memprioritaskan dunia material, yang
terpenting dari para idealis itu Hegel. Banyak aliran filsafat dari abad kesembilan belas dan
kedua puluh harus dianggap sebagai lanjutan dari filsafat Hegel, atau justru sebagai reaksi
terhhadap filsafat Hegel.

4. Masa Kini
Dalam abad ketujuh belas dan kedelapan belas, sejarah filsafat Barat
memperlihatkan aliran-aliran yang besar, yang mempertahankan diri lama dalam
wilayah-wilayah yang luas, yaitu rasionalisme, empirisme, dan idealisme.
Dibandingkan dengan itu, filsafat Barat dalam abad kesembilan belas dan kedua
puluh kelihatan terpecah-pecah. Macam-macam aliran baru muncul, dan aliran-
aliran ini sering terkait pada hanya satu negara atau satu lingkungan bahasa. Aliran-
aliran yang paling berpengaruh, yaitu positivisme, marxisme, eksistensialisme,
neotomisme, dan fenomenologi.
a. Positivisme
Positivisme mulai pada filsuf A. Comte (1798-1857). Comte (sosiologi
pertama) mengatakan bahwa pemikiran setiap manusia, pemikiran setiap
ilmu, dan pemikiran suku bangsa manusia pada umumnya melewati tiga
tahap, yaitu tahap teologis, tahap metafisis dan tahap positif-ilmiah. Manusia
yang masih muda, atau suku-suku yang primitif, membutuhkan dewa-dewa
untuk menerangkan gejala-gejala. Para remaja, atau suku-suku yang mulai
dewasa, memakai prinsip-prinsip abstrak-metafisis untuk menerangkan
kenyataan. Orang dewasa, manusia masa kini, hanya memakai metode-
metode positif-ilmiah. Positivisme (lawan dari khayalan metafisis) menjadi
terutama populer di Inggris pada filsuf-filsuf seperti J. Stuart Mill (1806-1873)
dan H. Spencer (1820-1903). Dalam abad kedua puluh positivisme diperbarui
dalam non-positivisme, suatu aliran yang mempunyai asalnya di Wina. Oleh
karena itu, filsuf-filsuf dari aliran ini disebut anggota-anggota dari Lingkaran
Wina.
b. Marxisme
Marxisme mengajarkan, sebagai materialisme dialektis, bahwa kenyataan
kita akhirnya hanya terdiri dari materi, yang berkembang melalui suatu
proses dialektis ( yaitu ritme tesis-antitesis-sintesis). Tokoh-tokoh
materialisme dialektis terutama K. Marx (1818-1883) dan F. Engels (1820-
1895). Marxisme lebih daripada suatu sistem falsafi. Filsafat kata Marx, hanya
memberi interpretasi-interpretasi dari dunia dan sejarah, yang dibutuhkan
bukan interpretasi, melainkan perubahan. Filsafat harus menjadi praksis:
merumuskan suatu ideologi, suatu strategi untuk mengubah dunia.
c. Eksistensialisme
Eksistensialisme dipersiapkan dalam abad kesembilan belas oleh S.
Kierkegaard (1813-1855) dan F. Nietzsche (1844-1900). Dalam abad kedua
puluh eksistensialisme menjadi aliran filsafat yang sangat penting. Filsuf-filsuf
paling besar dari eksistensialisme dalam abad ini adalah K. Jaspers (1883-
1969), M. Heidegger (1889-1976), J.P. Sartre (1905-1980), G. Marcel (1889-
1973), dan M. Merleau-Ponty (1908-1961).
MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT

Disusun Oleh :
MEI ASTRID (041911535004)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah yang berisikan tentang
“Sejarah Perkembangan Filsafat” tepat pada waktunya.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca
serta dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran. Saya
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena pengetahuan yang saya
miliki masih terbatas. Oleh karena itu, saya berharap kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya sampaikan terima
kasih.

Banyuwangi, September 2019

Mei Astrid
DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL.........................................................................................................................1

KATA PENGANTAR…………......................................................................................2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..…...............3

BAB 1
PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1. Latar Belakang..................................................................................................4
2. Rumusan Masalah............................................................................................4
3. Tujuan...............................................................................................................4

BAB 2
PEMBAHASAN............................................................................................................5
1. Sejarah Perkembangan Filsafat di India...........................................................
2. Sejarah Perkembangan Filsafat di Cina...........................................................
3. Sejarah Perkembangan Filsafat di Barat...........................................................

BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan......................................................................................................
2. Saran..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Filsafat merupakan Ilmu yang mempelajari tentang bagaimana manusia untuk
berpikir kritis dengan membuat sebuah pertanyaan dan mencari jalan keluar
untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu setiap manusia
seharusnya mempelajari ilmu filsafat, karena sesungguhnya pertanyaan-
pertanyaan yang timbul dalam diri manusia merupakan ilmu filsafat. Sebelum
mempelajari ilmu filsafat itu sendiri individu diperlukan mempelajari sejarah
perkembangan filsafat agar mengetahui pengertian ilmu filsafat lebih mendalam.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Filsafat di India dan siapakah
tokoh yang berperan dalam Sejarah Perkembangan Filsafat di India?
2. Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Filsafat di Cina dan siapakah
tokoh yang berperan dalam Sejarah Perkembangan Filsafat di Cina?
3. Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Filsafat di Barat dan siapakah
tokoh yang berperan dalam Sejarah Perkembangan Filsafat di Barat?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Filsafat di India dan tokoh
yang berperan dalam Perkembangan Sejarah Filsafat di India.
2. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Filsafat di Cina dan tokoh
yang berperan dalam Perkembangan Sejarah Filsafat di Cina.
3. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Filsafat di Barat dan tokoh
yang berperan dalam Perkembangan Sejarah Filsafat di Barat.

Anda mungkin juga menyukai