Anda di halaman 1dari 34

HASIL PEMIKIRAN FILSAFAT TIMUR MAKALAH

MAKALAH
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas matakuliah
Filsafat sejarah yang dibina oleh bapak Hariono

Oleh:
Elys Tria Widyatama 109831426326
Titi Ningrawati 109831416533
Nizza Nadzillah. D 109831426323

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Februari, 2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India,
Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat
timur ialah dekatnyahubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga
bisa dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat
an sich masih lebih menonjol daripada agama. Nama nama beberapa filosof: Lao Tse, Kong
Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain.Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran
yangtidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur lebih
dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan sistematika seperti dalam
filsafat barat. Misalnya dalam pemikiran Cina sistematikanya berdasarkan pada konstrusksi
kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya manusia dijalin secara runut
(Takwin, 2001: 12). Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke filsafat timur,
misalnya Fritjop Capra, seorang ahli fisika yang mendalami taoisme, untuk membangun kembali
bangunan ilmu pengetahuan yang sudah terlanjur dirongrong oleh relativisme dan skeptisisme
(Bagir, 2005: 6). Skeptisisme terhadap metafisika dan filsafat rene Descartes dan William
Ockham.
Mengingat penting dan beragamnya hasil filsafat dari Timur ini maka kelompok kami
memutuskan untuk mengambil judul HASIL PEMIKIRAN FILSAFAT TIMUR pada makalah
yang akan kami bahas.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah filsafat yang berasal dari India?
1.2.2 Bagaimana sejarah filsafat yang berasal dari Cina?
1.2.3 Bagaimana sejarah filsafat yang berasal dari pandangan Islam?

1.3 Tujuan
1.3.1 mengetahui sejarah filsafat yang berasal dari India.
1.3.2 mengetahui sejarah filsafat yang berasal dari Cina.
1.3.3 mengetahui sejarah filsafat dari pandangan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Filsafat India


Filsafat India mengusung keyakinan akan kesatuan fundamental antara manusia (individu)
dengan alam (kosmos). Dengan demikian, tidaklah mustahil jika filsafat India bisa menjadi solusi
bagi krisis spiritual dan alam saat ini. Menurut filsafat India, harmoni yang terjalin akan
mengantarkan seseorang menjadi waskita (arif bijaksana) terhadap hidup. Tidak terasing dari
kehidupan dunia (alam semesta) dan mampu beramah-tamah dengan semua benda di
sekelilingnya. Bagaikan bersahabat dengan gemericiknya air, kesuburan tanah yang
menumbuhkan segalanya, dan sinar matahari yang menghangatkan semesta raya.
A. Pembagian Lima Periode Dalam Filsafat India
Berikut merupakan babakan perkembangan filsafat India yang terjadi selama lima periode
besar itu yakni, zaman Weda, zaman Skeptisisme, zaman Puranis, zaman Muslim, zaman
Modern:
1. Zaman Weda (2000 - 600 SM)
Filsafat India dimulai sejak bangsa Arya masuk ke India dari utara sekitar tahun 1500 SM.
Literatur suci mereka disebut Weda, yang terdiri dari Samhita, Brahmana, Aranyaka, dan
Upanisad. Samhita memuat Rigweda (kumpulan pujian-pujian), Samaweda (himne-himne
liturgis), Yajurweda (rumus-rumus korban), dan Artharwaweda (rumus-rumus magis). Brahmana,
Aranyaka, dan Upanisad memuat komentar-komentar pada semua literatur. Upanisad
merupakan yang terpenting dari filsafat India yang sepanjang sejarah merupakan sumber yang
sangat kaya untuk inspirasi dan pembaharuan. Tema yang menonjol untuk Upanisad adalah
ajaran tentang hubungan Atman dan Brahman. Atman adalah segi subjektif dari kenyataan, diri
manusia. Sedangkan Brahman adalah segi objektif, makrokosmos, alam semesta. Upanisad
mengajarkan bahwa Atman dan Brahman memang sama dan bahwa manusia mencapai
keselamatan (moksa, mukti) kalau ia menyadari identitas Atman dan Brahman.

2. Zaman Skeptisisme (600 SM 300 M)


Sekitar tahun 600 SM mulai suatu reaksi baik terhadap ritualisme imam-imam maupun
terhadap spekulasi hubungan dengan korban para rahib. Para imam mengajarkan ketaatan pada
kitab suci, tetapi para rahib mengajarkan suatu metafisika di mana ketaatan ini mengganggu
kebaktian kepada dewa-dewa. Reaksi ini datang dalam berbagai bentuk. Tetapi yang terpenting
diantaranya adalah Buddhisme ajaran dari Gautama Buddha, yang memberi pedoman praktis
untuk mencapai keselamatan dan mengajarkan secara nyata bagaimana manusia dapat
mengurangi pemderitaannya dan bagaimana ia mencapai terang budi yang membawa
keselamatan. Reaksi lain adalah kebaktian yang lebih eksklusif kepada Siwa dan Wisnu dan
juga Jainisme dari Mahawira Jina. Keduanya merupakan bentuk agama yang menarik daripada
ritualisme dan spekulasi dari imam dan para rahib. Sebagai kontra-reformasi muncullah
Hinduisme resmi enam sekolah ortodoks (disebut ortodoks karena Buddhisme dan Jainisme
yang tidak berdasarkan Weda dianggap bidah). Sekolah itu adalah Saddharsana (Nyaya,
Waisesika, Samkhya, Yoga, Purwa-Mimamsa, dan Ynana). Adalah yang terpenting dari sekolah
itu adalah Samkhya (artinya jumlah) dan Yoga (dari kata juj, menghubungkan). Yoga
mengajarkan suatu jalan (marga) untuk mencapai kesatuan dengan ilahi. Samkhya mengajarkan
sebagai tema terpenting hubungan alam-jiwa dan kesadaran-materi.
3. Zaman Puranis (300 1200)
Setelah tahun 300, Buddhisme mulai lenyap dari India. Pemikiran India dalam abad
pertengahan dikuasai oleh spekulasi teologis, terutama mengenai inkarnasi dewa-dewa. Contoh
cerita tentang inkarnasi dewa-dewa terdapat dalam dua epos besar, Mahabharata dan
Ramayana.
4. Zaman Muslim (1200 1757)
Dua nama yang menonjol dalam periode muslim yaitu Kabir (pengarang syair) yang
mencoba mengembangkan suatu agama universal dan Guru Nanak (pendiri aliran Sikh) yang
mencoba menyerasikan Islam dan Hinduisme.
5. Zaman Modern (setelah 1757)
Zaman modern adalah zaman pengaruh Inggris di India mulai tahun 1757. Periode ini
memperlihatkan kembali nilai-nilai klasik India, bersama dengan pembaharuan sosial. Nama
penting dalam periode ini adalah Raja Ram Mohan Roy (1772-1833) yang mengajarkan
monoteisme berdasarkan Upanisad dan suatu moral berdasarkan Khotbah di Bukit dari Injil,
Vivekananda (1863-1902) yang mengajarkan semua agama benar tetapi agama Hindu paling
cocok di India, Gandi (1869-1948), dan Rabindranath Tagore (1861-1941) sang pengarang syair
dan penmikir religius yang membuka pintu untuk ide-ide luar. Sejumlah pemikir India zaman
sekarang melihat banyak kemungkinan untuk dialog antara filsafat Timur dan filsafat Barat.
Radhakrishnan (1888-1975) mengusulkan pembongkaran batas-batas ideologis untuk mencapai
suatu sinkretisme hindu-kristiani, yang dapat berguna sebagai pola berpikir masa depan seluruh
dunia. Pemikir-pemikir lain tidak begitu optimis dengan kemungkinan ini. Menurut mereka,
perbedaan antara corak berpikir Timur dan Barat terlalu besar untuk mengadakan suatu
interaksi, dalam arti saling melengkapi. Filsafat India dapat belajar dari rasionalisme dan
positivisme Barat. Filsafat Barat dapat belajar dari intuisi Timur mengenai kesatuan dalam
kosmos dan mengenal identitas mikrokosmos. Mungkin, filsafat Barat terlalu duniawi sedangkan
filsafat Timur terlalu mistik.

2.2 FILSAFAT CINA


Dalam memahami asal mula Filsafat Cina, ada 3 hal yang perlu diketahui. Pertama,
filsafat adalah sebuah usaha sadar untuk memformulasikan pandangan-pandangan dan nilai-
nilai sebagai ekspresi dari keyakinan fundamental sekelompok orang. Karenanya filsafat tidak
dapat dilepaskan dari latar belakang budaya dan tradisi kelompok tersebut. Dalam hal ini adalah
bahasa, seni, literatur, dan agama. Yang kedua, filsafat sebagai sebuah aktivitas yang
berkelanjutan haruslah dipandang sebagai sesuatu yang muncul dari aktivitas praktis kehidupan
yang berfokus pada pemecahan masalah tentang pengetahuan yang benar, pemahaman asali,
dan penghargaan yang wajar atas berbagai masalah kehidupan, entah secara individu ataupun
sosial. Yang ketiga adalah lebih berupa konstruksi-konstruksi teoretis sebagai hasil pemikiran
filosofis ataupun kegiatan kultural dari suatu kelompok orang/masyarakat (Fung Yu-
Lian,2007:5) .
Filsafat Cina dikenal terbagi menjadi beberapa bagian, bagian-bagian tersebut adalah:
1. Konfusius
Ulasan yang lebih detail tentang kehidupaan Confusius adalah biografi yang terangkum
dalam bab empat puluh tujuh Shih Chi atau Historical Records (sejarah dinasti Cina pertama,
lengkap ca. 86 SM). Dari riwayat hidupnya ini, bisa didiperoleh ide bahwa ajaran-ajaran
Konfusius lahir atas keprihatinannya akan situasi sosial dan politik pada saat itu. Bagi Konfusius
kekacauan itu timbul karena Li kehilangan jiwanya. Untuk menghidupkan kembali Li berarti
menghidupkan kembali ritual dan musik denngan pendasaran pada Ren. Seperti kita ketahui,
Konfusiuslah yang mengambil kitab klasik dinasti Zhou keluar dari tempat penyimpanannya dan
membeberkannya di depan umum. Konfusius pulalah yang mengubah aneka tata cara dan
upacara serta kebiasaan feudal menjadi suatu sistem etika. Konfusius berjuang tanpa kenal lelah
sepanjang hidupnya untuk membangun dan memelihara suatu masyarakat yang tertib dan
teratur dengan terus menerus menekankan pentingnya hubungan antara manusia atas dasar
doktrin ren.
Ren, adalah gagasan sentral dari Konfusianisme yang juga merupakan kelanjutan yang
lebih jernih dari gagasan yang hidup sebelum jaman Konfusius. Ren bisa dipahami sebagai:
kebaikan hati ataupun kasih antar manusia. Kebaikan ini adalah hakikat terdalam manusia yang
membuat unsur lain (dalam hidupnya) menjadi mungkin. Menurut Konfusius ren adalah sesuatu
di dalam diri yang membuat seseorang sungguh-sungguh manusia. Sedangkan Li mengandung
arti tatacara dan upacara keagamaan, tetapi Konfusianisme memberi arti lebih luas dari pada
sekedar ritus dan ritual, yaitu, segala sesuatu yang terkait pada tindakan tepat manusia,
dan Xiao merujuk pada tindakan antar manusia yang menumbuhkan ren yang juga berarti
hormat bakti yang muda terhadap yang lebih tua.
2. Taoisme.
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (guru tua) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse
melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan jalan manusia melainkan jalan alam-lah yang
merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang
bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan
ajaran Konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita
tidak tahu apa-apa tentang Tao (Abu Ahmad,1975: 157).
3. Mencius dan Xunzi
Konfusianisme bermula dari ajaran Konfusius, tetapi kemudian dibangun dan
dikembangkan oleh Mencius dan Xunzi. Seperti Konfusius, Mencius mendasarkan ajarannya
pada Ren, tapi ia menyatakan bahwa untuk membina Ren harus dikembangkan yi atau
kebaikan. Yang disimpan dalam hati adalah ren, yang dipakai dalam tindakan adalah yi. Jadi,
ren adalah prinsip tepat untuk mengawasi gerak internal, sedangkan yi adalah cara tepat untuk
membimbing tindak eksternal. Lebih lanjut lagi, Ia menekankan Sistem Keluarga yang diungkap
Confusius; yaitu sistim masyarakat Tionghoa, ada 5 jenis hubungan yaitu Raja-Menteri, Ayah-
Anak, Suami-Istri, Kakak-Adik, teman-teman.
4. Mohisme
Adapun perbedaan pendapat anatara konfusianis dan mohis adalah sebagai berikut:
Para Konfusianis mementingkan relasi yang tepat (L), tanpa memikirkan keberuntungan. Dari
segi moral atau pendirian, para Konfusianis mengutamakan kebenaran dan kemurnian, tanpa
menghitung keberhasilannya. Penganut Mo Tz lebih pragmatis. Mereka mengutamakan secara
khusus keberuntungan (L) dan pencapaian (Kung).
Dengan demikian, tolok ukur kebenaran sebuah prinsip menurut Mo Tz adalah
seberapa besar keberuntungan yang diberikan kepada negara dan rakyat jelata. Segala sesuatu
harus berguna, dan semua prinsip harus bisa diaplikasikan supaya menyumbang sesuatu nilai
secara mandiri. Maka sesuatu prinsip yang tidak bisa diejawantahkan nilainya, ataupun tidak
bisa diajarkan secara efektif kepada manusia lain untuk mengejawantahkan nilainya, hanya rasio
belaka. Tetapi pendirian Mo Tz ini bertabrakan dengan idealisme Konfusianis, yang
mengutamakan pembentukan moralitas yang mendukung tindakan seseorang, supaya bertindak
mengikut apa yang benar, dan bukan mengikut apa yang lebih
memanfaatkan.

5. Daoisme
Lao Zi dan pengikutnya menduga bahwa ada yang salah dalam hakekat masyarakat dan
peradabannya. Mereka menganjurkan rakyat Cina untuk membuang semua pranata dan
konvensi yang ada. Mereka percaya bahwa manusia yang dulu mempunyai suatu surga
kemudian hilang karena kekeliruannya sendiri, yaitu karna ia mengembangkan peradaban.
Menurut Lao Zi dan pengikut pengikutnya, cara terbaik untuk hidup adalah menarik diri dari
peradaban dan kembali kepada alam, dari keadaan beradab ke keadaan alami. Inilah jalur
pemikiran naturalistic yang dikenal sebagai Daoisme yang menjunjung tinggi Dao dan alam.
Chuang Tzu memandang Dao sebagai totalitas dari spontanitas segala sesuatu di alam
semesta ini. Semua hal harus dibiarkan berkembang sendiri, secara alami dan spontan, Akan
tetapi Yang Tzu berpendapat bahwa Dao adalah suatu kekuatan fisis yang buta. Dao
menghasilkan dunia tidak atas dasar perencanaan atau kehendak, tetapi atas dasar keniscayaan
atau kebetulan. Pendapat ini merupakan pendapat yang mewakili kaum materialistic Daoisme.
Apapun perbedaannya, ajaran ajaran mereka menekankan bahwa manusia harus cocok dan
serasi dengan kodratnya dan puas dengan apa adanya
6. Neo Konfusianisme
Neo-Konfusianisme adalah bentuk Konfusianisme yang terutama dikembangkan
selama Dinasti Song, tetapi aliran ini mulai nampak ke permukaan sudah sejak zaman dinasti
Tang lewat Han Yu dan Li ao. Mereka membuka cakrawala baru Neo-Konfusianisme, yaitu
dimensi kosmologis dalam refleksi mereka. Zhou Dunyi merupakan tokoh yang tak boleh
dilupakan. Kosmologi Zhou Dunyi merupakan pengembangan butir-butir ajaran Apendiks dari
Kitab Yi Jing dan dia memakai diagram daois untuk ilustrasi dan membentuk Tai Ji Tu dan Tai JI
Shuo-nya. Selain Zhou Dunyi masih ada Shao Yong (kosmologis lain yang mengembangkan
ajarannya berdasar juga Apendiks dari Kitab Yi Jing. Bedanya dengan Zhuo dia memakai 64
hexagram Yi Jing). Sementara Zhang Zhai (kosmologis lain yang juga mengembangkan
ajarannya berdasar juga Apendiks dari Kitab Yi Jing. Namun dia menekankankan dan mengolah
lebih jaug gagasan Qi). Mewarisi ke-satu-an dari segala dari Zhang Cai, itu yang dikembangkan
Cheng Hao menjadi filsafatnya. Ren = rangkuman dari: Yi, Li, Zhi dan Xin, pahami itu dan
tempa-tumbuhkan dengan ketulusan dan kecermatan, itulah segalanya. Secara metafisis ada
kesatuan antara semua yang ada. Gagasan tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh
Lu Jiuyuan dan Wang Yangming yang pada akhirnya membentuk sekolah Lu wang (Fung Yu-
Lian,2007:54-56).

2.3 Filsafat Islam


Islam berasal dari kata salam yang terutama berarti damai dan juga berarti
menyerahkan diri, maka keseluruhan pengertian yang dikandung nama ini adalah kedamaian
sempurna yang terwujud jika hidup seseorang diserahkan kepada Allah. Kata sifat yang
berkenaan dengan ini adalah Muslim (Huston, 2004:254).
Filsafat Islam digolongkan ke dalam filsafat timur karena lebih dominan sifatnya yang
menunjukkan idealisme seperti umumnya filsafat-filsafat yang muncul di dunia timur, seperti Cina
dan India. Filsafat timur ini yang memiliki aliran idealisme utamanya bercirikan bersifat spiritual,
esensinya adalah dengan berfikir. Juhaya (2008:125) mengungkapkan bahwa kata idealis itu
dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain:
Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta
menghayatinya.
Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum
ada.
Memang pada filsafat-filsafat yang lahir di dunia timur, kebanyakan lebih mengutamakan
sisi spiritual, dalam arti nilai-nilai keagamaan memang kerap mewarnai prinsip-prinsip dalam
filsafat timur. Dalam prinsip filsafat timur ini pada perilaku manusia adalah digerakkan oleh nilai
dan norma sehingga manusia memiliki tujuan dalam bertingkah laku. Begitu juga filsafat yang
lahir dari pemikir-pemikir Islam yang lebih menekankan pandangannya mengenai dunia dengan
berlandaskan pada nilai-nilai dan norma-norma yang harus ditaati oleh manusia. Filsafat Islam
adalah berfikir secara sistematis, radikal dan universal tentang hekekat segala sesuatu
berdasarkan ajaran Islam. Singkatnya filsafat Islam itu adalah Filsafat yang berorientasi kepada
Al Quran, mencari jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah.
Pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid naik tahta tahun 786 M, buku-buku
pengetahuan Yunani banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Orang-orang dikirim ke
Romawi di Eropa untuk membeli manuskrip. Pada mulanya penerjemah diutamakan dalam
bidang ilmu kedokteran, tetapi kemudian ilmu pengetahuan lain dan filsafat pun diterjemahkan ke
dalam bahasa Siriac, bahasa ilmu pengetahuan Mesopotamia waktu itu, kemudian baru dalam
bahasa Arab. Tapi akhirnya diadakan penerjemahan langsung dalam bahasa Arab. Melalui
kegiatan penerjemahan inilah sebagian besar karya Aristoteles, beberapa karangan Plato serta
karangan-karangan mengenai neo-platoisme, Galen dan karangan di bidang kedokteran serta
ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapat dibaca oleh alim ulama Islam. Karangan di bidang
filsafat banyak menarik perhatian Mutazilah sehingga mereka banyak dipengaruhi oleh
pemujaan daya akal yang terdapat dalam filsafat Yunani. (Juhaya, 2008:194-195). Kemajuan
Islam era pertengahan tidak saja mewarisi pengetahuan Yunani-Romawi, akan tetapi telah
memodifikasi dan menyempurnakan pengetahuan sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan hasil
usaha kreatif cendikiawan muslim seperti al-Kindi, Ibn Sina, al-Farabi, al-Razi dan setelahnya,
selain mengadopsi kekayaan pengetahuan mereka, juga melahirkan teori dan pengetahuan
orisinil yang sama sekali baru. Peradaban Yunani, Persia dan Romawi jelas menyumbangkan
peradaban yang sangat berharga bagi Islam. Peradaban Zoroastrian (Sassanian) telah
mencapai puncak renaisan kebudayaannya pada abad ke enam, sebelum Islam datang di tanah
Arab. Hal ini yang kemudian menjadi pembawa obor bagi peradaban Barat, bersama-sama
membawa sebuah sinkronisme kreatif baru pemikiran ilmiah dan filosofis Yunani, Hebrew, India
(Hindu), Syirian, dan Zoroaster.
Mengenai kebangkitan bangsa Arab tersebut dengan agama Islamnya, Huston Smith
(2004:254-255) mengutip juga dari Philip Hitti yang menyatakan sekitar nama orang Arab
bersinarlah lingkaran cahaya dari kegemilangan yang dimiliki oleh para penakluk dunia. Dalam
waktu satu abad setelah bangsa ini muncul, mereka telah menjadi tuan dari suatu daerah
kekuasaan yang terbentang dari pantai Samudra Atlantik sampai ke perbatasan Cina, yang
merupakan suatu daerah kekuasaan yang lebih besar dari kekaisaran Romawi pada zaman
puncak kejayaannya. Dalam masa perluasan wilayah yang luar biasa ini mereka merangkul
berbagai unsure asing ke dalam kepercayaan, bahasa dan bahkan bentuk fisik mereka, lebih
daripada yang pernah atau sesudahnya, tidak terkecuali orang Yunani, Romawi, Anglo-Sakson,
atau Rusia. Tentu saja periode yang dimaksud dalam kutipan tersebut adalah saat
pemerintahan Harun al-Rasyid.
Filsafat Islam memiliki karakteristik sekaligus sebagai keunikan tersendiri. Setidaknya,
terdapat tiga karakteristik yang dapat kita diketemukan dalam khazanah ini, yaitu peripatetisme
(Masysyaiyyah), iluminasi (Israqiyyah) dan teosofi transenden (al-hikmah al-mutaaliyah). Ketiga
karakteristik tersebut sudah sering dikaji oleh para sarjana muslim.
Filsafat peripatetisme adalah paham kelanjutan dari pengaruh ide-ide Aristotelian yang
bersifat diskursif-demontrasional. Corak dari Aristotelian yaitu hylomorfisme, suatu paham yang
cenderung bersifat material. Peripatetisme dimulai sejak al-Kindi, yang melewati antara lain, al-
Farabi, Ibn Sina, Ibn Thufail dan Ibn Bajjah hingga Ibn Rusyd. Mungkin, hanya Ibn Rusyd saja
yang agak berani membersihkan Aristotelianisme dari Neo-Platonisme.Filsafat
iluminasi (Israqiyyah) berbicara mengenai suatu kilatan-mendadak dalam bentuk pemahaman
atau ilham sebagai suatu arus cahaya. Asal mulanya, teori ini berakar dari pola-pola Platonik,
yang selama periode Hellenistik dan Romawi aliran ini diserap dan tergabungkan dalam pikiran
Kristiani dan Yahudi. Tokoh yang ternama dalam corak filsafat iluminasi yaitu Surawardi.
Sebagai pencetus paham iluminasi, dia telah membuka jalan suatu dialog dengan wacana-
wacana dan upaya-upaya religius atau mistis dalam dunia ilmiah. Dia juga termasuk filosof yang
meyakini adanya perennial wisdom. Sebuah jalan kebenaran yang dijadikan ukuran adalah
pengalaman intuitif yang kemudian mengelaborasi dan memverifikasinya secara logis-
rasional. Sementara filsafat hikmah di perkenalkan oleh Mulla Shadra. Dia membangun aliran
baru filsafat dengan semangat untuk mempertemukan berbagai aliran pemikiran yang
berkembang di kalangan kaum muslim. Yakni tradisi Aristotelian cum Neo platonis yang diwakili
figur-figur al-Farabi dan Ibn Sina, filsafat Israqiyyah, pemikiran Irfani Ibn Arabi, serta tradisi
kalam (teologi dialektis). Filsafat hikmah cenderung berbicara masalah esensi (wujud), sehingga
sering disebut-sebut sebagai eksistensialisme Islam. Aliran ini mempercayai bahwa
pengetahuan diperoleh tidak melalui penalaran rasional, tetapi hanya melalui sejenis intuisi,
yakni penyaksian bathin (syuhud, inner witnessing), cita rasa (dzauq, tasting), pencerahan
(hudhur, presence) (Haidar Bagir dalam Mujtahid, 2011:uin-malang.ac.id). Begitulah
perkembangan filsafat Islam yang telah mendapat pengaruh dari beberapa filosof Romawi dan
Yunani yang kemudian diserap menjadi beberapa pandangan baru dari kacamata Islam. Hanya
saja sedikit pengaruh-pengaruh baik dari Aristoteles, Plato maupun Sokrates terakulturasi dalam
filsafat ini.
Dalam pembahasan ini akan diulas mengenai pemikiran dua tokoh filosofi Islam yakni Al-
Kindi dan Al-Ghazali sebagai contoh gambaran konkrit dari filsafat Islam.
Al-Kindi (196-873 M)
Nama lengkap filsuf ini adalah Yakub bin Ishaq bin al-Kindi yang lahir di Kufah dan
bertempat tinggal di Kindah, Yaman. Orangtuanya adalah Gubernur Basrah. Menurut keterangan
Ibnu al-Nadim buku-buku yang ditulisnya itu berkisar 241 buah dalam bidang filsafat, logika, ilmu
hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optik, musik, matematika, dan sebagainya.
Dalam The Legacy of Islam dapat kita jumpai informasi yang menjelaskan bahwa buku Al-Kindi
tentang optika diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan banyak mempengaruhi Roger Bacon.
Pengetahuan menurut al-Kindi terbagi menjadi dua,
yakni Pertama pengetahuan Illahi atau ilm ilahiy (devine science) seperti yang tercantum dalam
al-Quran, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan itu
adalah keyakinan. Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm insaniyy (human science) atau
filsafat yang didasarkan atas pemikiran (ration reason). Filsafat baginya adalah pengetahuan
tentang yang benar atau baths an al-haqq (knowledge of the truth). Dari sinilah kita bisa melihat
persamaan antara filsafat dan agama. Tujuan agama dan tujuan filsafat adalah sama, yaitu
menerangkan apa yang benar dan apa yang baik. Agama, disamping wahyu, juga menggunakan
akal. Adapun kebenaran pertama, menurut al-Kindi, ialah Tuhan (Allah). Dialah al-haqq al-
awwal,the first Truth. Dengan demikian filsafat membahas soal Tuhan, agama pun yang menjadi
dasarnya Tuhan. Oleh karena itu, bagi al-Kindi, filsafat yang paling tinggi adalah filsafat tentang
Tuhan.
Al-Kindi memandang jiwa sebagai intisari dari manusia. Para filsuf Islam banyak
memperbincangkan hal ini, karena Al-Quran atau Hadist Nabi tidak menjelaskan hakikat jiwa
atau ruh. Jiwa menurut al-Kindi, seperti halnya menurut al-Ghazali dan Ibn Taimiyyah,
mempunyai tiga macam daya, yaitu daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir/berakal.
Namun demikian, pendapat al-Kindi berbeda dengan keduanya ketika ia mengatakan ada tiga
macam akal, yaitu: (a) Akal yang bersifat potensial, (b) Akal yang telah keluar dari sifat potensial
menjadi actual, dan (c) Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas (Juhaya, 2008:
1986-201).
Al-Ghazali (1059-1111 M)
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali lahir di tahun 1059 M, di Ghazaleh, suatu kota kecil
yang terletak di dekat Tus, Khurasan, kawasan Iran dewasa ini. Al-Ghazali dalam sejarah filsafat
Islam dikenal pada mulanya sebagai syak (skeptis) terhadap gejala-gejalanya. Perasaan syak ini
kelihatannya timbul dalam dirinya dari pelajaran ilmu kalam atau teologi yang diperoleh dari al-
Juwaini. Pada mulanya pengetahuan seperti dalam ilmu pasti itu dijumpai al-Ghazali dalam hal-
hal yang ditangkap dengan panca indera, tetapi baginya kemudian ternyata bahwa panca indera
juga berdusta. Sebagai upama, ia sebut bayangan (rumah) kelihatannya tak bergerak, tetapi
akhirnya ternyata berpindah tempat. Bintang-bintang di langit kelihatannya kecil, tetapi
perhitungan enyatakan bahwa bintang-bintang iu lebih besar dari bumi. Karena al-Ghazali tidak
percaya pada apanca indera lagi,ia kemudian meletakkan kepercayaannya pada akal. Tetapi
akal juga ternyata tak dapat dipercayai. Sewaktu bermimpi, demikian kata al-Ghazali,orang
melihat hal-hal yang kebenarannya diyakni betul-betul, tetapi setelah bangun, ia sadar bahwa
apa yang ia lihat benar itu sebetulnya tidaklah benar. Tidaklah mungkin apa yang sekarang
dirasa benar menurut pendapat akal, nanti kalau kesadaran yang lebih dalam timbul akan
ternyata tidak benar pula, sebagaimana halnya dengan orang yang telah bangun dan sadar dari
tidurnya.
Al-Ghazali mempelajari filsafat, kelihatannya untuk menyelidiki apakaha pendapat-
pendapat yang diajukan filsuf-filsuf itulah yang merupakan kebenaran. Baginya ternyata bahwa
argument-argumen yang mereka ajukan tidak kuat dan menurut keyakinannnya ada yang ada
yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.
Tasawuflah yang dapat menghilangan rasa syak (keragu-raguan) yang lama
mengganggu dirinya. Dalam tasawuflah ia memperoleh keyakinan yang dicari-crinya.
Pengetahuan mistiklah, cahaya yang diturunkan Tuhan ke dalam dirinya, itulah yang membuat
al-Ghazali memperoleh keyakinannya kembali (Juhaya, 2008:202-204) Dengan demikian satu-
satunya pengetahuan yang menimbulkan keyakianan akan kebenarannya bagi al-Ghazali adalah
pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari Tuhan dengan tasawuf.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat India mengusung keyakinan akan kesatuan fundamental antara manusia
(individu) dengan alam (kosmos). Dengan demikian, tidaklah mustahil jika filsafat India bisa
menjadi solusi bagi krisis spiritual dan alam saat ini. Menurut filsafat India, harmoni yang terjalin
akan mengantarkan seseorang menjadi waskita (arif bijaksana) terhadap hidup. Tidak terasing
dari kehidupan dunia (alam semesta) dan mampu beramah-tamah dengan semua benda di
sekelilingnya. Bagaikan bersahabat dengan gemericiknya air, kesuburan tanah yang
menumbuhkan segalanya, dan sinar matahari yang menghangatkan semesta raya.
Dalam memahami asal mula Filsafat Cina, ada 3 hal yang perlu diketahui. Pertama,
filsafat adalah sebuah usaha sadar untuk memformulasikan pandangan-pandangan dan nilai-
nilai sebagai ekspresi dari keyakinan fundamental sekelompok orang. Karenanya filsafat tidak
dapat dilepaskan dari latar belakang budaya dan tradisi kelompok tersebut. Dalam hal ini adalah
bahasa, seni, literatur, dan agama. Yang kedua, filsafat sebagai sebuah aktivitas yang
berkelanjutan haruslah dipandang sebagai sesuatu yang muncul dari aktivitas praktis kehidupan
yang berfokus pada pemecahan masalah tentang pengetahuan yang benar, pemahaman asali,
dan penghargaan yang wajar atas berbagai masalah kehidupan, entah secara individu ataupun
sosial. Yang ketiga adalah lebih berupa konstruksi-konstruksi teoretis sebagai hasil pemikiran
filosofis ataupun kegiatan kultural dari suatu kelompok orang/masyarakat (Fung Yu-
Lian,2007:5) .Islam berasal dari kata salam yang terutama berarti damai dan juga berarti
menyerahkan diri, maka keseluruhan pengertian yang dikandung nama ini adalah kedamaian
sempurna yang terwujud jika hidup seseorang diserahkan kepada Allah. Kata sifat yang
berkenaan dengan ini adalah Muslim(Huston, 2004:254). Filsafat Islam digolongkan ke dalam
filsafat timur karena lebih dominan sifatnya yang menunjukkan idealisme seperti umumnya
filsafat-filsafat yang muncul di dunia timur, seperti Cina dan India. Filsafat timur ini yang memiliki
aliran idealisme utamanya bercirikan bersifat spiritual, esensinya adalah dengan berfikir.

DAFTAR RUJUKAN

Bagir, Haidar. 2005. Buku Saku Filsafat Islam. Bandung: Mizan.


Praja, Juhaya.S. 2008. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta:Prenada Media.
Smith, Huston. 2001. Agama-Agama Manusia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Takwin, Bagus. 2003. Filsafat Timur, Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran Timur. Jakarta: UI
Press.
Lan, Fung Yu. 2007. Sejarah Filasafat Cina. Yogyakarta: Balai pelajar.
Said, Muhammad 1987. Mendidik Dari Zaman ke Zaman. Bandung: Jemmars.
Ahmadi, Abu. 1975. Sejarah pendidikan. Semarang: CV. Toha Putra.
www.uin-malang.blogspot.com/diakses pada 11 Februari 2012.
1. Filsafat Kuno
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika kita ditanya Apa Itu Filsafat? Mungkin akan sukar dijawab, bukan karena
sulitnya arti kata filsafat, melainkan karena banyaknya jawaban yang telah diberikan sejak
filsafat diusahakan manusia.
Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofi yang diturunkan dari kata
kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Akan tetapi arti kata ini belum
menampakkan hakikat filsafat yang sebenarnya. Sebab mencintai masih dapat dilakukan
secara prinsip saja. Padahal dalam pengertian filosofein itu terkandung gagasan, bahwa orang
mencintai kebijaksanaan tadi, yaitu seorang filsuf, dengan aktif berusaha memperoleh
kebijaksanaan. Oleh karena itu filsafat lebih mengandung arti himbauan kepada
kebijaksanaan.
Filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan
dunia dan hidup. Kata dengan akalnya disini mendapat tekanan. Tidak dapat disangkal,
bahwa semua orang melalui agama masing-masing, telah memiliki suatu pandangan dunia
dan hidup. Dari mana asal dunia dan manusia serta hidupnya. Bagaimana manusia harus
hidup di dalam dunia ini dan lain sebagainya.
Sejarah filsafat yunani kuno dimulai sekitar abad ke-6 SM. Zaman ini sering disebut
juga sebagai zaman peralihan dari mitos ke logos. Sebelum masa ini, banyak orang yang
bercerita tentang alam semesta dan kejadian di dalamnya terjadi berkat kuasa gaib dan
adikodrati, seperti adanya kuasa para dewa-dewi. Mitos-mitos seperti ini kerap sekali
ditemukan di dalam sastra-sastra Yunani.
Jangkauan filsafat dalam pemahaman kuno dan pemikiran para filsuf kuno adalah
usaha-usaha intelektual. Hal ini jugalah yang menjadi permasalahan-permasalahan yang
dipahami dalam filsafat. Filsafat juga mencakup disiplin-disiplin lainnya, seperti matematika
dan ilmu-ilmu pengetahuan alam, seperti fisika, astronomi, dan biologi. Aristoteles
merupakan salah seorang filsuf yang menuliskan pemahamannya mengenai topik-topik ini.
Istilah Filsafat Barat pun kemudian muncul dan pada saat itu tidak membantu dan tidak jelas,
sejak definisi itu meliputi berbagai macam perbedaan seperti tradisi, kelompok politik,
kelompok agama, dan pemikir-pemikir yang sudah ribuan tahun lamanya.

B. Rumusan Masalah
1.1 Bagaimana pandangan filsafat zaman pra Sokrates beserta tokoh-tokoh penggagasnya?
1.2 Bagaimana pandangan filsafat zaman Sokrates, Plato dan Aristoteles?
1.3 Bagaimana pandangan filsafat Helenisme beserta tokoh-tokohnya?

C. Tujuan Penulisan
1.1 Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pandangan filsafat zaman pra Sokrates beserta
tokoh-tokoh penggagasnya?
1.2 Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pandangan filsafat zaman Sokrates, Plato dan
Aristoteles?
1.3 Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pandangan filsafat Helenisme beserta tokoh-
tokohnya?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Filsafat Pra Sokrates


Filsafat dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng-dongeng atau mite-mite yang
diterima dari agama, yang memberitahukan tentang asal mula segala sesuatu, baik dunia
maupun manusia. Akal manusia tidak puas dengan akal manusia tidak puas dengan
keterangan dongeng-dongeng atau mite-mite, karena tidak dapat dibuktikan oleh akal.
Kebenarannya hanya dapat diterima dengan iman atau kepercayaan. Para filsuf yang pertama
meragukan cerita mite-mite dan mulai mencari-cari dengan akalnya dari mana asalnya alam
semesta yang menakjubkan ini. Awal pergumulan akal dengan mite itu terjadi pada kira-kira
abad ke-6 SM. Para pemikir filsafati yang pertama hidup di Miletos, kira-kira pada abad ke-6
SM. Bagaimana persisnya ajaran mereka, sukar diterapkan. Sebab sebelum Plato tidak ada
hasil karya filsuf itu yang telah seutuhnya dibukukan. (Harun Hadiwijoyo, 1980:15)
Periode Yunani Kuno diawali dengan adanya Sofisme, yaitu berasal dari kata sophos
yang berarti cerdik dan pandai. Sofisme bukan merupakan suatu aliran atau ajaran tetapi lebih
merupakan suatu gerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan oleh pengaruh semakin
besar minat orang terhadap filsafat. Sofisme mengalami perkembangan tersendiri. Sebelum
abad ka 5 istilah itu berarti sarjana, cendekiawan. Namun pada abad ke 4 para sarjana atau
cendekiawan bukan lagi disebut sofis melainkan jilosofos, sedangkan sebutan sofis dikenakan
kepada para guru yang berkeliling dari kota ke kota lain untuk mengajar. Ahirnya sebutan
sofis menjadi suatu sebutan yang tidak harum lagi, karena seorang sofis adalah orang yang
menipu orang lain dengan memakai alasan-alasan yang tidak sah. Para guru yang berkeliling
itu dituduh sebagai orang-orang yang minta uang bagi ajaran mereka. (Achmadi dalam
Suparlan, 1975:46)
Dapat dikatakan bahwa mereka adalah filsuf-filsuf alam, artinya: mereka adalah para
ahli pikir yang menjadikan alam yang luas yang penuh keselarasan ini menjadi sasaran
pemikiran mereka. Yang dimaksud dengan alam (fusis) adalah seluruh kenyataan hidup dan
kenyataan badaniah. Jadi perhatian mereka dicurahkan kepada apa yang diamati. (Listiyono
Santoso, 2007:19)
1. Thales (625-545 SM)
Thales merupakan satu dari tujuh orang bijak pada masa ini. Tidak banyak yang
diketahui tentang orang ini. Hanya dapat dikatakan bahwa dia adalah orang yang meramalkan
adanya gerhana matahari yang memang terjadi 585 SM. Ia juga merupakan penasehat raja
waktu itu. (Listiyono Harun, 1980:16)
Thales mengembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula, sifat
dasar, dan struktur komposisi alam semesta. Menurutnya, asas pertama yang menjadi asal
mula segala sesuatu adalah air. Barangkali pertemuannya didasarkan atas kenyataannya,
bahwa air dapat diamati dalam bentuknya yang bermacam-macam. Air tampak sebagai benda
halus (uap), sebagai benda cair (air), dan juga tampak lebih keras (es). Sebagai ilmuwan dia
mempelajari bidang ilmu lainnya seperti astronomi, matematika, listrik dan magnit. Beliau
juga mendapat julukan Bapak Penalaran Deduktif karena ahli dalam bidang matematika.
(Harun Hadiwijoyo, 1980:17)

2. Anaximandros (610-540 SM)


Berbeda dengan Thales, ia tidak mencari asas pertama segala sesuatu melalui gejala-
gejala alam. Dia berpikiran berbeda dengan Thales, dia beranggapan bahwa tidak mungkin
asas pertama adalah air. Sebab jika air merupakan asas pertama segala sesuatu maka, air
harus didapatkan wujudnya dimana-mana. Dan air juga harus meresapi segala sesuatu
termasuk api. Juga termasuk pada tanah yang kering. Namun dia melihat bahwa
kenyataannya air tidak ditemukan pada hal-hal tersebut. Air merupakan hal yang terbatas.
(Harun Hadiwijoyo, 1980:17)
Menurut Anaximandros asas yang pertama adalah to apeiron (yang tak terbatas). Asas
pertama ini disebut demikian karena tidak memiliki sifat-sifat benda yang dikenal manusia.
(Harun Hadiwijoyo, 1980:17)

3. Herakleitos (535-475 SM)


Pandangannya sejenis dengan para filsafati terdahulu di Miletos. Menurutnya realitas
ini berupa gerakan, perubahan keadaan yang serba menjadi. Semuanya serba mengalir
(Pantar hei), dia dikenal sebagai filsafat menjadi (to become). Segala sesuatu yang ada
bergerak terus-menerus, bergerak secara pribadi. Segala sesuatu berlalu dan tiada sesuatu
yang tetap. Perubahan terjadi tiada hentinya seluruh kenyataan adalah arus sungai. Orang
tidak mungkin turun dua kali dalam arus sungai yang sama, air sungai terus berlalu dan
bergiliran berganti-ganti. (Harun Hadiwijoyo, 1980:21)
Asumsi Herakleitos bertentangan dengan Anaximandros, yang berpendapat bahwa
perlawanan atau pertentangan adalah hal yang tidak adil, yang tidak mewujudkan
keseimbangan. Oleh karena itu, hukum Anaximandros akan mengembalikan segala
pertentangan dalam keselarasan. Musim panas akan mengalahkan musim dingin dan
seterusnya.
Herakleitos yakin dengan adanya asas pertama yang ditemukannya yaitu api. Segala
sesuatu yang keluar dari api dan akan kembali lagi ke api. Api disini merupakan lambang
perubahan.(Harun Hadi Wijoyo, 1980:22-23)
Pandangan Herakelitos menjadi pedoman sebagai pengetahuan yang benar (kebenaran),
dimana panca indra menjadi ukuran. Jadi, apa yang ditangkap oleh panca indra itulah yang
konkret.(Suparlan, 2007:97)

4. Anaximenes (538-480 SM )
Bagi Anaximenes asas pertama segala sesuatu berasal adalah dari hawa atau udara,
manusia akan mati jika ia tidak dapat bernafas. Hawa atau udarah adalah hal yang
menyatukan manusia juga mempersatukan sesuatu pada alam sejagad raya ini. Dia berpikiran
bahwa udarah atau hawa yang melahirkan segala benda didalam jagad raya ini. Hal ini
mungkin disebabkan karena udarah dapat mengencer dan memadat. Udarah yang memadat
akan menimbulkan secara berturut-turut angin, air, tanah dan batu. Sebaliknya karena udarah
mengencer maka membentuk api. Anasir-anasir itulah yang kemudian membentuk jagad
raya. (Harun Hadiwijoyo, 1980:18)

5. Xenophanes (570-480 SM)


Dilahirkan di Kolofon Asia kecil. Beliau mencoba melihat kesatuan sebagai asas segala
kenyataan yang ada. untuk itu ia menolak kepada banyak ilahi. Yang ilahi itulah satu-satunya
yang ada, yang merangkumkan segala sesuatu. Ia tidak membedakan dengan jelas antara
pemikiran yang monoteitis dan yang politeitis. Sekalipun demikian pengertian tentang yang
Ilahi itu dikaitkan dengan pandangan etis yang luhur. Ia menentang mereka yang
menyamakan yang ilahi dengan manusia yang baru lahir. Meskipun demikian ajarannya tidak
dapat digolongkan dengan ajaran yang monotheisme. (Harun Hadiwijoyo, 1980:21)

6. Phytagoras (572-497 SM)


Merupakan seorang tokoh yang dilahirkan di Samos, beliau mendirikan suatu tarekat
keagamaan. Ia tidak menulis apapun, sebab ajarannya diberikan secara lisan dan bersifat
rahasia. Baru kira-kira pada pertengahan abad ke-5 SM terdengar pemberitaan tentang
ajarannya. Ada dua hal yang besar sekali pengeruhnya, yaitu: suatu ajaran rahasia dengan
suatu kepercayaan, bahwa jiwa tidak dapat mati, dan usaha mempelajari ilmu pasti.
Menurutnya subtansi dari semua benda adalah bilangan, dan segala gejala alam
merupakan satu keseluruhan yang teratur, sesuatu yang harmonis seperti dalam musik.
Keharmonisan dapat tercapai dengan menggabungkan hal-hal yang berlawanan, seperti
ganjil-genap, baik-buruk, terang-gelap.
Demikianlah pengetahuan tentang bilangan-bilangan itu memberi pengetahuan tentang
kenyataan. Pengetahuan yang demikian itu mewujudkan bagian penyucian tersebut diatas.
Jadi pemikiran dan perbuatan, atau pandangan dan tingkah laku saling dikaitkan.(Listoyono
Santoso, 2007:19)

7. Parmenides (540-475 SM)


Pandangan Parmenides justru sebaliknya dari pada pandangan Herakleitos. Jika
Herakleitos mengajarkan, bahwa hakekat segala kenyataan adalah perubahan, maka
Parmenides menentangnya dan mengemukakan, bahwa kenyatan bukanlah gerak dan
perubahan, melainkan keseluruhan yang bersatu, yang tidak bergerak, yang tidak berubah.
Pemikiran Parmenides ini adalah suatu pandangan yang genial. Pikirannya dituntaskan
secara konsekuen. Baginya kenyataan adalah suatu kesatuan, tanpa pembedaan antara segi
yang rohani dan yang jasmani. Akibatnya, yang ada itu disamakan dengan seesuatu yang
bulat, yang tidak memerlukan tambahan, tetapi yang mengambil ruang. Oleh karena itu ia
mengatakan, bahwa tiada ruang kosong, sebab seandainya ada ruang kosong, diluar yang ada
masih ada sesuatu yang lain lagi (Harun Hadiwijoyo, 1980:24)
Oleh sebab itu, Parmenides mengidentifikasikan pengetahuan menjadi dua jenis, yaitu
pengetahuan semu dan pengetahuan sejati. Pengetahuan semu adalah seperti yang diperoleh
pancaindra, sedangkan pengetahuan sejati dicapai oleh kemampuan akal-budi. Pengetahuan
sejati inilah yang benar. karena pengetahuan budi mempunyai sifat yang tetap dan umum-
universal, maka realitas ini bukannya menjadi, melainkan yang ada. Yang ada itu merupakan
satu keutuhan, bukan pluralitas yang dapat dibagi-bagi. Paham pemikiran Parmenides ini
sungguh bertentangan secara mutlak dengan paham Herakleitos. (Suparlan Suhartono,
2007:98)

8. Empedokles (492-432 SM)


Dilahirkan di Akragas, Sisilia. Hasil karyanya dituangkan dalam bentuk syair, yaitu:
tentang alam dan tentang suatu buah pikiran yang bersifat mistis-keagamaan. Empedokles
setuju dengan pendapat Parmenides, bahwa didalam alam semesta tidak ada satupun yang
dilahirkan sebagai hal yang baru dan dapat dibinasakan sehingga tidak ada lagi. Dia juga
berpendapat sama dengan Parmenides, bahwa tidak ada ruang kosong. Akan tetapi ia
menentang pendapat Parmenides, bahwa kesaksian indra adalah palsu. Beliau menulis
pemikirannya dalam bentuk sajak. Bagian pertama bersifat filsafat alam, bagian kedua
bersifat mistik-keagamaan.
Adanya berbagai bentuk kenyataan sekedar merupakan akibat campuran dan
perpisahan empat jenis unsur (rizomata): air, udara, api dan tanah. Pengetahuan dapat
dipahami sebagai proses asimilasi dan pengetahuan ini tidak dimaksudkan sebagai ajaran
matrealistik. Dalam pembersihan jiwa kita dapat ajaran perpindahan jiwa, yang bertautan
dengan ajaran mengenai misteri-misteri Orpheus dan juga ajaran Phytagoras. (Harun
Hadiwijoyo, 1980:26)

9. Anaxagoras (499-420 SM)


Anaxagoras menolak ajaran Parmenides yang monistis. Menurut dia, kenyataan
bukanlah satu, sebab kenyataan terdiri dari banyak anasir, yang masing-masing memiliki
kualitas yang sama dengan kualitas yang ada, yaitu tidak dijadikan, tidak berada diruang
yang kosong. Seperti halnya dengan Empedokles, ia juga mengajarkan teori tentang
penggabungan dan pencairan. Menurutnya anasir tidak hanya ada empat, seperti yang
diajarkan Empedokles, melainkan tidak terhitung bilangannya. Anasir-anasir itu tidak disebut
rizomata (akar), tetapi spermata (benih-benih) yang banyak tak terbilang itu keadaannya
bermacam-macam juga. Segala sesuatu yang tersusun dari benih-benih atau anasir-anasir ini.
(Harun Hadiwijoyo, 1980:28)
Anaxagoras juga membedakan antara roh (nous) dengan benda. Akan tetapi uraiannya
tentang roh itu menampakkan, bahwa roh belum juga bebas dari segala kebendaan.

10. Demokritos (460-370 SM)


Demokritos mengajarkan bahwa kenyataan bukan hanya satu saja, tetapi terdiri dari
beberapa banyak unsur. Teori tentang bagian-bagian terkecil segala sesuatu seperti yang
diajarkan oleh Anaxagoras, dan diajarkan juga oleh Demokritos. Hanya saja bagian-bagian
terkecil tadi olehnya tidak disebut benih-benih (spermata), melainkan atom (atomos), yang
artinya tidak dapat dibagi lagi. Atom yang satu tidak dibedakan dengan atom yang lain dalam
kualitas. Semua atom adalah sama, yang berbeda adalah bentuknya serta posisinya.
Menurutnya juga bahwa manusia terdiri dari atom yaitu atom yang paling halus dan
bundar, yang tidak dapat mengait atom lain. Pengamatan terjadi karena benda-benda
menyinarkan gambar kecilnya (idola) yang terdiri dari atom-atom juga, yang bentuknya sama
dengan bendanya. Gambar-gambar itu masuk kedalam indra manusia, disalurkan ke jiwa dan
bersentuhan dengannya. Demikianlah pengamatan terjadi, akan tetapi pengamatan inderawi
ini menyesatkan. Hanya akallah yang memberi pengetahuan yang benar.
Dengan panjang Demokritos membicarakan etika. Untuk pertama kali manusia
diperhatikan oleh filsuf pra Sokrates. Etika Demokritos belum disusun secara sistematis.
Sebagai cita-cita yang tertinggi disebutnya euthumia, yaitu keadaan batin yang sempurna.
Agar supaya euthumia ini dapat tercapai orang perlu secara seimbang menjangkau semua
faktor dalam hidup, kesenangan dan kesusahan, kenikmatan dan pantangan. (Harun
Hadiwijoyo, 1980:31)

B. Filsafat Sokrates, plato dan Aristoteles


Bagaimanapun juga harus diakui, bahwa timbulnya kaum sofis menampakkan bahwa
di Yunani pada masa itu ada krisis pemikiran. Orang telah jemu terhadap pemikiran-
pemikiran yang bermacam-macam itu, yang kebenaran diragukan, dasar ilmu pengetahuan
digoncangkan. Oleh karena itu dapat disangkal, bahwa memang ada pengaruh yang negatif
pada kebudayaan Yunani, seperti: merobohkan nilai-nilai tradisional dibidang agama,
merusak moral, dan menyalahgunakan kecakapan berpidato dimuka umum.
Akan tetapi harus juga diakui, bahwa masih ada segi-segi yang menguntungkan,
yaitu: menimbulkan revolusi secara intelektual. Sofisme juga menciptakan gaya baru, yang
mempengaruhi para ahli sejarah, para penulis drama dan yang lebih penting lagi: oleh
sofisme manusia ditempatkan pusat perhatian.
1) Sokrates (469-399SM)
Tidak ada orang yang tahu persis tentang kelahiran Sokrates. Yang jelas bahwa tahun
399 ia dijatuhi hukuman mati dengan harus minum racun. Sokrates berasal dari keluarga
kaya, yang kemudian menjadi miskin dan mendapat pendidikan yang baik.
Sokrates memberi pelajaran kepada rakyat. Sama halnya dengan kaum sofis ia
mengarahkan perhatiannya kepada manusia. Perbedaannya dengan para kaum sofis adalah:
kaum sofis memungut biaya bagi pengajarannya, berbeda dengan Sokrates dia tidak mau
memungut biaya bagi pengajarannya. Kecuali itu maksud dan tujuan ajaran-ajarannya bukan
untuk meyakinkan orang lain supaya mengikuti dia, tetapi untuk mendorong supaya
mengetahui dan menyadari sendiri, sebab ia yakin bahwa ada kebenaran yang obyektif.
(Harun Hadiwijoyo, 1980:35)
Sokrates tidak meninggalkan tulisan apa-apa. Pengetahuan kita tentang dirinya kita
terima dari muridnya. Padahal murid Sokrates ada banyak sekali, dan tulisannya juga
bermacam-macam tentang dia. Pada umumnya pemberitaan yang dipandang sebagai
pemberitaan yang lebih dapat dipercaya adalah pemberitaan dari Plato dan Aristoteles.
(Suparlan Suhartono, 1975:54)
Cara pengajaran Sokrates pada umumnya disebut dialektika, karena didalam
pengajaran itu dialog memegang peranan penting. Sebutan yang lain ialah maieutika, seni
kebidanan, karena dengan cara ini Sokrates bertindak seperti seorang bidan yang menolong
kelahiran bayi.
Dengan cara yang demikian itu Sokrates menemukan suatu cara berpikir yang disebut
dengan induksi, yaitu: menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum yang sifatnya
berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal yang khusus.
Tidak jelas pandangan Sokrates tentang negara, akan tetapi ia memberikan asas-asas
etika kenegaraan. Menurut dia, negara mempunyai tugas untuk mewujudkan kebahagiaan
warga negaranya, membuat jiwa mereka sebaik mungkin. Oleh karena itu penguasa harus
tahu apa yang baik. Didalam pemerintahan yang penting bukan demokrasi, atau suara
rakyat, tetapi keahlian yang khusus, yaitu pengenalan tentang yang baik. Kekuatan
pemikiran Sokrates ini bekerja terus didalam mashab-mashab pengikutnya. Mazhab-mazhab
itu bukan mewujudkan kesatuan-kesatuan yang tertutup seperti yang terjadi pada mashab
Phytagoras dan akademi Plato. Mashab-mashab yang terkenal ialah mashab Kunis dari
Antisthenes dan mashab Kurenis dari Aristippos. (Harun Hadiwijoyo, 1980:38)
Antisthenes mengajar setelah kematian Sokrates di gymnasium Kunosargos di Athena
(kunos=anjing). Ia menaruhkan perhatiannya kepada etika. Menurut dia, manusia harus
melepaskan diri dari segala sesuatu. Tidak ada satupun yang boleh menjadikan dia senang
atau susah.
Aristippos dari Kirene mempunyai pandangan yang justru sebaliknya dari
Antisthenes. Satu-satunya tujuan perbuatan kita adalah kenikmatan (hedone). Sekalipun
demikian tugas orang bijak bukan untuk dikuasai oleh kenikmatan, melainkan untuk
menguasainya.
Zaman Sokrates adalah zaman yang penting sekali, sebab zaman ini mewujudkan
zaman penghubung, yang menghubungkan pemikiran pra Sokrates dan pemikiran Helenis.
Umpamanya, kebelakang Aristippos menggabungkan diri dengan Demokritos, sedang
kedepan ia menjadi pelopor aliran Epikuros. Kebelakang ajaran Antisthenes menggabungkan
diri dengan Herakleitos, sedangkan kemudian ajaran ini timbul dalam bentuk yang lebih
lunak, yaitu dalam aliran Stoa. (Harun Hadiwijoyo, 1980:38)

2) Plato (427-347SM)
Plato merupakan filsuf Yunani pertama yang banyak diketahui orang dengan karya-
karyanya yang utuh. Dilahirkan dari keluarga terkemuka, dari kalangan politisi. Awalnya ia
ingin menjadi sorang politikus namun, Sokrates memadamkan ambisinya untuk menjadi
seorang politikus.
Banyak sekali karyanya yang masih utuh lengkap. Menurutnya tidak mungkin
seandainya yang satu mengucilkan yang lain, artinya bahwa: mengakui yang satu, harus
menolak yang lain. Juga tidak mungkin, bahwa kedua-duanya berdiri sendiri, yang satu lepas
dari pada yang lain. Plato ingin mempertahankan keduanya, memberi hak berada bagi
keduanya.
Pemikiran tentang Tuhan, Plato meyatakan bahwa terdapat beberapa hal bagi manusia
yang tidak pantas apabila tidak mengetahuinya. Beberapa hal tersebut yaitu, manusia
mempunyai Tuhan sebagai penciptanya, Tuhan mengetahui segala sesuatu yang diperbuat
manusia, Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan
lain-lain, Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi
mempunyai peraturan. (Santoso Listiyono, 2007:56)
Plato berhasil menjembatani pertentangan yang ada antara Herakleitos yang
menyangkal pada perhentian, dan Parmenides yang menyangkal tiap gerak dan perubahan.
Yang tetap, yang tidak berubah, yang kekal itu oleh Plato disebut idea.
Perbedaan antara Sokrates dan Plato adalah Sokrates, mengusahakan adanya definisi
tentang hal yang bersifat umum guna menentukan hakekat atau esensi segala sesuatu, karena
ia tidak puas dengan mengetahui hanya tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan satu per
satu saja. Plato meneruskan usaha itu secara lebih maju lagi dengan mengemukakan, bahwa
hakekat atau esensi segala sesuatu bukan hanya sebutan saja, tetapi memiliki kenyataan, yang
lepas daripada sesuatu yang berada secara kongkrit.
Ada dua macam dunia menurutnya: 1) dunia ini yang serba berubah dan serba jamak,
dimana tidak ada hal yang sempurna, dunia yang diamati dengan indera yang bersifat
inderawi dan dunia idea dimana tidak ada perubahan, tidak ada kejamakan (yang baik hanya
satu, yang adil hanya satu dan yang indah hanya satu saja).
Menurut Plato, golongan-golongan didalam negara yang ideal harus terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
a. Golongan yang tertinggi, yang terdiri dari pemerintah, yang oleh Plato disebut para penjaga,
yang sebaiknya terdiri dari para orang bijak atau filsuf, yang mengetahui apa yang baik.
Kebajikan orang ini adalah kebijaksanaan.
b. Golongan pembantu, yaitu para prajurit, yang bertujuan menjamin keamanan, menjamin
ketaatan warga negara kepada pimpinan para penjaga. Kebajikan mereka adalah keberanian.
c. Golongan terendah yang terdiri dari rakyat biasa, para petani dan tukang serta para pedagang
yang harus menanggung hidup ekonomi negara. Kebajikan mereka adalah pengendalian diri.

3) Aristoteles (384-322SM)
Aristoteles dilahirkan di Stageira, Yunani Utara yang merupakan anak seorang dokter
pribadi raja Makedonia. Hasil karyanya banyak sekali, akan tetapi sulit menyusun karyanya
itu secara sistematis. Berbeda-beda cara membagi-bagikannya. Ada yang membaginya atas 8
bagian, yang mengenai: logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika, politik dan
ekonomi, retorika dan poetika.

Ada juga perkembangan pemikiran Aristoteles sebagai meliputi tiga tahap yaitu:
a. Tahap akademi, ketika ia masih setia kepada gurunya, Plato termasuk ajaran Plato tentang
idea
b. Tahap di Assos, ketika ia berbalik dari Plato, mengkritik ajaran Plato tentang idea-idea serta
menentukan filsafatnya sendiri
c. Tahap ketiga ia di sekolahnya di Athena, waktu ia berbalik dari berspekulasi kepenyelidikan
empiris, mengindahkan yang kongkrit dan yang individual. Asal pembagian ini tidak
diterapkan secara konsekuen .
Logika sebagai ajaran berpikir yang secara ilmiah, yang membicarakan hal bentuk-
bentuk pikiran itu sendiri (pengertian, pertimbangan, dan penalaran) dan hukum-hukum yang
menguasai pikiran itu, adalah ciptaan Aristoteles.
Bukan hanya pengertian-pengertian yang dapat digabungkan yang satu dengan yang
lain, tetapi juga pertimbangan-pertimbangan dapat digabung-gabungkan sehingga
menghasilkan penyimpulan. Penyimpulan adalah satu penalaran, dengannya dari dua
pertimbangan dilahirkan pertimbangan ketiga, yang baru yang berbeda dengan kedua
pertimbangan yang mendahuluinya. Umpamanya:
a. Manusia adalah fana
b. Gayus adalah manusia
c. Jadi: Gayus adalah Fana.
Pendapat tentang negara, manurut Aristoteles negara akan damai apabila rakyatnya
juga damai. Negara yang paling baik adalah negara dengan system demokrasi moderat,
artinya sistem demokrasi yang berdasarkan Undang-undang Dasar.

C. Pandangan Filsafat Hellenisme


Hellenisme juga berasal dari kata Hellenizei (yang berarti bahasa Yunani, dan juga
menjadikan Yunani) adalah roh kebudayaan Yunani, yang sepanjang roh dan kebudayaan itu
memberikan ciri-cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani disekitar lautan tengah,
mengadakan perubahan-perubahan dibidang kesusteraan, agama, dan keadaan bangsa-bangsa
itu.

1. Epikuros
Dilahirkan di Samos dan mendapat pendidikan di Athena. Ada beberapa filsuf yang
mempengaruhi pikirannya, akan tetapi Demokritoslah yang paling besar mempengaruhinya.
Dia mengemukakan bahwa agar manusia bahagia dalam hidupnya, terlebih dahulu harus
memperoleh keterangan jiwa (ataraxia). Untuk mencapai kebahagiaan manusia harus
menghilangkan rasa ketakutan pada kemarahan dewa, nasib, dan kematian.

2. Stoa
Didirikan oleh Zeno dari Citium, di Siprus (336-264SM). Sejarah aliran ini meliputi
tiga tahap, yaitu: fisika, yang berfungsi sebagai lading beserta pohon-pohonannya, logika
yang berfungsi sebagai pagarnya, dan etika yang berfungsi sebagai buah-buahannya.
Mencapai kebahagiaan manusia harus harmoni terhadap dunia (alam) dan harmoni dengan
dirinya sendiri.

3. Skeptisisme
Merupakan aliran Pyrrho dari Elis (360-270SM) yang berpangkal pikir dari
realitivisme. Orang yang bahagia adalah orang yang tidak pernah mengambil keputusan.
Dengan demikian, orang yang bijaksana adalah orang yang selalu ragu-ragu, dengan ragu-
ragu itu orang tidak akan pernah keliru.

4. Neoplantonisme
Tokohnya adalah Plantonius dan Ammonius. Inti pemikirannya adalah mengharapkan
agar manusia tidak menekankan kedunawian sehingga cepat dapaat mencapai keindahan
dunia. Untuk mencapai keindahan, manusia memurnikan diriya agar dapat bersatu dengan
Tuhan. (Achmadi dalam Suparlan, 2007:47)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng-dongeng atau mite-mite
yang diterima dari agama, yang memberitahukan tentang asal mula segala sesuatu, baik dunia
maupun manusia. Akal manusia tidak puas dengan akal manusia tidak puas dengan
keterangan dongeng-dongeng atau mite-mite, karena tidak dapat dibuktikan oleh akal.
Periode Yunani Kuno diawali dengan adanya Sofisme, yaitu berasal dari kata sophos yang
berarti cerdik dan pandai. Sofisme bukan merupakan suatu aliran atau ajaran tetapi lebih
merupakan suatu gerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan oleh pengaruh semakin
besar minat orang terhadap filsafat.
Periode Yunani Kuno diawali dengan adanya Sofisme, yaitu berasal dari kata sophos
yang berarti cerdik dan pandai. Sofisme bukan merupakan suatu aliran atau ajaran tetapi lebih
merupakan suatu gerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan oleh pengaruh semakin
besar minat orang terhadap filsafat. Sofisme mengalami perkembangan tersendiri. Sebelum
abad ke V istilah itu berarti sarjana, cendekiawan.
Namun pada abad ke IV para sarjana atau cendekiawan bukan lagi disebut sofis
melainkan filosofos, sedangkan sebutan sofis dikenakan kepada para guru yang berkeliling
dari kota ke kota lain untuk mengajar. Ahirnya sebutan sofis menjadi suatu sebutan yang
tidak harum lagi, karena seorang sofis adalah orang yang menipu orang lain dengan memakai
alasan-alasan yang tidak sah. Para guru yang berkeliling itu dituduh sebagai orang-orang
yang minta uang bagi ajaran mereka.
Timbulnya kaum sofis menampakkan bahwa di Yunani pada masa itu ada krisis
pemikiran. Orang telah jemu terhadap pemikiran-pemikiran yang bermacam-macam itu, yang
kebenaran diragukan, dasar ilmu pengetahuan digoncangkan. Oleh karena itu dapat
disangkal, bahwa memang ada pengaruh yang negatif pada kebudayaan Yunani, seperti:
merobohkan nilai-nilai tradisional dibidang agama, merusak moral, dan menyalahgunakan
kecakapan berpidato dimuka umum.
Akan tetapi harus juga diakui, bahwa masih ada segi-segi yang menguntungkan,
yaitu: menimbulkan revolusi secara intelektual. Sofisme juga menciptakan gaya baru, yang
mempengaruhi para ahli sejarah, para penulis drama dan yang lebih penting lagi: oleh
sofisme manusia ditempatkan pusat perhatian.

B. Saran
Tentunya makalah yang telah kami susun ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
perlu adanya pembahasan dan penulisan makalah lebih lanjut yang mungkin akan membantu
memberi pemahaman yang lebih luas dan lengkap. Dan diharapkan nantinya bisa dijadikan
referensi dalam pengkajian filsafat berikutnya serta mampu menjadi motifasi untuk
mempelajari apa itu filsafat dan tokoh-tokohya beserta perkembangnya dari waktu ke waktu.

DAFTAR RUJUKAN

Hadiwijoyo, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.


Santoso, Listiyono. 2007. Epistimologi Kiri:Seri Pemikiran Tokoh. Yogyakarta: Ar-Ruz
Media.
Suhartono, Suparlan. 2007. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruz Media
. 1975. Pengantar Filsafat. Ujungpandang: Lephas.
Bertens, Kees. 1975. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Achmadi, Asmoro. 2005. Filsafat Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hatta, Muhammad. 1952. Alam Pikiran Yunani I, cetakan ke 4. Jakarta: __________
Jahja, Muchtar. 1956. Pokok-Pokok Filsafat Yunani. Jakarta: Kanisius
Posted 14th December 2012 by Rosi Dwi Fitri Aprilia

0
Add a comment
2.
DEC

14

PEMIKIRAN SEJARAH KARL MARX


PEMIKIRAN SEJARAH KARL MARX
MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Filsafat Sejarah


yang dibina oleh Prof. Dr. Hariyono, M. Pd

Oleh

Edi Santoso 109831422530


Rosi Dwi Fitri Aprilia 109831426321
Wiku Buwono 109831426330

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemikiran Karl Marx merupakan adopsi antara filsafat Hegel, Feuerbach, dan
tentunya pemikiran dari David Ricardo. Pandangan Karl Marx secara garis besar dapat
diuraikan sebagai berikut. Manusia menurut Karl Marx adalah manusia kongkrit. Dalam
Materialisme Historis diungkapkan bahwa manusia hanya dapat dipahami selama ia
ditempatkan dalam konteks sejarah. Pada hakikatnya, manusia adalah insan bersejarah.
Marx hidup setelah dua revolusi besar pecah di daratan Eropa, yaitu Revolusi Politik
Kaum Borjuis di Perancis dan Revolusi Industri di Inggris. Revolusi politik di Perancis
mengantarkan kaum borjuis berkuasa dalam bidang politik dan ekonomi. Perkembangan
ekonomi kapitalis sangat cepat sekali dan industri juga berkembang cepat. Namun akibatnya
ialah jurang makin lebar antara kaum kapitalis yang kaya raya dengan rakyata jelata yang
miskin. Di Inggris pun demikian juga. Setelah mesin-mesin modern ditemukan, kegiatan
industri berubah total. Tenaga kerja manusia digeser oleh hadirnya mesin-mesin modern
tersebut. Akibatnya, pengangguran merajalela, kemiskinan, kesengsaraan, dan penderitaan
menimpa kaum buruh.
Dalam keadaan sosial yang demikian itu, Marx bangkit dengan pikiran-pikiran yang
penuh kritik terhadap keadaan sosial yang semakin rumit. Rakyat jelata dihisap dan ditindas
oleh dua pihak, yaitu di kota mereka dihisap dan ditindas oleh kaum kapitalis, sedang di desa
mereka dihisap dan ditindas oleh kaum tuan tanah. Marx mendapat pengaruh dari pemikir-
pemikir sebelumnya, yaitu dari kaum Sosialis Utopia, Hegel, dan Feuerbach. Marx
menampilkan dua senjata untuk mengatasi keadaan sosial yaitu dengan kritik sosial melalui
pemikiran filosofisnya dan dengan tindakan, yaitu melalui perjuangan kaum miskin. Hal ini
tercermin dalam Theses on Feuerbach yang ke XI : Kaum filsuf hingga saat ini hanyalah
menafsirkan dunia ini dengan berbagai cara; yang penting ialah mengubah dunia. Dengan
demikian, Marx mengutamakan perubahan keadaan sosial melalui perjuangan atau revolusi
untuk menyelamatkan rakyat jelata dari kemiskinan, kesengsaraan dan penderitaan, sehingga
dapat dibangun suatu kerajaan dunia yang bebas dari penderitaan (Darsono, 2007:14-15).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan
masalah sebagai berikut
a. Bagaimana profil kehidupan Karl Marx sebagai seorang filsuf?
b. Bagaimana pandangan Karl Marx mengenai materialisme?
c. Bagaimana dampak dari ajaran-ajaran Karl Marx?
Tujuan
a. Mengetahui profil kehidupan Karl Marx sebagai seorang filsuf.
b. Mengetahui pandangan Karl Marx mengenai materialisme.
c. Memahami dampak dari ajaran-ajaran Karl Marx.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Profil Kehidupan Karl Marx sebagai Filsuf
Karl Heinrich Marx lahir pada 5 Mei di Kota Trier (Traves) kawasan Rheiland
Jerman. Ayah dan ibunya berbangsa Yahudi. Pada tahun 1824 ketika Marx berusia 6 tahun
seluruh keluarganya mengalami converse(perpindahan) agama dari agama Yahudi ke agama
Kristen Protestan. Bagaimanapun dengan perpindahan agama ini maka turut berubah pula
keyakinan keluarga Marx dari bertuhan Yahova yang Esa kepada keyakinan Trinitas. Dia
menikah dengan anak tetangganya yang bernama Jenny, putri Baron von Westphalen seorang
bangsawan Prusia sekaligus adik dari Ferdinand von Westphalen yang pada waktu itu
menjabat sebagai menteri dalam negeri Jerman.
Pada usia 17 tahun Marx menamatkan sekolah menengah di Treves pada 1835.
Kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Bonn selama 1
tahun kemudian pindah ke Universitas Berlin untuk mempelajari filsafat dan sejarah. Di
sinilah kelihatan bakatnya yang luar biasa dalam filsafat. Pada usia 23 tahun Karl Marx
memperoleh gelar Doktor dalam ilmu filsafat dengan judul disertasi The Difference Between
the Natural Philosophy of Democritos and Natural Philosophy of Epicurus (Ramly, 2004:34-
37).
Maka dari sinilah karir Marx dimulai. Pemikiran Karl Marx merupakan adopsi antara
filsafat Hegel,Feuerbach, dan tentunya pemikiran dari David Ricardo (pemikir teori ekonom
klasik). Analisa Karl Marx tentang kapitalisme merupakan aplikasi dari teori yang
dikembangkan oleh G.W.F Hegel dimana teorinya berpendapat juga sejarah berproses
melalui serangkaian situasi dimana sebuah ide yang diterima akan eksis. Namun segera akan
berkontradiksi dengan oposisinya. Yang kemudian melahirkanlah antithesis. Kejadian ini
akan terus berulang sehingga konflik-konflik tersebut akan meniadakan segala hal yang
berproses menjadi lebih baik.
Karl Marx beserta teman dekatnya yakni Friedrich Engels (1820-1895) menuliskan
sebuah buku Das Capitalyang isinya kurang lebih tentang bagaimana ekonomi sosial atau
komunis diorganisasikan. Yang kemudian disusul buku The Communist Manifesto (1848)
yang berisikan daftar singkat karakter alamiah komunis. Dimana suprastruktur yang
berfungsi untuk menjaga relasi produksi yang dipengaruhi oleh historis (seni, literatur, musik,
filsafat, hukum, agama, dan bentuk budaya lain yang diterima oleh masyarakat). Prinsip-
prinsip komunis modern dalam bukunya tersebut antara lain:
Pengahapusan kekayaan tanah dan menerapkan sewa tanah bagi tujuan-tujuan publik.
Pengenaan pajak pendapat (tax income) yang bertingkat.
Pengapusan seluruh hak-hak warisan.
Penarikan kekayaan seluruh emigran dan para penjahat atau pemberontak.
Sentralisasi kredit pada negara melalui bank nasional dengan modal negara dan monopoli
yang bersifat eksklusif.
Sentralisasi alat-alat komunikasi dan transportasi di tangan negara.
Manusia menurut Karl Marx adalah manusia kongkrit, yaitu orang-orang yang hidup
pada jaman tertentu dan sebagai anggota masyarakat tertentu. Manusia ditentukan oleh
keadaan masyarakat dimana mereka hidup. Maka manusia disebut makhluk sosial, karena ia
hanya bisa hidup dan dapat bekerja dalam suatu tata masyarakat yang ia jumpai waktu ia lahir
dan dibesarkan.
2.2 Pandangan Karl Marx
Pandangan Karl Marx secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut. Manusia
menurut Karl Marx adalah manusia kongkrit, yaitu orang-orang yang hidup pada jaman
tertentu dan sebagai anggota masyarakat tertentu. Manusia ditentukan oleh keadaan
masyarakat di mana mereka hidup. Maka manusia disebut makhluk sosial, karena ia hanya
bisa hidup dan dapat bekerja dalam suatu tata masyarakat yang ia jumpai waktu ia lahir dan
dibesarkan.
Karya-karya Marx telah menjadi acuan para cendekiawan untuk melihat
pemikirannya dari berbagai perspektif. Munculnya madzab-madzab pasca Marx juga
menandai bahwa pemikiran Marx tetap menarik dikaji sebagai ilmu pengetahuan dan juga
sebagai ideolog yang banyak melakukan perubahan di berbagai bidang. Marx sejak pertama
muncul dengan pemikiran Materialisme Historis dan Materialisme Dialektis selalu aktual di
dataran pemikiran sejumlah besar manusia. Baik di dalam alam pemikiran filsafat maupun di
dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, agama, dan kebudayaan.
Karl Marx tampil dengan penunjukan diri menentang bahkan menolak sejumlah
pemikiran filsafat yang sezaman dengannya. Gagasan Marx dapat dikaitkan dengan teori
yang dilontarkan Darwin, Spencer, Hegel, Feuerbach, dan David Ricardo. Dari Hegel inilah
Karl Marx banyak mengambil bahan untuk membangun teori filsafat yang dirumuskannya.
Dari Jerman ia memperoleh tradisi pemikiran kefilsafatan dan terlihat saat ia tinggal di
Inggris dengan semangat kemanusiaan (humanisme). Sebenarnya humanisme sudah tertanam
dalam diri Karl Marx saat usia 20th, saat Marx di Universitas Berlin. Masa ini dalam sejarah
kefilsafatan lazim dikenal periode Marx Muda.
Ada beberapa alasan pentingnya pemikiran Karl Marx perlu untuk dibahas lebih
lanjut. Pertama, Karl Marx tampil sebagai filosof dalam dunia pemikiran dengan sejumlah
gagasan-gagasan. Ajaran Karl Marx menawarkan janji penyelamatan sosial, dimana para
penganutnya diberi nafas optimis untuk mencapai kedamaian dan keamanan serta pemecahan
aneka macam masalah. Kedua, ajaran Marx dengan ironis lazim disebut sebagai
Marxisme. Ketiga,ajaran Karl Marx tidak pernah usang untuk dibicarakan, karena baik
sistem filsafat maupun perangkat ideologi senantiasa dapat disesuaikan dengan keadaan
zaman (Ramly, 2004:2-8).
Marx melihat bahwa kehancuran sosial yang ditimbulkan oleh keadaan perekonomian
yang kacau dengan mekanisme sistem pemerintahan yang ada. Salah satu kaitan yang erat di
dalamnya adalah keikutsertaan lembaga gereja. Gereja telah dipakai penguasa sebagai usaha
untuk memeras dan memperbudak kaum buruh yang miskin. Marx sampai mengutuk agama
sebagai candu yang meninabobokan masyarakat.Manusia sebagai individu yang lepas dari
ikatan masyarakat haruslah dianggap sebagai pandangan yang menyalahi hakikat sejarah,
manusia hanya dapat dipahami sejauh diletakkan dalam kaitannya dengan masyarakat sebab
manusia tidak lain hanyalah keseluruhan relasi-relasi masyarakat, ringkasnya manusia
mendapatkan posisinya dalam kolektivitas sosial.
Sesuai dengan kondisi masyarakat Eropa saat itu, revolusi yang dimaksud adalah
perubahan sistem kemasyarakatan secara struktural. Dalam bidang politik terumuskan dalam
perjuangan kaum proletar untuk merampas harta kaum borjuis lewat perjuangan kelas.
Aktivitas revolusioner dibagi bertingkat sesuai dengan fase sejarah yang sedang dilalui dan
berakhir dengan terwujudnya masyarakat yang tidak berkelas yaitu masyarakat komunis.
Watak revolusioner Marx muncul dalam bentuk sosialisme ilmiah. Sosialisme yang akan
menggantikan kapitalisme adalah hasil perkembangan masyarakat dalam sejarah dengan
mengacu pada pengaruh dialektis. Susunan baru masyarakat tidak dibuat melainkan
dilahirkan.
Menurut Marx, determinisme adalah setiap bentuk sosial terdiri dari tingkatan-
tingkatan (struktur) objektif dan pada akhirnya hanya tinggal satu tingkat yang
mempengaruhi dan mendominasi tingkat lain yang disebut dengan faktor ekonomi.
Masyarakat berstruktur artinya masyarakat yang terdiri dari suprastruktur (lapisan atas) dan
infrastruktur (lapisan bawah). Pada bagian ini relevan dengan menyebut determinasi sebagai
salah satu watak filsafat Karl Marx. Menurut Marx pertentangan antara dua unsur dalam
bidang ekonomi, kekuatan produksi dan hubungan produksi melahirkan perubahan mendasar
dalam kehidupan masyarakat, yakni revolusi sosial. Materialisme historis dapat ditarik suatu
corak watak determinisme filsafat Marx, yaitu ekonomi sebagai salah satu unsur terpenting
dari hidup manusia (Ramly, 2004:46-84).
2.2.1 Kritik Agama Karl Marx
Karl Marx terkenal karena ucapannya bahwa agama adalah candu rakyat. Kalimat
ini sering diartikan seakan-akan Marx menuduh agama, menyesatkan dan menipu rakyat. Dan
memang dari retorika Marxis kemudianucapan Marx itu sering dipakai dalam arti tuduhan
bahwa agama dengan menjanjikan kebahagiaan di alam sesudah kehidupan membuat orang
miskin dan tertindas menerima saja nasib daripada memberontak terhadapnya. Hal itu lebih
lagi berlaku bagi Lenin yang menulis bahwa agama adalah candu bagi rakyat. Jadi agama
dengan licik diciptakan kelas-kelas atas untuk menenangkan rakyat tertindas.
Akan tetapi bukan itulah yang dimaksud Marx. Ia tidak membicarakan apakah fungsi
agama dalam masyarakat adalah positif atau negatif. Melainkan ucapannya itu menanggapi
kritik agama Feuerbach. Marx setuju dengan kritik itu. Tetapi menurut Marx, Feuerbach
berhenti di tengah jalan. Betul agama adalah dunia khayalan di mana manusia mencari
dirinya sendiri. Tetapi Feuerbach tidak bertanya mengapa manusia melarikan diri ke khayalan
daripada mewujudkan diri dalam kehidupan nyata. Jawaban yang diberikan Marx
adalah karena kehidupan nyata dan itu berarti struktur kekuasaan dalam tidak
mengizinkan manusia untuk mewujudkan kekayaan hakekatnya. Manusia melarikan
diri ke dunia khayalan karena dunia nyata menindasnya.
Jadi agama sebenarnya merupakan protes manusia terhadap keadaan yang terhina dan
tertindas. Agama adalah realisasi hakekat manusia dalam angan-angan karena hakekat
manusia tidak mempunyai realitas yang
sebenarnya. Penderitaan religius adalah ekspresi penderitaan nyata dan
sekaligus protes terhadap penderitaan nyata. Agama adalah keluhan makhluk terdesak hati
dunia tanpa hati sebagaimana dia adalah roh keadaan yang tanpa roh. Tuntutan kritik agama
untuk melepaskan ilusi tentang keadaannya adalah tuntutan untuk melepaskan keadaan yang
membutuhkan ilusi. Maka kritik tidak boleh berhenti pada agama melainkan harus diarahkan
pada keadaan sosial-politik yang mendorong manusia ke dalam agama.
Perjuangan melawan agama secara tidak langsung adalah perjuangan melawan dunia
yang bau harumnya adalah agama. Marx menarik kesimpulan kritik surga berubah
menjadi kritik dunia, kritik agama menjadi kritik hukum, kritik teologi menjadi kritik politik.
Yang diperlukan bukan kritik agama melainkan revolusi. Agama menurut Marx akan
menghilang dengan sendirinya apabila manusia dapat membangun dunia yang
memungkinkan manusia untuk mengembangkan hakekatnya secara nyata dan positif (Franz
Magnis Suseno, 2006:72-73).
2.2.2 Pengertian dan Perkembangan Materialisme
Karl Marx mengartikan Dialektika Materialisme sebagai keseluruhan proses
perubahan yang terjadi terus-menerus tanpa ada yang mengantarai. Dari proses itu kemudian
timbul kesadaran melalui proses pertentangan. Dua gagasan pokok yang diambil oleh Karl
Marx dari Hegel, yiatu terjadinya pertentangan antara segi-segi yang berlawanan dan gagasan
bahwa sesuatu berkembang terus. Menurut Marx segala sesuatu yang bersifat rohani
merupakan buah hasil dari materi dan tidak sebaliknya.
Marx melihat manusia dan alam dari sudut pandang materialisme dialektis, bahwa
seluruh kenyataan berkembang secara kualitatif dalam loncatan yang menuju pada perpektif
realitas baru. Perkembangan bahasa dengan diiringi pikiran yang meningkat mengandaikan
perlunya disiplin dan pembagian kerja, dan dari pembagian kerja inilah kemudian tingkat
perkembangan sosial secara dialektis menuju kepada masyarakat yang bahagia.
Materialisme dialektis memberi arti penting bagi kemajuan materialisme lama.
Terlebih setelah Marx menyebut materialismenya berdasarkan ilmu pengetahuan. Namun dari
segi lain, materialisme dialektis menunjukkan kenyataan yang berat sebelah,
yaitu penekanan terhadap kehidupan yang semata-mata materi.Karl Marx memahami
manusia sebagai makhluk alamiah dan menolak setiap konsep tentang manusia sebagai
makhluk tak alamiah yang adikodrati. Sebagai makhluk alamiah manusia adalah
bagian dari alam(Baskara, 2003:24).
Materialisme pada dasarnya merupakan bentuk yang paling radikal dari paham
naturalisme. Menurut William R.Dennes, seorang penganut naturalisme modern berpendirian
bahwa apa yang dinamakan kenyataan pasti bersifat kealaman, maka kategori pokok untuk
memberikan keterangan mengenai kenyataan adalah kejadian. Menurut Harold H. Titus, dkk
(1984:39), istilah meterialisme dapat diberi definisi dengan beberapa cara. Pertama,
materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi sendiri dan yang bergerak
merupakan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal serta kesadaran termasuk di
dalamnya segala proses psikikal merupakan model materi tersebut dan dapat disederhanakan
menjadi unsur-unsur fisik. Kedua, bahwa doktrin alam semesta dapat ditafsirkan seluruhnya
dengan sains fisik (Listyono Santoso, 2007:38-39).
Sebagaimana diketahui, Hegel dan kaum idealisme lainnya, mengkonstatir suatu
pemahaman bahwa alam merupakan hasil roh (absolut), sehingga dialektika yang muncul
adalah dialektika ide. Artinya dialektika hanya terjadi dan dapat diterapkan dalam dunia
abstrak, yaitu ide atau pikiran manusia. Prinsip dialektika Hegel dan kaum idealis ini ditolak
oleh Marx. Bagi Marx segala sesuatu yang bersifat rohani merupakan hasil materi. Karena
itulah filsafat Karl Marx disebut dengan materialisme dialektik (K. Bertens, 1981:80).
Secara implisit, sesungguhnya paradigma dialektis yang dikembangkan Marx tentang
keabsahan pengetahuan dan cara memperolehnya jauh berbeda dengan para filosof
pendahulunya yang beraliran materialisme (Ramly, 2000:19). Bagi Marx, hanya bendalah
satu-satunya kenyataan yang dapat diamati, tetapi tidak sekadar diamati saja, melainkan
kenyataan itu merupakan suatu aktivitas kesadaran manusia dan sekaligus perbuatan
manusia. Menurut Katsoff (1992:221), Marx berusaha untuk memberikan suatu pemahaman
bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan manusia terhadap dunia nyata atau
kenyataan obyektif, karena kebenaran pengetahuan hanya ada pada dunia nyata, bukan dalam
dunia ide (pikiran) manusia.
Cara produksi kehidupan material mengindikasikan proses kehidupan sosial, politik,
dan spiritual pada umumnya. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka,
tetapi sebaliknya keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka. Marx
membagi lingkup kehidupan manusia dalam dua bagian besar yaitu dasar nyata atau basis
dan bangunan atas. Dasar atau basis adalah bidang produksi kehidupan material,
sedangkan bangunan atas adalah proses kehidupan sosial, politik, dan spiritual. Kehidupan
bangunan atas ditentukan oleh kehidupan dalam basis.
Basis ditentukan oleh dua faktor: tenaga produktif dan hubungan produksi. Tenaga
produktif adalah kekuatan yang dipakai oleh masyarakat untuk mengerjakan dan mengubah
alam. Hubungan produksi adalah hubungan kerjasama atau pembagian kerja antara manusia
yang terlibat dalam proses produksi. Bangunan atas terdiri dari dua unsur: tatanan
institusional dan tatanan kesadaran kolektif. Tatanan institusioanal adalah segala macam
lembaga yang mengatur kehidupan bersama masyarakat di luar bidang produksi. Jadi
organisasi sebuah pasar, sistem pendidikan, sistem kesehatan masyarakat, sistem lalu lintas,
dan terutama sistem hukum dan negara. Tatanan kesadaran kolektif memuat segala sistem
kepercayaan, norma dan nilai yang memberikan kerangka pengertian, makna, dan orientasi
spiritual kepada kepada usaha manusia.
Masalah keterasingan karena individu dalam masyarakat sosialis sering dikebawahkan
demi kepentingan masyarakat atau menjadi korban sejarah yang dikatakan memiliki
hukum-hukumnya sendiri itu. Pandangan semacam ini sering didasarkan pada pandangan
Marx yang seolah-olah mengutamakan hukum-hukum objektif sejarah dan mengabaikkan
individu, Sejarah tidak membuat apa-apa: sejarah tidak memiliki kekayaan-kekayaan yang
agung; sejarah tidak pernah berperang melawan apa-apa. Sebaliknya adalah manusia yang
nyata dan hidup yang memiliki dan berperang. Sejarah tidak menggunakan manusia
sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuannya seolah-olah seperti seorang pribadi yang
terpisah. Yang benar ialah bahwa aktivitas menusialah yang mencari tujuan-tujuannya
sendiri. (Wardaya, 2003:44-45).
Perkembangan sejarah bukanlah perkembangan yang semaunya, melainkan berdasar
hukum-hukum perkembangan yang objektif. Pandangan materialistik ini merupakan
gertakan bagi pandangan idealistik yang sekarang ini banyak diserap oleh ilmu
kemasyarakatan modern. Pemahaman kebebasan berarti memahami bagaimana manusia yang
secara sosial terkondisikan dan dikebawahkan oleh proses sejarah yang objektif, mampu
bertindak secara bebas dan terencana, serta menentukan pilihan yang tepat dari berbagai
kemungkinan (Wardaya, 2003:48).
Materialisme memiliki pengaruh historis modern terbesar dalam bentuk materialisme
mekanistis yang menyatakan bahwa kenyataan tersusun atas partikel-partikel fisik yang
bergerak sesuai dengan hukum-hukum mekanis. Marx mengetahui materialis meterialisme
Yunani kuno dan materialisme mekanistis Eropa modern abad XVII dan XVIII, tidak
memakai filsafat materialisme karena mereka memberikan kesadaran dan kegiatan manusia
merupakan hasil pasif dari benda-benda bergerak.
Materialisme historis menjelaskan sejarah dengan memposisikan produksi material
manusia sebagai dasar sejarah dan memandang produksi mental, intelektualitas seseorang dan
kehidupan budaya sebagai efeknya. Marx menyatakan bahwa dalam keseluruhan konsepsi
sejarah sampai pada basis nyata sejarah sekarang produksi material belumlah
dipahami (Lavine, 2003:51-52).
Teori perubahan sejarah disusun berdasarkan model yang diberikan filsafat sejarah
Hegel. Sejarah merupakan suatu proses perkembangan tunggal yang penuh arti; sejarah
merupakan sebuah struktur rasional yang terungkap dalam waktu menurut hukum dialektika.
Dialektika materialisme sejarah Marx adalah perubahan sejarah yang terjadi melalui konflik
atau kontradiksi dalam tiga pondasi masyarakat. Konflik ini muncul di antara kekuatan
produksi yang berkembang secara konstan (kemampuan, teknologi, penemuan) dan dari
hubungan produksi yang ada atau hubungan hak milik.
Dalam Lavine (2003:66-67), teori revolusi dari bentuk-bentuk perkembangan
kekuatan produksi, hubungan-hubungan ini berubah menjadi belenggu mereka. Kemudian
tibalah periode revolusi sosial. Dalam tahapan awal mode produksi, hubungan produksi dan
distribusi hak milik mereka membantu perkembangan kemmapuan-kemampuan produktivitas
baru. Tahapan berikutnya, mode produksi, pertumbuhan kekuatan produksi baru terhalang
oleh konflik akibat hubungan antara produksi yang ada dengan distribusi hak milik mereka.
Kepentingan kelas yang berkuasa mendorong mereka untuk menolak perubahan dan menjaga
distribusi hak milik yang ada sehingga tidak berubah, karena posisi dominan mereka dalam
masyarakat tergantung pada hal tersebut. Kelas penguasa yang telah lebih dahulu berperan
mengembangkan teknologi baru dan kekuatan produksi kini membelenggu dan merantai
mereka agar tidak berkembang lebih jauh untuk mencegah kelebihan produksi sehingga
melindungi keuntungan dan kepentingan mereka.
2.2.3 Tafsiran Sejarah Karl Marx
Dalam Materialisme Historis diungkapkan bahwa manusia hanya dapat dipahami
selama ia ditempatkan dalam konteks sejarah. Manusia pada hakikatnya adalah insan
bersejarah. Manusia sebagai pemangku sejarah tidak lain hanyalah keseluruhan relasi-relasi
masyarakat. Penafsiran sejarah sebelum Marx adalah secara politis, yakni dengan
mengatakan bahwa penggerak sejarah adalah kaisar-kaisar, raja, para ksatria dan serdadu,
pembuat undang-undang serta politisi. Cara penafsiran sejarah sebelum Marx berikutnya
adalah dengan mengedepankan peranan ide-ide dan gagasan sebagai sebab utama timbulnya
proses sejarah. Marx dengan materialisme historisnya bertumpu pada dalil bahwa produksi
dan distribusi barang-barang serta jasa merupakan dasar untuk membantu manusia
mengembangkan eksistensinya. Masyarakat harus selalu dipahami dalam kerangka struktur,
yakni suprastruktur (lapisan atas) dan infrastruktur (lapisan bawah).
Revolusi yang dilukiskan oleh Karl Marx dapat dijabarkan dalam dua tahap. Pertama,
revolusi yang dipelopori oleh orang borjuis yang hendak menghancurkan golongan feodal.
Kedua, revolusi yang dilakukan oleh kelas pekerja dalam upaya meruntuhkan kelas borjuis.
Dalam pemerintahan proletariat setelah runtuhnya kaum kapitalis, kelas-kelas dalam
masyarakat dengan sendirinya turut hilang.
2.3 Dampak dan Kritik Ajaran Marx
Dampak dan kritik filsafat Karl Marx dapat diturunkan dari berbagai segi, hal ini
tergantung yang diprioritaskan atas sejumlah fenomena yang mendukung daya hidup paham
ini. Menurut tafsiran resmi, Marxisme meliputi tiga komponen pokok yaitu filsafat, ekonomi
politik dan teori ilmiah, selanjutnya Hook menyebutkan bahwa hampir semua bentuk dan
corak Marxisme tidak pernah ditolak dan diserang kebenarannya. Namun seperti terlihat
bahwa ajaran Marx atas segala pokok soal yang dinisbahkan kepadanya memiliki vitalitas
yang mengesankan.

2.3.1 Dampak Terhadap Agama


Kecenderungan utama filsafat Marx yang materialistis betapa pun diklaim sebagai
paham yang ilmiah adalah ateistik. Dan Marx sendiri sejak awal kehadiranya dalam dunia
filsafat mengaku sudah menjadi ateis. Dalam analisisnya tentang masyarakat Eropa, Marx
memberi sorotan terhadap agama sebagai bagian besar dari gejala sosial. Fungsi agama telah
berubah citranya dengan alat meninabobokan dengan janji penyelamatan atas kelaparan
dan penderitaan massa. Agama bukannya mendukung perubahan sosial yang akan
membahagiakan lapisan mayoritas, tapi sebaliknya menjadi alat pelegalisasi kekuasaan
pemerintah yang menguntungkan segelintir elit. Menurut Marx, manusia tidaklah diciptakan
oleh Tuhan, tapi manusialah yang menciptakan Tuhan.
2.3.2 Dampak Terhadap Komunisme
Salah satu ramalan Karl Marx tentang masa depan yang dicita-citakan adalah
masyarakat yang akan datang bersifat internasional. Cara untuk mempertahankan hak adalah
masyarakat komunis hendaknya melakukan revolusi, yaitu revolusi dunia dengan kekerasan.
Formulasi teori Marx tentang perjuangan kelas dan perpektif menuju masyarakat tanpa kelas
yaitu cita-cita yang ingin mengangkat martabat kaum buruh dari eksploitasi kaum borjuis.
Kaum buruh harus terperangkap dalam sistem masyarakat di mana kemerdekaan dan hak
asasi menjadi barang mahal.
2.3.3 Dampak terhadap Filsafat Modern
Kritik yang disampaikan dalam materialisme historis adalah, terdapatnya
ketidaktegasan fundamental dalam teori ini. Dikatakan bahwa cara produksi ekonomi
mengkondisikan kehidupan sosial. Yang pertama merupakan teori yang membuktikan diri
sendiri, sedang yang kedua validitas kebenarannya juga patut dipertanyakan karena tidak
semua persoalan hidup ini tergantung pada kehidupan ekonomi.
Kritik lebih lanjut adalah tumpulnya daya ramal Marx ikhwal kehancuran kapitalisme
di negara-negara industri. Karl Marx bahkan tidak pernah membayangkan bahwa konsep
diktator proletariat-nya kini menjelma menjadi diktator partai di negara yang konon didirikan
atas inspirasi teoritisnya. Rusia, seperti juga negara sosialis lainnya dibangun tanpa
menggunakan resep Das Capital dan Manifesto Komunist. Revolusi bulan Oktober 1917
tidak lebih dari kudeta yang mengatasnamakan gerakan proletar, selanjutnya analisis tentang
munculnya kelas baru yang represif dan totaliter merupakan bukti konkrit jauhnya teori dan
praktik. (Andi Muawiyah Ramly, 2004: 90-175).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Karl Marx merupakan seorang tokoh pemikiran yang sangat Revolusioner pada masa
itu. Ia banyak melakukan kritik-kritik yang tajam berkaitan dengan masalah ekonomi dan
agama. Menurut Marx dalam Materialisme Historis diungkapkan bahwa manusia hanya dapat
dipahami selama ia ditempatkan dalam konteks sejarah. Manusia pada hakikatnya adalah
insan bersejarah. Manusia sebagai pemangku sejarah tidak lain hanyalah keseluruhan relasi-
relasi masyarakat. Cara produksi kehidupan material mengindikasikan proses kehidupan
sosial, politik, dan spiritual pada umumnya. Bukan kesadaran manusia yang menentukan
keadaan mereka, tetapi sebaliknya keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran
mereka.
Saran
Banyak hasil-hasil pemikiran Marx yang bisa di ambil dan di jadikan sebuah pijakan
dalam melakukan suatu hal yang lebih baik dan bijak. Selain itu pemikiran Marx yangberupa
agama merupakan candu rakyat bukan berarti Marx menentang agama, tetapi menurut Marx
agama merupakan sebagai tempat pelarian rakyat setelah menghadapi keadaan yang nyata
yang sangat berat.

Daftar Rujukan
Bertens, K. 1979. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: LP3ES.
Darsono P. 2007. Karl Marx: Ekonomi Politik dan Aksi Revolusi. Jakarta Pusat: Diadit Media.
Hardiman, F. Budi. 2004. Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Katsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat, terj. Soerjono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Lavine, T. Z. 2003. Marx: Konflik dan Orang yang Terasing. Yogyakarta: Jendela.
Ramly, Andi Muawiyah. 2004. Peta Pemikiran Karl Marx: Materialisme Dialekstis
dan Materialisme Historis.Yogykarta: LKiS.
Santoso, Listyono. 2007. Epistemologi Golongan Kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia.
Magnis-Suseno. Franz. 2006. Menalar Tuhan, Yogyakarta: Kanisius.
Magnis-Suseno. Franz. 2003. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Titus, Harold H, dkk. 1984. Persoalan-persoalan Filsafat, terj. Rasjidi. Jakarta: Bulan Bintang.
Wardaya, Baskara T. 2003. Marx Muda: Marxizme Berwajah Manusiawi. Yogyakarta: Buku Baik.

Anda mungkin juga menyukai