Anda di halaman 1dari 17

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa juga disebut dengan

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan
awal tahun 1970-an. Saat ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara
luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik.

SISTEM PERALATAN HPLC


Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa, alat untuk
memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung buangan
fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam.
Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :

1. Wadah Fase gerak dan Fase gerak


Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun
labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya
dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut (1).
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur
yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan
resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan
sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada
fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut.
Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari
partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus
dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di
pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi)
atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang
analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan
untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel
mempunyai kisaran polaritas yang luas.4)

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah
campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk
pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah
campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau
menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang
umum dibanding dengan fase terbalik.2)

2. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat
sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak.
Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan
batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai
5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit.
Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak
dengan kecepatan 20 mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk
menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel,
konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa
dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe
pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan
dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.6)

3. Tempat penyuntikan sampel


Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat
dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel
(sample loop) internal atau eksternal.

Posisi pada saat memuat sampel Posisi pada saat menyuntik sampel

4. Kolom dan Fase diam


Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom
merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses
pemisahan solut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom
konvensional, yakni:

Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding
dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase
gerak lebih lambat (10 -100 l/menit).
Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih
ideal jika digabung dengan spektrometer massa.
Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya
jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel
klinis.

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom
konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.3]
Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi,
silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen.
Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-
OH).
Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti
klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya
dengan gugus-gugus fungsional yang lain.

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan
karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang,
maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut
yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai
pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan
memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air
yang digunakan.

5. Detektor HPLC
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal
(yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat
selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan
detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif,
seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.


2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar
yang sangat kecil.
3. Stabil dalam pengopersiannya.
4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran
pita.
5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran
yang luas (kisaran dinamis linier).
6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak. 2)

Beberapa detektor yang paling sering digunakan pada HPLC dengan karakteristik
detektor seperti berikut :
Detektor Sensitifitas Kisaran Karakteristik
(g/ml) linier
Absorbansi Uv-vis
Fotometer filter 5 x 10-10 104 Sensitivitas bagus, paling sering
Spektrofotometer 5 x 10-10 105 digunakan, selektif terhadap
spektrometer photo- > 2 x 10-10 105 gugus-gugus dan struktur-struktur
diode array yang tidak jenuh.
Fluoresensi 10-12 104 Sensitifitas sangat bagus, selektif,
Tidak peka terhadap perubahan
suhu dan kecepatan alir fase gerak.
Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir bersifat universal akan
tetapi sensitivitasnya sedang.
Sangat sensitif terhadap suhu, dan
tidak dapat digunakan pada elusi
bergradien
Elektrokimia
Konduktimetri 10-8 104 Peka terhadap perubahan suhu
Amperometri 10-12 105 dan kecepatan alir fase gerak, tidak
dapat digunakan pada elusi
bergradien. Hanya mendeteksi
solut-solut ionik. Sensitifitas sangat
bagus, selektif tetapi timbul
masalah dengan adanya
kontaminasi elektroda.
JENIS HPLC
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih
polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang
non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini,
sering kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik.
Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase
diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC
sebagai berikut:
1. Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom
dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan
fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun
demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada
silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus
silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat
secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor. 3)

2. Kromatografi fase terikat


Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi
atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah
hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau
dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS
atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik.
Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan
larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH
sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami
ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan
ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk
spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi
lebih cepat.3)

3. Kromatografi penukar ion


KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion
dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun
demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin.
Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air
karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya
air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air,
retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH
fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini
disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak
untuk gugus penukar ion pada resin.

4. Kromatografi Pasangan ion


Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel
ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion.
Sampel ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan. 2)

5. Kromatografi Eksklusi Ukuran


Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan
untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton.
Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus
sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat
fase diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi
terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah
molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak
melewati porus, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian,
dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut
dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.

6. Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat
spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap
sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada
sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi).
Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari
campuran yang sangat kompleks.2)

DERIVATISASI PADA HPLC


Derivatisasi melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu analit dengan suatu reagen
untuk mengubah sifat fisika-kimia suatu analit. Tujuan utama penggunaan derivatisasi
pada HPLC adalah untuk:

1. Meningkatkan deteksi
2. Merubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan
puncak kromatografi yang lebih baik
3. Merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik
4. Menstabilkan analit yang sensitif.5)

Detektor yang paling banyak digunakan dalam HPLC adalah detektor UV-Vis sehingga
banyak metode yang dikembangkan untuk memasang atau menambahkan gugus
kromofor yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Di samping
itu, juga dikembangkan suatu metode untuk menghasilkan fluorofor (senyawa yang
mamapu berfluoresensi) sehingga dapat dideteksi dengan fluorometri. 7)
Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yakni:
produk yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar
tampak atau dapat membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi
dengan spektrofluorometri; proses derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk
yang sebesar mungkin (100 %); produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses
derivatisasi dan deteksi; serta sisa pereaksi untuk derivatisasi harus tidakmenganggu
pemisahan kromatografi.7)

Berbagai macam bahan penderivat telah tersedia antara lain :


Gugus fungsional Reagen untuk dapat dideteksi Reagen untuk dapat
dengan UV-Vis dideteksi dengan Fluoresen
Asam-asam p-nitrobenzil-N,N- 4-bromometil-7-
kaboksilat; asam- diisopropilisourea (PNBDI); 3,5- asetoksikumarin;
asam lemak;asam- dinitrobenzil-N,N- 4-bromometil-7-
asam fosfat diisopropilisourea (DNBDI); p- metoksikumarin;
bromofenasil bromida (PBPB)
Alkohol 3,5-dinitrobenzil klorida (DNBC); 4-
dimetilaminiazobenzen-4-sulfinil
(Dabsyl-Cl); 1-naftilisosianat (NIC-1).
Aldehid; keton p-nitrobenziloksiamin hidroklorida Dansil hidrazin
(PNBA); 3,5-dinitrobenziloksiamin
hidroklorida (DNBA);
Amin primer Fluoresamin
o-ftalaldehid (OPA)
Amin primer (1o) dan 3,5-dinitrobenzil klorida (DNBC); N- 7-kloro-4-nitrobenzo-2-oksa-
sekunder (2o) suksinimidil-p-nitrofenilasetat 1,3-diazol (NBD-Cl); 7-fluoro-
(SNPA); N-suksinimidil-3,5- 4-nitrobenzo-2-oksa-1,3-
dinitrofenilasetat (SDNPA); 4- diazol (NBD-F); Dansil klorida
dimetilaminiazobenzen-4-sulfinil
(Dabsyl-Cl); 1-naftilisosianat (NIC-1).
Asam-asam amino 4-dimetilaminiazobenzen-4-sulfinil Fluoresamin
(peptida) (Dabsil-Cl) o-ftalaldehid (OPA)
7-kloro-4-nitrobenzo-2-oksa-
1,3-diazol (NBD-Cl); 7-fluoro-
4-nitrobenzo-2-oksa-1,3-
diazol (NBD-F);
Derivatisasi ini dapat dilakukan sebelum analit memasuki kolom (pre-column
derivatization) atau setelah analit keluar dari kolom (post-column derivatization).

Referensi:

1. Settle, F (Editor), 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical


Chemistry, Prentice Hall PTR, New Jersey, USA.
2. Meyer, F.R., 2004, Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th Ed.,
John Wiley & Sons, New York.
3. Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS
Scientific Publishers Limited, New York.
4. Kenkel, J., 2002, Analytical Chemistry for Technicians, 3th. Edition., CRC Press,
U.S.A.
5. Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method
Development, John Wiley & Son, New York.
6. Munson, J.W., 1981, Phrarmaceutical Analysis: Modern Methods, Part A and B,
diterjemahkan oleh Harjana dan Soemadi, Airlangga University Press, Surabaya.
7. Cserhati, T. And Forgacs, E., 1999, Chromatography in Food science and
Technology, Technomic Publishing, Lancaster, Basel.
Fase Gerak
Fase gerak dalam HPLC adalah berupa zat cair dan disebut juga eluen atau pelarut. Selain
berfungsi sebagai pembawa komponen-komponen campuran campuran menuju detector, fase
gerak dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fase gerak dalam HPLC merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan.

Persyaratan fase gerak HPLC:

1. Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan dianalisis.
2. Zat cair harus murni sekali untuk menghindarkan masuknya kotoran yang dapat mengganggu
interpretasi kromatografi.
3. Zat air harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada kolom.
4. Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun.
5. Zat air tidak kental. Umumnya kekentalan tidak melebihi 0,5 cP (centi Poise).
6. Sesuai dengan detector.

Jenis HPLC berdasarkan kepolaran fase diam dan fase gerak:

a) HPLC fase normal: HPLC dengan kombinasi antara fase diam polar dan fase gerak non-
polar. Fase diam yang digunakan seperti silica, alumina, atau trietilenaglikol yang dilapiskan
pada partikel silica. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah heksana atau i-propileter.
b) HPLC fase terbalik: HPLC dengan kombinasi antara fase diam non-polar dan fase gerak
polar. Fase gerak yang digunakan seperti air, methanol, atau asetinitril.
Fase gerak yang baik memberikan factor kapasitas k pada rentang yang sesuai. Untuk
cuplikan dengan 2-3 komponen, sebaiknya menggunakan fase gerak yang memberikan k antara
2-5

2.3.2 Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat
sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang
umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang
digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan
fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan
harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses
penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari
gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa
dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh
ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.
Tiga jenis pompa yang digunakan dalam HPLC:
a) Pompa reciprocating
Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara gerakan piston
mundur-maju yang dijalankan oleh motor. Piston berupa gelas dan berkontak langsung dengan
pelarut. Ketika piston mundur maka bola gelas bawah terangkat dan pelarut masuk, sebaliknya
ketika piston maju maka bola bawah menutup saluran pelarut dan pelarut yang telah berada di
ruang pompa didorong masuk ke dalam kolom.
b) Pompa displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) terdiri dari tabung yang dilengkapi pendorong
yang digerakkan oleh motor. Pompa ini juga menghasilkan aliran yang cenderung tidak
bergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut.
c) Pompa pneumatic
Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi. Pompa jenis ini murah dan
bebas pulsa. Akan tetapi mempunya keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan (<2000
psi) serta kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan takanan balik kolom.

2.3.3 Tempat Injeksi


Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi yang
minimum dari material kolom. Sampel yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom secara
otomatis atau manual melalui injeksi. Volume injeksi sangat tepat karena mempunyai sampel
loop dengan variabel volume (misalnya 20 500 L).
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
a) Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan
aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan
resolusi tidak dipengaruhi
b) Septum: Septum yang digunakan pada HPLC sama dengan yang digunakan pada
Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi
septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair. Partikel kecil dari
septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
c) Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar
dari 10 dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai,
volume yang lebih kecil dapat diinjeksifan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi
kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuk ke
dalam kolom.

Syarat- syarat injektor yang baik :


Dapat memasukkan sampel ke dalam kolom dalam bentuk sesempit mungkin
Mudah digunakan
Keberulangan tinggi
Dapat bekerja walaupun ada tekanan balik

2.3.4 Kolom
Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom
merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan
solut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom
konvensional, yakni:
Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom
konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100
l/menit).
Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.
Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom
ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional
dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.

Fase Diam
Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika
yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah
polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi
secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan
bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan
karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun
tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-
silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak
dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi
disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.
2.3.5 Detektor
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang
mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti
detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang
hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor
fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel;
b. mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat
kecil;
c. stabil dalam pengopersiannya;
d. mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita;
e. signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas
(kisaran dinamis linier);
f. tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

Karakteristik detector HPLC:


Dasar Jenis Maksimum Peka terhadap Sensitivitas
Pendeteksian sensitifitas kecepatan alir suhu
Absorbsi UV Spesifik 2 x 10-16 Tidak Rendah
Absorbsi IR Spesifik 10-6 Tidak Rendah
Flourometri Spesifik 10-11 Tidak Rendah
Indek bias Umum 1 x 10-7 Tidak + 10-4 0 C
Konduktometri Spesifik 10-8 Ya 2% 0C
Spektometri Umum 10-10 Tidak Tidak ada
massa
elektrokimia Spesifik 10-12 Ya 1,5% 0C

2.4 Prinsip Kerja HPLC


Kerja HPLC pada prinsipnya adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya,
alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu sebagai fasa geraknya. Yang
paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan
tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya,
dan kecepatannya untuk sampai ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan
teramati pada spektrum yang puncak-puncaknya terpisah.
Urutan skala polaritas : golongan fluorocarbon < golongan hidrokarbon < senyawa
terhalogenasi < golongan eter < golongan ester < golongan keton < golongan alkohol < golongan
asam.
HPLC dapat menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Pada proses kualitatif cara
yang paling umum untuk mengidentifikasi adalah dengan melihat Retention time (RT). Peak
yang mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya adalah sebagai peak milik analat.
Selain melihat RT hal lain yang perlu dilihat adalah spektrum 3D dari signal kromatogram. Zat
yang sama akan mempunyai spektrum 3D yang juga sama. Sehingga jika spektrum 3D antara
dua zat berbeda, maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat yang berlainan, meskipun
memiliki RT yang sama.
Kemudian melalui analisa kuantitatif dapat diketahui kadar komponen yang dianalisis di
dalam sampel. Yang berperan dalam proses separasi pada system HPLC adalah kolom. Ada
kolom yang digunakan untuk beberapa jenis analisa, misalnya kolom C18 yang dapat digunakan
untuk analisa carotenoid, protein, lovastatin, dan sebagainya. Namun ada juga kolom yang
khusus dibuat untuk tujuan analisa tertentu, seperti kolom Zorbax carbohydrat (Agilent) yang
khusus digunakan untuk analisa karbohidrat (mono-, di-, polysakarida). Keberhasilan proses
separasi sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis kolom dan juga fasa mobil.
Setelah komponen dalam sample berhasil dipisahkan, tahap selanjutnya adalah proses
identifikasi. Hasil analisa HPLC diperoleh dalam bentuk signal kromatogram. Dalam
kromatogram akan terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam
sample.

Sample yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai kromatogram


dengan banyak peak. Bahkan tak jarang antar peak saling bertumpuk (overlap). Hal ini akan
menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi. Oleh karena itu biasanya untuk
sample jenis ini dilakukan tahapan preparasi sample yang lebih rumit agar sample yang siap
diinjeksikan ke HPLC sudah cukup bersih dari impuritis. Sample farmasi biasanya jauh lebih
mudah karena sedikit mengandung komponen selain zat aktif. Sample ini umumnya hanya
melalui proses pelarutan saja.

Syarat kromatogram

Idealnya profil setiap kromatogram HPLC merupakan suatu garis tegak lurus bagi masing-
masing analit (Gambar 6.2.a). Namun keadaan demikian tidak akan dijumpai pada pelaksanaan
analisis dengan HPLC. Kromatogram HPLC merupakan hubungan antara waktu sebagai absis
dan tanggap detektor sebagai ordinat pada sistem koordinat cartesian, dimana titik nol
dinyatakan sebagai saat dimulainya injeksi sample. Molekul-molekul sampel yang diinjeksikan
menuju kolom analisis tidak akan berkumpul pada satu titik secara serempek dalam waktu yang
sama. Demikian pula tiap-tiap molekul analit akan mengalami hambatan fasa diam didalam
kolom dengan waktu yang berbeda. Oleh karena itu semua molekul analit tidak serempak keluar
dari kolom. Molekul analit akan keluar dari kolom tersebut secara cak dan demikian pula untuk
respon detector terhadap analit keluar dari kolom tidak serempak terhadap semua molekul.
Sebagai akibat kenyataan tersebut, maka profil kromatogram akan melebar secara ideal
membentuk kurva Gauss (Gambar 6.2.b)

Parameter-parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu kromatogram, yaitu
: waktu tambat, faktor kapasitas, jarak setara plat teori, resolusi dan faktor simetri.

Gambar 6.2 Profil kromatogram HPLC

Setelah mengetahui profil kromatogram dari pemisahan suatu analit, maka harus dapat
diketahui kualitas pemisahannya yaitu faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas
pemisahan dan variabel analitik yang digunakan untuk memperbaiki kualitas tersebut. Oleh
karena itu diperlukan suatu ukuran yang analit tersebut telah terpisah satu sama lain secara
sempurna.

Dalam bab ini akan dibahas mengenai parameter-parameter yang dapat dipergunakan untuk
mengetahui kualitas suatu kromatogram, yaitu: waktu tambat, jarak setara pelat teori, faktor
kapasitas dan resolusi.

Waktu Tambat

Pada Gambar 6.3. terdapat tiga macam puncak, dua buah puncak yang berukuran besar adalah
puncak-puncak yang dihasilkan oleh analit yang tertahan pada fasa diamnya pada sistem
kesetimbangan distribusi yang tegas (dinamis). Di samping itu terdapat puncak kecil yang
dihasilkan oleh analit yang tidak tertahan oleh fasa diam, namun bersama fasa gerak keluarbdari
kolom dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan fasa geraknya.

Gambar 6.3. Perhitungan waktu tambat kromatogram

Selang waktu yang diperlukan oleh analit mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan
sinyalnya secara maksimal ditangkap oleh detektor disebut sebagai waktu tambat atau waktu
retensi (retention time). Waktu tambat analit yang tertahan pada fase diam dinyatakan sebagai tR.
Sedangkan waktu tambat analit yang tidak tertahan pada fase diam atau sering disebut sebagai
waktu tambat pelarut pengembang dinyatakan to atau tM. Harga to akan lebih kecil dari harga tR,
karena yang akan mencapai ujung kolom lebih dahulu adalah pelarut pengembang atau pelarut
pengembang campur. Waktu tambat analit dikurangi dengan dengan waktu tambat pelarut
pengembang atau pelarut pengembang campur disebut waktu tambat terkoreksi (tR), yang
dinyatakan sebagai tR.

(6.1)
Waktu tambat yang dinyatakan dalam satuan waktu (menit) memberi arti yang sangat penting
dalam analisis kualitatif dengan HPLC.

Berikut ini akan dibahas hubungan antara tR , tM, dan Kd, telah diketahui bahwa :

Dimana Cs dan Cm masing-masing sebagai konsentrasi analit dalam fase diam dan fase
bergerak. Kalau harga Kd kecil, maka analit akan lebih banyak di dalam fasa gerak (Cm > Cs)
yang berarti analit akan lebih lama tinggal didalam fasa gerak.

Kesetimbangan analit didalam fasa gerak dan fasa diam merupakan suatu kesetimbangan yang
dinamis, artinya fraksi waktu analit berada dalam fasa gerak setara terhadap fraksi jumlah analit
yang berada di dalam fasa gerak, pernyataan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

. (6.2)

Dimana Vm dan Vc adalah volume fase gerak dan volume fase diam.

Kalau jarak tempuh analit adalah d dan kecepatan fase gerak adalah m, maka : d = m.t

Jika panjang kolom adalah L, maka :

Dalam hal ini tM = L/m ,

.. (6.3)

Dari persamaan yang terakhir bahwa harga tM , Vs , Vm dapat diatur. Dengan demikian harga tR
akan menjadi spesifik untuk tiap-tiap analit. Campuran zat yang diinjeksikan untuk dianalisis
dengan HPLC tentu mempunyai harga tR yang berbeda karena tiap-tiap analit mempunyai Kd
yang spesifik.

6.2.3 Faktor Kapasitas

Faktor kapasitas (k) merupakan ciri khas suatu analit pada kondisi tertentu, yaitu pada
komposisi fase gerak, suhu dan jenis kolom (panjang kolom, diameter kolom dan ketebalan
lapisan film) tertentu. Meskipun suatu puncak kromatogram dapat diidentifikasi melalui waktu
tambatnya, namun akan lebih baik bila diidentifikasi dengan menggunakan faktor kapasitas
karena harga waktu tambat dapat berubah-ubah sesuai dengan panjang kolom dan kecepatan alir
fasa geraknya.

Faktor kapasitas dapat memberikan gambaran dimana puncak-puncak analit terelusi secara relatif
terhadap puncak fasa geraknya, faktor kapasitas (k) dinyatakan sebagai berikut :

. (6.4)

adalah waktu tambat terkoreksi dan tO adalah waktu tambat fase gerak, harga faktor kapasitas
(k) yang baik berkisar antara 1 dan 10. Bila harga k kecil berarti puncak-puncak analit belum
saling berhimpitan (overlapping) dengan puncak fasa geraknya. Sedangkan harga k yang besar
menunjukkan bahwa waktu pemisahan yang dilakukan terlalu lama. Faktor kapasitas hanya
menjamin pemisahan dua puncak kromatogram pada bagian atasnya saja.

6.2.4 Jumlah Plat Teori

Jumlah plat teori (N) adalah banyaknya distribisi keseimbangan dinamis yang terjadi didalam
suatu kolom, digunakan untuk mengetahui efisiensi suatu kolom kromatografi, dimana harga N
diperoleh melalui persamaan berikut :

(6.5)

Dimana :

tR = waktu tambat analit

W = lebar pada dasar puncak

W1/2 = lebar pada setengah tinggi puncak

Dalam proses pemisahan diharapkan untuk menghasilkan harga N yang sebesar-besarnya. Pada
umumnya efisiensi kolom HPLC meningkat dengan semakin kecilnya ukuran partikel yang ada
didalam kolom. Kolom fasa terbalik (RP) yang menggunakan silika mempunyai 50000
pelat/meter bila dikemas dengan menggunakan partikel yang berukuran 5 mm. Jika dikemas
dengan partikel yang berukuran 10 mm akan dihasilkan 25000 pelat/meter. Berapakah jumlah
pelat yang dihasilkan oleh kolom fasa terbalik (RP) yang mempunyai panjang 12,5 cm dan
dikemas dengan partikel yang berukuran 5 mm?.

6.2.5 Jarak Setara Pelat Teori (JSPT)

JSPT disebut juga TSPT (Tinggi Setara Plat Teori), secara internasional dikenal HETP (High
Equvalent of Theoretical Plate) atau disingkat huruf H saja. JSPT adalah panjang kolom
kromatografi (mm) yang diperlukan sampai terjadinya satu kali kesetimbangan distribusi dinamis
molekul analit dalam fase gerak dan fase diam. Gambar 6.4. adalah ilustrasi yang memudahkan
untuk memahami tentang JSPT dalam kromatografi.

Faktor Simetri

Faktor simetri disebut juga tailing factor (TF) yaitu terjadinya pengekoran pada kromatogram
sehingga bentuk kromatogram menjadi tidak simetris. Gambar dibawah ini menunjukkan
bagaimana mengukur besarnya TF dinyatakan dengan angka nisbah :

TF = BC / AC = b/a

Gambar 6.11 Mengukur besarnya TF pada kromatogram


Untuk kromatogram yang memberikan harga TF = 1 berarti kromatogram tersebut betul-betul
simetris. Harga TF > 1 berarti kromatogram tersebut mengekor (tailing), makin besar harga TF
maka makin efisien kolom yang dipakai. Bila harga TF < 1 berarti kromatogram tersebut
mengandung (fronting), dan dapat diatasi dengan mengurangi volume injeksi awal. Jadi harga TF
dapat digunakan sebagai pedoman untuk melihat efisiensi kolom kromatografi. Hubungan
efisiensi kolom dengan yang dicerminkan oleh harga N dengan TF atau AF (Asymetrycal)
dirumuskan oleh Foley dan Dorsey sebagai berikut:

.. (6.11)

Harga W0,1 adalah berat lebar celah kromatogram pada posisi 10 % dari dasar kromatogram
tinggi puncak. Salah satu penyebab terjadinya pengekoran kromatogram adalah ketidakcocokan
sampel dengan jenis yang dipakai.

Pemilihan Pelarut Pengembang HPLC

Secara umum pelarut pengembang yang dipakai adalah metanol, acetonitril dan HTF
(Tetrahidrofuran). Dalam memilih pelarut pengembang HPLC perlu diperhatikan : kekentalan
(viskositas), daya mampat (kompresibilitas), indeks bias, UV cut-of, tekanan uap, titik bakar,
nilai ambang batas, indeks kepolaran.

Metode Analisis HPLC

HPLC dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap sampel yang diamati.

6.5.1 Analisis Kualitatif

Mengacu pada :

Waktu tambat puncak kromatogram analit yang dianalisis


Pemurnian zat yang dianalisis dan melanjutkan dengan teknis yang lain
Perbandingan dengan library yang ada perangkat lunak komputernya

Kendala yang dihadapi :

Pemakaian waktu tambat


Analisis kualitatif pasca kolom
Analisis dengan detector Photodiode array
Analisis dengan teknik terpadu.

6.5.2 Analisis Kuantitatif

Dapat dilakukan secara sepihak, artinya tanpa mengacu pada zat standar acuan, atau dapat pula
dilakukan perbandingan dengan zat standar acuan sebagai standar internal dan eksternal. Ada
dua cara perhitungan kuantitas analit : dengan mengukur tinggi puncak dan menentukan area
puncak kromatogram.
Mengukur dengan tinggi puncak kromatogram dapat dilakukan lebih sederhana dan cepat akan
tetapi puncak-puncak kromatogram yang besar banyak informasi kadar yang tidak terdeteksi.
Untuk area puncak kromatogram ada empat cara yaitu : normalisasi area, normalisasi area :
normalisasi area dengan faktor respons detektor, standarisasi dengan standar eksternal dan
penambahan standar internal.

Anda mungkin juga menyukai