Anda di halaman 1dari 6

Filsafat Hukum

Tahun angkatan: 2013

NAMA KELOMPOK:
Shahira
13.33.001.021
Vanya Syawitri
13.33.001.093
Sarah Hanifa
13.33.001.081
Muhammad Ikbal
13.33.001.082
Dinar Qomara A.
13.33.001.089

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

BAB II
Sejarah Filsafat Timur dan Barat

India termasuk salah satu tonggak peradaban tertua di dunia dengan situsnya di sekitar
lembah sungai indus. Dari penemuan-penemuan fosil, tampak bahwa di daerah itu terdapat dua tipe
penduduk. Pertama, penduduk asli dengan ciri-ciri: kulit gelap, kecil dan pendek, hidung lebar dan
pesek dengan bibir tebal menonjol. Kedua, mereka yang seketurunan dengan suku mediteranian. Kulit
mereka lebih terang, tubuh langsing, hidung mancung dan bermata lebar. Orang-orang ini berimigrasi
ke lembah indus karena terpikat oleh daerah-daerah pertanian subur ysng dapat kita temukan hamper
diseluruh Asia Timur dan Barat (1993: 19-20). Kemudian datang kaum imigran lain, yaitu suku
bangsa Aryan dari Utara India, yang masuk ke lembah sungai Indus abtara 1700-1400 SM.

Kedatangan suku Aryan ini menandai suatu perubahan penting dalam sejarah filsafat india.
Mereka memperkenalkan ajaran-ajaran baru yang termaktub dalam literature suci yang disebut weda.
Gerak pemikiran filsafat ?India sudah dimulai pada jaman weda dengan menjadikan alam semesta
sebagai objek utama pembahasannya.

Filsafat India sebagian besar bersifat mistis dan intuitif. Peranan rasio baru agak menonjol
pada kurun terakhir perjalanannya, yakni setelah berkenalan dengan filsafat barat (jaman
modern).menurut Radhakrishnan dan Moore, ada tujuh ciri umum yang mewarnai hampir seluruh
system filsafat India (Brata, 1993: 15), yang pada pokoknya dinyatakan sebagai berikut: ciri pertama
adalah motif spiritual yang mendasarinya, kedua adalah ditandai dengan sikap introspektif dan
pendekatan introspektif terhadap realitas, ketiga adalah adanya hubungan erat antara hidup dan
filsafat, keempat adalah bersifat idealis, kelima adalah hanya institusilah yang diakui sebagai mampu
menyingkap kebenaran yang tertinggi, keenam adalah penerimaan terhadap otoritas, dan yang terakhir
adalah adanya tendensi untuk mendekati berbagai aspek pengalaman dan realitas dengan pendekatan
sintetis. Selanjutnya, ejarah filsafat India dapat dibedakan dalam lima periode besar, yaitu: 1. Jaman
Weda, 2. Jaman Skeptisisme, 3. Jaman Puranis, 4. Jaman muslim dan 5. Jaman modern.

Jaman weda (2000-600 SM) dimulai tatkala suku Aryan masuk ke daerah lembah sungai
Indus. Weda yang diperkenalkan oleh suku ini pada dasarnya berisi empat bagian, yaitu: samhita,
brahmana, aranyaka dan upanisad. Weda memuat berbagai pujian, mantra atau doa yang digunakan
dalam upacara-upacara pengorbanan untuk menghormati para dewa. Jumlah dewa yang dihormati itu
sangat banyak, yang masing-masing melambangkan suatu kekuatan alam, seperti api, air, angina dan
matahari.

Menurut Poedjawijatna (1986: 63) segala kekuatan yang ada pada alam, terdapat juga pada
manusia: dalam alam ada angin, pada manusia ada nafas, dalam alam ada matahari, manusia bersinar
pula matanya, alam mempunyai bumi dengan tumbuh-tumbuhannya, manusia mempunyai badan,
sedangkan taufan dan badai menakutkan itu terdapat pula pada manusia sebagai kekuatan marahnya
yang tidak kurang menakutkan. Dengan kata lain, manusia adalah pengkhususan dari alam. Manusia
adalah alam dalam bentuk kecil. Karena sifat-sifat manusia terdapat pada alam,

Dalam weda terkandung beraneka unsur kepercayaan yang hanya mampu ditafsirkan oleh
para rohaniawan. Hal ini lama kelamaan dirasakan tidak sesuai lagi dengan keinginan masyarakat
luas. Muncul reaksi terhadap ajaran-ajaran weda ini, dan ini berlangsung pada 600 SM hingga 300 M.
Jaman ini dikenal sebagai jaman skeptitisme (600 SM-300 M).reaksi terhadap weda dapat dibedakan
dalam dua aliran. Pertama disebut astika (menerima weda), dan kedua disebut nastika (menolak
weda).

Setelah tahun 300 M, Buddhisme mulai lenyap dari India, tetapi tetap menjadi agama yang
dominan di Negara-negara tetangga, seperti Nepal, Birma, Thailand, dan Kamboja. Menurut Brata
(1993: 25) ada tiga sebab mengapa Buddhisme menjadi merosot di India, pertama karena tekanannya

2
lebih ke dalam, maka ada semacam sikap meamndang rendah terhadap hidup dan nilai-nilainya.
Kedua, adalah penerimaan baik pria maupun wanita dalam vihara tanpa seleksi yang ketat, ketiga
adalah kemerosotan kehidupan ekonomi dan politik nasional.

Jaman muslim (1200-1757) ditandai dengan berkembangnta agama Islam di India, yang
datang dengan fanatisme dan kebenciannya terhadp patung-patung. Islam menolak asimilasi dengan
hinduisme, bahkan melawannya secara fisik. Islam juga menentang system kasta. Tokoh hindu yang
penting pada jaman muslim adalah Kabir (1440-1518), yang berupaya membersihkan noda-noda
agama hindu dalam rangka mengimbangi pengaruh agama islam. Jaman ini tidak memunculkan ide-
ide filosofis yang cukup penting. Karna memang, dominasi agama yang terlalu besar justru
berdampak buruk kepada perkembangan filsafat.

Jaman modern India (setelah 1757) diawali dengan masuknya agama Kristen, sekaligus
dengan kehadiran inggris di India pada 1757. Kedatangan Inggris ini membawa pengaruh yang besar
terhadap perkembangan ilmu dan humanism. Terhadap pengaruh barat ini, muncul reaksi yang
bermacam-macam, baik yang menolak maupun yang menerima dengan tetap memperhatikan tradisi
lama India.

Selanjutnya adalah Filsafat cina. Filsafat bagi bangsa cina lebih merupakan pandangan hidup
daripada ilmu. Baik di India maupun di cina memang tidak pernah terjadi semacam revolusi ilmu
seperti di Barat pada abad ke 16 maupun 17. Kendati demikian, tokoh-tokoh filsafat seperti konfusius
dan Lao Tse merupakan filsuf-filsuf yang sangat popular dan ajaran mereka banyak dipelajari.

Fung Yu-Lan (1990:1-7) mencatat bahwa orang uumnya menilai dicina terdapat tiga agama
besar, yaitu konfusianisme, taoisme dan buddhisme. Dan dilihat dari sejarahn ya, filsafat cina dapat
dibagi menjadi empat periode besar, yaitu: jaman klasik, jaman neotaoisme dan buddhisme, jaman
neokonfusianisme dan jaman modern.

Jaman klasik (600-200 SM), jaman permulaan filsafat cina dikenal sebagai “jaman seratus
sekolah filsafat)”. Di antaranya yang terpenting adalah konfusianisme, taoisme, yin-yang, moisme,
dialetik dan legalisme.

Konfusianisme adalah ajaran yang dibawa oleh konfusius (Kung Fu Tzu) (551-479 SM).
Salah satu ajaran konfusius adalah tentang “tao”. Dapat dikatakan filsafatnya tidak berkaitan dengan
ketuhanan dan soal-soal metafisika lainnya. Filsafat konfusius lebih merupakan filsafat tingkah laku
atau etika, seperti ramah tamah, hormat kepada yang tua dan saying kepada yang muda. Semua
ajarannya dimuat dalam kitab Lun Yu, yaitu bunga rampai yang memuat ucapan-ucapannya.

Menurut konfusius, nasib manusia ditentukan oleh takdir atau kodrat sehingga tidak mungkin
diubah menjadi hina atau mulia. Ada tiga kodrat manusia, yaitu: aktivitas secara konstan dilakukan
manusia, aktivita social yang khas manusia, dan aktivitas menilai. Konfusius memandang Negara itu
tidak lain untuk melayani kepentingan rakyat, bukan sebaliknya. Ia menyatakan bahwa penguasa
pertama-tama harus memerintah berlandaskan contoh teladan yang bermoral bukan dengan kekerasan.

Ajaran konfusius menekankan moral dan etika berpemerintahan yang baik. Prinsip pertama
ajaran ini menyatakan agar manusia hidup tertib, kedua adalah prinsip kemanusiaan, ketiga adalah
keadilan dan keempat adalah jangan kita berbuat sesuatu kepad orang lain yang kita sendiri tidak
ingin orang lain juga berbuat demikian kepada kita. Namun, semasa hidupnya ajaran konfusius ini
tidak sesuai dengan pemerintahan pada masanya.

Konon Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (hidup sekitar abad ke-4 SM), sebagaimana dapat
ditemukan ceritanya dalam buku berjudul Tao Te Ching (cara lama dan kekuatannya). Ajarannya
menganjurkan orang untuk kembali kepada tao. Tai disini diartikan sebagai jalan atau hokum alam.

3
Menurutnya alam itu bersifat pasif, sehingga manusia itu juga seharusnya demikian. Prinsip kepasifan
taoisme ini disebut wei-wei, yang berarti jangan mencampuri. Pemerintah yang baik adalah
pemerintah yang tidak terlalu aktif, dengan melarang ini dan itu. Jalani saja apa yang sudah diatur
menurut alam.

Menurut Lao Tse, untuk seorang pribadi manusia, kesederhanaan dan kewajaran merupakan
hal yang dianjurkan. Kekerasan harus dijauhi, seperti juga halnya bergulat untuk uang dan prestise.
Orang tidak boleh mengubah dunia, melainkan menghormatinya. Bagi pemerintahan, langkah yang
dianggap bijak adalah berbuat tidak begitu aktif dengan banyak mengatur ini an itu. Apalagi aturan
dan pembatasan sudah terlalu banyak, sehingga menambah lagi undang-undang, atau memperketat
ketentuan-ketentuan lama yang sudah ada, hanya mengakibatkan keadaan bertambah buruk. Pajak
yang tinggi, rencana-rencana pemerintahan yang terlalu ambisius, menggalakkan perang, semuanya
itu berlawanan dengan filosofi taoisme (Hart, 1982: 379).

Ajaran penting selanjutnya dalam filsafat cina adalah tentang prinsip keseimbangan yin dan
yang, dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Ajaran ini berasal dari para pelaku ilmu gaib yang
dikenal sebagai fang-shih. Filsafat yin-yang mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini
mengandung dua sisi yang bertolak belakang, demikian juga dengan hidup manusia.

Selanjutnya, dialetik atau sering disebut dengan “sekolah nama-nama”. Menurut fung, istilah
dialetik kadang-kadang diterjemahkan sebagai “para penganut sofisme” dan kadang-kadang terdapat
kemikiran tertentu antara dialetik dengan para penganut sofisme. Lebih lanjut fung menyatakan
bahwa perbedaan antara ming dan shih dalam filsafat cina kuno menyerupai perbedaan antara subyek
dan predikat dunia barat.

Selanjutnya, ajaran legalisme atau biasa dikenal dengan “sekolah hokum” ini agak
kontradiktif dengan pemikiran konfusius, terutama dalam hal hubungan penguasa dan rakyat. Aliran
ini tidak sependapat dengan pemikiran paternalistic yang dikembangkan oleh konfusius, bahwa
penguasa harus menjadi teladan bagi rakyatnya. Supaya hokum ditaati, harus dibuat suatu undang-
undang yang keras dan menakutkan semua orang. Memang, apabila dibandingkan dengan
konfusianisme yang idealistic, aliran ini lebih bersifat praktek.

Jaman neotaoisme dan buddhisme (200 SM-1000M) ini merupakan jaman penafsiran baru
terhadap konsep tao yang dikembangkan pada jaman klasik. Neotaoisme ini dikembangkan antara lain
oleh Wong Pi (226-249) dan Hsiang Hsiu (221-300). Reinterpretasi ini juga muncul karena pengaruh
agama Buddha yang masuk ke cina pada abad ke-1 SM.memang menarik untuk diamati, bahwa pada
kurun waktu yang sama, agama Buddha muncul di India juga mengakibatkan terjadinya reinterpretasi
terhadpa pemikiran-pemikiran hindu. Kedatangan agama ini pada waktu yang lebih kemudian di cina,
juga menyebabkan keadaan yang sama, yakni reinterpretasi terutama terhadap pemikiran konfusius
dan Lao Tse.

Dari tahun 1000 M, konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat penting. Buddhisme
ternyata memuat unsur-unsue yang bertentangan dengan corak berpikir cina. Kepentingan dunia ini,
kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai tradisional cina,
sama sekali dilalaikan, bahkan disangkalkan dalam buddhisme sehingga ajaran ini oleh orang cina
dialami sebagai sesuatu yang sama sekali asing.

Bangsa barat pertama yang masuk dan menetap di cina adalah portugis, sekitar tahun 1500.
Pada pertengahan abad ke-19, bangsa cina yang semula selalu dilanda perang saudara, mulai
berhadapan dengan kekuatan asing seperti jepang dan sekutu. Munculnya pemberontakan-
pemberontakan tersebut merefleksikan bahwa kebudayaan barat tidak memiliki akses ke cina
semudah seperti yang terjadi di India. Kedatangan bangsa barat justru menimbulkan reaksi filosofis
berupa keinginan untuk membangkitkan kembali tradisi-tradisi asli cina.

4
Jika filsafat india dan cina lebih berkonotasi pada wilayah Negara dan bangsa tertentu, tidak
demikian halnya dengan filsafat islam. Menilik pada daerah penganutnya, filsafat islam mencakup
wilayah berbagai Negara yang sangat luas, seluas pengaruh yang dibawa oleh agama islam. Secara
umum filsafat islam dapat dibedakan dalam wilayah, yakni kawasan masyriqi dan mahgribi.

Kawasan masyiriqi muncul sekitar dua abad lebih dulu daripada kawasan mahgribi. Filsuf
pertama dari kawasan ini adalah al-kindi. Dalam rangka menangkis serangan orang terhadap filsafat,
al-kindi menegaskan bahwa filsafat adalah upaya manusia yang paling mulia, karena tujuannya juga
mulia, yaitu mendapatkan dan mengamalkan kebenaran. Salah satu teorinya yang penting adalah
tentang penciptaan oleh tuhan.

Selanjutnya adalah kawasan masyriqi. Pusat kawasan mahgrini ada di bahgdad, sedangkan
pusan kawasan mahgribi berada di Cordova, Spanyol. Filsuf pertama yang dibicarakan dari kawasan
ini adalah ibnu Bajah, yang sering dijuluki dengan sebutan Ibnul Sha’igh atau Avempace. Tentang
pendapat para filsuf bahwa alam ini tidak nermula yang dikafirkan oleh Al-ghazali, ibnu rusyid
menegaskan bahwa pendapat itu tidak bertentangan dengan al-qur’an. Sebaliknya, pendapat para
teolog yang mengatakan bahwa alam diciptakan dari tiada, justru tidak mempunyai dasar agama.
Menurutnya, paham bahwa alam itu kadim tidaklah mesti membawa pengertian bahwa alam itu ada
dengan sendirinya atau tidak dijadikan. Bagi para filsuf, alam itu kadim justru karena ia diciptakan
tuhan sejak kidam (azali).

Perkembangan sejarah filsafat barat dapat dibedakan dalam beberapa periode sejaraha, yang
bermula dari filsafat yunani kuno sampai pada filsafat abad ke-20. Hamersma (1990: 35) membagi
filsafat sejarah menjadi empat bagian, yakni jaman kuno (600-400 SM), jaman partistik (400SM-
1500M), jaman modern (1500-1800) dan jaman sekarang (setelah tahun 1800).

Jaman kuno selanjutnya dibagi menjadi jaman prasokrates, dimana pada jaman ini merupakan
awal kebangkitan filsafat, tidak hanya di belahan dunia barat, tetapi juga kebangkitan filsafat secara
umum. Persoalan filsafat yang diajukan pada masa itu adalah tentang keberadaan alam semesta ini,
termasuk apa yang menjadi asal muasal alam ini. Tokoh pertama yang tercatat mempersoalkannya
adalah Thales (625-545 SM), diikuti oleh Anaximander (610-547SM) dan anaximenes (585-582 SM).

Bagian dari jaman kuno selanjutnya adalah jaman keemasan yunani, diawali oleh tokoh
pemikir Sokrates (470-339 SM). Persoalan yang ditanyakan oleh sokrates tidak lagi tentang inti alam
atau keberadaan manusia di alam semesta seperti jaman filsuf alam, tetapi sudah bergeser kepada
pertanyaan tentang bagaimana manusia dapat hidup dengan baik dalam masyarakat agar tercapau
keadilan dan kemakmuran.

Selanjutnya adalah jaman hellenisme, jaman ini adalah keemasan kebudayaan yunani. Tokoh
yang berjasa dalam pengembangan kebudayaan yunani ini adalah Iskandar Agung (365-323 SM) dari
Macedonia. Pada masa hellenisme ini terdapat tiga aliran filsafat yang menonjol, yaitu: stoisme,
epikurisme dan neopatonisme.Bagian terakhir adalah jaman partristik. Jaman partistik ini dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu patristic yunani dan partristik latin.

Abad pertengahan dimulai setelah keruntuhan kerajaan romawi pada abad ke-5 masehi.
Dikatakan sebagai abad pertengahan kaarena jaman ini berada di tengah-tengah dua jaman, yaitu
jaman kuno dan jaman modern. Abad pertengahan sendiri membawa reputasi yang tidak
menguntungkan bagi perkembangan filsafat. Ini tidak lain karena dominasi yang terlalu kuat dari para
rohaniwan, sehingga segala sesuatu yang bertentangan dengan pendapat mereka dipandang sebagai
dosa yang harus dimusnakan. Dengan perkataana lain, terjadilah pembungkaman yang demikian hebat
terhadap kebebasan berpikir, yang lebih jauh lagi membawa sejarah filsafat barat ke dalaam masa
kegelapan panjang.

5
Jaman modern ditandai oleh pemberontakan terhadap dominasi kebenaran yang dipegang
kaum rohaniwan. Salah satu tonggak paling penting pemberontakan itu adalah revolusi Copernicus
dalam dunia stronomi. Filsafat jaman modern ini bermula dari tahun 1500 sampai dengan 1800 M,
suatu periode panjang tiga abad jaman modern ini diawali oleh masa renesanse, diikuti jaman baarok,
auflakrung dan diakhiri jaman romantic.

Filsafat jaman sekarang merupakan pematangan lebih lanjut dari filsafat pada jaman modern.
Filsafat jaman sekarang ini ditandai oleh beberapa gerakan pemikiran yang dapat dibagi dalam filsafat
abad ke 19 dan abad ke 20.

Filsafat abad ke 19 selanjutnya dibagi menjadi positivism, marxisme dan pragmatisme.


Kemudian, filsafat abad ke 20 yang bercorak logosentrisme, banyak filsuf yang berpendapat bahwa
bahasa adalah objek terpenting pemikiran mereka. Filsafat diartikan sebagai suatu teks yang harus
ditafsirkan. Beberapa aliran filsafat barat pada abad ke 20 antara lain: neokantinisme, fenomenologi,
eksistensialisme dan strukturalisme.

Priyono (1993: 4-14) menyebutkan empat bidang besar yang menjadi titik pembeda antara
filsafat timur dan barat, yang secara khas dikhayati oleh masing-masing budaya, yaitu: pengetahuan,
sifat terhadap alam, ideal dan cita-cita hidup, dan status persona.

Secara ekstrem, perbandingan antara filsafat timur dan barat dapat pula diamati dari
pembedaan yang dibuat oleh Eerste Nederlabdse Systematic Ingerichte Encyclopedie (duvendak,
1956: 2). Sekalipun terdapat berbagai perbedaan itu, filsafat timur dan barat sesungguhnya dapat
bekerja sama dan saling melengkapi. Sebagaimana dinyatakan oleh Hamersma (1990: 31), filsafat
timur dapat belajar daari rasionalisme dan positivism barat. Baratpun dapat belajar dari institusi timur
mengenai kesatuan dalam kosmos dmengenai identitas mikrokosmos dan makrokosmos.

Anda mungkin juga menyukai