Anda di halaman 1dari 6

Filsafat Cina (Tiongkok)

Karakteristik dan Pemikiran Filsafat Cina


Karakteristik Filsafat Cina erat hubunganya dengan keadaan alam dan
masyarakat. Bangsa yang hidup di daratan Cina menurut ilmuan bernama Ku Yen Wu
(1632-1682) dapa dibedakan menjadi dua yaitu orang yang hidup disebelah utara dan
selatan sungai Hoangho. Perbedaanya itu adalah :
1. Ditinjau dari segi sikapnya
Orang cina yang hidup disebelah utara sungai Hoangho bersifat kaku dan yang
disebelah selatan bersikap dinamis (luwes).
2. Ditinjau dari segi kejiwaanya
Orang Cina yang hidup disebelah utara sungai Huangho mempunyai kecenderungan
yang bersifat praktis, sedang yang hidup disebelah selatan mempunyai kecenderungan
yang bersifat spekulatif dan metafisis.

Sedang pemikiran Filsafat Cina bersifat antroposentris atau humanistis berupa


keinginan untuk menemukan sumber kriteria, kebaikan dan keindahan dalam diri
manusia. Keinginan ini mengandung keyakinan bahwa setiap orang harus memilih
untuk dirinya sendiri dalam kebenaran, keindahan, dan kebaikan seperti halnya
tentang selera manusia (To Thi Auh, 1985: 37 dalam Lasiyo, 1997:2)
Tujuan pemikiran filsafat Cina ialah untuk memperbaiki dan menyeimbangkan
hubungan antar sesama manusia, khususnya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Kecenderungan Humanistis ini menekankan manusia
sebagai titik sentral segala-galanya, kemampuan manusia dikembangkan sedemikian
rupa sehingga melalui daya kreatifnya yang rasional ia selalu berusaha menghasilkan
hal-hal yang bermanfaat untuk peningkatan kualitas hidupnya.

a) Pembagian Sejarah filsafat Cina


Sejarah filsafat Cina dibagi dalam empat periode yaitu
1) Zaman kuno
2) Zaman pembaruan
3) Zaman Neo-Konfusianisme
4) Zaman Modern
1. Zaman Kuno
Zaman ini ditandai dengan munculnya aliran-aliran filsafat klasik antara lain :
1) Konfusianisme
2) Taoisme
3) Mahzab Yin-Yang
4) Mohisme
5) Dialektisisme
6) Legalisme
a. Konfusianisme
Yaitu suatu aliran yang terdiri dari orang-orang terpelajara yang mempunyai keahlian
dibidang kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik disebut Wu Ching Chiang yang
terpenting ada lima meliputi:
1) Shu Ching : Kitab Sejarah
2) Shi Ching : Kitab Syair
3) I Ching : Kitab Perubahan
4) Li Chi : Kitab Adat
5) Chun Chiu : Catatan musim semi dan musim gugur

Selain Whu Ching masih ada kitab lain yang merupakan sumber filsafat Cina yang
klasik diantaranya :

1) Lun Yu : Analects, Bunga rampai Konfusius


2) Meng Tze : Mensius
3) Ta Hsueh : The Great Learning
4) Chung Yung : The Doctrin of the Mean

Titik berat ajaran aliran ini yaitu dibidang etika. Etika Konfusianisme didasarkan
pada kebutuhan manusia yaitu kebutuhan akan kebahagian hidup. Sehingga
dalam ajaran etikanya berlaku prinsip timbal balik atau principle of reciptocity
dan prinsip keseimbangan. Aliran ini dikemudian hari diangkat menjadi asas
kerohanian negara pada zaman dinasti Han, dengan tokoh utamanya Thung
Chung Shu. Akhirnya muncul lagi sebagai aliran Neo-Konfusianisme yang
berpengaruh besar diwilayah Cina dan sekitarnya sampai awal abad dua puluh
yaitu ditandai dengan munculnya Revolusi Tiongkok, (Lasiyo dan Yuwono,
1985:47).
b. Taoisme
Yaitu suatu mahzab yang terdiri dari orang-orang terpelajar dan mengalami
kekecewaan karena keadaan negara pada waktu itu mengalami kemunduran,
kemudian mereka menyadari dan hidup sebagai biarawan. Tokoh yang terbesar dalam
aliran ini adalah Lao Tzu dan Chuang Tzu.
Pokok-pokok ajaran dari Tao te Chia terutama mengenai metafisika dan
filsafat sosial. Buku yang dipakai sebagai pegangan adalah Tao te Ching. Tao artinya
jalan, te artinya kebajikan dan Ching artinya kitab. Jadi Tao te Ching diartikan
sebagai kitab tentang atau sebuah petunjuk bagi manusia untuk sampai pada
kebajikan.
Mahzab Taoisme mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan manusia
harus hidup dengan wu wi artinya tidak dapat berbuat apa-apa, non action : yaitu tidak
berbuat apa-apa yang bertentangan dengan alam. Sesuai dengan ajaran itu maka
manusia yang berbahagia menurut aliran Taoisme adalah mereka yang hidup dekat
dengan alam. Mereka ialah para petani, nelayan, dan para biarawan.

c. Mahzab Yin Yang : Yin Yang Chia


Yaitu suatu mahzab yang dipelopori oleh orang-orang yang pada mulanya
mempunyai kedudukan penting dalam istana. Mereka itu ahli nujum dan ilmu
Pengetahuan, kemudian mereka menawarkan keahliannya kepada masyarakat. Aliran
ini pengaruhnya sangat besar di kemudian hari, bahkan secara tidak langsung dapat
dirasakan dewasa ini.
Aliran Taoisme banyak dianut oleh orang-orang yang berkecimprung dalam
kosmologi. Menurut pandangan orang cina Yin dan Yang merupakan dua prinsip
pokok di alam semesta. Yin adalah prinsip jantan seperti; bumi, bulan, air, hitam,
kepasifan dan lain sebagainya. Sedangkan Yang adalah jika digabungkan akan
memberikan pengaruh yang timbal balik dan aakn terjadilah semua peristiwa-
peristiwa yang terdapat di alam semesta.
Yin dan Yang merupakan dua prinsip yang berlainan bukan berlawanan secara
kontradiktur, namun keduanya merupakan dua hal yang saling mengisi dan
melengkapi dalam keserasian keseimbangan. Dalam hubungan dengan makrokosmos
maka aliran ini mengajarkan bahwa di dalam alam semesta itu ada lima unsur asli
yaitu: tanah, logam, kayu, air dan api. Kelima unsur asli mempunyai sifat produktif
dan destruktif dalam keadaan yang tertutup. Jadi kelima unsur asli itu merupakan
suatu kekuatan yang utuh dan dinamis.

d. Mohisme atau Mo Chia


Yaitu merupakan suatu aliran yang terdiri dari kelompok kaum ksatria yang
telah kehilangan kedudukanya, mereka menawarkan keahliannya di bidang
peperangan kepada penguasa baru. Tokoh dari Mo Chia adalah Mo Tzu (479-381
sebelum masehi).
Mohisme mempunyai disiplin yang ketat, hal ini dikarenakan adanya pengaruh
dari tokohnya yaitu Mo Tzu yang menuntut kepada murid-muridnya agar taat kepada
gurunya. Sikap Mo Tzu ini sedikit banyak dipengaruhi oleh keluarganya yang
berlatarbelakang militer. Aliran mohisme ini di kemudian hari dikenal sebagai aliran
yang utilitaris.

e. Dialektisisme: Ming Chia


Aliran dialektisi ini dikenal juga dengan sebutan Mahzab nama-nama (scholl
of Names). Aliran ini dipelopori oleh orang-orang yang ahli dalam bidang debat dan
pidato. Mereka menyalurkan kepandaianya kepada rakyat.
Mahzab ini tertarik dengan adanya perbedaan antara apa yang mereka sebut
dengan nama-nama dengan fakta-fakta yang nyata. (Lasiyo dn Yuwono, 1985: 49)
Para penganutnya bekerja keras untuk merumuskan istilah-istilah. Ajaran-
ajaran terutama mengenai kritik yang akan mempertajam dan memperjelas perhatian
manusia dalam penggunaan bahsa yang tepat, lebh-lebih mengenai tata bahasa.
Mereka juga mengembangkan logika. Ming Chia membedakan antara hal yang ada
dalam bentuk-bentuk dan sifat-sifat. Lebih lanjut lagi Ming Chia mengajarkan tentang
eksistensi, relatifitas, kuasalitas ruang dan waktu.
Mahzab dialektisi ini berkembang pada akhir abad IV sampai awal abad ke III
sebelum Masehi, yang ajaranya dimaksudkan untuk mempengaruhi pandangan agar
orang dapat dengan mudah untuk memberikan nama pada suatu objek
.
f. Legalisme: Fa Chia
Yaitu suatu aliran yang dipelopori oleh orang-orang yang ahli dalam bidang
pemerintahan, mereka menawarkan kepandaianya kepada para penguasa di berbagai
daerah. Mereka menjadi penasihat-penasihat pemerintah dalam mengajarkan teknik-
teknik pemerintahan serta hukum-hukum.
Fa Chia mengajarkan bahwa pemerintah yang baik harus didasarkan pada
kitab undang-undang yang tetap dan tidak didasarkan pada pendapat orang-orang
berilmu baik dalam bidang pemerintahan maupun bidang moral. Fa Chia dalam usaha
memulihkan keadaan negara berhasil dengan baik, walaupun mereka kadang-kadang-
menggunakan kekerasan. Menurut pandangannya bahwa setiap orang/manusia itu
jahat oleh karenanya harus diperlukan dengan kekerasan dan dengan hukum yang
ketat agar tidak melakukan pelanggaran. Tokoh yang terkenal adalah Han Fei Tzu dan
Li Sse.

2. Zaman Pembaruan (200 sebelum Masehi – 1000 Masehi)


Zaman ini ditandai dengan masuknya Budhisme dari India yang kemudian
berkembang pesat di Cina dan memberikan warna baru bagi pemikiran kefilsafatan di
Cina. Budhisme sendiri banyak berbaur dengan alam pemikiran filsafat Cina.
Sehingga kemudian melahirkan aliran baru dalam Budhisme Cina yang diberi nama
Chan Budhisme atau Chanisme. Aliran ini kemudian berkembang di Jepang yang
pada saat ini lebih dikenal dengan nama Zen Budhisme.
Selain Budhisme juga muncul aliran Neo-Taoisme yang memberikan arti baru
Tao sebagai Nirwana. Puncak dari zaman pembaruan yaitu terjadi pada waktu
pemerintahan Dinasti Han dengan ditandai munculnya seorang tokoh yang bernama
Tung Chung Shu. Ia berhasil mensikretiskan atau membaruan aliran-aliran filsafat
yang ada dan berkembang pada waktu itu yaitu Neo-Taoisme, Budhisme dan
Konfusianisme ortodok, ketiga aliran itu kemudian diberi nama Konfusianisme, hanya
perlu diingat bahwa Konfusianisme hasil dari pembaruan ini berbeda dengan
Konfusianisme pada zaman dinasti Han, ini dijadikan atas kerohanian negara dan
landasan pendidikan.

3. Zaman Neo Konfusianisme (1000-1900)


Zaman ini ditandai dengan adanya gerakan untuk kembali kepada ajaran-
ajaran Konfusius yang asli. Namun usaha itu sedikit banyak dipengaruhi oleh aliran
filsafat yang berkembang pada waktu itu yaitu Budhisme. Sehingga Neo Konfusius
misalnya ajaran tentang metafisika khusunya kosmologi. Konfusius tidak
mengajarkan metafisika bahkan menentangnya.

4. Zaman Modern (1900-Sekarang)


Pada zaman Modern pemikiran kefilsafatan sangat banyak dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran yang berasal dari barat. Hal ini terjadi karena banyaknya paderi-
paderi yang masuk kedaratan Cina. Aliran yang paling berpengaruh adalah aliran
Pragmantisme yang berasal dari Amerika Serikat. Pada tahun 1950 daratan Cina
dikuasai oleh pemikiran Mrx, Lenin dan tokoh yang terkenal Mao Ze Dong (Lasiyo
dan Yuwono, 1985: 50-52).

Anda mungkin juga menyukai