Universitas Krisnadwipayana
2016
A. PENDAHULUAN
Tumbuhnya berbagai aliran dalam filsafat hukum menunjukkan pergulatan
pemikiran yang tidak henti-hentnya dalam lapangan ilmu hukum. Dengan mengetahui
pemikiran-pemikiran para ahli, kita akan mendapatkan banyak ilmu yang
memungkinkan kita untuk menghargai pendapat orang lain.
1
muncul dari pikiran manusia sendiri tentang apa yang baik dan buruk, yang
penilaiannya diserahkan kepada kesusilaan ( moral ) alam.
2
John Salisbury ( 1115-1180 )
Salisbury adalah rohaniawan pada Abad Pertengahan. Ia
banyak mengkritik kesewenang-wenangan penguasa waktu itu.
Menurutnya, Gereja dan negara perlu bekerjasama ibarat hubungan
oraganis antara jiwa dan raga
Dalam menlankan pemerintahannya, penguasa wajib
memperhatikan hukum tertulis dan tidak tertulis ( hukum alam ), yang
mencerminkan hukum-hukum Allah. Tugas rohaniawan adalah
membimbing penguasa agar tidak merugikan kepentingan rakyat, dan
menurtnya, bahkan penguasa itu seharusnya menjadi abdi Gereja.
Menurut Salisbury, jikalau masing-masing penduduk bekerja
untuk kepentingan sendri, kepentingan masyarakat akan terpelihara
dengan sebaik-baiknya ( Schmid, 1965: 91). Salisbury juga melukiskan
kehidupan bernagara itu seperti kehidupan dalam sarang lebah, yang
sangat memerlukan kerja sama dari semua unsur; suatu pandangan
yang bertitiktolak dari pendekatan organis.
Pemikiran Salisbury dituangkannya dalam satu kumpulan buka
( delapan jilid ) yang di beri judul Policraticus sive de Nubis
Cuarialtum et Vestigiis Philosophorum Libri VIII. Selain itu, terdapat
bukunya yang berjudul Metalogicus.
3
Dante berusaha memberikan legitimasi terhadap kekuasaan
monarkhi yang bersifat mondial. Monarhki dunia ini lah yang menjadi
badan tertinggi yang memutuskan perselisihan antara penguasa satu
dengan lainnya. Dasar hukum yang jadi pegangan adalah hukum alam,
yang mencerminkan hukum-hukum Tuhan. Menurtnya, badan tertinggi
yang memperoleh legitimasi dari Tuhan sebagai manarkhi dunia ini
adalah Kekaisaran Romawi. Hanya saja, pada Abad Pertengahan
ternyata Kekaisaran Romawi itu sudah di gantikan oleh kekuasaan
jerman dan kemudian oleh Prancis di Eropa.
Karangan Dante yang penting berjudul De Monarchia.
4
hukum alam yang irasional).Jika Thomas meyakini kemampuan
rasional manusia untuk mengungkap kebenaran,Occam berpendapat
sebaliknya. Rasio manusia tidak dapat memastikan suatu
kebenaran.Pengetahuan (ide) yang ditangkap oleh rasional adalah
nama-nama (nomen,nominal) yang digunakan manusia dalam
hidupnya.
5
6
Samuel von pufendorf (1632-1694) dan Christian Thomasius (1655-
1728)
Pufendorf adalah penganjur pertama hukum alam di Jerman.
Pufendorf berpendapat bahwa, hukum alam adalah aturan yang berasal
dari akal pikiran murni. Hukum alam yang lahir dari faktor-faktor yang
bersifat takdir dan berdasarkan sifat manusia yang fitri, seperti naluri,
akan terdesak kebelakang. Disisi lain, pikiran tentang perundang-
undangan akan maju kedepan. Adapun yang dimaksud dengan undang-
undang disini tidak lain adalah perintah dari penguasa.
Menurut Thomasius, dalam ajarannya tentang hukum alam,
Thomasius sampai kepada pengertian tentang ukuran, sebagaimana
Thomas Aquinas juga mengakuinya dalam hukum alamnya.
Apabila ukuran itu bertalian dengan batin manusia, ia adalah
aturan kesusilaan, apabila ia memperhatikan tindakan-tindakan
lahiriah, ia merupakan aturan hukum. Jika hendak diperlakukan, aturan
hukum ini harus disertai dengan paksaan yaitu paksaan dari penguasa.
C. MAZHAB SEJARAH
7
(2) Melalui undang-undang
(3) Melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli hukum
Puchta juga membedakan pengertian bangsa, yaitu:
(1) Bangsa dalam pengertian etnis, yang disebut “bangsa
alam”.
(2) Bangsa dalam arti nasional sebagai kesatuan organis
yang membentuk satu negara.
D. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Perbedaan antara sociological Jurisprudence dan sosiologi hukum adalah
sebagai berikut. Pertama, sociological Jurisprudence adalah nama aliran dalam filsafat
hukum, sedangkan sosiologi hukum adalah cabang dari sosiologi. Kedua, walaupun
objek yang dipelajari oleh keduanya adalah tentang pengaruh timbal balik antara
hukum dan masyarakat, namun pendekatannya berbeda. Sociological Jurisprudence
menggunakan pendekatan hukum ke masyarakat, sedangkan sosiologi hukum
memilih pendekatan dari masyarakat ke hukum.
8
Perbedaan yang mencolok antara kedua hal tersebut adalah bahwa sosiologi
hukum berusaha menciptakan suatu ilmu mengenai kehidupan sosialse bagai suatu
keseluruhan dan pembahasannya meliputi bagian terbesar dari sosiologi (secara
umum) dan ilmu politik. Titik berat penyelidikan sosiologi hukum terletak pada
masyarakat dan hukum sebagai suatu manifestasi semata, sedangkan sociological
Jurisprudence, ( seperti yang dikemukakan pound) menitik beratkan pada hukum dan
memandang masyarakat dalam hubungannya dengan hukum.
Eugen Ehrlich (1862-1922)
Hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang efektif
apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Teorinya adalah bahwa titik pusat perkembangan hukum
tidak terletak pada undang-undang, putusan hakim atau ilmu hukum,
tetapi pada masyarakat itu sendiri dengan demikian sumber dan bentuk
hukum yang utama adalah kebiasaan.
Menurut Friedman, Ehrlich pada akhirnya justru melakukan
posisi kebiasaan sebagai sumber dan bentuk hukum pada masyarakat
modern. Menurutnya hukum tunduk pada kekuatan-kekuatan sosial
tertentu. Hukum sendiri tidakakan mungkin efektif oleh karena
ketertiban dalam masyarakat didasarkan pada pengakuan sosial
terhadap hukum dan bukan karena penerapannya secara resmi oleh
negara baginya tertib sosial didasarkan pada fakta diterimanya hukum
yang didasarkan pada aturan dan norma sosial yang tercermin dalam
sistem hukum. Secara konsekuen Ehrlich beranggapan bahwa mereka
yang berperan sebagai pihak yang mengembangkan sistem hukum
harus mempunyai hubungan yang erat dengan nilai-nilai yang dianut
dalam masyarakat bersangkutan. Pendapat Erhlich mirip dengan Von
Savigny. Hanya saja Ehrlich, lebih senang menggunakan istilah
kenyataan sosial dari pada istilah volksgeisyse bagaimana yang
digunakan Savigny.
9
E. REALISME HUKUM
Realisme hukum berkembang dalam waktu yang bersamaan dengan
sociological Jurisprudence. Ada penulis yang memasukkan aliran ini sebagai bagian
dari positivisme hukum tetapi ada yang memasukkannya sebagai bagian dari
Neopositivisme atau bahkan sebagai aliran tersendiri.
Menurut Huijbers pragmatisme ini memang merupakan suatu sistem filsafat
akan tetapi lebih lebih Suatu sikap. Sikap pragmatis ini cukup umum di Amerika dan
dianggap sebagai realistis. Oleh karena itu mazhab hukum yang muncul di Amerika
berdasarkan prinsip-prinsip yang disebut tadi diberi nama mazhab realisme hukum.
Juga di Skandinavia muncullah suatu mazhab realisme hukum, tetapi mazhab ini
mencari kebenaran suatu pengertian dalam situasi tertentu dengan menggunakan ilmu
psikologi.
Dalam pandangan penganut realisme atau para realis hukum adalah hasil dari
kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol sosial. Karena itu, program ilmu hukum
realis hampir tidak terbatas. Kepribadian manusia, lingkungan sosial, keadaan
ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi yang umum,
semua ini adalah pembentuk hukum dan hasil hukum dalam kehidupan. Menurut
Llewellyn bahwa Hal yang pokok dalam ilmu hukum realis adalah gerakan dalam
pemikiran dan kerja tentang hukum.
Realisme sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu
realisme Amerika dan realisme Skandinavia. Sekolah gerakan realisme Skandinavia
lebih luas dari pada realisme Amerika Karena pusat perhatiannya bukanlah para
fungsionaris hukum (khususnya Hakim) tetapi justru orang-orang yang berada di
bawah hukum. Realisme Skandinavia ini banyak menggunakan dalil-dalil psikologi
dalam menjelaskan pandangannya. Menurut Friedman persamaan realisme
Skandinavia dengan realisme Amerika adalah semata-mata. Realisme Amerika adalah
hasil dari pendekatan pragmatis yang paling sopan pada lembaga-lembaga sosial.
Sebaliknya realisme Skandinavia adalah semata-mata kritik falsafiah atas dasar-dasar
metafisis dari hukum. Dengan menolak pendekatan bahasa yang sederhana dari para
realisme Amerika, realisme Skandinavia jelas bercorak kontinental dalam
pembahasan yang kritis dan sering sangat abstrak tentang prinsip-prinsip yang
pertama.
10
1. Realisme Amerika
Pendekatan pragmatis tidak percaya pada bekerjanya hukum menurut
ketentuan-ketentuan hukum di atas kertas. Hukum bekerja mengikuti
peristiwa-peristiwa konkret yang muncul. Oleh karena itu, dalil-dalil hukum
yang universal harus diganti dengan logika yang fleksibel dan eksperimental
sifatnya. Hukum pun tidak mungkin bekerja menurut disiplinnya sendiri. Perlu
ada pendekatan yang interdisipliner dengan memanfaatkan ilmu-ilmu seperti
ekonomi Sosiologi, Psikologi dan Kriminologi. Dengan penyelidikan terhadap
faktor-faktor sosial berdasarkan pendekatan tersebut dapat disingkronkan
antara apa yang dikehendaki hukum dan fakta-fakta (realita) kehidupan sosial.
Semua ini diarahkan agar hukum dapat bekerja secara lebih efektif.
Sumber hukum utama aliran ini adalah putusan hakim. Seperti
diungkapkan oleh John Chipman Gray : all the law is njudge-made-law,
semua yang dimaksud dengan hukum adalah putusan hakim. Hadis sebagai
penemu hukum dari pada pembuat hukum yang mengadakan peraturan
perundang-undangan.
11
menyatakan bahwa di samping logika sebgai faktor yang penting
dalam pembentukan perundang-undnagan, unsur
kepribadian,prasangka, dan faktor- faktor lain yang tidak logis
memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan hukum. Untuk
membuktikan pandangannya, gray mengemukakan contoh dari sejarah
hukum di inggris dan amerika yange menunjukkan bagaimana faktor –
faktor politik,ekonomi dan sifat – sifat pribadi yang lain dari hakim –
hakim tertentu telah menyelesaikan soal – soal yang penting untuk
jutaan orang selama ratusan tahun (friedmann, 1990:188).
Karangan gray yang penting disinggung disini berjudul “the
nature and sources of the law”
12
prinsip umumnya ditetapkan sebelumnya harus dilepaskan untuk
logika yang lebih eksperimental dan luwes.
2. Realisme Skandinavia
Tokoh-tokoh utama Realisme Skandinavia antara lain:
Axel Hagerstorm
Hagerstorm seorang sarjana Swedia menyelidiki asas-asas
hukum yang berlaku pada zaman Romawi. Iya melihat bahwa warga
Romawi mentaati hukum secarai rasional berdasarkan bayangan yang
bersifat magis atau ketakutan pada tahyul menurutnya adalah khayalan
belaka. Hagerstorm menyatakan bahwa hukum seharusnya diselidiki
dengan bertitik tolak pada data empiris yang dapat ditemukan dalam
perasaan psikologis.
Karl Olivecrona
Olivecrona seorang ahli hukum Swedia menyamakan hukum
dengan perintah-perintah yang bebas. Menurutnya adalah keliru untuk
menganggap hukum sebagai perintah dari seorang manusia, ia menolak
untuk mengidentikkan pemberi perintah dari hukum itu dengan negara
atau rakyat. Di sini tampak bahwa Olivecrona menyangkal keberadaan
hukum normatif itu suatu ketentuan hukum selalu mempunyai dua
unsur yaitu gagasan untuk berbuat dan beberapa simbol imperatif.
Ketentuan undang-undang itu sendiri hanyalah kata-kata Diatas Kertas.
Alf Ross
Ross (seorang ahli hukum Denmark) berpendapat bahwa
hukum adalah suatu realitas sosial. Perkembangan hukum, menurut
Ross, melewati 4 Tahapan. Pertama hukum adalah suatu sistem
paksaan yang aktual. Kedua, hukum adalah suatu cara berlaku sesuai
dengan kecenderungan dan keinginan anggota komunitas. Ketiga,
hukum adalah sesuatu yang berlaku dan mewajibkan dalam arti yuridis
yang benar. Keempat, supaya hukum berlaku, harus ada kompetensi
pada orang-orang yang membentuknya.
13
Menurut Huijbers (1988: 186-187) walaupun dalam teori Ross
berpendapat unsur-unsur yang menerangkan timbulnya peraturan-
peraturan hukum tertentu, Namun pada umumnya ajarannya kurang
memuaskan. Ross mau menerima norma hukum akan tetapi norma-
norma itu ditafsirkannya sebagai gejala psikologis belaka.
Julius Stone
Julius Stone memandang hukum sebgai suatu kenyataan sosial.
Makna dari kenyataan sosial ini dapat ditangkap melalui penyelidikan
14
logis analitis, sebagaimana telah dipraktikan dalam mazhab hukum
Austin dan kawan-kawan.
Stone, mengembangkan metode penyelidikan hukum tersendiri,
yang bersifat interdisipliner, dengan memanfaatkan hasil penelitian
dalam logika, sejarah psikologi, dan sosiologi. Tujuan penggunaan
tersebut untuk praktis belaka agar memudahkan orang mempelajari
atau menyelidiki hukum.
Stone berpendapat bahwa hukum harus dibedakan dari moral.
Hukum adalah semua aturan, baik yang mengandung aspek moral
maupun tidak.
Buku karya Stone yang terpenting berjudul The Province and
Function of Law, yang kemudian dikembangkan dalam tiga jilid,
masing-masing berjudul : (1) Legal System and Lawyer’s Reasonings,
(2) Human Law and Human Justice, dan (3) Social Dimensions of Law
and Justice.
F. FREIRECHTSLEHRE
Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas) merupakan penentang paling keras
Positivisme Hukum. Aliran Hukum bebas berpendapat bahwa hakim mempunyai
tugas menciptakan hukum. penemu hukum yang bebas tugasnya bukanlah
menerapkan undang-undang, tetapi menciptakan penyelesaian yang tepat untuk
peristiwa konkret, sehingga peristiwa-peristiwa berikutnya dapat dipecahkan menurut
norma yang telah diciptakan oleh Hakim.
15
Friedmann (1990a: 148) menyebutkan sejumlah eksponen utama
Freirechtslehre, yaitu Ehrlich (1862-1922), Stampe, Ernst Fuchs (1859-1929), dan
Herman Isay.
16