Anda di halaman 1dari 4

A.

Teori Masuknya Agama Hindu-Buddha ke Nusantara


1. Teori Ksatria

Merujuk ebook berjudul Masuknya Hindu Budha ke Indonesia karya Johan Ari Makmur, salah
satu teori yang terkenal adalah Teori Ksatria. Teori ini dipelopori oleh C.C. Beig dan Ir. Hoens.

Keduanya berpendapat bahwa pembawa dan penyebar kebudayaan Hindu ke Indonesia adalah
golongan Ksatria atau bangsawan. Pendapat ini didasarkan pada sifat petualangan yang dimiliki oleh
para Ksatria. Terjadinya perang saudara di India membuat para Ksatria terpaksa melarikan diri ke
Indonesia. Kemudian mereka mendirikan kerajaan yang berkebudayaan Hindu untuk pertama
kalinya di Nusantara.

2. Teori Waisya

Teori Waisya menyatakan bahwa golongan Waisya yang punya peran besar dalam menyebarkan
agama dan kebudayaan Hindu Buddha. Hal itu diutarakan oleh Prof. Dr. N.J. Krom. Ia berpendapat
golongan yang terdiri dari pedagang, petani, dan pemilik tanah tersebut sudah mengenal agama
Hindu Buddha. Selain berdagang, kedatangan golongan Waisya juga memperkenalkan agama dan
kebudayaan Hindu Buddha kepada masyarakat Indonesia. Golongan ini diyakini hanya tinggal
sementara waktu, tetapi ada juga yang menetap lalu menikah dengan penduduk di Nusantara.

3. Teori Brahmana

J.C. van Leur berpendapat bahwa agama Hindu dibawa oleh kaum Brahmana yang berhak
mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan mereka diduga atas undangan para
penguasa lokal yang tertarik dengan agama Hindu. Sebelum kembali ke India, kaum Brahmana kerap
meninggalkan kitab Weda sebagai hadiah bagi raja di Nusantara. Namun, teori ini memiliki
kelemahan. Pertama, raja-raja Indonesia tidak mungkin dapat mengerti isi kitab Weda tanpa
dibimbing oleh kaum Brahmana. Kedua, menurut ajaran Hindu Kuno, seorang Brahmana dilarang
menyeberangi lautan, apalagi meninggalkan tanah airnya.

4. Teori Sudra

Teori Sudra dikemukakan oleh Van van Faber. Menurut teori ini masuknya agama Hindu Buddha
ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Sudra. Menurut Faber, golongan berkasta
Sudra atau pekerja kasar dari India menginginkan kehidupan lebih baik dengan pergi ke daerah lain,
salah satunya Indonesia.

Selain itu, kaum Sudra keluar dari India dan datang ke Indonesia karena ingin mendapatkan
kedudukan dan lebih dihargai. Namun teori yang satu ini menimbulkan kontroversi sebab kaum
Sudra terdiri atas kelompok dengan derajat terendah sehingga tidak layak menyebarkan agama
Hindu.

5. Teori Arus Balik

Teori Arus Balik dicetuskan oleh F.D.K. Bosch untuk menyanggah teori Waisya dan Ksatria.
Menurut Bosch, masyarakat Indonesia memiliki peranan dalam penyebaran dan pengembangan
agama Hindu dan Buddha. Interaksi masyarakat Indonesia dengan orang-orang India membuat
mereka belajar agama Hindu Buddha di tempat yang disebut Sangga.
Setelah belajar bahasa Sanskerta, kitab suci sastra, dan budaya tulis, penduduk Indonesia
kemudian mendalami agama Hindu Buddha di India. Lalu mereka kembali ke Nusantara untuk
mengembangkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha kepada masyarakat Indonesia.

Teori ini didukung dengan prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Raya Balaputradewa dari
Sriwijaya meminta raja India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat belajar bagi para
tokoh Sriwijaya. Adapun kerajaan yang menerima corak budaya India adalah Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Mataram Kuno, Majapahit, dan kerajaan-kerajaan di Bali.

B. Teori Masuknya Agama Islam ke Nusantara


1. Teori Gujarat

Teori Gujarat dikemukakan oleh seorang ilmuwan Belanda bernama J. Pijnapel dan didukung
oleh Christiaan Snouck Hurgronje. Teori Gujarat beranggapan bahwa agama Islam dan
kebudayaannya dibawa oleh para pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat
Malaka. Teori ini juga menjelaskan bahwa Islam secara masif berkembang di Nusantara sekitar abad
ke-13 Masehi, melalui kontak para pedagang dan kerajaan Samudera Pasai yang menguasai selat
Malaka pada saat itu.

Teori ini diyakini oleh S. Hurgronje karena adanya hubungan perdagangan yang cukup erat
antara Indonesia dan India. Teori Gujarat juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera
Pasai, Malik As-Saleh pada tahun 1297, makam Maulana Malik Ibrahim yang keduanya bercorak
Gujarat, serta tulisan Marco Polo.

Namun, terdapat kelemahan Teori Gujarat. Teori ini ditentang oleh G.E. Morison, seorang
jurnalis asal Australia. Ia mengatakan bahwa, belum tentu Islam didatangkan dari Gujarat, hanya
karena memiliki penemuan corak batu nisan yang mirip dengan yang ada di Gujarat. Selain itu, pada
awal abad ke-12 Masehi, masyarakat Gujarat masih menganut agama Hindu.

2. Teori Persia

Teori masuknya Islam ke Nusantara berikutnya adalah Teori Persia. Teori Persia didukung
oleh Hoesein Djadjadiningrat dan Umar Amir Husen. Mereka berpendapat bahwa Islam masuk ke
Nusantara melalui para pedagang yang berasal dari Persia, bukan dari Gujarat. Persia adalah sebuah
kerajaan yang saat ini kemungkinan besar berada di Iran. Teori ini tercetus karena pada awal
masuknya Islam ke Nusantara di abad ke-13, ajaran yang marak saat itu adalah ajaran Syiah yang
berasal dari Persia. Selain itu, terdapat beberapa kesamaan budaya dan tradisi di Indonesia dengan
yang ada di Persia.

Teori Persia juga didukung oleh bukti-bukti lain, seperti penggunaan gelar ‘syah’ pada raja-
raja Islam di Nusantara, beberapa kosakata serapan Bahasa Persia ke Bahasa Indonesia, persamaan
mazhab yang dianut, dan kesamaan ajaran sufi oleh Syekh Siti Jenar. Namun, Teori Persia juga
memiliki kelemahan. Menurut beberapa tokoh, pada abad ke-7 Masehi, Persia belum memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam dunia Islam.
3. Teori Cina

Menurut Teori Cina, Islam berkembang di Nusantara berasal dari para perantau Tiongkok.
Masyarakat Tiongkok sebenarnya sudah memiliki hubungan erat dengan masyarakat Indonesia, jauh
sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Tiongkok telah berbaur dengan
penduduk Indonesia melalui perdagangan. Agama Islam sendiri berkembang di Cina pada masa
Dinasti Tang (618-905 M). Menurut Sumanto Al-Qurtuby, pada masa Dinasti Tang, di daerah Kanton,
Zhang-Zhao, Quanzhou, dan pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman
muslim.

Teori Cina dikuatkan dengan adanya beberapa bukti, di antaranya Raden Patah (Raja Demak)
yang merupakan keturunan Tiongkok, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah Cina, masjid-
masjid yang memiliki arsitektur Tiongkok, dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang Tiongkok
lah yang pertama menduduki pelabuhan-pelabuhan di Nusantara. Akan tetapi, kelemahan Teori Cina
adalah teori ini tidak menjelaskan awal masuknya agama Islam di Indonesia. Teori ini lebih
menjelaskan peranan Cina dalam kedatangan Islam ke Indonesia.

4. Teori Arab

Teori masuknya Islam ke Nusantara berikutnya adalah Teori Arab. Teori Arab didukung oleh
beberapa tokoh, seperti Buya Hamka dan van Leur. Dalam Teori Arab, dijelaskan bahwa Islam masuk
ke Nusantara pada abad ke-7. Ajaran Islam dibawa langsung oleh para musafir dari Arab yang
memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia.

Teori Arab diperkuat dengan adanya sebuah perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara
yang dikenal dengan nama Bandar Khalifah. Selain itu, di Samudera Pasai, mazhab yang terkenal
adalah mazhab Syafi’i. Mazhab ini juga terkenal di Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian, bukti lain
Teori Arab adalah digunakannya gelar Al-Malik pada raja-raja Samudera Pasai, seperti budaya Islam
di Mesir. Namun, Teori Arab memiliki kelemahan. Teori ini dianggap kurang memiliki sumber tertulis
yang menjelaskan peranan bangsa Arab terhadap proses penyebaran ajaran Islam di Indonesia.

C. Nama walisongo dan daerah dakwahnya

No. Walisongo Nama Asli Daerah Dakwah


1. Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim Gresik, Jatim
2. Sunan Ampel Raden Rahmatullah Ampeldenta, Surabaya
3. Sunan Giri Muhammad ‘Ainul Yaqin Gresik, Jatim
4. Sunan Bonang Maulana Makdum Ibrahim Bawean, Madura
5. Sunan Drajat Raden Qasim Lamongan
6. Sunan Kalijaga Raden Mas Syahid Cirebon
7. Sunan Muria Raden Said Kudus
8. Sunan Kudus Ja’far Shadiq Kudus
9. Sunan Gunung Djati Syarif Hidayatullah Cirebon
A. Ciri-ciri Folklor
Ciri-ciri cerita rakyat, dimaksudkan untuk mengetahui cerita rakyat dengan
kebudayaan lainnya. Cerita rakyat memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Ciri-ciri tersebut menurut
James Danandjaja (seorang ahli cerita rakyat).

 Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur
kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
 Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk
standar.
 Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya
secara lisan sehingga cerita rakyat mudah mengalami perubahan. Akan tetapi,
bentuk dasarnya tetap bertahan.
 Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
 Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya, misalnya menurut
sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya
dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
 Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna
sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan
terpendam.
 Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika
umum. Ciri ini terutama berlaku bagi cerita rakyat lisan dan sebagian lisan.
 Menjadi milik bersama dari masyarakat tertentu.
 Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga sering kali kelihatannya kasar atau
terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak cerita rakyat merupakan cerminan emosi
manusia yang jujur.
B.

Anda mungkin juga menyukai