Anda di halaman 1dari 14

SENI PERHIASAN DALAM KEBUDAYAAN MATARAM KUNO SEBAGAI SUMBER

PEMBELAJARAN SEJARAH (STUDI IKONOGRAFI RELIEF CANDI BOROBUDUR)

Oleh: Ari Irawan*, Muhamad Idris**


*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas PGRI Palembang
**Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas PGRI Palembang

ABSTRAK

Candi Borobudur menyimpan nilai sejarah yang tinggi relief perhiasan pada dindingnya. Belum semua
data dan informasi sejarah tersebut dapat dimanfaatkan pada pembelajaran sejarah di sekolah.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah nilai sejarah apakah dari pakaian pada kebudayaan Mataram
kuno yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah?.Tujuan penelitian mengetahui
relief seni perhiasan dalam kebudayaan Mataram kuno studi ikonografi relief candi Borobudur. Metode
dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu menggunakan cara mengumpulkan sumber-sumber
secara sistematis dan menggunakan sumber data secara mendalam. Minimal ada tiga hal yang
digambarkan dalam penelitian kualitatif, yaitu karakteristik pelaku, kegiatan, atau kejadian-kejadian yang
terjadi selama penelitian, dan keadaan lingkungan atau karakteristik tempat penelitian berlangsung.
Teknik pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian: masyarakat
Mataram kuno menggunakan perhiasan sesuai dengan status sosial mereka di dalam masyarakat,
ditemukan 7 jenis perhiasan yang diabadikan pada relief candi Borobudur.

Kata Kunci: Seni Perhiasan, Kebudayaan Mataram Kuno, Sumber Pembelajaran Sejarah.

A. PENDAHULUAN pada bahasa Bali: Beduhur, yang berarti di


Candi Borobudur terletak di Pulau atas. Nama Borobudur kira-kira berarti
Jawa, dengan pusat yang menjulang ke asrama atau bihara (kelompok candi) yang
angkasa dikelilingi bukit Menoreh yang terletak di atas bukit. Dihalaman sebelah
membujur dari arah Timur ke Barat dan Barat Laut Borobudur sewaktu diadakan
gunug-gunung berapi. Merapi dan Merbabu penggalian ditemukan sisa-sisa bekas
disebelah Timur, Sumbing dan Sindoro di sebuah bangunan, yang mungkin sekali
sebelah Barat, dengan pemandangan yang bangunan bihara. Borobudur jelas
hijau indah membentang sejauh mata merupakan bangunan suci agama Budha.
memandang. Kesemuanya itu Di India, bangunan yang berhubungan
menimbulkan suasana tenang, aman, dan dengan nama Budha disebut stupa. Stupa
tenteram. Borobudur termasuk ke dalam ialah bangunan berbentuk kubah, berdiri di
wilayah kabupaten Magelang eks atas sebuah lapik dan diberi payung di
Karesidenan Kedu, Jawa Tengah. Dari atasnya (Soetarno, 2003: 73-74).
Yogyakarta, jaraknya 41 km kearah Utara Penamaan candi Borobudur masih
melalui jalan raya menuju Magelang. menjadi pertanyaan. Kata Borobudur yang
Tempat candi itu dapat ditempuh dengan dipakai untuk penyebutan bangunan.
mudah dan sarana perhubungannya sudah Berdasarkan penjelasan masyarakat yang
baik. Arti Borobudur sampai sekarang bertempat tinggal disekitar candi Borobudur
belum diketahui secara jelas. Namun, menceritakan bahwa pada zaman dahulu
nama Borobudur berasal dari bangunan disekitar candi Borobudur tumbuh dengan
kata-kata Bara dan Budur. Bara berasal subur pohon budur, yang diartikan sebagai
dari kata Sansekerta Vihara, yang berarti pohon bodhi atau pohon kehidupan.
kompleks candi dan bihara atau asrama.
Sedangkan kata Budur mengingatkan kita

11
Bagi masyarakat desa, khususnya Borobudur melambangkan kosmos, relief
disekitar candi Borobudur, istilah yang dan hiasan mewujudkan apa yang ada di
lazim dipakai adalah budur untuk dalam semesta ini. Relief dan hiasan yang
penamaan bangunan suci tersebut. J.L. ada pada candi Borobudur
Moens dalam artikelnya yang berjudul menggambarkan kehidupan masyarakat
Borobudur Mendut en Pawon en hun sehari-hari, sehingga unsur-unsur khas
onderlinge samen I-II mengartikan istilah Indonesia sangat menonjol seperti adanya
budur dengan kota Budha. Lain lagi relief perahu bercadik, rumah panggung,
pendapat Poerbatjaraka, seorang putra bertani, peperangan, pertunjukan kesenian,
bangsa Indonesia yang ahli dalam bahasa mencari ikan, fauna dan flora (Prasetyo,
Jawa Kuno. Ia mengatakan bahwa 1993:28).
Borobudur berasal dari kata biara (tempat
suci atau kuil) dan bidur yang berarti B. METODE PENELITIAN
tempat tinggi. Maka arti kedua kata Metode penelitian deskriptif kualitatif
tersebut menjadi kuil yang berada ditempat menggunakan cara mengumpulkan
yang tinggi (Prasetyo, 1993:14-15). sumber-sumber secara sistematis dan
Dalam khazanah sejarah budaya menggunakan sumber data secara
bangsa Indonesia, candi Borobudur mendalam. Penelitian deskriptif kualitatif
merupakan salah satu bukti penguasaan diuraikan dengan kata-kata menurut
ilmu pengetahuan dan teknologi yang responden, apa adanya sesuai dengan
sangat canggih. Bangunan besar, kokoh pertanyaan penelitiannya, kemudian
dan megah dari abad ke-8 Masehi dengan dianalisis dengan kata-kata apa yang
gaya arsitektur yang sangat rumit dan melatarbelakangi responden berperilaku
menakjubkan itu menjadi primadona pada (berpikir, berperasaan, dan bertindak)
zamannya, sekaligus sebagai tanda seperti itu tidak seperti lainnya, direduksi,
kejayaan dan kemakmuran masyarakat ditriangulasi, disimpulkan (diberi makna
Jawa kuno pada masa itu. Dari data oleh peneliti), dan diverifikasi
prasasti, candi-candi dan tinggalan (dikonsultasikan kembali kepada
arkeologi lainnya diperoleh berita bahwa responden dan teman sejawat). Minimal
pada pertengahan abad ke-7 Masehi ada tiga hal yang digambarkan dalam
sampai pertengahan abad ke-10 Masehi, penelitian kualitatif, yaitu karakteristik
wilayah Jawa Tengah dibawah kekuasaan pelaku, kegiatan, atau kejadian-kejadian
dua dinasti, yaitu dinasti Syailendra dan yang terjadi selama penelitian, dan
dinasti Sanjaya. Kedua dinasti tersebut keadaan lingkungan atau karakteristik
membangun berpuluh-puluh candi di tempat penelitian berlangsung (Akbar,
wilayah Jawa Tengah, antara lain. candi 2014:130).
Dieng, candi Gedong Songo, candi Metode penelitian merupakan cara
Borobudur, candi Prambanan, candi Sewu, yang digunakan oleh peneliti dalam
candi Plaosan, candi Kalasan, dan kraton mengumpulkan data penelitiannya. Seperti
Ratubaka. Selain itu, mereka juga sudah dijelaskan, variasi dimaksud yaitu:
mengeluarkan beberapa prasasti sebagai angket, wawancara, pengamatan atau
tanda peresmian Sima (daerah perdikan), observasi, tes, dokumentasi (Arikunto,
bangunan suci dan silsilah raja (Prasetyo, 2013:203).
1993:19).
Sebagaimana lazimnya pada
bangunan-bangunan candi lainnya, relief
maupun hiasan-hiasan yang dipahatkan
pada masing-masing tingkat candi

12
C. HASIL DAN PEMBAHASAN perpindahan pusat kerajaan Jawa ke
Gambaran Umum Latar Penelitian wilayah Jawa bagian timur, praktis candi
Candi Borobudur Borobudur menjadi media tumbuh
Menurut Soekmono dalam Noerhadi suburnya berbagai jenis ilalang, rumput,
(2012:1) diantara candi-candi di Jawa yang dan semak belukar. Pohon-pohon kecil
menarik perhatian ialah candi Borobudur, tumbuh subur, menjadikan candi Borobudur
tidak hanya tampak dari susunan seperti gundukan batu yang tertutup
bangunannya akan tetapi juga disebabkan belukar (Raffles, 2015: VIII-IX).
banyaknya pahatan-pahatan reliefnya yang Sebelum masuknya pengaruh Hindu-
mengisi seluruh permukaan dindingnya dan Budha, masyarakat Indonesia telah
pagar langkannya. Pulau Jawa kaya akan mengenal budaya punden berundak yang
peninnggalan-peninggalan purbakala, sering dihubungkan dengan kepercayaan
diantaranya ialah bangunan-bangunan animisme dan dinamisme atau pemujaan
purbakala yang biasanya disebut candi. terhadap leluhur. Candi Borobudur dan
Candi-candi ini tersebar di Jawa Tengah bangunan diakhir masa Majapahit (candi-
dan Jawa Timur, dinding-dinding candi ini candi di lereng gunung Penanggungan,
dihiasi dengan relief, hiasan ini bukan Arjuna, dan Lawu) dibangun dengan
penghias atau pengisi bidang, tetapi mengambil bentuk punden berundak-undak
melukiskan suatu cerita. Banyak dari dari meskipun kedua kerajaan tersebut
candi-candi di Jawa memiliki relief, bercorak Hindu dan Budha. Gejala ini
misalnya candi Loro Jonggrang menunjukan ada akulturasi didalam
menggambarkan relief cerita Ramayana perubahan budaya, pengaruh Hindu-Budha
yang terdapat pada langkan candi Ciwa jelas telah menyentuh lapisan elite istana
dan diteruskan pada langkan candi dibandingkan lapisaan masyarakat
Brahma, juga terdapat cerita Krsnayana bawahannya sehingga memungkinkan
pada langkan wisnu. Pada candi Jago kita kepercayaan kuno masih dianut sebagian
temukan juga relief-relief cerita krsnayana, besar penduduknya. Hasil kebudayaan
Parthayajna dan Kunjarakarna. Pada relief Hindu-Budha yang paling menonjol dan
candi induk di Panataran dijumpai relief menjadi ciri khas budaya periode tersebut
Ramayana dan Krsnayana, dan masih adalah bangunan candi yang megah dan
banyak candi-candi di Jawa yang indah sebagai hasil karya arsitektural yang
mempunyai relief cerita (Noerhadi, 2012:1). monumental. Candi merupakan istilah yang
Sejak dibangun pada abad ke-8 digunakan untuk menyebut semua
Maasehi (antara 750 dan 850 Masehi), bangunan peninggalan di Indonesia yang
sejarah candi Borobudur timbul-tenggelam. dipengaruhi oleh arsitektur Hindu-Budha.
Kemegahan candi Budha di Jawa Tengah Istilah candi dikaitkan dengan istilah
ini tidak berlangsung lama. Seiring dengan candika yaitu salah satu nama dewi Durga
merosotnya agama Budha Mahayana di atau dewi kematian, sehingga candi sering
tanah Jawa, candi Borobudur dilupakan dikaitkan kematian, makam atau sebagai
begitu saja. Setelah dinasti Syailendra tempat untuk memuliakan raja yang
runtuh, candi Borobudur ikut tenggelam. meninggal. Terkait dengan fungsinya
Selama berabad-abad, candi raksasa yang sebagai pemakaman, sebenarnya yang
dibangun oleh raja dari dinasti Syailendra, disimpan hanyalah pripih, yaitu sebuah
raja Samaratungga sekitar tahun 824 wadah yang berisi antara lain zat-zat
Masehi dan baru diselesaikan pada masa ragawi dari si mati seperti potongan
putrinya, ratu Pramodhawardhani, yang rambut, kuku, dan lainnya. Pengertian
konon memakan waktu sekitar 50 tahun candi sebagai tempat pemakaman hanya
tertutup kegelapan. Seiring dengan berlaku bagi penganut agama Hindu.

13
Dalam agama Budha, candi merupakan bangunan yang indah ini luasnya sekitar
bangunan peribadatan, di Jawa candi-candi 620 persegi. Bagian eksterior berupa tanah
dikaitkan sebagai tempat suci untuk datar berbentuk segi empat sempurna. Jika
mengagungkan para penguasa melalui dilihat pada jarak tertentu, bentuk
kaitan mereka dengan dewata (Darini, sebenarnya bukan seperti yang
2013: 56-60). digambarkan, tetapi mempunyai pusat
Bangunan itu merupakan bangunan disetiap sisi, untuk luasnya diperkirakan
batu berbentuk segi empat, dengan dinding beberapa kaki, dan juga sebagai penutup
tujuh tingkat, yang tiap-tiap jaraknya sebagian besar tanah dengan bukit
semakin berkurang saat didaki hingga akhir berbentuk kerucut bentuk yang sama juga
bangunan yang bentuknya seperti kubah. terdapat di tiap-tiap teras, secara
Keseluruhan bangunan berbentuk kerucut, keseluruhan candi Borobudur merupakan
dengan bagian atas terpotong hingga bangunan yang kokoh, dan tingginya
bagian dinding, dan untuk melengkapinya sekitar 100 kaki, puncak menara 20 kaki,
diberi figur pada seluruh struktur bangunan. namun telah runtuh, hampir semua bagian
Dibagian tengah, bersandar pada bagian interior merupakan bukit itu sendiri (Raffles,
puncak bukit, merupakan suatu kubah yang 2015: 374-375).
belum diterangkan, dengan diameter Para ahli sejarah kuno dan arkeologi
kurang lebih 50 kaki, dan itu tinggal Indonesia telah sepakat bahwa para
reruntuhan dimana bagian atas telah pembangun candi tersebut adalah
runtuh, hanya tinggal 20 kaki tingginya. Syailendra wangsa dan kaum kerabatnya.
Pada bagian atasnya terdapat tiga menara Mereka rela bekerja keras dibantu oleh
dengan lingkaran berjumlah 22, tiap-tiap rakyatnya membangun monumen
bagian terdapat gambaran dan semua keagamaan megah demi untuk
dihubungkan dengan sebuah batu yang kepentingan peribadatan dan tanda
menutupi bukit yang menampakkan bentuk pengabdian yang mendalam kepada sang
atap, turun dari bagian atas kita akan Budha. Maka menjelmalah satu bangunan
melewati tiap sisi bangunan melalui tangga yang unik tiada duanya di dunia ini, yaitu
melewati lima buah pintu gerbang suatu bentuk perpaduan antara teras-teras
menawan, yang mempunyai lima buah bertingkat dan bermacam bentuk stupa
teras, mengelilinngi bukit pada tiap sisinya. dalam berbagai ukuran. Di puncak teras-
Dinding yang mendukung teras ini ditutupi teras tersebut terdapat mahkota stupa
dengan bagian dalam teras dan besar simbol dari keagungan agama Budha
membentuk sebuah sandaran di sisi lain. dan juga lambang pertemuan antara dunia
Pada bagian eksterior sandaran ini, pada manusia dan dunia dewa-dewa. Candi
jarak yang sama sebuah relung masing- Mendut dan candi Borobudur mempunyai
masing berisi sebuah figur telanjang duduk hubungan yang begitu dekat. Beberapa
bersila sangat menarik. Keseluruhan butir penghubung ketiga candi itu adalah;
jumlahnya tidak kurang dari 400. Bagian (1) ketiga candi tersebut terletak di suatu
atas tiang relung merupakan sebuah garis lurus; (2) ketiganya bernafaskan
menara kecil, ada yang terletak dibagian agama Budha Mahayana; (3) dihias
atas lain dari relung, ada yang terdapat di dengan bentuk komponen arsitektur dan
sisi relung. Desainnya teratur, arsitektural ornamen yang sama, misalnya
dan paham ornamennya sangat banyak. hirayagarbha, sulur daun, kalpataru, kalasa
Bas relief dihadirkan dengan sangat dan lain sebagainya; (4) tangga naik utama
beragam, mengambil kisah mitologi, yang candi Borobudur berada disisi timur, di arah
dikerjakan dengan penuh perasaan dan tersebut terdapat candi Pawon dan Mendut.
kemampuan. Keseluruhan area dari Jadi seakan-akan menghadap ke arah

14
kedatangan para peziarah masa silam dari penggambaran berlakunnya hukum karma
arah candi Mendut dan candi Pawon menurut kitab suci Mahakarmawibangga.
(Munandar, 2009:3). Dinding lorong pertama dihiasi dengan dua
Ajaran Budha Mahayana, terdapat baris relief yang tersusun masing-masing
dua konsep penting, yaitu Lakottara dan terdiri dari 120 pigura. Relief barisan atas
Laukika. Seseorang yang akan menjadi menceritakan riwayat hidup sang Budha
Budha harus melalui dua jalan di dunia menurut kitab suci Lalitavistara, sedangkan
dulu, dua jalan Laukika, yaitu deretan bawah berupa cerita-cerita Jataka
Sambharamarga dan Prayogamarga. yang menggambarkan kehidupan sang
Adapun Lokottara merupakan dunia di atas Budha dalam penjelmaan-penjelmaannya
dunia manusia , dunia dewa-dewa yang sebelum menjadi sang Budha, dan cerita-
terdiri dari 10 tingkat ke-Budhaan atau cerita Awadana. Pada langkan lorong
Dasabhoddhissatvabhumi. Lokottara pertama diteruskan dengan relief cerita
adalah dunia tujuan akhir dari para Jataka atau Awadana, sedangkan relief-
pemeluk Budha sebelum mencapai tingkat relief pada dindingnya menggambarkan
ke-budhaan yang tertinggi. Pada bangunan Sudhanakumara yang diambil dari kitab
candi, Sambharamarga disimbolkan pada suci Gandawyuha yang dibagi menjadi 128
candi Mendut, Prayogamarga pada candi pigura. Pada lorong ketiga dan keempat
Pawon dan Lokottara disimbolkan pada terdapat cerita yang merupakan lanjutan
candi Borobudur. Candi Borobudur terletak dari penggambaran Sudhanakumara dan
di permukaan bukit sebagai lambang “dunia relief cerita Bhadracari yang dipahatkan
atas” dan terdiri dari 10 tingkat lambang pada dinding candi dan pagar langkannya
dari Dasabhoddhisatvabhumi. Terdapat (Noerhadi, 2012: 2).
satu lagi candi yiatu candi Ngawen yang Letak
ternyata dari perspektif arkeologis keberadaan candi Borobudur
mempunyai beberapa persamaan dengan sebagai monumen peradaban Budha di
candi Mendut, candi Pawon dan candi Indonesia, Khususnya di Jawa Tengah,
Borobudur. Persamaan itu terlihat pada tidak dapat dipisahkan dari keunikan
komponen arsitekturnya dan juga pada aspek-aspek keberadaan keterampilan seni
ornamen yang diterakan pada candi bangunan atau patung, teknik, dan
Ngawen. Candi Ngawen secara hipotesis organisasi membangun, serta
mempunyai hubungan dengan ketiga candi keberadaanya bagi masyarakat saat itu.
Budha Mahayana Lainnya (Munandar, Borobudur sebagai monumen historis
2009:3). bukan karena semata-mata monumentalis
Relief-relief pada candi Borobudur bentuk dan bangunannya, tetapi juga
ada yang merupakan relief cerita dan relief kaitannya antara bangunan Borobudur
hiasan raja. Relief-relief yang dengan peradaban yang mendukungnya
menggambarkan cerita dibagi menurut (Wiryomartono, 1995: 67).
adegannya menjadi pigura-pigura yang Dari tahun 1811 sampai 1815 negara
semuanya berjumlah 1460 pigura, relief- Indonesia menjadi jajahan Inggris. Kepala
relief yang berupa hiasan dipahat ke dalam pemerintah jajahan adalah Sir Thomas
pigura-pigura yang masing-masing terpisah Stamfod Raffles, yang berkedudukan di
dan seluruhnya berjumlah 1212 pigura. Jakarta tetapi sering berkeliling pulau Jawa
Deretan pertama relief cerita itu terdapat karena minatnya yang luar biasa terhadap
pada dinding kaki candi yang tertutup. sejarah. Dalam tahun 1814 ia sedang
Relief-relief ini telah diabadikan dalam foto- berkunjung ke Semarang, ketika
foto, sehingga semua pigura-pigura yang diberitahukan kepadanya akan adanya
berjumlah 160 dapat diketahui sebagai sebuah candi di Desa Bumisegoro dekat

15
Magelang, yang belum ia kenal dan oleh Dari nama-nama tersebut tentunya dapat
masyarakat disebut Borobudur (Soekmono, diprediksi bagaimana keadaan sosial
1991: 12). masyarakat pada saat itu. Jabatan-jabatan
Pada tahun 1814 Thomas Stamford tersebut antara lain: rama magman atau
Raffles mendengar berita adanya rama mangagem kon (pejabat desa yang
penemuan benda purbakala di sekitar masih memegang perintah), tuha wanua
Magelang, Jawa Tengah. Raffles kemudian merupakan orang yang tertua di suatu
mengutus Cornelius untuk menyelidiki desa, dan karena itu dianggap sebagai
lokasi penemuan berupa bukit yang kepala desa. Hulu-air atau hulair,
dipenuhi semak belukar. Raffles merupakan pejabat yang mengurusi
memerintahkan agar “bukit ilalang” itu masalah pengairan di desa (di Jawa zaman
dibersihkan, sehingga tampaklah sebuah sekarang disebut sebagai ulu-ulu). Tuha
candi raksasa yang dipenuhi patung Budha alas, mengurusi hutan yang ada di dalam
Mahayana. Sejak itu, candi Borobudur wilayah desanya. Wariga, di Bali kata
banyak dikunjungi orang (Raffles, 2015: Wariga ini adalah semacam primbon untuk
IX). menentukan hari-hari baik, istilah ini
Posisi digunakan untuk pejabat yang bertugas
Di Desa Borobudur Provinsi Jawa menghitung hari-hari baik untuk suatu
Tengah, di dekat pertemuan sungai Elo dan pekerjaan di desa. Tuha wereh, semacam
sungai Progo, di atas sebuah bukit berdiri pemimpin para pemuda pemudi di desa.
candi Borobudur. Bangunan ini oleh Parujar, adalah semacam juru bicara,
beberapa orang diduga dibangun abad winekas yang berarti “pesan”, sehingga
keenam, sementara oleh beberapa yang tugasnya berhubungan dengan
lain menduga dibangun abad kesepuluh menyampaikan berita kepada penduduk
tahun Jawa. Dekat dengan bangunan atau desa tetangga. Hulu waras
menakjubkan ini ditemukan sebuah sosok berhubungan dengan persediaan beras
batu yang terputus anggota tubuhnya, yaitu atau padi di desa, dengan demikian pejabat
Brahma. Dan tidak begitu jauh, beberapa yang mengurusi pasar, matarman pejabat
yard dari pertemuan sungai Elo dan sungai yang mengurusi pertamanan, tuha baru
Progo, terdapat sisa-sisa dari beberapa ialah pejabat yang mengurusi perburuan
candi yang indah dan bentuknya menarik binatang di hutan. Tuha gusali ialah pejabat
dalam bentuk dan desain yang hampir yang mengurusi jembatan atau
sama dengan tetangganya, Prambanan. penyeberangan. Hulu turus atau mawatas
Pada relung dan dinding terdapat relief ialah pejabat yang mengurusi perbatasan
beberapa figur dengan perlengkapannya, antara desa yang satu dengan desa lain,
sesuai dengan kebiasaan para Brahma. atau mengurusi batas-batas tanah
Sebagian besar dari mereka memiliki penduduk (Suwardono, 2013: 111-112).
beberapa perlengkapan yang lengkap, dan Jumlah pejabat di suatu desa tidak
ini merupakan sesuatu yang luar biasa sama dengan desa yang lainnya, dilihat
mengingat di Borobudur terdapat gambaran dari kebutuhan pekerjaan yang ada. Dari
figur-figur ini (Raffles, 2015: 374-375). banyaknya jumlah pejabat-pejabat yang
mengurusi semua aspek pekerjaan di desa,
Hasil Penelitian dapatlah dibayangkan kondisi sosial
Klasifikasi Sosial Masyarakat Mataram masyarakat Mataram kuno saat itu,
Kuno interaksi sosial masyarakatnya sudah
Dalam masyarakat Mataram kuno cukup kompleks dan tertata. Dari segi
banyak dijumpai pejabat-pejabat ditingkat ekonomi dapat diketahui bahwa
watak (daerah) yang jumlahnya ratusan. masyarakat Mataram kuno pada waktu itu

16
sudah melakukan perdagangan individu pegawai-pegawai rendahannya (Noerhadi,
dan pasar. Dagangan mereka ada yang 2012: 50-51).
dipikul dan ada pula yang diangkut dengan
pedati, ada pula yang dibawa dengan Ragam Perhiasan Mataram Kuno
perahu. Dengan disebutkannya pedati Perhiasan Bangsawan
(magulungan atau magilingan) sebagai Berita-berita Cina yang menyebutkan
sarana transportasi perdagangan, dapat hubungan Cina dengan kerajaan-kerajaan
dibayangkan adanya perdagangan antar di Jawa disinggung pula mengenai pakaian
desa dan antar wilayah di luar desa. dan perhiasan raja. Raja dan para
Adanya beberapa istilah untuk menyebut bangsawan memakai bahan tipis dan
pedagang, yaitu abakul, adagang, dan berbunga (selendang) untuk menutupi
bangyaga. Istilah masamwyawahara bagian atas tubuh mereka. Memakai ikat
mungkin dipakai istilah pedagang dalam pinggang dari emas dan anting-anting
pengertian umum, dalam bahasa Jawa berbentuk cincin. Di dalam berita dinasti
sekarang ada istilah bakul sinambewara Sung dikatakan bahwa di Jawa raja
(Suwardono, 2013: 112). menggelung rambutnya, memakai
Di dalam kesusasteraan seperti kerincingan emas (Noerhadi, 2012: 6).
Nagarakertagama dan di dalam berbagai Ksatria di dalam lingkungan istana
prasasti banyak sekali disinggung tentang mereka terdiri dari raja dan permaisuri
pembagian golongan masyarakat ke dalam digambarkan dengan perhiasan-perhiasan
kasta-kasta (caturwarna), yaitu kasta seperti kalung, anting-anting, gelang, kelat-
Brahmana, kasta Ksatrya, kasta Waisya bahu, gelang tangan, gelang kaki. Yang
dan kasta Sudra. Mengenai pembagian terpenting bahwa mereka digambarkan
kasta di India tidak sesuai dengan memakai prabhamandala dan mahkota
kenyataan yang ada di Indonesia. Pigeud pada kepala mereka, juga menggunakan
membagi masyarakat Jawa kuno ke dalam upavita. Sedangkan ksatrya di luar ruangan
empat kelas yang terdiri dari kaum mereka digambarkan dengan perhiasan-
penguasa, kaum agama, orang biasa dan perhiasan seperti kalung, anting-anting,
budak. Dengan demikian masyarakat Jawa gelang, kelat-bahu. Bedanya mereka tidak
kuno terbagi menjadi tiga golongan utama, mengenakan gelang kaki dan mahkota,
yaitu golongan penguasa, golongan agama mereka hanya berupa susunan rambut
dan golongan rakyat biasa. Casparis yang tinggi (Noerhadi, 2012: 79).
berpendapat bahwa adanya pembagian Kain yang digunakan oleh kaum
kasta yang dikenal di Indonesia ini bangsawan dirumah adalah kain tenun
peraturannya tidak sekeras yang tedapat di yang agak baru, sedangkan untuk
India. Ia membagi masyarakat Jawa kuno bepergian, biasa digunakan kain yang
ke dalam tiga golongan: 1) Golongan masih baru, kain yang digunakan dalam
pertama, yang terbesar jumlahnya adalah upacara adat dan pesta-pesta lainnya,
penduduk desa dan seluruhnya. 2) biasanya terdiri dari bahan-bahan yang
Golongan kedua adalah sang prabu lebih mahal, terkadang kain yang dibeli
dengan segenap kaum keluarganya dan diluar daerah, perhiasannya pun demikian.
mereka yang langsung tergantung kepada Perhiasan dan perlengkapan yang
sang prabu, dengan mudah dapat kita digunakan oleh kaum bangsawan lebih
sebut golongan keraton. 3) Golongan mewah (Depdikbud, 1991: 18).
ketiga golongan agama, antara lain Perhiasan Agamawan
pedanda-pedanda di candi-candi, orang- Brahmana atau pendeta dalam
orang yang tinggal di wihara-wihara dan lingkunagan keraton digambarkan memakai
perhiasan seperti kalung, gelang, anting-

17
anting dan memakai hiasan kepala. Mereka niaga yang digemari pedagang dari Persia.
digambarkan dengan memakai upavita dan Ibukota dan lokasi istana Mataram adalah
ciri-ciri brahmana yaitu digambarkan Medang. Namun beberapa bukti telah
dengan memakai kumis dan janggut. hilang karena gempa bumi, letusan gunung
Sedangkan brahmana atau pendeta yang berapi, banjir, atau juga peperangan.
berada di desa atau petapaan mereka Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1007,
digambarkan sedang meminta-minta, tidak Mataram diperintah oleh raja
memakai perhiasan kalung, anting-anting Darmawangsa. Namun, tempat tinggalnya
dan gelang, berkumis dan berjanggut dibakar, keraton musnah dalam kobaran
(Noerhadi, 2012: 78). api. Raja Darmawangsa dan seluruh
Seorang agamawan merupakan keluarganya dibantai, kecuali pangeran
pemimpin spiritual atau religi dari setiap Erlangga. Menantu Darmawangsa berhasil
agama, semua aktifitas manusia yang meloloskan diri bersama beberapa abdinya,
bersangkutan dengan religi berdasarkan ia bersembunyi di hutan sekitar (Suyono,
atas getaran jiwa, yang biasanya disebut 2003: 2-3).
emosi keagamaan. Emosi keagamaan ini Perhiasan Rakyat Biasa
biasanya pernah dialami oleh setiap Laki-laki dari kalangan bawah biasa
manusia, walaupun getaran emosi itu menggunakan celana kain selutut, dengan
mungkin hanya berlangsung untuk bebrapa jarit atau kain yang melilit pinggang dan
detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. menjuntai melewati lutut, seperti gaun
Emosi keagamaan itulah yang membuat pendek. Kain ini selalu diikat dipinggang
seseorang terdorong untuk melakukan dengan sabuk saat bekerja di sawah atau
tindakan-tindakan bersifat religi bepergian, tapi biasanya dilepas saat
(Koentjaraningrat, 2009: 295). bertemu dengan orang yang lebih kuasa.
Perhiasan Pedagang Para wanitanya juga menggunakan kain
Waisya atau pedagang yang terdiri yang sama dan dililitkan hingga mata kaki.
dari pedagang dan buruh menengah dan Cara mengikatnya berbeda dengan laki-laki
pedagang yang kaya-raya, digambarkan dan tidak pernah diangkat ke atas seperti
dengan perhiasan-perhiasan seperti mereka. Pengikat kain dinamakan udat,
kalung, anting-anting, gelang, kelat-bahu sedangkan kain yang dililitkan mengelilingi
dan gelang kaki. Yang terpenting adalah tubuh menutupi dada sampai dekat dengan
bahwa mereka digambarkan memakai lengan disebut kemban, mereka memakai
mahkota kecil. Sedangkan waisya atau sejenis logam atau tanduk kerbau atau
pedagang di luar bangunan mereka kuningan sebagai anting-anting (Raffles,
digambarkan sederhana dengan perhiasan 2015: 54).
berupa anting-anting saja. Tanpa mahkota Perhiasan yang berupa kain yang
kecil pada kepala mereka (Noerhadi, 2012: dikenakan oleh golongan rakyat biasa
79). memiliki motif yang lebih sederhana
Terjadilah pergeseran lalu lintas dibandingkan dengan golongan
ekonomi, karena kerajaan Mataram bangsawan, perbedaan yang mendasar
memiliki armada dagang yang kuat, Pantai terdapat pada bahan dasarnya yaitu
Utara pulau Jawa pun mulai ramai benang yang digunakan pada proses
dikunjungi perahu pedagang dari Cina, menenun kain bagi kaum bangsawan tidak
mereka datang untuk membeli hasil bumi. dipintal sendiri sedangkan untuk rakyat
Perdagangan dalam negeri juga tak biasa diperoleh dengan cara memintal
ketinggalan marak, cengkeh dan biji pala sendiri (Depdikbud, 1991: 17).
didatangkan dari Maluku. Demikian juga
berass dan gading, serta aneka barang

18
Perhiasan Nelayan dan Pemburu orang yang sedang menjala ikan dengan
Suku bangsa di Indonesia yang hasil yang sangat banyak. Di candi lain
mempunyai mata pencariannya di bidang dipahat pula, orang yang sedang
kelautan (maritim) seperti Melayu, Dayak, memasang perangkap ikan dari bambu,
Bugis, dan Madura. Perkembangan dalam beberapa prasasti Jawa kuno
pengetahuan dan teknologi perahu sudah disebutkan juga istilah tambak, yang dalam
dikenal oleh masyarakat di Indonesia sejak konteks tertentu ditafsirkan sebagai tempat
ribuan tahun yang lalu dan terwujudkan pemeliharaan ikan. Dari beberapa data di
pada lukisan-lukisan prasejarah di gua-gua atas dapat dipastikan tradisi kehidupan
yang ditemukan para arkeolog. Selain dari nelayan terus berlangsung dan tetap
pengenalan teknologi pembuatan perahu, memegang peran penting dalam kehidupan
juga dijelaskan bagaimana masyarakat- masyarakat pada masa itu (Paeni, 2009:
masyarakat dengan tipe sosial budaya 131-132).
nelayan ini dapat memenuhi kebutuhan Kegiatan berburu atau biasa disebut
hidupnya atau pola mata pencarian yang dengan mencari lauk adalah suatu kegiatan
ada, dan bagaimana teknologinya untuk yang lazim dilakukan oleh para lelaki.
mencapai kebutuhan hidup mereka (Paeni, Biasanya binatang tujuan mereka
2009: 38). utamanya adalah babi hutan dan rusa,
Kemampuan teknologi pelayaran selain binatang-binatang lain yang ada
yang berkembang cukup pesat sejak dihutan, seperti ternuk (tapir), kijang, kancil,
zaman prasejarah membuat semakin kura-kura, dan labi-labi. Ada beberapa
tumbuhnya budaya bahari di Kepulauan binatang yang pantang mereka bunuh dan
Nusantara. Teknologi pelayaran itu tidak makan, seperti monyet, burung gading.
saja menunjang kehidupan sebagai Sebagian besar didasarkan atas anggapan
nelayan, tetapi juga pertukaran barang atau bahwa binatang tersebut seperti harimau
perdagangan antar pulau. Bahkan diduga adalah hewan peliharaan dewa atau
para pelaut-pedagang Austronesia telah bahkan merupakan perwujudan dewa.
memicu perdagangan jarak jauh antara Kegiatan berburu biasanya mereka lakukan
Cina-Asia Tenggara-India sejak 2.500 pada malam hari, dengan alat penerang
tahun lalu. Keberadaan benda-benda senter mereka mencari binatang
perunggu yang disebutkan sebagai hasil buruannya. Mereka juga menangkap
budaya Dongson yang ditemukan tersebar buruannya tanpa senjata yaitu dengan
dari Sumatera hingga Papua dibawa oleh menggunakan jebakan terbuat dari ranting-
para pelaut Austronesia sebagai barang ranting pohon dan tali akar atau tali rotan
bermartabat yang digemari oleh para yang kuat, biasanya jebakan dibuat
pemimpin adat atau pemuka kelompok- berdasarkan hewan apa yang akan
kelompok etnis di Nusantara karena dapat ditangkap. Kegiatan berburu lainnya adalah
meningkatkan status sosial mereka. Benda- mencari ikan dengan cara memancing,
benda ini ditukar dengan hasil-hasil alam di menangkap ikan dengan tangan, meracun
kepulauan Nusantara antara lain kayu ikan dengan akar tumbuhan. Kegiatan
wangi (cendana), bulu burung, cula badak, menangkap ikan ini adalah kegiatan yang
kamper, pala dan cengkeh. Pada masa dilakukan bersama-sama keluarga,
pengaruh Hindu-Budha, rupanya kehidupan biasanya dilakukan oleh para wanita, anak-
sebagai nelayan tetap saja menjadi pilihan anak pada saat pasca banjir (Paeni, 2009:
hidup yang cukup diminati. Pada relief-relief 107-108).
candi sering kali digambarkan cara Para pemburu hanya memakai dhoti
kehidupan seperti itu. Pada salah satu relief pendek. Rambut mereka diikat dengan
candi Borobudur banyak digambarkan pengikat kepala, atau dipakai celana

19
pendek dengan ikat pinggang dan kaki menggambarkan seorang raja dengan
mereka chappal. Pemburu-pemburu yang istrinya sedang menikmati tari dan musik.
lebih berada mengenakan sejenis mantel Relief-relief ini menggambarkan tentang
sebatas pinggang, celana panjang dan pakaian dan perhiasan seorang penari.
sepatu lars (Noerhadi, 2012: 62). Tarian ditarikan oleh seorang wanita yang
Berburu adalah suatu bentuk mata pakaiannya terdiri dari tutup kepala, kalung,
pencaharian yang mengandalkan teknologi kelat-bahu, kain dan sampur (Noerhadi,
menghadapi binatang buruan yang selalu 2012: 6).
bergerak sehingga diperlukan suatu Kesenian sebagai ekspresi hasrat
teknologi yang memiliki kemampuan untuk manusia akan keindahan untuk dinikmati,
mengikuti pergerakan binatang buruan. maka ada dua lapangan besar yaitu seni
Biasanya pada model pola kehidupan rupa, atau kesenian yang dinikmati
demikian, peralatan yang digunakan oleh langsung oleh mata manusia, seni suara
masyarakat tipe ini mengandalkan lontaran atau kesenian yang dinikmati oleh manusia
yang dapat memperpendek jangkauan dengan telinga, dalam seni rupa juga
antara pemburu dan binatang yang diburu terdapat seni patung, seni relief (termasuk
(Paeni, 2009: 56). seni ukir), seni lukis dan gamba, dan seni
Perhiasan Prajurit Atau Tentara rias. Seni musik ada yang vokal (menyanyi)
Tentara memakai kain terdiri dari dan ada juga yang instrumental (dengan
kain dhoti dengan lipatan-lipatan yang alat bunyi-bunyian), dan sastra yang lebih
dijahit di belakang sehingga tidak khusus terdiri dari prosa dan puisi
mengganggu gerak-geriknya. Mereka juga (Koentjaraningrat, 2009: 299).
memakai jas tangan panjang dan turban di Perhiasana Petani
kepala mereka. Sebagai pengganti mantel Pulau Jawa bagus untuk pertanian
dipakai sejenis blus pendek, hanya karena tanahnya sangat subur, para petani
memakai ikat pinggang dan ikat kepala tidak menanam hanya sebatas untuk
(Noerhadi, 2012: 62). memenuhi kebutuhan dasarnya, tetapi juga
Pakaian perang terdiri dari celana untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti
yang terkancing dari pinggang sampai mata membeli barang-barang kebutuhan yang
kaki, celana pendek sampai bawah lutut sedikit mewah. Bangsa Jawa adalah
yang terbuat dari kain halus atau sutra, bangsa petani, dan akhirnya membentuk
amben atau sabuk yang diikatkan struktur masyarakat yang khas. Petani
mengelilingi tubuh sebanyak 7-8 kali untuk mendapat uang dari tanamannya, prajurit
melindungi tubuh dari lengan sampai dari upahnya, pegawai dari gajinya, para
pinggang, yang terbuat dari sutra atau kain ulama dari sumbangan (zakat) dan
yang sangat bagus, dilengkapi dengan pemerintah dari hasil pajak. Kekayaan
rompi ketat tanpa kancing yang disebut suatu desa atau provinsi tergantung dari
dengan sangsang, diatasnya ada rompi luas dan suburnya tanahnya, sistem
dengan kancing yang dimulai dari leher pengairannya, serta jumlah kerbau yang
sampai perut atau kotan berkancing, dan dimiliki. Karena kondisi tanahnya yang
ditutupi dengan sikapan atau jaket panjang sangat subur dan hanya membutuhkan
menutupi seluruh tubuh. Tali pedang diikat sedikit usaha untuk menghasilkan hasil
dipinggang, dan pedang ditaruh disisi kiri panen yang melimpah, maka petani di
sabuk (Raffles, 2015: 58). Jawa tidak berusaha lebih keras untuk
Perhiasan Pemusik Atau Seniman meningkatkan tarap kehidupannya. Beras
Menurut Soedarsono dalam adalah makanan pokok bagi semua
Noerhadi (2012: 6) pada relief candi kalangan masyarakat di Jawa, dan
Borobudur kita temukan adegan yang merupakan tanaman yang paling banyak

20
dipelihara. Setiap harinya petani bisa daerah ini sekaligus membawa ciri-ciri
mendapatkan 4-5 kantung kati, satu seksual sekunder, misalnya lebarnya
kantung kati sama dengan satu pundak pada pria atau montoknya bahu
seperempat liter, jumlah yang cukup untuk dan payudara wanita. Pakaian atau
makan orang dewasa, tenaga wanita di perhiasan pada bagian ini memang
Jawa terhitung sama kuat dengan tenaga dimaksudkan kerapkali untuk meningkatkan
laki-laki, sehingga satu keluarga dapat daya tarik seksual pemakainya; (3)
memiliki 8-10 tenaga kerja (Raffles, 2015: Perhiasan pada pinggang, yang terpenting
70-71). dari perhiasan bagian pinggang adalah
Pada zaman dahulu kain yang menonjolkan bentuk pinggang yang
digunakan untuk melakukan pekerjaan ramping dengan tiga lipatan pada bagian
harian, seperti mengerjakan kebun, selalu atas perut, bulat dan kedalam pusar
bercirikan warna putih bercampur hitam. maupun dianggap suatu yang
Kain-kain ini tidak memiliki motif, warna membanggakan; (4) Perhiasan pada pusar
yang menonjol bervariasi antara hitam dan sampai di atas lutut, bagi wanita ini adalah
putih. Namun, pada kebanyakan orang bagian yang dianggap menarik, terutama
lebih dominan warna puti.dilihat dari alasan dihubungkan dengan ciri keibuan, tetapi
penggunaan warna, menurut mereka, kain dilain pihak bagian perut bagi pria dengan
dengan warna putih diselang-selingi warna kecenderunngan membuncit di hari tua
hitam lebih cepat proses penenunannya dianggap menjengkelkan dan kurang
dibandingkan dengan kain yang berwarna menguntungkan;(5) Perhiasan pada bawah
lainnya. Selain alasan ini, juga dikatakan lutut, bagian bawah lutut ini kerapkali
bahwa kain untuk melakukan kerja dianggap kurang menyenangkan untuk di
bbiasanya cepat kotor dan mudah rusak tampilkan sehingga sebaiknya ditutupi
sehingga selalu harus diganti untuk musim- (Noerhadi, 2012: 12).
musim kerja ladang berikutnya. Berkaitan Dalam rangka memperindah
dengan hal ini, dikatakan juga bahwa penampilan sehari-hari, diperlengkapi lagi
pekerjaan menenun yang biasanya dengan perhiasan-perhiasan. Perhiasan
dilakukan oleh kaum wanita pada masa tersebut ada yang dibuat dari emas, dan
sesudah panen, selalu mengalami perak. Banyak diantara perhiasan yang
hambatan waktu. Pada masa-masa seperti dibuat dari perak sering disepuh dengan
itu kaum wanita selalu disibuki dengan emas. Diantara perhiasan yang dipakai
tugas menenun kain-kain adatbaik untuk antara lain perhiasan-perhiasan yang
lelaki maupun untuk wanita yang akan digunakan ditelinga untuk orang tua subang
digunakan segala keperluan adat, dan untuk anak gadis anting-anting, dileher
terkadang mereka juga disibuki dengan dipakai pula perhiasan yang disebut
menenun kain yang digunakan dirumah. kalung, ditangan dipakai gelang tangan,
Oleh sebab itu pilihan warna putih lebih penggunaan perhiasan yang paling meriah
menghemat waktu dalam proses dipakai pada saat menggunakan pakaian
pembuatannya (Depdikbud, 1991: 12). adat resmi ataupun pada saat memakai
pakaian pengantin. Pada saat itu mereka
Jenis-Jenis Perhiasan Mataram Kuno memakai sebanyak mungkin perhiasan
Jenis-jenis perhiasan Mataram kuno; yang dimilikinya (Depdikbud, 1993:24-25).
(1) Perhiasan pada kepala sejak dulu Perhiasan Mataram Kuno
dipakai untuk mengubah bentuk kepala dan 1) Mahkota dapat berupa perhiasan
menambah tinggi atau keanggunan bagi atau berupa susunan rambut yang
pemakainya; (2) Perhiasan pada bawah tinggi dan diberi hiasan-hiasan
leher, sampai bagian dada. Perhiasan

21
seperti permata (Noerhadi, 2012: sosial pemakainya rendah atau
13). rakyat biasa (depdikbud, 1987: 68)
2) 2) Jamang adalah tepian mahkota 5) Upavita atau selempang kasta
pada perbatasan dahi dan rambut berupa semacam tali polos atau
(Noerhadi, 2012: 13). Jamang adalah untaian mutiara. Dipakai dari bahu
tepian mahkota pada perbatasan turun ke pinggang kanan (Noerhadi,
dahi dan rambut. Piring emas atau 2012:13).
jamang yang dipakai di dahi, seperti 6) Kelat-bahu adalah perhiasan yang
halnya perhiasan yang dipakai di dipakai pada kedua lengan atas, ada
leher dan lengan, sekarang tidak lagi yang berhiaskan permata dan tanpa
digunakan, kecuali saat upacara hiasan permata (polos) (Noerhadi,
pernikahan atau upacara-upacara 2012: 13).
lain yang membutuhkan pemakaian 7) Gelang tangan dipakai pada
baju adat dengan semua pergelangan tangan kanan dan kiri.
kelengkapannya (Raffles, 2015: 58). Dapat berupa untaian mutiara, tanpa
3) Subang atau yang biasa disebut perhiasan mutiara atau polos
anting-anting adalah perhiasan yang (Noerhadi, 2012: 13). Makna gelang
dikenakan pada daun telinga yang yang masih terbawa sampai
berlubang panjang (Noerhadi, 2012: sekarang adalah makna yang
13). Perhiasan subang atau anting- menentukan status sosial. Jika
anting dikenakan pada telinga seorang wanita memakai gelang
seseorang pada dasarnya tidak yang terbuat dari emas dalam jumlah
menunjukkan perbedaan bagi yang banyak maka status sosialnya
kelompok-kelompok sosial pada tergolong tinggi sebaliknya jika masih
masyarakat. Hal ini disebabkan menggunakan perak maka status
karena perhiassan tersebut dipakai sosialnya tergolong biasa atau rakyat
oleh seluruh lapisan masyarakat biasa (depdikbud, 1987: 70).
(depdikbud, 1987: 45). 8) Selendang adalah perhiasan yang
4) Kalung terdiri dari dua golongan yaitu dipakai mulai dari bahu kiri dan jatuh
kalung yang terdiri dari satu susun, di pinggang kanan atau
kalung yang terdiri dari dua susun digantungkan di pundak/leher dan
dan terkadang dipakai keduanya kedua ujungnnya berjuntai di bagian
(Noerhadi, 2012: 13). Kalung pada belakang badan. Terkadang dipakai
masa sekarang tidak lagi juga untuk ikat kepala (Noerhadi,
menggunakan manik-manik sebagai 2012: 13).
perhiasan di leher, biasanya 9) Uncal adalah perhiasan yang
digunakan emas murni ataupun dari digantungkan pada ikat pinggang
imitasi. Segala perlengkapan manik- atau ikat pinggul, terjuntai didepan
manik sekarang telah beralih fungsi paha, dapat berupa hiasan atau tali
ke perhiasan yang dipakai dalam yang terjulur di kiri dan kanan
tarian adat atau dalam upacara adat. (Noerhadi, 2012: 13).
yang masih terdapat pada zaman 10) Ikat pinggang dipakai disekeliling
sekarang ialah fungsi sosial yang pinggang dan kedua ujungnya diikat,
ditentukan oleh bahan perhiasannya. dipakai agar kain tidak merosot. Ikat
Jika bahan yang digunakan emas pinggang bisa dipakai satu atau dua
murni menunjukan status sosial susun, bahkan tiga susun (Noerhadi,
pemakainya tinggi sedangkan jika 2012: 13).
bukan emas menentukan status

22
11) Ikat pinggul adalah perhiasan yang dengan tali ke pinggang. Sedangkan
dipakai pada bagian tubuh di sekitar wanita tidak memakai perhiasan ikat
pinggul (Noerhadi, 2012: 13). lutut (Noerhadi, 2012: 13).
12) 12) Perhiasan kain pada Wanita, Selain perhiasan-perhiasan di atas,
terdiri dari kain pendek sampai lutut masih ada perhiasan lain yang mempunyai
dan kain panjang sampai peranan penitng yaitu bunga. Bunga
pergelangan kaki (mata kaki). Kain merupakan pelengkap dalam bersolek,
ini diputar sekeliling badan dan dipakai oleh wanita dan pria untuk
dipakai mulai dari bawah pusar atau menghias rambutnya dan ditaruh dibelahan
dari pinggang ke bawah. Sedangkan rambut, untuk menjadi penghias telinga,
pada pria, kain terdiri dari kain bunga pun menjadi alat persembahan
pendek di atas lutut, kain pendek (Noerhadi, 2012: 15).
sampai lutut dan kain panjang
sampai tengah betis bahkan panjang D. SIMPULAN
sampai pergelangan kaki atau mata Seni perhiasan dalam kebudayaan
kaki. Atau kain yang diangkat pendek Mataram kuno terbagi berdasarkan 8
sehingga tampak seperti cawat. Kain golongan sebagai berikut: golongan
ini dipakai disekeliling badan mulai pertama adalah kaum bangsawan yang
dari bawah pusar (Noerhadi, 2012: mempunyai perhiasan dengan taraf
13) 13). Kain yang digunakan dirumah lengkap seperti mahkota, jamang, upavita,
proses menenunnya lebih lama kelat bahu, gelang tangan dan gelang kaki,
dibandingkan dengan proses semua perhiasan yang dikenakan oleh
penenunan kain yang digunakan kaum bangsawan tentunya sesuai dengan
untuk diluar rumah, latar belakang kedudukannya di dalam masyarakat.
penggunaan kain pada kain ini Golongan kedua adalah golongan
adalah untuk menunjukkan kerajinan agamawan yang memiliki perhiasan wajib
kerja dan kemampuan ekonomi yaitu upavita atau selempang kasta,
seseorang.13) Gelang kaki dipakai golongan agamawan terbagi menjadi dua
pada pergelangan dua kaki, dapat yaitu golongan agamawan istana yang
berupa untaian mutiara atau polos memiliki perhiasan yang lebih lengkap
tanpa hiasan (Noerhadi, 2012: dibandingkan golongan agamawan yang
14) 13). Masyarakat pada masa lampau berada di luar istana. Golongan ketiga
baik laki-laki maupun perempuan adalah golongan pedagang yang memiliki
memiliki perhiasan pada betis yang perhiasan berupa mahkota kecil, kelat
terbuat dari logam campuran perak bahu, anting-anting, gelang tangan dan
dan tembaga. Makin banyak gelang gelang kaki, sedangkan pedagang yang
yang dipakai makin tinggi status berada di luar memiliki perhiasan yang
sosial seseorang di dalam sederhana. Golongan keempat adalah
masyarakat (depdikbud, 1987: 71). golongan rakyat biasa yang memiliki
15) 14) Ikat dada adalah perhiasan yang perhiasan sederhana, mereka menenun
dipakai atau dilingkarkan pada batas sendiri kain yang mereka pakai karena
antara dada dan perut diikat faktor ekonomi mereka hanya mencukupi
menempel pada bahan (Noerhadi, kebutuhan pokok. Golongan kelima adalah
2012:13). golongan nelayan dan pemburu, nelayan
16) 16) perhiasan Ikat lutut pada pria saat sedang melaut tidak mengenakan
adalah perhiasan yang dipakai agar perhiasan dan pemburu yang sedang
posisi duduk lebih enak, dengan cara berburu di hutan hanya sedikit memakai
menekuk lutut kemudian diikat perhiasan. Golongan keenam adalah

23
golongan prajurit dan tentara yang memiliki . 1991. Pakaian Adat Tradisional
perhiasan disesuaikan dengan aktifitas Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
mereka, kain yang dipakai tentara adalah Yogyakarta: Depdikbud
kain yang memiliki lipatan dibelakang untuk . 1977. Goegrafi Daerah Jawa
memudahkan gerakan mereka. Golongan Tengah. Jakarta: Depdikbud
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu
ketujuh adalah golongan pemusik atau
antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
seniman memiliki perhiasan seperti Munandar Agus Aris. Borobudur. Jurnal
selendang, kalung, kelat bahu, gelang Konservasi Cagar Budaya.Vol III No. 3,
tangan dan gelang, perhiasan yang mereka Desember 2009.
pakai disesuaikan dengan kegiatan mereka Noerhadi Inda Citranda. 2012. Busana Jawa
yang mengharuskan memiliki penampilan Kuno. Depok: Komunitas Bambu.
menawan. Golongan kedelapan adalah Paeni Mukhlis. 2009. Sejarah Kebudayaan
golongan petani mereka tidak memiliki Indonesia Sistem Teknologi. Jakarta:
banyak perhiasan, karena aktifitas mereka Rajawali Pers.
bekerja di ladang dan sawah. Prasetyo, Bambang. 1993. Borobudur, Pawon
dan Mendut. Yogyakarta: Kanisius.
Raffles Thomas Stamford. 2015. The History of
DAFTAR PUSTAKA
Java. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Akbar, Setiady Purnomo dan Usman Husaini.
Soekmono. 1991. Satu Abad Usaha
2014. Metodologi Penelitian Sosial.
Penyelamatan Candi Borobudur.
Jakarta: Bumi Aksara.
Yogyakarta: Kanisius
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian
Soetarno. 2003. Aneka Candi Kuno di
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Indonesia. Semarang : Dahara Prize
Rineka Cipta.
Semarang
Darini Ririn. 2013. Sejarah Kebudayaan
Suwardono. 2013. Sejarah Indonesia Masa
Indonesia Masa Hindu-Budha.
Hindu-Budha. Yogyakarta: Ombak.
Yogyakarta: Ombak.
Suyono. 2003. Peperangan Kerajaan di
Depdikbud. 1987. Arti Lambang Dan Fungsi
Nusantara Penelusuran Kepustakaan
Tata Rias Tradisional Pengantin Daerah
Sejarah. Jakarta: Grasindo.
Nusa Tenggara Timur. Jakarta:
Wiryomartono Bagoes. 1995. Seni Bangunan
Depdikbud.
dan Seni Binakota Di Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

24

Anda mungkin juga menyukai