Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

SEJARAH SENI BUDAYA

MAKNA DAN SIMBOL-SIMBOL WAYANG DALAM UPACARA


KEAGAMAAN

OLEH:
NI NYOMAN SUTRISNA YANTI
(201610059)

PROGAM STUDI DESAIN MODE


FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
2019
MAKNA DAN SIMBOL-SIMBOL WAYANG DALAM UPACARA KEAGAMAAN

“Pewayangan” berasal dari kata “wayang” yang artinya sama dengan bayang-bayang, mendapat awalan
pa- dan akhirnya –an yang mengandung pengertian perihal dan seluk-beluk wayang terutama diantaranya
pertunjukkan wayang yang dibuat dengan kulit sapi yang dipahat, ditatah, yang merupakan bentuk-bentuk
khayalan, dewa-dewa, raksasa, binatang, pohon-pohonan dan sebagainya. Dilihat oleh penonton dalam
bentuk bayangan kemudian disebut “pewayangan” (sugriwa, 1971:1).
Munculnya wayang berawal dari masuknya seni ke Majapahit, wayang itu diantaranya Wayang
Bleber dan wayang Jawa. Semua bentuk pewayangan itu mengandung arti dan makna. Setelah masuk ke
bali bentuk-bentuk wayang di stilirisasi. Bentuk pewayangan di Bali telah banyak digunakan sebagai
sarana ritual upacara keagamaan hindu di Bali. Bentuk-bentuk wayang tersebut biasanya diambil dari
tokoh-tokoh Dewa-dewi maupun tokoh-tokoh dalam cerita Ramayana dan Mahabharata maupun simbol
alam semesta lainnya. Penerapannya dapat kita temui seperti pada upacara tumpek wayang, potong gigi,
maupun melasti saat membersihkan pratima. Wayang juga ditampilkan dalam bentuk pertunjukkan pada
upacara keagamaan dan merupakan sebuah pewayangan sakral, diantaranya;
a. Wayang Sapuleger : Sumber lakon dari cerita “Sapuleger dari karya sastra geguritan
Sapuleger”. Cerita ini merupakan ruwat untuk orang yang lahir pada wuku wayang.
b. Wayang Lemah : Sumber lakonnya dikutip dari kitab mitologi Mahabharata, Ramayana,
dan kitab atau kakawin jawa kuno yang lainnya
c. Wayang Sudamala : sumber lakonnya dikutip dari kidung sudamala atau hampir sama
dengan lakon pada Wayang Lemah atau Wayang Gedog.
Salah satu contoh tokoh pewayangan yang sering digunakan dalam upacara agama di Bali adalah
Dewa Bayu dan anaknya Hanoman, adapula simbol-simbol dari tokoh Dewa Siwa seperti:
1) Dililit ular  Lambang kesuburan (Basuki & Ananta Boga).
2) Bulan sabit  Lambang krsuburan dan kebahagiaan
3) Bintang  Lambang Cahaya dalam diri
Tokoh-tokoh atau simbol wayang selalu digunakan karena tokoh-tokoh atau sombol wayang
merupakan pakem-pakem yang ada di alam semesta. Seperti simbol ornamen patra punggel yang
melambangkan Panca Maha Bhuta diantaranya;
a. Util  Melambangkan air
b. Batun Poh  Melambangkan Tanah
c. Ampas Nangka  Melambangkan Angkasa
d. Kuping guling  Melambangkan Api
e. Pepusungan  melambangkan Darah
Menurut Seorang Narasumber bernama ibu Sinar Pande yang merupakan seorang seniman
wayang kamasan, penggambaran bentuk-bentuk tokoh wayang dalam sarana ritual di bali dapat ditemui
pada saat upacara melaspas berupa ulap-ulap “Biasanya tokoh wayang itu ada digambar ulap-ulap. Ulap-
ulap itu semacam rerajahan yang digambar di kain kasa (kafan) setelah itu ulap-ulap digantung di atas
bangunan dan pelinggih sehabis upacara melaspas” tutur ibu sinar pande. Beliau juga menambahkan,
gambar wayang pada rerajahan juga bisa kita lihat pada Upacara Menek kelih “Di upacara menek kelih
atau mepandes juga biasanya ada rerajahan yang gambarnya Sang Hyang Semara Ratih, gambarnya percis
seperti gambar-gambar klasik tokoh pewayangan” jelas ibu Sinar Pande.
Merujuk dari Informasi Ibu Sinar pande mengenai Tokoh-tokoh wayang dalam rerajahan,
menurut I Wayan Rasna dalam jurnal kajiannya yang berjudul “Rerajahan Kawisesan” dalam Teks
“Ajiblêgodawa”: Sebuah Kajian Etnosemiotika, dijelaskan bahwa Rerajahan merupakan gambar atau
lukisan yang mengandung kekuatan gaib, tidak berbeda dengan patung yang merupakan simbol-simbol
sakral agama Hindu, setelah dilakukan ritual pamelaspas (penyucian), seperti patung Achintya (Sang
Hyang Widhi Wasa). Dalam jurnalnya, I Wayan Rasna menjelaskan Bentuk, Fungsi, dan Makna dari
gamabar rerajahan diantaranya;
Rajah Kaputusan AjiKundalini

1. Moksala

Bentuk Rajah dengan bentuk seperti ini disebut Moksala, yang merupakan senjata Dewa Rudra,
yang menempati arah mata angin Barat Daya (nairiti) (bhuwana agung). Di bhuwana alit letaknya di usus
besar, dengan warna jingga (orange) dengan aksara Mang.
Fungsi Senjata Moksala Dewa Rudra ini berfungsi sebagai simbol kesentausaan yang
memberikan kekuatan untuk pelestarian dan keseimbangan bhuwana agung dan bhuwana alit sehingga
kesejahteraan dan keharmonisan di antara Tuhan-manusia, manusia-manusia, manusia-alam semesta
tercapai.
Makna Sesuai dengan fungsinya, yang merupakan simbol kesentausaan, pelestarian,
keseimbangan, dan keharmonisan, maka makna senjata Moksala adalah kedamaian
2. Padma
Bentuk: Rajah ini disebut Padma. Padma merupakan senjata Dewa Siwa yang menempati posisi
di tengah dalam bhuwana agung dan di tumpuking hati di bhuwana alit dengan aksara Yang dan warna
lima warna.
Fungsi: Senjata Padma milik Dewa Siwa berfungsi untuk melebur keburukan dan kejahatan.
Makna: Sejalan dengan fungsi Padma untuk melebur keburukan, maka Padma bermakna sebagai
simbol penyucian dan air suci kehidupan untuk kesejahteraan manusia, sementara Titib menyebutkan
padma melambangkan karunia dan kemahakuasaan (Titib, 2001: 381).
3. Nagapasa

Bentuk Rajah ini bernama Nagapasa yang berbentuk senjata pasupati berupa panah dililit ular.
Nagapasa adalah senjata Mahadewa yang menempati posisi di barat (pascima) di bhuwana agung
(Makrokosmos) dan di ungsilan (buah punggung) di bhuwana alit dengan warna kuning dengan aksara
Tang.
Fungsi Nagapasa yang berbentuk panah dililit ular itu berfungsi sebagai berikut. Panah berfungsi
untuk memusnahkan segala bentuk adharma di dunia ini, sedangkan ular yang melilit dipanah berfungsi
meringkus segala bentuk perbuatan jahat.
Makna Nagapasa bermakna kemahaperkasaan Tuhan sebagai pemusnah dan penghancur
kejahatan
4. Angkus

Bentuk Rajah ini bernama angkus sebagai senjata DewaSangkara yang dalam bhuwana agung
(makrokosmos) menempati posisi barat laut (Wayabya) di bhuwana alit (mikrokosmos) bertempat di
limpa dengan warna hijau dan aksaranya Sing.
Fungsi Angkus berfungsi sebagai pelindung alam semesta beserta isinya dalam menangkal
perilaku adharma.
Makna Angkus bermakna menghimpun segala kekuatan suci dalam menyatukan diri dan
memohon kekuatan kepada Dewa Sangkara.
5. Gadha

Bentuk Rajah ini bernama gadha yang merupakan senjata Dewa Brahma yang menempati posisi
di selatan (Daksina) di Bhuwana agung. Di Bhuwana alit, letaknya di hati dengan warna merah dengan
aksara Bang.
Fungsi Gadha berfungsi sebagai alat pemukul semua bentuk keangkaramurkaan yang ada di
dunia. Dalam dunia pewayangan dikisahkan bahwa gadha adalah senjata milik Bima dengan nama Gadha
Rujak Pola yang dalam Bharata Yudha digunakan atau difungsikan untuk membunuh Duryadana dengan
memukul pahanya.
Makna Gadha bermakna simbol kemahaperkasaan dan kekuatan Sang Hyang Maha Suci untuk
melebur segala keangkaramurkaan di dunia.
6. Dupa atau Api Suci

Bentuk Ada dua bentuk dupa sebagai senjata Dewa Mahesora, yaitu seperti tampak pada gambar
6.a dan 6.b. Gambar A.6.a adalah rajah dupa yang terdapat dalam teks AjiBlêgodawa dan gambar 6.b
adalah gambar dupa yang banyak beredar di pasaran saat ini.
Fungsi Senjata dupa berfungsi membakar segala bentuk kebatilan.
Makna Senjata dupa Dewa Mahesora bermakna untuk memuja dan memohon keseimbangan
dan keharmonisan agar dunia ini terhindar dari kejahatan.
7. Bajra

Bentuk Rajah yang berbentuk bajra adalah senjata Dewa Iswara yang dalam bhuwana agung
menempati posisi di timur (Purwa) dan di bhuwana alit berada di jantung. Warnanya putih, aksaranya
Sang.
Fungsi Rajah senjata Bajra berfungsi sebagai simbol pemujaan kepada Sang Hyang Tunggal,
Sang Hyang Siwa
Makna Rajah senjata Bajra bermakna memohon keselamatan, kesejahteraan alam beserta isinya.
8. Cakra
Bentuk Rajah Cakra ini adalah senjata Dewa Wisnu yang mengambil posisi di bhuwana agung di
utara (uttara) dan di bhuwana alit di empedu dengan warna hitam dan aksara Ang.
Fungsi Cakra berfungsi mengatur isi alam semesta agar keberadaannya tetap harmonis.
Makna Cakra menggambarkan simbol proses kehancuran jagat raya (samhara) (Titib,2001:
381).Ini bermakna jika sampai senjata Dewa Wisnu yang berupa Cakra ini diturunkan ke dunia, maka
berarti dunia ini berada di ambang kehancuran.Oleh karena itu,Dewa Wisnu dengan senjata cakranya
turun ke dunia untuk menyelamatkan dunia ini.
9.Trisula

Bentuk Rajah ini bernama Trisula, yang merupakan senjata Dewa Sambu yang menempati posisi
di timur laut (airsanya) (bhuwana agung, dan di bhuwana alit di anus atau dubur (ineban) warnanya biru
(abu-abu) dengan aksara Wang..
Fungsi Trisula berfungsi memusnahkan segala kekuatan adharma sehingga manusia memeroleh
kedamaian dan kesejahteraan lahir batin di dunia dan di akhirat.
Makna Trisula bermakna simbol kekuatan Sang Hyang Trimurti dengan segala manifestasi-Nya.

Hakikat AjiKundalini adalah ajian yang memiliki keampuhan sebagai pelindung diri dan
menghalau segala bentuk kejahatan agar terhindar dari marabahaya ilmu hitam.

Rerajahan Sang Hyang Semara Ratih

Berdasarkan keterangan ibu Sinar Pande mengenai rerajahan Sang Hyang Semara ratih yang
terdapat pada acara menek kelih, lebih lanjut menurut I Wayan udana dalam jurnalnya yang berjudul
Eksistensi Rerajahan sebagai manifestasi manunggalnya seni dan reliji, rerajahan yang bergambar
semara-ratih (dewa kamajaya dan dewi ratih) sebagai simbol dari kerupawanan, yang identik dengan
seseorang yang telah menginjak remaja dan mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya. Ketika itu,
seseorang mendambakan dirinya sebagai orang rupawan, layaknya Dewa Semara (laki) atau Dewi Ratih
(wanita).
Makna Dalam mitologi Hindu, Dewa Semara atau Kamajaya adalah simbol ketampanan dan
dewi Ratih adalah simbol kecantikan, juga sebagai simbol cinta dan kasih sayang
Fungsi sebagai harapan agar mampu membimbing manusia untuk berkreatifitas dengan landasan
cinta kasih, sehingga tercapai kehidupan yang damai dan diliputi kebahagiaan
Letak nya berbagai media seperti di atas digunakan (rerajahan di atas kain tetoron, daun pisang,
kelapa gading dan tikar) dalam upacara mepndes

Letak Rerajahan Semara ratih

yang dikatakan narasumber, Rerajahan Sang Hyang Semara ratih divisualisasikan seperti gambar
pewayangan. Selain Rerajahan Sang Hyang Semara Ratih, ada pula Rerajahan dalam bentuk gambar
wayang yang diduga sebagai bentuk awal seni lukis wayang Bali (Jaman I Gede dalam Sudana ,1999)
Contoh simbol wayang lainnya dalam upacara agama Hindu:
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman penulis selama mengikuti berbagai macam
upacara adat, salah satu simbol wayang yang di pergunkan dalam upacara adalah Simbol Kayon pada Jaja
Sarad Pulegembal


Kayon Jaja sarad Pulegembal

Jajan Sarad, salah satu sarana pelengkap upacara yang banyak menarik perhatian umat. Selain
bentuknya yang cukup besar, juga terlihat indah karena sosoknya sangat artistik.
Jajan Sarad biasanya dipajang pada pelataran pura. Namun, tak banyak orang yang mengetahui
apa tujuan dan makna dari jajan tersebut dibuat, saat karya maupun piodalan tertentu di pura. Menurut
Wakil Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Pinandita Drs Ketut Pasek
Swastika, Jajan Sarad secara umum adalah simbol bumi. Semua yang ada pada Jajan Sarad ada kaitannya
dengan seluruh kegiatan semua makhluk hidup di dunia ini.
Kayon adalah gunungan yang mengingatkan kita pada tari Sivanataraja dalam menciptakan alam
semesta. Pada bagian belakang ulon pada motif hias padmasana terdapat motif patra punggel yang
dikomposisikan menyerupai bentuk “gunungan” (kayonan). Dalam seni pewayangan, kata kayon juga
berkonotasi dengan gunungan yang disebutkan melambangkan semua kehidupan yang terdapat di dalam
jagad raya yang mengalami tiga tingkatan yakni:
a. Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan, yang orang mengartikan pohon
Kalpataru, yang mempunyai makna pohon hidup.
b. Lukisan hewan yang terdapat di dalam gunungan ini menggambarkan hewan - hewan.
c. Kehidupan manusia yang dulu digambarkan pada kaca pintu gapura pada kayon, sekarang
hanya dalam prolog dalang saja.
Gunungan atau kayon ini juga merupakan lambang alam bagi wayang, menurut kepercayaan
Hindu, secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang yaitu :
Menggambarkan proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu dan terwujudlah alam
beserta isinya. Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta sebagai unsur elemen atau zat dasar
dari alam beserta isinya.
LAMPIRAN
Dokumentasi Narasumber hasil wawancara

Nama Narasumber : Ibu Sinar Pande


Profesi : Seniman Wayang Kamasan
Asal : Kamasan, klungkung

Anda mungkin juga menyukai