Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KAKAWIN BHARATAYUDDHA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Teks Jawa

Dosen pengampu :

Dr. Teguh, M.Ag

Disusun oleh :

1. Wafiq Azizah Yuliani (126309211048)


2. Feri Fajerin Setyawan (126309212052)
3. Kama Galih Ulul (126309212058)
4. Dindawati Kusuma W (126309212074)

PRODI SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Alloh SWT atas segala Rahmat dan ridhonya,
penulis memperoleh kelancaran dalam penyusunan makalah Studi Naskah Jawa.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Naskah Jawa
yang diampu oleh Bapak Dr. Teguh, M.Ag, kami mengucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah
ini.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan


dan keterbatasan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang diberikan sangat kami
harapkan agar terciptanya evaluasi pada makalah kami yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Tulungagung, 5 Maret 2024

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI. . .................................................................................................ii

BAB 1..............................................................................................................1

PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................................2

BAB 2..............................................................................................................3

A. Kakawin Baratayudha.................................................................................3
B. Kritik Dalam Kakawin Baratayudha...........................................................5

BAB 3..............................................................................................................7

Kesimpulan..................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kakawin Bharatayuddha adalah karya sastra jawa kuno yang paling termasyur.
Menurut kronogram yang terdapat pada awal kakawin ini, karya sastra ini ditulis ketika,
sanga-kuda-śuddha-candramā. Sangkala ini memberikan nilai: 1079 Saka atau 1157
Masehi, pada masa pemerintahan prabu Jayabaya. Persisnya kakawin ini selesai ditulis
pada tanggal 6 November 1157.1
Bharatayuddha adalah perang besar yang terjadi dalam dunia pewayangan di antara
dua keluarga keturunan Barata, yakni Kurawa dan Pandawa. Bagi kebanyakan dalang,
lakon-lakon yang termasuk seri Baratayudha tergolong lakon yang wingit. Sehingga untuk
mempergelarkannya diperlukan persiapan khusus dan berbagai macam sesaji yang akan
digunakan untuk upacara ritual. Selain itu bagi seorang dalang juga harus siap lahir dan
batin. Cerita Bharatayuddha ini ditulis dalam bentuk kakawin oleh Empu Sedah dan Empu
Panuluh. Inti kisah itu berdasarkan bagian akhir dari Kitab Mahabarata. Dalam perang
Baratayudha seluruh keluarga Kurawa dan semua anak Pandawa gugur di medan
perang. Selain itu, Bharatayuddha juga memakan korban yang tidak sedikit, para sesepuh
Kurawa yang gugur dalam medan perang antara lain, Prabu Drupada, Resi Bisma, Prabu
Salya, Begawan Durna. Sedangkan dari kubu Pandhawa yang gugur diantaranya Prabu
Matswapati, Raden Seta, Raden Utara, dan Raden Wratsangka.
Dalam cerita Bharatayuddha yang terjadi selama 16 hari di medan Kurukasetra
kemenangan di pihak Pandawa. Cerita Bharatayuddha, dalam pertunjukan wayang kulit
purwa mendapat perhatian khusus di hati masyarakat pendukungnya. Karena cerita dalam
Baratayudha merupakan sebuah cerita yang digunakan untuk ritual, baik untuk meruwat
bumi, maupun sebagai sarana upacara sadranan, bersih desa, dan lainnya. Fenomena
fenomena yang terjadi dalam Perang Baratayudha tersebut sangat menarik untuk dikaji.
Dengan dasar ini penulis akan menyoroti tentang Kakawin Bharatayuddha.2

B. Rumusan Masalah
1
(Indonesia) Poerbatjaraka, 1952, Kepustakaan Djawa, hal. 24-25, Amsterdam/Djakarta: Djambatan.
2
Anom Sukatno, “Gugurnya Raja Astina Dalam Perang Baratayuda,” Jurnal Pengkajian dan
Penciptaan Wayang XVI, no. 1 (2019): 41–61.

1
1. Apa yang dimaksud dengan Kakawin Bharatayuddha?
2. Apa kritik yang terdapat dalam Kakawin Bharatayuddha?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah yang kami buat adalah ;
1. Menjelaskan pengertian Kakawin Bharatayuddha.
2. Mengetahui kritik yang terdapat dalam Kakawin Bharatayuddha.

BAB II

2
PEMBAHASAN

Kakawin Bharatayuddha
Bhratayuddha berasal dari inti cerita Mahabharata, dimana cerita ini sangat populer
di kalangan masyarakat Jawa. Karya sastra hasil dari karangan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
ini berhasil digubah oleh keduanya atas perintah Prabu Jayabaya dari Kediri. Cerita
Bharatayuddha ini kemudian berhasil dikarang menjadi Kakawin Bharatayuddha. Kakawin
ini mulai ditulis pada tanggal 6 September 1157. Namun dikarenakan suatu hal, Mpu Sedah
tidak dapat menyelesaikan karyanya tersebut, sehingga Prabu Jayabaya menunjuk Mpu
Panuluh untuk melanjutkan penulisannya. Kakawin Bharatayuddha yang kemudian
dilanjutkan kepenulisannya oleh Mpu Panuluh ini dimulai pada pupuh 33. 3
Hal ini dinyatakan dengan perkataan sanga-kuda-śuddha-candramā (1079 Saka atau
1157 Masehi), yaitu pada saat pemerintahan Jayabaya di Kediri (1135-1157 Masehi), ditulis
pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri). Kakawin ini selesai ditulis pada
4
tanggal 6 November 1157. Kisah Kakawin Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam
bahasa Jawa modern dengan judul Serat Bharatayuddha yang ditulis oleh pujangga
Yasadipura I pada masa Kasunanan Surakarta pada sekitar abad ke-18.5
Kakawin Bharatayuddha berisi cerita tentang penggambaran perang yang terjadi
antara Pandawa dan Kurawa, yang disebut dengan peperangan Bharatayuddha. Dalam perang
Bharatayuddha seluruh keluarga Kurawa dan semua anak Pandawa gugur di medan perang.
Perang ini juga memakan korban yang tidak sedikit, dimana para sesepuh Kurawa yang gugur
antara lain, Prabu Drupada, Resi Bima, Prabu Salya, Begawan Durna. Selain itu pada kubu
Pandawa, yaitu Matswapati, Raden Seta, Raden Utara, dan Raden Wratsangka. Perang yang
dimuat pada cerita Bharatayuddha ini terjadi selama 16 hari di medan Kurukasetra yang
dimenangkan oleh Pandawa.6
Perang Bharatayuddha juga disebut dengan Bharatayuddha Jayabinangun, yaitu
peperangan antara Pandawa dan Kurawa yang permasalahan utamanya adalah masalah
sebuah negara. Inti kisah tersebut berdasarkan pada bagian akhir dari kitab Mahabarta.
Sebelum terjadinya perang, pada dasarnya pihak Kurawa baik dari Begawan Bisma maupun
3
Kustri Sumiyardana, “Relationship of Text and Illustrations in Serat Bratayuda Manuscript of
Yogyakarta Palace Inheritance,” Alayasastra 13, no. 1 (2017).
4
H Santosa, “Melacak Jejak Instrumen Genderang Perang Dalam Kesusastraan Berbahasa Jawa
Kuna Awal,” Academia.Edu (2016).
5
Nasrul Nita Trihadi, “Baratayuda Sebagai Ide Dasar Penciptaan Karya Etsa Logam,” Jurnal
Pendidikan Kriya (2017).
6
Anom Sukatno, “Gugurnya Raja Astina Dalam Perang Baratayuda,” Jurnal Pengkajian dan
Penciptaan Wayang XVI, no. 1 (2019).

3
Prabu Salya sudah memperingakan agar Negara Astina dikembalikan kepada Pandawa.
Intisari dari karya sastra ini adalah tentang perang Bharatayuddha.7
Asal mula perselisihan antara Pandawa dan Kurawa dimulai sejak orang tua mereka
masih sama-sama muda. Pandu, ayah para Pandawa suatu hari membawa pulang tiga orang
putri dari tiga negara, bernama Kunti, Gendari, dan Madrim. Salah satu dari mereka
dipersembahkan kepada Dretarastra, kakaknya yang buta. Dretarastra memutuskan untuk
memilih Gendari, sehingga membuat putri dari Kerajaan Plasajenar itu tersinggung dan sakit
hati. Ia pun bersumpah keturunannya kelak akan menjadi musuh bebuyutan anak-anak
Pandu.8
Gendari dan adiknya, bernama Sengkuni, mendidik anak-anaknya yang berjumlah
seratus orang untuk selalu memusuhi anak-anak Pandu. Ketika Pandu meninggal, anak-
anaknya semakin menderita. nyawa mereka selalu diincar oleh sepupu mereka, yaitu para
Kurawa. Kisah-kisah selanjutnya tidak jauh berbeda dengan versi Mahabharata, antara lain
usaha pembunuhan Pandawa dalam istana yang terbakar, sampai perebutan Kerajaan Amarta
melalui permainan dadu.
Akibat kekalahan dalam perjudian tersebut, para Pandawa harus menjalani hukuman
pengasingan di Hutan Kamiyaka selama dua belas tahun, ditambah dengan setahun
menyamar sebagai orang rakyat jelata di Kerajaan Wirata. Setelah masa hukuman berakhir,
para Kurawa menolak mengembalikan hak-hak para Pandawa. Keputusan inilah yang
membuat perang Baratayuda tidak dapat dihindari lagi.9
Kakawin Bharatayuddha adalah salah satu dari beberapa karya sastra Jawa Kuno
yang tetap dikenal pada masa Islam. Seperti dalam pagelaran wayang, beberapa bagian dari
Bharatayuddha dinyayikan sebagai bagian dari nyayian suluk. Bahkan dalam pagelaran
wayang yang bercirikan Islam, misalnya pada cerita wayang Menak. 10 Terutama pada
cuplikan dari pupuh kelima, bait satu yang sangat sering dipakai:

7
Ibid.
8
Trihadi, “Baratayuda Sebagai Ide Dasar Penciptaan Karya Etsa Logam.”
9
Ibid.
10
“Kakawin Bharatayuddha,” accessed March 3, 2024,
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Kakawin_Bhāratayuddha.

4
Pupuh V.1

 lěnglěng ramyanikang śaśāngka kuměñar mangrěngga rūmning purī


 mangkin tan pasiring halěpnikang umah mās lwir murub ring langit
 těkwan sarwamaṇik tawingnya sinawung sākṣat sěkarning suji
 unggwan Bhānumatī yan amrěm alangö mwang nātha Duryodhana
Terjemahan

 Sinar bulan yang menawan sungguh menambah keindahan puri


 Tiadalah bandingan keindahan paviliun emas yang bersinar-sinar seakan-akan
berkilau di langit
 Dinding-dindingnya terbuat dari batu-batu ratna manikam yang dirangkai
bagaikan bunga
 Tempat sang Bhanumati dan prabu Duryodhana tidur dalam cinta

Kritik Dalam Kakawin Bharatayuddha

Kelebihan Kakawin Bharatayuddha :

1. Nilai Sastra Tinggi:


 Penggunaan bahasa Jawa Kuno yang indah, kaya akan majas dan ungkapan puitis.
 Alur cerita yang menarik, penuh dengan dialog dramatis dan deskripsi yang hidup.
 Tokoh-tokoh yang kompleks dan memiliki karakter yang kuat.

2. Nilai Budaya:
 Menggambarkan mitologi Hindu dan nilai-nilai budaya Jawa.
 Mengandung ajaran moral dan filosofis tentang kehidupan, karma, dan dharma.
 Memiliki alur cerita yang menarik tentang ertempuran antara Pandawa dan Kurawa
yang penuh dengan aksi dan drama.

5
 Memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat Jawa pada masa lampau.

3. Nilai Universal:
 Berisi pesan moral tentang kebaikan, kebijaksanaan, dan keberanian.
 Menggambarkan konflik abadi antara kebaikan dan kejahatan.
 Membangkitkan berbagai emosi seperti kesedihan, kemarahan, dan kegembiraan.

4. Kontribusi Terhadap Sastra Indonesia:


 Salah satu karya sastra Jawa Kuno yang paling terkenal dan berpengaruh.
 Berikut beberapa contoh kelebihan Kakawin Bharatayudha:
 Penggunaan bahasa yang indah: “Suryane surya ring maruta, / surya ring angkasa,
/ surya ring ati, / surya ring sarwwa bhūtātmaka.”

5. Karakter yang kompleks:


 Karakter seperti Arjuna, Bima, dan Krishna yang memiliki sifat dan kepribadian
yang berbeda-beda.

Kekurangan Kakawin Bharatayuddha :


1) Kakawin Bharatayuddha memiliki alur cerita yang kompleks dan penuh dengan
detail. Hal ini membuat beberapa pembaca merasa kesulitan untuk mengikuti jalan
cerita.
2) Beberapa kritikus melihat bahwa Kakawin Bharatayuddha mengandung stereotip
gender yang kurang ideal. Contohnya, perempuan digambarkan sebagai sosok yang
lemah dan hanya bergantung pada laki-laki.
3) Kakawin Bharatayuddha menggunakan bahasa Jawa Kuno yang kaya akan kosakata
dan frasa arkaik. Hal ini dapat membuat pembaca yang tidak familiar dengan bahasa
Jawa Kuno kesulitan untuk memahami maknanya.
4) Kakawin Bharatayuddha banyak menggunakan penggambaran yang berlebihan,
seperti hiperbola dan personifikasi. Hal ini dapat membuat cerita terasa kurang
realistis.
5) Beberapa kritikus mempertanyakan keaslian Kakawin Bharatayuddha dan
mengemukakan kemungkinan bahwa karya ini merupakan adaptasi dari karya India.

6
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai Kakawin Bharatayudha yaitu kakawin


Bharatayuddha adalah sebuah karya sastra Jawa Kuno yang berakar dari Mahabharata,
menggambarkan perang antara Pandawa dan Kurawa, dikenal sebagai Bharatayudha. Karya
ini memiliki berbagai kelebihan, nilai sastra yang tinggi dengan penggunaan bahasa Jawa
Kuno yang indah dan alur cerita yang menarik. Selain itu, Kakawin Bharatayudha juga
memiliki nilai budaya yang kuat, menggambarkan mitologi Hindu dan nilai-nilai budaya
Jawa, serta menyampaikan pesan moral dan filosofis tentang kehidupan. Menjadi salah satu
karya sastra Jawa Kuno yang paling terkenal dan berpengaruh. Namun demikian, Kakawin
Bharatayuddha juga memiliki beberapa kekurangan, seperti alur cerita yang kompleks dan
penuh dengan detail, serta penggunaan bahasa Jawa Kuno yang sulit dipahami bagi pembaca
yang tidak terbiasa. Menyoroti stereotip gender yang terdapat dalam karya ini, di mana
perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah. Secara keseluruhan, Kakawin
Bharatayudha tetap merupakan salah satu warisan sastra penting dari masa lampau, dengan
nilai-nilai sastra, budaya, dan moral yang tetap relevan hingga saat ini. Meskipun memiliki
kekurangan, karya ini tetap dihargai dan dihormati sebagai bagian penting dari warisan sastra
Indonesia.

7
Daftar Pustaka

(Indonesia) Poerbatjaraka, 1952, Kepustakaan Djawa, hal. 24-25, Amsterdam/Djakarta:


Djambatan.
Santosa, H. “Melacak Jejak Instrumen Genderang Perang Dalam Kesusastraan Berbahasa
Jawa Kuna Awal.” Academia.Edu (2016).

Sukatno, Anom. “Gugurnya Raja Astina Dalam Perang Baratayuda.” Jurnal Pengkajian dan
Penciptaan Wayang XVI, no. 1 (2019):

Sumiyardana, Kustri. “Relationship of Text and Illustrations in Serat Bratayuda Manuscript


of Yogyakarta Palace Inheritance.” Alayasastra 13, no. 1 (2017).

Trihadi, Nasrul Nita. “Baratayuda Sebagai Ide Dasar Penciptaan Karya Etsa Logam.” Jurnal
Pendidikan Kriya (2017).

“Kakawin Bharatayuddha.” Accessed March 3, 2024.


https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Kakawin_Bhāratayuddha.

Anda mungkin juga menyukai