Anda di halaman 1dari 47

Laporan Penelitian

PRAKTEK KERJA LAPANGAN I

“SEJARAH KERAJAAN TAWAELI”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 9

MOH. SYAHRIR A 311 18 042

ALDI SETIAWAN A 311 18 006

ISMAIL BUNTA A 311 18 033

FITRI AISAH A 311 18 093

KELAS : C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN P. ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas nikmat
iman, kesehatan, dan kesempatan sehingga masih diberikan kesempatan untuk
menyelesaikan Laporan Penelitian Praktek Kerja Lapangan I. Shalawat serta
salam kita haturkan kepada junjungan, panutan, dan suri tauladan kita Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Laporan penelitian ini dibuat dalam rangka memenuhi Praktek Kerja


Lapangan I. Laporan ini dibuat dengan semaksimal mungkin, dengan mengambil
sumber terpercaya dari literatur yang ada, serta wawancara dari berbagai pihak
yang kompoten dibidangnya.

Kami sadari bahwa laporan penelitian ini masih terdapat beberapa


kekurangan, oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Dan penulis berharap, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca
maupun orang banyak.

Palu, Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................2

1.3 TUJUAN PENELITIAN...........................................................................2

1.4 MANFAAT PENELITIAN.......................................................................2

BAB II KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PEMIKIRAN..........................3

2.1. PENELITIAN YANG RELEVAN...........................................................3

2.2 KAJIAN PUSTAKA.................................................................................3

2.3 KERANGKA PEMIKIRAN.....................................................................4

BAB III METODE PENELITIAN..........................................................................5

3.1 JENIS PENELITIAN................................................................................5

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN.................................................5

3.3 OBJEK PENELITIAN..............................................................................6

3.4 TAHAPAN PENELITIAN........................................................................6

3.4.1. Pengumpulan Sumber.............................................................................6

3.4.1.1 Pengamatan (Observasi).......................................................................8

3.4.1.2 Wawancara...........................................................................................9

3.4.1.3 Dokumentasi.........................................................................................9

3.4.1.4 Teknik Analisis Data............................................................................9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................11

iii
4.1 Sejarah Kerajaan Tavaili: Dari Kerajaan Boya Peramba menjadi Kerajaan
Tavaili.................................................................................................................11

4.2 Dari Langganunu hingga Magau: Transformasi Sistem Pemerintahan


Kerajaan Tavaili.................................................................................................13

4.3 Dari Labulembah hingga Lamakampali: Para Magau Tavaili.....................18

BAB V PENUTUP.................................................................................................32

5.1 KESIMPULAN............................................................................................32

5.2 SARAN........................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

LAMPIRAN...........................................................................................................37

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sulawesi Tengah merupakan wilayah yang dahulu memiliki beberapa
wilayah kerajaan. Beberapa diantaranya merupakan kerajaan besar yang memiliki
wilayah, pengaruh dan reputasi yang cukup luas. Hal itu tidak lepas dari
perpolitikan didalam kerajaan itu sendiri. Menurut Kuntowijoyo, sejarah politik
adalah menyangkut semua kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan. 1
Tulisan ini merupakan bagian dari sejarah politik, karena membahas pemerintahan
Kerajaan Tawaeli. Kerajaan Tawaeli sendiri merupakan sebuah kerajaan yang
letaknya berada di Kota Palu bagian utara dan sebagian wilayah Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah.
Secara etimologis, Tawaeli berasal dari Bahasa Kaili yaitu dari kata
‘Tava’ yang berarti ‘daun’ dan ‘Ili’ yang berarti ‘mengalir’. Makna dari penamaan
tersebut ialah daun yang mengalir. Sementara menurut Aswin Saehana, bahwa
asal kata Tawaeli diambil dari Bahasa Kaili Tara yaitu dari kata ‘Tava’ yang
artinya ‘diberi tanda’ dan ‘Ili’ yang berarti ‘mengalir’. Makna dari penamaan
tersebut ialah mengalirnya manusia dari daerah pegunungan ke tempat-tempat
yang mereka beri tanda di dataran rendah.2
Penyebutan kata Tawaeli secara baik dan benar dengan menggunakan
dialek Kaili yaitu Tavaili. Hanya saja karena masyarakat umum khususnya
penduduk non-lokal yang tidak terbiasa menyebutkan kata Tavaili, dan untuk
memudahkan pengucapannya maka akhirnya menyebut wilayah ini dengan
sebutan Tawaeli. Namun agar sesuai dengan penyebutan yang baik dan benar

1
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah (Edisi Kedua). Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal. 173
2
Wawancara St. Hadidjah bersama Aswin Saehana, dalam St. Hadidjah. 2006. Sejarah Islam di
Tawaeli (Studi Tentang Hubungan Agama dan Adat). Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas
Islam Negeri Alauddin Makasaar.

1
berdasarkan dialek Kaili, maka selanjutnya dalam tulisan ini Kerajaan Tawaeli
disebut dengan Kerajaan Tavaili.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Sejarah Kerajaan Tavaili: Dari Kerajaan Boya Peramba menjadi
Kerajaan Tavaili
2. Dari Langganunu hingga Magau: Transformasi Sistem Pemerintahan
Kerajaan Tavaili
3. Dari Labulembah hingga Lamakampali: Para Raja Tavaili

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Untuk mengetahui sejarah perkembangan Sejarah Kerajaan Tavaili dari
masa ke masa serta untuk mengetahui siapa saja raja-raja yang terlibat dalam
perkembangan dan kepemimpinan kerajaan tersebut.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Berdasarkan tujuan di atas, diharapkan peneliti ini dapat memberikan satu
kegunaan yang nantinya menjadi bahan informasi atau sebagai referensi pihak
lain, yaitu sebegai berikut:

a. Manfaat teoritis penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan


manfaat, menambah referensi dan memberikan kontribusi dalam
pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan untuk kalangan
akademisi dan masyarakat umum, serta memperkaya khazanah penulisan
sejarah lokal di Indonesia khususnya Sulawesi Tengah.
b. Manfaat praktis penelitian ini yaitu memberikan informasi bagi pembaca
dan masyarakat luas terkait Sejarah Kerajaan Tavaili.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. PENELITIAN YANG RELEVAN


Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini
adalah buku Syuaib Djafar yang terbit pada tahun 2014 yang berjudul Dewan
Adat dan Kerajaan di Sulawesi Tengah. Selain itu penelitian relevan lainnya yaitu
Silsilah Kita Santina buatan Moh. Noor Lembah yang menyebutkan silsilah raja-
raja Kerajaan Tavaili. Penelitian ini bertujuan mengulas perkembangan awal
sejarah berdirinya Kerajaan Tavaili hingga akhir masa Kerajaan Tavaili, sehingga
diharapkan para masyarakat dan mahasiswa secara umum khususnya mahasiswa
Program Studi Pendidikan Sejarah dapat mengetahui sejarah lokal, sekaligus
menambah referensi sejarah lokal di Sulawesi Tengah.
Perbedaannya dalam penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan terletak pada lokasi dan bidang kajiannya. Lokasi dalam penelitian ini
adalah di Kecamatan Tavaili, Kota Palu. Sedangkan penelitian yang akan
dilakukan oleh Syuaib Djafar yaitu Kerajaan dalam lingkup Sulawesi Tengah
secara umum. Perbedaan yang lain adalah dilihat dari bidang kajiannya, jika
penelitian yang sudah ada membahas Dewan dan Peraturan Adat di Kerajaan
tersebut, sedangkan tulisan ini akan meneliti Perkembangan Sejarah Kerajaan
Tavaili dari masa ke masa.

2.2 KAJIAN PUSTAKA


Sartono Kartodirjo mendefinisikan sejarah adalah gambaran masa lalu
manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara ilmiah dan
lengkap.3 Sejarah di dalamnya meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran
dan penjelasan yang memberikan pengertian pemahaman tentang apa yang telah
berlalu. Sejarah Kerajaan Tavaili berawal sejak Lembah Palu belum terbentuk.
Saat itu sistem Kerajaan Tavaili menggunakan istilah Langganunu untuk
3
Sartono Kartodirjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu
Alternatif. Jakarta: Gramedia. Hal. 12

3
menyebut raja mereka, sebelum beradaptasi dengan kerajaan-kerajaan lain di
Sulawesi Tengah yang menyebut raja mereka dengan sebutan Magau. Tema yang
akan kita angkat pada penelitian ini adalah “Sejarah Kerajaan Tawaeli”

2.3 KERANGKA PEMIKIRAN


Transformasi sistem kerajaan Tavaili dari Langganunu ke Magau, turut
mempengaruhi pusat Kerajaan Tavaili. Jika pada saat sistem pemerintahan
Langganunu, pusat kerajaan berada di Boya Peramba.4 Maka pada saat sistem
pemerintahan berubah menjadi Magau, pusat kerajaan turut berpindah ke Tavaili.
Kerajaan ini juga menjadi saksi penjajahan Belanda, pendudukan Jepang,
peristiwa Kemerdekaan Republik Indonesia, pembentukan Negara Indonesia
Timur (NIT) hingga masa pasca kemerdekaan (Orde Lama). Maka Kerangka
Pemikiran penelitian ini ialah sebagai berikut:

Langganunu (Sekitar abad ke-16 M)

Kemagauan (1550 – 1954)

Masa Penjajahan Belanda (Pertengahan/Akhir abad 19 – 1942)

Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)

Masa Kemerdekaan (1945-1949)

Masa Pembentukan Negara


Indonesia Timur (NIT)

Masa Pasca Kemerdekaan


(Orde Lama)

4
Wilayah Boya Peramba terletak di bagian Utara Desa Nupabomba, Kecamatan Tanantovea
Kabupaten Donggala

4
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN


Laporan ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif menekankan pada keadaan sebenarnya
dari suatu objek yang yang terkait langsung dengan konteks yang menjadi
perhatian penelitian.

Menurut John W. Creswell, penelitian kualitatif adalah penelitian yang


digunakan untuk meneliti masalah manusia dan sosial. 5 Dengan demikian maka
penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang mendeskripsikan atau
memaparkan tentang Sejarah Kerajaan Tavaili. Berdasarkan dengan jenis
penelitian kualitatif maka pembahasan ini diharapkan dapat menghasilkan
pembahasan yang dijadikan sebuah referensi yang akurat.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN


3.2.1 Tempat Penelitian
Lokasi penelitian laporan ini yaitu di Kecamatan Tavaili Kota Palu, Sulawesi
Tengah. Alasan dipilihnya tempat ini karena yang dahulunya wilayah ini
merupakan pusat dari Kerajaan Tavaili.

3.2.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian dilaksanakan pada 10 April 2021 sampai 11 April 2021 di
Kecamatan Tavaili, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Untuk penyusunan laporan
penelitian sendiri yaitu pada tanggal 12 April 2021 sampai 16 Juni 2021 di Kota
Palu.

5
John W. Creswell. 2015. Penelitian Kualitatatif dan Desain Riset: Memilih di Antara Lima
Pendekatan (Edisi Ke-3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

5
3.3 OBJEK PENELITIAN
Objek penelitian laporan ini yaitu mengamati bekas peninggalan-peninggalan
Kerajaan Tavaili dan raja-raja yang memimpin Kerajaan Tavaili.

3.4 TAHAPAN PENELITIAN


3.4.1. Pengumpulan Sumber
Yaitu dengan jalan membaca berbagai literatur yang ada hubungannya
dengan masalah penelitian. Adapun yang peneliti tempuh dalam studi ini, yaitu
dengan mendatangi informan di Kelurahan Baiya dan Kelurahan Lambara
Kecamatan Tavaili, mencari sumber yang relevan di Perpustakaan Daerah
Sulawesi Tengah maupun Perpustakaan Digital (Digital Library/Digilib) dan
melalui e-theses maupun e-book. Selain itu, lewat penelusuran dari berbagai
sumber di atas, maka ditemukan berupa data yang valid dan akurat, biografi
singkat para Magau Tavaili, hingga silsilah Kerajaan Tavaili.
1. Pemilihan Subyek yang akan Diteliti

Awalnya peneliti menentukan topik penelitian dengan tujuan agar dalam


melakukan pencarian sumber-sumber sejarah dapat terarah dan Studi Pustaka
tepat sasaran. Pemilihan topik penelitian dapat didasarakan pada unsur-unsur
berikut ini:

a. Bernilai, peristiwa sejarah yang diungkap tersebut harus bersifat unik,


kekal, abadi.
b. Keaslian (Orisinalitas), peristiwa sejarah yang diungkap hendaknya
berupa upaya pembuktian baru atau ada pandangan baru akibat
munculnya teori dan metode baru
c. Praktis dan Efesien, peristiwa sejarah yang diungkap terjangkau dalam
mencari sumbernya dan mempunyai hubungan yang erat dengan
peristiwa itu.
d. Kesatuan, unsur-unsur yang dijadikan bahan penelitian itu mempunyai
satu kesatuan ide.6

6
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang. Hal. 185.

6
2. Heuristik (Pengumpulan Data)

Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah untuk berburu


dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan masalah yang
sedang diteliti. Misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan meneliti
berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi sejarah.7

3. Kritik (Verifikasi)

Kritik merupakan kemampuan menilai sumber-sumber sejarah yang telah


dicari (ditemukan). Kritik sumber sejarah meliputi kritik ekstern dan kritik intern.8

Kritik Ekstern, kritik ekstern di dalam penelitian ilmu sejarah umumnya


menyangkut keaslan atau keautentikan bahan yang digunakan dalam pembuatan
sumber sejarah, seperti prasasti, dokumen, dan naskah.Bentuk penelitian yang
dapat dilakukan sejarawan, misalnyatentang waktu pembuatan dokumen itu (hari
dan tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu
sendiri. Sejarawan dapat juga melakukan kritik ekstern dengan menyelidiki tinta
untuk penulisan dokumen guna menemukan usia dokumen. Sejarawan dapat pula
melakukan kritik ekstern dengan mengidentifikasikan tulisan tangan, tanda
tangan, materai, atau jenis hurufnya.9

Kritik Intern, kritik intern merupakan penilaian keakuratan atau keautentikan


terhadap materi sumber sejarah itu sendiri. Di dalam proses analisis terhadap
suatu dokumen, sejarawan harus selalu memikirkan unsur-unsur yang relevan di
dalam dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur dalam dokumen dianggap
relevan apabila unsur tersebut paling dekat dengan apa yang telah terjadi, sejauh
dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber-sumber
terbaik yang ada.10
7
Basri MS. 2006. Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori dan Praktik). Jakarta: Restu
Agung. Committee on Historiography. Hal. 154.
8
Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Burhan Bungin. Hal. 106.
9
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitaian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hal.
241.
10
Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta:
Universitas Indonesia Press. Hal. 115.

7
4. Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut
hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi
fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur.
Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan
fakta yang ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat
pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang bersifat
deskriptif saja belum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih
dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunkan.
5. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai
sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah
melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar
bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga
untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan struktur dan
gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar
orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.11

3.4.1.1 Pengamatan (Observasi)


Observasi atau pengamatan sendiri diartikan sebagai suatu aktivitas
sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan indera penglihatan
(mata). Dalam pengertian psikologi, observasi atau pengamatan meliputi kegiatan
penguatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indera. Maksudnya penelitian observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner,
dan dokumentasi.

3.4.1.2 Wawancara
Penulis mencari informan yang kompoten dibidangnya, yaitu Ketua
Dewan Adat Kelurahan Baiya Kecamatan Tavaili, Ketua Dewan Adat Kelurahan
Lambara Kecamatan Tavaili Drs. H. Masuddin Tamaali, dan Mohammad Sairin,
S.Pd, M.A. yang merupakan Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu.
11
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu Pengalaman).
Jakarta : Yayasan Idayu. Hal. 201.

8
3.4.1.3 Dokumentasi
Penelitian yang dilakukan memerlukan dokumentasi. Hal tersebut
dilakukan untuk menelusuri bekas-bekas peninggalan Kerajaan Tavaili. Selain itu
dengan menggunakan dokumentasi dapat mempermudah dalam menganalisis dan
memberikan pemahaman terhadap suatu peristiwa. Penelitian juga menggunakan
dokumentasi untuk penelitian hasil data yang lebih akurat.

3.4.1.4 Teknik Analisis Data


Penelitian ini menggunakan analisis data penelitian kualitatif, yang
dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis
terhadap jawaban yang diwawancarai, bila jawaban yang diwawancarai setelah
dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti melanjutkan pertanyaan lagi,
sampai tahap tertentu, hingga diperoleh data yang dianggap kredibel. Bodgam dan
Biklen dalam Sugiyono menjelaskan tentang analisis data sebagai berikut:
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan
data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit – unit, melakukan sintesa, menyusun
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.12

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki


lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai dilapangan. Menurut Miles and
Huberman dalam Sugiyono, mengemukakan bahwa:

“Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif da berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data,
yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi“.13

12
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta. Hal. 246
13
Ibid. Hal 246

9
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Kerajaan Tavaili: Dari Kerajaan Boya Peramba menjadi


Kerajaan Tavaili
Kerajaan Tavaili (Landschap Tavaili) adalah salah satu kerajaan yang ada
di Lembah Palu. Kerajaan Tavaili pada masa jayanya merupakan kerajaan yang

10
memiliki wilayah cukup luas mulai dari Ogoamas 14 sampai Lasoani.15 Kerajaan
Tavaili sudah berdiri sejak abad ke-16. Kerajaan ini adalah kerajaan Suku Kaili.
Raja di kerajaan ini bergelar Langganunu, sebelum akhirnya beradaptasi dengan
kerajaan-kerajaan di Lembah Palu yang menyebutkan raja mereka dengan sebutan
Magau. Sebelum ditaklukkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda wilayah
Sulawesi Tengah adalah wilayah pemerintahan raja-raja yang berdiri sendiri-
sendiri yaitu:
a. Kerajaan Palu
b. Kerajaan Sigi Dolo
c. Kerajaan Tatanga
d. Kerajaan Tavaili
e. Kerajaan Kulawi
f. Kerajaan Biromaru
g. Kerajaan Banawa
h. Kerajaan Moutong
i. Kerajaan Buol
j. Kerajaan Toli Toli
k. Kerajaan Bungku
l. Kerajaan Banggai
m. Kerajaan Poso
n. Kerajaan Mori
o. Kerajaan Parigi
p. Kerajaan Tojo

Setelah Belanda menguasai seluruh wilayah Sulawesi Tengah,


Sulawesi Tengah dikendalikan dari tiga tempat yaitu Sulawesi Tengah
bagian Barat/Makassar, Sulawesi Tengah bagian Tengah/Teluk Tomini,

14
Secara administratif, sekarang wilayah Ogoamas terletak di Kecamatan Sojol Utara, Kabupaten
Donggala Sulawesi Tengah
15
Secara administratif, sekarang wilayah Lasoani merupakan salah satu Kelurahan di Kota Palu
dan bernama Kelurahan Lasoani, yang masuk dalam wilayah Kecamatan Mantikulore Kota Palu
Sulawesi Tengah

11
dan Sulawesi Tengah bagian Timur/Teluk Tolo.16 Kerajaan Tavaili masuk
dalam Sulawesi Tengah bagian Barat yang berkedudukan di Makassar, dan
dibawah pimpinan seorang Asisten Residen yang bernama M. J. H.
Engelenberg.17 Pada tahun 1907, Belanda melakukan penataan wilayah
tepatnya pada tanggal 23 September 1907 dan membagi wilayah Sulawesi
Tengah lima, yaitu Onder Afdeeling Banawa-termasuk Tavaili di
dalamnya, Toli Toli, Palu, Poso dan Parigi.18 Selanjutnya pada tahun 1911,
Belanda kembali merombak struktur pemerintahan di Sulawesi Tengah
yaitu Afdeeling Midden Celebes.19 Afdeeling20 ini dibagi menjadi lima
Onder Afdeeling21 yaitu Donggala–termasuk Tavaili didalamnya, Palu,
Poso, Parigi dan Toli Toli.22 Selanjutnya perubahan struktur pemerintahan
Belanda di Sulawesi Tengah terjadi lagi pada tahun 1924 dengan
pembagian Afdeeling Midden Celebes menjadi dua Afdeeling yakni
Afdeeling Donggala yang beribukota di Donggala dan Afdeeling Midden
Celebes dengan beribukota di Poso.23 Dengan demikian, Kerajaan Tavaili
saat itu termasuk dalam Afdeeling Donggala.

16
Masyhuddin Masyhuda. 1981/1982. Palu Meniti Zaman. Palu: Penerbit tidak diketahui. Hal. 26
17
Haliadi-Sadi, Syamsuri. 2016. Sejarah Islam di Lembah Palu. Yogyakarta: Q Media. Hal. 104-
105
18
Staatsblad Tahun 1907 Nomor 27 dan Besluit Pemerintahan Hindia Belanda tanggal 30 Juni
1908 Nomor 36
19
Sebelum bernama Afdeeling Midden Celebes, saat itu struktur pemerintahan Belanda di Palu
bernama Afdeeling Teluk Palu dan merupakan wilayah dari Karensidenan Manado.
20
Afdeeling merupakan sebuah wilayah administratif dalam struktur pemerintahan Kolonial
Belanda di Nusantara. Afdeeling setingkat dengan Kabupaten. Administratornya dipegang oleh
seorang Asisten Residen.
21
Onder Afdeeling merupakan sebuah istilah dalam struktur pemerintahan Belanda di Nusantara.
Onder Afdeeling setingkat dengan Kawedanan (di bawah Kabupaten, di atas Kecamatan).
Administratornya dipegang oleh seorang Controleur (Kontrolir)
22
Reorganisasi pemerintahan Belanda di Sulawesi Tengah ini dimuat dalam Besluit Gubernur
Jenderal tanggal 13 April 1911 Nomor 11. Pembentukan Afdeeling Midden Celebes dengan
wilayah yang membentang dari Pantai Barat Sulawesi di Teluk Palu sampai pedalaman Sulawesi
Tengah di Poso dilakukan setelah penaklukkan Belanda terhadap Poso. Nama Afdeeling Teluk
Palu tidak lagi relevan untuk mencakup wilayah yang membentang sampai ke pedalaman. Dalam
Haliadi-Sadi, Ismail Syawal. 2017. Sejarah Sosial Sulawesi Tengah. Palu: Hoga. Hal. 70-71
23
Ibid. Hal. 71

12
4.2 Dari Langganunu hingga Magau: Transformasi Sistem Pemerintahan
Kerajaan Tavaili
Sebelum abad ke 16 atau lebih tepatnya sebelum Lembah Palu terbentuk,
telah berdiri sebuah kerajaan tua di Boya Peramba.24 Tidak diketahui secara pasti
tahun berdirinya, karena kurangnya literatur atau bukti fisik mengenai kerajaan ini
salah satu faktornya karena masyarakat Suku Kaili sejak dahulu tidak mengenal
budaya tulis, dan hanya menggunakan tradisi lisan secara turun temurun.
Berdasarkan tradisi lisan tersebut, Kerajaan Boya Peramba diketahui memiliki
lima orang Langganunu. Langganunu adalah gelar asli bagi pemimpin kerajaan ini
sebelum istilah Magau populer di tanah Kaili. Secara etimologis, Langganunu
berasal berasal Bahasa Kaili yaitu dari kata ‘Nilangga’ yang berarti ‘diangkat’
atau ‘ditinggikan’. Sementara kata ‘Nunu’ berarti ‘pohon beringin’ yang
melambangkan bangsawan tulen yang mengayomi dan melindungi rakyat.
Langganunu adalah Pemimpin Tertinggi atau Pemimpin Agung yang mengayomi
dan melindungi rakyat.25 Susunan struktur Pemerintahan Tradisional I di Boya
Peramba antara lain:
Langganunu : Kepala Pemerintahan
Datu Oge : Wakil Langganunu (Wakil Kepala Pemerintahan)
Tolele : Patih (Pelaksana Pemerintahan)
Toma Oge : Bangsawan/Penguasa Kampung
Mpolele : Penghubung Kampung
Sobo : Penentu Waktu untuk Bercocok Tanam
Panjuju : Wakil Sobo
Togurana Nuada : Para Orang Tua Adat
Ulutumba : Menteri Pertanian

Disamping perbedaan gelar untuk Raja, susunan pemerintahannya juga


berbeda. Selanjutnya setelah lembah Palu terbentuk, dan berdasarkan keputusan

24
Boya Peramba artinya kumpulan beberapa kampung. Kerajaan tua di Boya Peramba ini
merupakan cikal bakal Kerajaan Tavaili. Sekarang wilayah Boya Peramba terletak di bagian Utara
Desa Nupabomba, Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala
25
Moh. Noor Lembah. 1985. Silsilah Kita Santina. Tavaili: Naskah Stensilan. Hal. 51

13
(Botu) dari Musyawarah (Libu) beberapa Kepala Kampung (Toma Oge) yang
bertempat di Sampaga Biru Liku,26 akhirnya Tavaili dibuka pada masa
pemerintahan Langganunu Marukaluli yang memerintah kira-kira pada abad ke-
16.27
Adapun Langganunu yang pernah memerintah, antara lain28:
Langganunu I Boya Peramba : Yanggamba (Anak Vumbulangi29)
Langganunu II Boya Peramba : Djaelangga (Djalangkaloa)
Langganunu III Boya Peramba : Pialembah (Siolembah)
Langganunu IV Boya Peramba : Basanurina (Basanuama)
Langganunu V Boya Peramba : Marukaluli (1550)30

Sekitar tahun 1550 anak Langganunu V Marukaluli yang bernama


Yuntonulembah setelah pulang dari Bone dan Luwu mulai memperkenalkan
istilah baru untuk pemerintahan sebagai berikut:

Magau = Maharaja
Madika Malolo = Raja Muda
Madika Matua = Pelaksana Pemerintahan
Baligau = Ketua Dewan Adat
Galara = Hakim
Pabisara = Pembicara
Punggava = Urusan Tani dan Ekonomi

26
Sampaga Biru Liku merupakan wilayah di atas Kelurahan Lambara sekarang
27
Ibid. Hal. 51
28
Ibid. Hal. 51
29
Vumbulangi merupakan Ratu Kerajaan Bangga. Wilayah Kerajaan Bangga terletak di Selatan
Lembah Palu.
30
Langganunu V Marukaluli merupakan orang pertama menciptakan motif bunga dari daun bomba
di kain ivo. Kemudian di kain sutera, sehingga populer sampai sekarang disebut Sarung Bomba
(Vuya Bomba dalam Bahasa Kaili). Ia bersama Basanurina (Basanuama) merupakan Langganunu
perempuan yang pernah memerintah

14
Ada pula istilah lain yang telah lama digunakan di lingkungan Kerajaan Suku
Kaili (istilah ini juga di gunakan di Kerajaan Kulawi, Kerajaan Sigi, dan Kerajaan
Parigi) adalah sebagai berikut:
Tadulako = Panglima Perang atau Urusan Keamanan
Sabandara = Bendahara atau Bandar Pelabuhan

Akhirnya sistem pemerintahan Kerajaan Tavaili bertransformasi menjadi


Magau. Istilah Magau merupakan pengaruh dari Bone dan Luwu. Sementara St.
Hadidjah menyebutkan bahwa istilah Magau merupakan pengaruh dari Mandar.31
Magau dipilih berdasarkan hasil “nolibu” (musyawarah). Pemilihan Magau
didasarkan pada sistem turun-temurun atau yang lebih dikenal dengan pewaris
kerajaan. Sementara Baligau adalah pimpinan Dewan Adat Kota Patanggota yang
dipilih berdasarkan musyawarah semua Kota Patanggota32 dan Togurana Nuada
(Orang Tua Adat). Pada dasarnya Baligau adalah suatu Dewan yang fungsinya
dalam pemerintahan Republik Indonesia sama dengan MPR. Namun
ketupusannya harus berdasarkan nolibu (musyawarah) semua anggota Patanggota
dan Dewan Adat. Selain itu, Baligau juga berfungsi sebagai pengawas semua
aparatur pemerintahan kerajaan termasuk Magau. Kedudukan Magau tidak dapat
diganggu gugat bersama dengan Madika Malolo. Tetapi Madika Matua
bertanggungjawab atas jalannya pemerintahan dihadapan Dewan Adat
Patanggota.33

Kerajaan Tavaili merupakan sebuah kerajaan yang cukup luas dengan


pola dan struktur pemerintahan Kerajaan Tavaili yang awalnya memiliki tujuh
wilayah peserta Dewan Adat Pitunggota,34 yang terdiri dari Labuan, Baiya, Panau,
Lambara, Nupabomba, Kayumalue dan Tondo. Namun akhirnya dilebur menjadi
empat wilayah peserta Dewan Adat atau Patanggota, yang terdiri dari
Nupabomba, Lambara, Panau, dan Baiya. Peleburan ini terjadi setelah Raja

31
St. Hadidjah. Op.cit.. Hal. 49
32
Patanggota Kerajaan Tavaili yaitu Baiya, Panau, Lambara, dan Nupabomba.
33
Suaib Djafar. 2014. Kerajaan dan Dewan Adat di Tanah Kaili Sulawesi Tengah. Yogyakarta:
Ombak. Hal. 218-219
34
Haliadi-Sadi, Syamsuri. Op.cit. Hal. 104

15
Yangge Bodu menandatangani Perjanjian Kontrak II dengan Belanda. Dewan
Adat merupakan lembaga yang mewakili daerah-daerah kerajaan atau rakyat.
Dewan Adat ini dipandang sebagai Dewan Perwakilan Rakyat yang diketuai oleh
seorang Baligau, artinya kerabat kerja (partner) dari raja.
Setelah peristiwa surutnya air laut dan terbentuknya dataran Lembah
Palu, ramailah masyarakat yang sebelumnya bermukim di pegunungan untuk
turun dan menetap di daerah baru tersebut. Tidak terkecuali masyarakat Boya
Peramba di bawah pimpinan Labulembah yang menggantikan Langganunu
Marukaluli, mengajak rakyatnya untuk turun dari pegunungan dan mulai
membuka lokasi pemukiman yang dikenal sekarang dengan sebutan Tavaili, pada
sekitar pertengahan abad ke 16. Maka dengan itu kerajaan tua yang dikenal
dengan nama Boya Peramba secara otomatis berubah penyebutannya menjadi
Kerajaan Tavaili (Tawaeli).
Kerajaan Tavaili kemudian menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan
di Sulawesi Tengah seperti Kerajaan Palu, Kerajaan Sigi Dolo, dan Kerajaan
Banawa. Selain itu, Kerajaan Tavaili juga memiliki hubungan dan mendapat
pengaruh dari Pitu Ba’bana Binanga35 yaitu Kerajaan Sendana Mandar, juga
dengan Kerajaan Bone hingga Kerajaan Johor. Hubungan Kerajaan Tavaili
dengan Kerajaan Sendana Mandar diketahui berasal dari Langganunu II yaitu
Djaelangga (Djalangkaloa) yang kawin dengan anak Petta Bulu Raja Sendana
Mandar. Dan inilah yang melahirkan cikal bakal raja-raja di Tavaili.36 Hal ini
senada dengan cerita rakyat di Panau dan Pantoloan, yang menyatakan bahwa
nenek moyang mereka adalah bangsawan Mandar dari Kerajaan Sendana. 37
Sementara hubungan Kerajaan Tavaili dengan Kerajaan Johor terjadi sejak
Langganunu V Marukaluli menikah dengan putri Sultan Johor. Dari pernikahan
ini lahirlah seorang putri yang dinikahi oleh Syekh Djalaluddin Al Idrus yang
datang dari Baghdad.38

35
Pitu Ba’bana Binanga adalah ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir wilayah Mandar
(Sulawesi Barat)
36
St. Hadidjah. Op.cit. Hal. 46
37
Ibid. Hal. 46
38
Ibid. Hal. 49

16
Sejak saat itu Kerajaan Tavaili berkembang cukup pesat. Hingga pada
Abad ke-17, Kerajaan Tavaili-bersama dengan Kerajaan-Kerajaan di Lembah Palu
telah mengadakan kontak dan hubungan dengan Belanda, melalui VOC, 39
tepatnya pada tahun 1669.40 Bahkan Masuddin Tamaali menyatakan, bahwa pada
saat Belanda datang ke Palu pasca kemerdekaan, Belanda menyebut bahwa
Kerajaan Tavaili merupakan salah satu kerajaan besar di Sulawesi Tengah.41
Masa kejayaan Kerajaan Tavaili adalah sekitar tahun 1888 ketika
dipimpin oleh Magau ke VI Yangge Bodu. Pada masanya dia berhasil meluaskan
wilayah Kerajaan Tavaili sampai ke Ogoamas (Kecamatan Sojol Utara, Donggala.
sekarang) dan Lasoani (Kecamatan Mantikulore, Palu. sekarang). Hingga pada
tahun 1936 ketika Magau ke XI Lamakampali Djaelangkara (Raja terakhir
Tavaili) membagi wilayah Kerajaan Tavaili menjadi 2 wilayah distrik, yaitu:
– Tavaili Utara = Ibukota di Tompe, Sirenja di bawah pimpinan H.
Djamaludin Labulembah
– Tavaili Selatan = Ibukota di Tavaili di bawah pimpinan Abd.
Muluk Yoto Labulembah

Kerajaan Tavaili di zaman penjajahan Belanda secara administratif masuk


dalam Afdeeling Donggala. Pada tahun 1954 Kerajaan Tavaili di bubarkan dan
diganti menjadi sistem pemerintahan Swapraja, dengan Magau Lamakampali
Djaelangkara sebagai Raja terakhirnya. Wilayah akhir Kerajaan Tavaili terdiri
dari dua Distrik di gabungkan dengan Kabupaten Donggala (dibentuk berdasarkan
bekas wilayah Kerajaan Tua Pudjananti, dan Kerajaan Banawa) yang telah
diresmikan pada tahun 1952.
Setelah penetapan sistem Swapraja tahun 1950 yang berakhir dengan
keluarnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1964 tanggal
13 Februari 1964,42 Kerajaan Tavaili diubah menjadi Kecamatan Tavaili.
39
Suaib Djafar. Op.cit.
40
Arsyat Hadi, Kepala Kelurahan Pantoloan. Penuturan Lisan. Pantoloan, 9 Agustus 2006. Dalam
St. Hadidjah. Op.cit.
41
Wawancara bersama Masuddin Tamaali pada 11 April 2021
42
Nurhayati Nainggolan, dkk. 1996/1997. Sejarah Daerah Sulawesi Tengah. Jakarta: Depdikbud.
Hal. 192

17
Kecamatan Tavaili terdiri dari 15 desa, yaitu: Desa Taripa, Mamboro, Kayumalue
Ngapa, Kayumalue Pajeko, Guntarano, Bale, Panau, Lambara, Nupabomba,
Baiya, Pantoloan, Wombo, Wani I, Wani II, dan Labuan.43 Sedangkan yang
masuk dalam Dewan Adat Patanggota adalah Desa Panau sebagai ibukota
kerajaan, Desa Lambara, Desa Baiya, dan Desa Nupabomba, dan setelah menjadi
kecamatan pun Panau tetap menjadi ibukota kecamatan.44

4.3 Dari Labulembah hingga Lamakampali: Para Magau Tavaili


Magau atau Raja yang pernah memerintah di Kerajaan Tavaili yaitu:
1. Magau Ke I : Labulembah alias Madika Tonavu Jara
Labulembah adalah cucu dari Langganunu ke III Boya Peramba yang
bernama Pialembah (Siolembah). Beliau juga yang pertama membuka
lokasi pemukiman yang dikenal sekarang dengan sebutan Tavaili
(Tawaeli) sekitar pertengahan abad ke 16.
Madika Malolo: Yuntolembah alias Langgo

2. Magau Ke II : Yuntonulembah alias Langgo


Yuntonulembah adalah anak dari Langganunu kelima Boya Peramba yang
bernama Marukaluli. Beliau yang pertama membentuk susunan
pemerintahan sepulangnya dari Bone dan Luwu dan sekaligus juga
memperkenalkan sistem pemerintahan legislatif dengan istilah Libu
Ntodea dan membentuk satu Dewan Adat bernama Kota Patanggota
(empat penjuru wilayah).
Kota Patanggota terdiri dari empat Kepala Kampung yang mewakili
masyarakat di masing-masing kampung tersebut, dan empat Kepala
Kampung tadi di pimpin lagi oleh seorang Baligau (Ketua Dewan Adat).
Pada masa kepemimpinan, masyarakat Kaili mulai mengenal tingkatan
strata sosial, dan membaginya menjadi empat tingkatan:
Madika = Golongan Keturunan Raja atau Bangsawan

43
Data Kantor Kecamatan Tavaili 1994
44
Haliadi-Sadi, Syamsuri. Op.cit. Hal. 104

18
To Tua = Golongan Tokoh-Tokoh Masyarakat dan Keturunannya
To Dea = Golongan Masyarakat Biasa
Batua = Golongan Hamba atau Budak

3. Magau Ke III : Daesalembah alias Madika Baka Tolu


Daesalembah adalah anak dari Rendanuama (Saudara Magau
Yuntonulembah). Pada masa kepemimpinannya, pusat kerajaan
dipindahkan ke Sampaga Biru Liku (Lambara). Dia pula yang pertama kali
menerima agama Islam di Tavaili yang di bawa oleh Daeng Konda alias
Bulangisi yang berasal dari Mandar dan merupakan murid Syekh Yusuf45
di Gowa sekitar abad ke 17, sehingga keputusan-keputusan adat istiadat
banyak dikaitkan dengan ajaran Islam, bahkan adat istiadat yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam dihilangkan.46

4. Magau Ke IV : Mariama alias Magau Dusu


Mariama adalah anak ke empat dari Magau Daesalembah. Dia juga
merupakan Magau Perempuan pertama setelah Pusat Kerajaan
dipindahkan ke Tavaili. Di masa kepemimpinannya bertepatan dengan
kedatangan ulama besar Syekh Husein Djalaludin Alaydrus alias Topo
Sakaya Ompa (dari Iraq), berlabuh di Pelabuhan IPI Kadongo. Susunan
pemerintahan Kerajaan Tavaili pada masa Mariama adalah sebagai
berikut:
Madika Malolo: Wumbulabu (Kakak Sulung Mariama)
Madika Matua: Nurudin (Kakak ketiga Mariama)

5. Magau Ke V : Daeng Pangipi alias Madika Beli


45
Syekh Yusuf lahir 8 Syawwal 1036 H / 3 Juli 1626; dan beliau wafat pada 23 Mei 1699. Selama
hidupnya hingga akhir hayatnya, beliau dikenal di empat daerah, yajni: Makassar, Banten, Selon,
dan Tanjung Harapan (Afrika Selatan). Di Banten beliau menjadi mufti dan menantu Sultan Ageng
Tirtayasa. Di Selon beliau adalah masyarakat Melayu yaitu keturunan orang-orang Indonesia yang
dibuang oleh Belanda ke sana. Lihat juga Hamka dalam Tudjimah. “Syekh Yusuf Makassar:
Riwayat dan Ajarannya”. Jakarta: UI-Press, 2005), hal. 12. Dalam Haliadi-Sadi & Syamsuri,
Op.cit. Hal. 112.
46
Haliadi-Sadi, Syamsuri. Op.cit.

19
Daeng Pangipi adalah anak dari Daeasia.47 Dia juga adalah Magau
perempuan ke dua setelah Mariama. Pada masa kepemimpinannya, dia
kembali memindahkan pusat kerajaan dari Sampaga Biru Liku ke
pemukiman Tavaili. Susunan pemerintahan Kerajaan Tavaili pada masa
Daeng Pangipi adalah sebagai berikut:
Madika Malolo : Lamarewa
Madika Matua : Datumpedagi
Baligau : Gasimbulava
Pemangku Jabatan Magau : Datumpedagi alias Pue Oge Nganga
Datumpedagi adalah saudara tiri Daeng Pangipi. Diangkat menjadi
pelaksana harian sebagai Magau, atau pengganti Magau sementara karena
Magau ke 6 dianggap belum cukup umur.

6. Magau ke VI : Yangge Bodu alias Magau Punggu


Yangge Bodu adalah anak pertama Daeng Pangipi dengan Andi Tondrang.
Ia di angkat menjadi Magau oleh adat pada umur 12 tahun, sehingga
ditunjuk Wali Magau Datumpedagi untuk menggantikannya sementara.
Yangge Bodu memerintah dari tahun 1888-1900. Di masa
kepemimpinannya inilah Kerajaan Tavaili mencapai puncak kejayaan.
Yangge Bodu berjasa meluaskan Kerajaan Tavaili dari Ogoamas sampai
Lasoani. Namun masa kejayaan tersebut tak berlangsung, lama sebab di
masa inilah Kerajaan Tavaili menandatangani Lange Kontrak48 dengan
Belanda. Susunan pemerintahan Kerajaan Tavaili pada masa Yangge Bodu
adalah sebagai berikut:
Madika Malolo : Linggulembah kemudian di ganti
Sepelembah (Adik Yangge Bodu)
Madika Matua : Datumpedagi alias Pue Oge Nganga
Baligau : Daeng Mantakila alias Papa Soso

47
Daeasia merupakan cucu dari Yuntonulembah
48
Lange Kontrak atau Lange Verklaring (Perjanjian panjang) merupakan Perjanjian Kontrak
berjangka panjang yang dilakukan oleh Belanda terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, yang
pada intinya ialah mengakui kekuasaan Belanda di suatu wilayah kerajaan

20
Galara : Sabarisi
Pabisara : Lasagolo
Madika Baiya : Pengalembah alias Madika Bobo
Madika Kayumalue : Tandalembah
Madika Mamboro : Karaeng Galesong
Penasehat Magau : Yodo Radjalangi alias Mangge Sule49

Pada akhir abad ke-19, Magau-Magau di Lembah Palu seperti


Magau Banawa dan Magau Palu, Yojokodi menandatangani Lange
Kontrak dengan Belanda. Namun Magau Yangge Bodu tidak mematuhi
dan mentaatinya, karena ia telah mengetahui jelas tujuan jahat yang
tertuang dalam kontrak perjanjian politik tersebut, bahwa Belanda ingin
menguasai dan merusak kedaulatan Kerajaan Tavaili bersama rakyatnya.50
Sebelumnya pada tahun 1860, sebagai akibat terjadinya
pembunuhan seorang pegawai Gubernur Hindia Belanda, maka Belanda
menindaklanjuti Raja-Raja Tavaili, Palu, Banawa. Pada masa Gubernur
Willem Egbert Kroesen memangku jabatannya, mertua Magau Tavaili saat
itu yang bernama La Garuda ditangkap oleh Belanda, sehingga
menyebabkan timbulnya rasa antipati terhadap Belanda. Rasa antipati
terhadap Belanda ini juga dirasakan oleh Kerajaan-Kerajaan di Lembah
Palu. Salah satu contohnya ialah pada saat Raja Sigi waktu itu wafat, dan
penggantinya dilantik namun tidak diberitahukan kepada Belanda, yang
menurut kontrak yang ditandatangani seharusnya diberitahu. Para Magau
di Lembah Palu tidak senang turut campurnya Belanda apalagi sudah
mulai mencampuri urusan internal kerajaan.51

49
Yodo Radjalangi alias Mangge Sule merupakan tokoh pembaharu yang pertama kali
memperkenalkan huruf latin di Tavaili. Selain itu, beliau juga merupakan Imam Masjid Tavaili
sekaligus guru Agama Islam di Tavaili. Salah satu muridnya yang terkenal adalah Lasadindi atau
Mangge Rante. Lihat Haliadi-Sadi, Ismail Syawal. 2017. Sejarah Perjuangan Pue Lasadindi di
Tanah Kaili. Palu: Hoga. Hal. 149-151
50
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 226
51
Ibid. Hal 226

21
Akibat Raja-Raja yang berkuasa di daerah-daerah Lembah Palu-
termasuk Kerajaan Tavaili tidak menghiraukan dan tidak mematuhi
Belanda, maka Gubernemen52 dari Makassar pada tahun 1888 datang ke
Teluk Palu dan membawa pasukan tentara Belanda dengan 3 buah kapal
perang beserta pasukan lengkap, yang bertujuan memperbaharui kontrak
lagi perjanjian yang telah ditandatangani. Dengan tekanan tembakan 3
buah kapal perang di Pantai Kayumalue, akhirnya memakan korban yang
cukup banyak. Mengingat jangan sampai korban bertambah banyak, maka
Magau Yangge Bodu terpaksa menandatangani Lange Kontrak yang baru
tersebut pada 26 Juni 1888. Awalnya sistem pemerintahan Kerajaan
Tavaili adalah Pitunggota.53 Namun yang hadir pada saat penandatanganan
Perjanjian Kontrak hanya Patanggota,54 sehingga Kota Pitunggota dilebur
menjadi Kota Patanggota.55
Akibat penandatanganan Lange Kontrak tersebut, rakyat pun
menderita karena terbebani oleh pajak dan kerja rodi. Disamping itu dalam
Lange Kontrak tersebut memboncengi upaya-upaya missionaris untuk
menanamkan pengaruhnya.56 Adanya Lange Kontrak juga membuat
semakin terbatasnya kekuasaan raja-raja di semua kerajaan Tanah Kaili
secara umum dalam mengurus urusan rumah tangga kerajaan masing-
masing. Sebaliknya semakin kuatlah kedudukan dan kekuasaan Belanda
dalam melaksanakan misi perdagangannya yang bersifat monopoli serta
politik yang bersifat mengadu domba dan memecah belah (divide et
empera).57 Namun dibalik itu semua, terdapat dampak positif yaitu
didirikannya lembaga pendidikan seperti volkschool.58 Hal ini dilakukan

52
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gubernemen adalah pemerintah (dalam masa
penjajahan Belanda). Lihat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Kamus Besar Bahasa
Indonesia
53
Pitunggota Kerajaan Tavaili terdiri dari Labuan, Baiya, Panau, Lambara, Nupabomba,
Kayumalue, dan Tondo.
54
Patanggota Kerajaan Tavaili yaitu Baiya, Panau, Lambara, dan Nupabomba.
55
Moh. Noor Lembah. Op.cit. Hal. 52
56
St. Hadidjah. Op.cit. Hal. 53
57
Arsip Nasional Republik Indonesia, KIT Sulawesi Nomor 145/50
58
St. Hadidjah. Op.cit. Hal. 53

22
oleh Belanda berdasarkan kebijakan politik etis.59 Hal ini berdampak pada
generasi muda Tavaili saat itu yang mulai merasakan dampak dari
pendidikan tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Masuddin Tamaali bahwa:
“Di Tavaili ini banyak putra-putra terbaiknya memegang peranan pada
jawatan-jawatan yang ada, baik ditingkat Kabupaten maupun di
tingkat Provinsi. Semua ini karena hasil dari sekolah yang dibangun
oleh Belanda pada zaman dahulu”60

Akhirnya Magau Yangge Bodu wafat, dan digantikan oleh keponakannya


Djaelangkara. Sejak saat itu, Djaelangkara melanjutkan penentangan
pamannya Magau Yangge Bodu terhadap kebijakan kolonialisme Belanda
yang bertindak sewenang-wenang dan semena-mena.

7. Magau Ke VII : Djaelangkara alias Mangge Dompo


Djaelangkara merupakan keturunan ke 5 dari Magau Daesalembah melalui
anak terakhirnya yang bernama Daetika. Magau Djaelangkara dilantik
pada hari Selasa, 22 Mei 1900, dan wafat pada tahun 1906. Beliau
merupakan satu-satunya Raja Tavaili yang mati diracun oleh Belanda di
atas kapal ketika memeriksa wilayah perbatasannya dengan wilayah
Kerajaan Toli Toli di perairan Pantai Baerumu (Tompe). Djaelangkara
adalah salah satu Magau yang keras terhadap penjajah Belanda, ia selalu
menentang kebijakan Belanda yang di anggap merugikan Kerajaan. Hal
itulah yang merupakan salah satu alasan Belanda ingin menyingkirkan
Magau Djaelangkara. Djaelangkara juga merupakan ayah dari
Lamakampali, yang kelak akan menjadi Raja terakhir Tavaili. Susunan
pemerintahan Kerajaan Tavaili pada masa Magau Djaelangkara adalah
sebagai berikut:
Madika Matua : I Vodjo
59
Politik etis adalah politik yang diperjuangkan untuk mengadakan desentralisasi, kesejahteraan
rakyat, serta efisiensi. (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah
Nasional Indonesia, Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka. Hal. 35)
60
Wawancara St. Hadidjah bersama Masuddin Tamaali di Tavaili, 11 Juni 2006. Dalam St.
Hadidjah. Op.cit. Hal. 55

23
Baligau : Daeng Mantakila alias Papa Soso
Galara : Tandalembah
Pabisara : Iedo
Berdasarkan silsilah yang dibuat Moh. Noor Lembah pada tahun
1985 dalam Silsilah Kita Santina, beliau menguraikan bahwa Magau
Djaelangkara merupakan putera dari seorang Madika Vatutela yang
bernama Tanggarumpu (Baso Kavola) dan ibunya bernama Daeng Manuru
Andi Tondra. Dari garis ayahnya beliau merupakan keturunan alim ulama
karena ayah dari Baso Kavola, Datumpedagi tercatat merupakan Imam
Masjid Tavaili.61
Djaelangkara juga dikenal bergelar Mangge Dompo (Paman dari
Dompo, Dompo adalah anak dari Karanja Lembah) dalam sejarah
Kerajaan Tavaili sang Magau terkenal sebagai ahli politik dan seorang
negosiator ulung. Hal tersebut dapat kita lihat ketika beliau berhasil
memberi personal garansi kepada pihak Belanda saat peristiwa Perang
Donggala untuk melindungi Raja Malonda dari pasukan marsose. Pun
demikian halnya yang beliau lakukan pada saat marsose mencoba
menangkap sepupunya Karanja Lembah atau Toma I Dompo untuk
diasingkan ke Pulau Jawa.62
Sikap menentang Belanda yang dilakukan Djaelangkara ia warisi
dari pamannya yang merupakan Magau Tavaili sebelumnya, yaitu Yangge
Bodu. Dalam masa kekuasaan Magau Djaelangkara, bersama saudara
sepupunya Karanja Lembah, mereka mulai menyusun kekuatan dan
rencana untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Menurut Suaib
Djafar, program Magau Djaelangkara selama kekuasannya di Tavaili
hanya menyusun kekuatan dalam berbagai kegiatan untuk membendung
usaha Belanda menguasai lebih jauh Kerajaan ini sambil memperlihatkan
sikap tidak mau bersahabat dengan Belanda.63 Menghadapi rencana buruk

61
Moh. Noor Lembah. Op.cit.
62
Andi Mattulada. 1991. Sekelumit Sejarah Sulawesi Tengah. Jurnal Antropologi Indonesia.
Volume 48
63
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 232

24
Belanda, Djaelangkara membuat benteng pertahanan dan memerintahkan
beberapa orang Tadulako (Toma Langgai) melatih pasukan perang di
pegunungan Kayu Lei.64
Kisah tragis dialami beliau ketika jabatan Djaelangkara sebagai
Magau harus diakhiri melalui kamatian dikarenakan Peristiwa Kamate ri
Baerumu (kematian di Baerumu). Peristiwa di racunnya Magau di Pantai
Sirenja tahun 1906 tepatnya di Desa Baerumu oleh orang dekatnya yang
telah menjadi kaki tangan Belanda. Peristiwa itu dilatarbelakangi oleh
kekhawatiran pihak Belanda akan kegiatan pelatihan beberapa Tadulako di
Desa Baiya tepatnya di Kayu Lei oleh Magau Djaelangkara. Akhirnya
beliau wafat dan dimakamkan di belakang Masjid Tavaili bersama
kakeknya Datu Mpedagi.65 Setelah beliau wafat, semua bangsawan,
Tuguranuada, Baligau dan Dewan Pemerintahan Kerajaan Tavaili
mengadakan musyawarah (nolibu) dan memutuskan untuk mengangkat
Tumpalembah sebagai Magau berikutnya. Prosesi pemilihan Magau terjadi
apabila setiap Magau yang berkuasa wafat ataupun melanggar adat.66
Semangat perlawanan dalam sikap ini tidak hanya terhenti sampai
pada Magau Djaelangkara saja, akan tetapi jiwa patriotisme tersebut hidup
dan berkembang terus dikalangan Magau-Magau maupun Madika-Madika
selanjutnya. Salah seorang keponakan Djaelangkara yang bernama
Magaulalu alias Yululembah telah merintis kembali jiwa dan semangat
perlawanan oleh pamannya Djaelangkara terhadap Belanda, ketika ia
diangkat menjadi Kepala Distrik Madika Matua di Sirenja. Beliau
menggunakan waktunya dengan memperluas pengetahuan politik
perjuangan melalui surat kabar Bintang Timur terbitan PSII (Sarekat
Islam) di Jawa yang menjadi langganannya. Melalui bacaan ini, ia
memahami politik Belanda terhadap daerah jajahannya yang hanya
mencari keuntungan semata.

64
Pegunungan Kayu Lei berada di atas Baiya
65
Dilansir dari fanspage Komunitas Historia Sulawesi Tengah dalam aplikasi Facebook
66
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 238

25
Dengan cara mengulur-ulur waktu penagihan pajak dari rakyat,
sehingga terjadi tunggakan pajak yang cukup besar ditangan wajib pajak.
Ketika diadakan Inspeksi oleh Kontrolir Donggala ternyata Distrik Sirenja
banyak tunggakan pajak ditangan rakyat. Melihat hal ini, Kepala Distrik
Yululembah dimarahi Kontrolir Belanda. Dengan suara yang lantang dan
wajah yang bengis ia membentak kontrolir sambil memukul meja. Karena
Kontrolir melihat situasi semakin panas dengan marahnya Yululembah
maka ia kembali ke Donggala dan langsung melapor kepada Asisten
Residen tentang kejadian di Tompe. Yululembah dipanggil oleh Asisten
Residen dan langsung dipecat. Pemecatan itu diterima dengan semangat
juang yang tinggi dan mempunyai lebih banyak lagi waktu untuk
memperluas pengetahuan tentang perjuangan PSII yang sangat
bermasyarakat pada saat itu.67 Setelah pemecatan tersebut, Yululembah
berangkat ke Jawa untuk mendalami PSII mulai dari daerah Sukabumi
sampai ke Batavia (Jakarta).68 Yotolembah yang berkuasa di masa
Yululembah sebagai Kepala Distrik di Sirenja tidak dapat berbuat apa-apa
dan menuruti Belanda.

8. Magau Ke VIII : Tumpalembah alias Madika Bugi


Tumpalembah adalah anak dari Magau Yangge Bodu, kepemimpinan
Magau Tumpalembah terbilang singkat hanya berlangsung selama 2 tahun
yaitu pada tahun 1906-1908. Faktornya karena situasi di Kerajaan Tavaili
masih belum kondusif pasca terbunuhnya Magau Djaelangkara oleh pihak
Belanda. Selain itu, beliau dikenal suka menghisap candu dan sering
melanggar adat. Pada masa pemerintahannya, banyak wilayah Tavaili
diberikan kepada Magau Banawa Lamarauna, sehingga pada tahun 1808
sebelum ia wafat, diadakanlah musyawarah (nolibu) oleh Bangsawan,

67
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 233
68
Jefrianto. 2013. Gerakan Sarekat Islam di Sulawesi Tengah (1916-1923). Jurnal IKAHIMSI
Januari 2013

26
Toguranuada, Baligau dan Dewan Pemerintahan Kerajaan Tavaili yang
memutuskan Labulembah69 sebagai Magau berikutnya.70

9. Magau Ke IX : Labulembah alias Madika Kejo


Labulembah adalah adik kandung dari Magau Djaelangkara. Labulembah
memerintah dari 1908 sampai 1912. Pada masa kepemimpinannya, campur
tangan Belanda mulai tertanam dengan dihapusnya istilah Baligau, Galara,
Pabisara dan Punggava (tetap mempertahankan istilah Madika Malolo dan
Madika Matua) sehingga untuk urusan pertanian dan sebagainya dikelola
oleh masing-masing kepala kampung di wilayahnya. Akibat campur
tangan pemerintah Belanda tersebut sepeninggal Labulembah, Magau
selanjutnya tidak lagi diangkat berdasarkan hasil kesepakatan Dewan
Adat, tetapi diangkat dan dilantik oleh Asisten Residen Belanda yang
berkedudukan di Donggala.71

10. Magau Ke X : Yoto Labulembah (Yotolembah) alias Papa Itjesale


Yoto Labulembah atau lebih dikenal dengan nama Yotolembah alias Papa
Intjesale merupakan anak dari Magau Labulembah. Pada masa
kepemimpinan Magau Yotolembah ini istilah penyebutan Madika Malolo
masih sempat dipertahankan namun kemudian di ganti dengan istilah
Kepala Distrik. Susunan pemerintahan Magau Yotolembah adalah:
Madika Malolo (sempat dijabat oleh) : Borman Lembah alias Papa Maskia
Madika Matua : Madusila Datumpedagi alias Pue
Malolo Nggalevo
(kemudian Madika diganti dengan Kepala Distrik)
Kepala Distrik Ke-1 : Mangala Ulu Labulembah alias Mangge
Anditalo
Pemangku Jabatan Magau : Radja Tiangso72
Kepala Distrik Ke-2 : Lamakampali Djaelangkara
69
Labulembah adalah adik dari Magau Djaelangkara
70
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 239
71
St. Hadidjah. Op.cit.

27
Sewaktu Yotolembah wafat, Dewan Adat Patanggota mengadakan
musyawarah dan menetapkan Magaulalu alias Yululembah sebagai
penggantinya. Keputusan ini tidak diterimanya dengan alasan, ia tidak
mau bekerja sama dengan Belanda. Demikian pula pihak Belanda tidak
lagi mempercayai Yululembah, bahkan menganggapnya sebagai musuh
yang harus diawasi. Hal ini membuat Belanda turut campur dalam
pemilihan Magau. Guna kelancaran tugas-tugas Magau dalam kerajaan,
Belanda mengusulkan kepada Dewan Adat Patanggota agar Radja
Tiangso73 diangkat sebagai Caretaker (Pejabat Sementara), karena istrinya
adalah keturunan bangsawan Tavaili. Ia menjabat sebagai Pejabat
Sementara Magau Tavaili dari tahun 1926-1931.

11. Magau ke XI : Lamakampali Djaelangkara


Lamakampali adalah anak dari Magau Djaelangkara. Beliau diangkat
menjadi Magau pada tahun 1930 namun baru pada tahun 1936
Lamakampali aktif menjalankan tugasnya sebagai Magau. Beliau pula
yang membagi wilayah Kerajaan Tavaili menjadi dua Distrik yang
masing-masing dipimpin oleh Kepala Distrik yaitu:
Distrik Tavaili Selatan
Kepala Distrik Tavaili Selatan ke 1 = Abd. Muluk Yoto Labulembah
Kepala Distrik Tavaili Selatan ke 2 = Moh. Duddin Borman Lembah
Kepala Distrik Tavaili Selatan ke 3 = Radja Umar Yoto Labulembah

Distrik Tavaili Utara


Kepala Distrik Tavaili Utara ke 1 = H. Djamaludin Labulembah
Kepala Distrik Tavaili Utara ke 2 = Moh. Duddin Borman Lembah
Kepala Distrik Tavaili Utara ke 3 = Dg. Maladja Lamakampali

72
Radja Tiangso dilantik menjadi pejabat Magau karena Pewaris sah tahta Kerajaan yaitu
Lamakampali masih sangat muda untuk diangkat sebagai Magau. Radja Tiangso memerintah dari
tahun 1926-1930.
73
Radja Tiangso merupakan Opseter jalan Palu-Parigi dan Palu-Sabang

28
Kepala Distrik Tavaili Utara ke 4 = Syaifudin Lamakampali
Kepala Distrik Tavaili Utara ke 5 = Yuslin Borman Lembah

Magau Lamakampali adalah Raja terakhir di Kerajaan Tavaili. Di masa


pemerintahannya telah memasuki masa kemerdekaan Republik Indonesia.
Akhirnya Kerajaan Tavaili berintegrasi dengan Indonesia, yang sempat
terbagi menjadi Negara Indonesia Timur (NIT), dimana peraturan
Swapraja mulai diberlakukan. Akhirnya Kerajaan Tavaili digabungkan
dengan bekas wilayah Kerajaan Banawa untuk dan mendirikan Kabupaten
Donggala.

Berdasarkan peta pada arsip Missive van Asisten Resident van Midden
Celebes, 22 November 1907, melalui Besluit No. 4216 tertanggal 10 Maret 1908,
Hindia Belanda menetapkan batas tiap Kerajaan di Lembah Palu.74 Secara kasar,
beberapa kerajaan memiliki wilayah yang terpisah-pisah, tengok saja Kerajaan
Banawa dan Kerajaan Tavaili. Justru Kerajaan Palu yang memiliki Wilayah yang
satu, dan jauh mengambil pegunungan barat Lembah Palu. Sedangkan wilayah
Pegunungan Timur dikuasai Kerajaan Tavaili.
Pada tahun 1942-1945, terjadi peralihan kekuasaan di Nusantara setelah
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, hal ini menandakan berakhirnya
masa kekuasaan Belanda di Nusantara. Pada saat itu, keadaan pemerintahan yang
dikendalikan oleh para raja-raja-termasuk di Sulawesi Tengah berlangsung sampai
bulan Juni 1942.75 Setelah itu petugas-petugas pemerintahan sipil Jepang dari
Manado datang.76 Dalam hal ini Sistem Pemerintahan Dewan Adat Patanggota
Kerajaan Tavaili tidak berubah, tetapi namanya berubah seperti bekas Afdeeling
Donggala berubah nama menjadi Kenkanrikan77 yang dulunya dibawah

74
Arsip Missive van Asisten Resident van Midden Celebes, 22 November 1907, melalui Besluit
No. 4216 tertanggal 10 Maret 1908
75
Syakir Mahid, Haliadi-Sadi, Wilman Darsono. 2012. Sejarah Kerajaan Bungku. Yogyakarta:
Ombak. Hal. 316-317
76
Arsip Nasional Republik Indonesia. 2015. Citra Kota Palu Dalam Arsip. Jakarta: ANRI. Hal. 7
77
Kenkanrikan merupakan sistem jabatan di masa pendudukan Jepang yang setingkat dengan
Bupati Zaman Jepang

29
kedudukan Asisten Residen. Sedangkan Kontrolir yang merupakan kedudukan
pada daerah Onder Afdeeling diganti dengan kedudukan seorang Bunken
Kanrikan yang membawahi Raja Tavaili. Selain itu, nama kerajaan yang dalam
pemerintahan Belanda disebut Landchap juga berubah. Beberapa istilah dalam
pemerintahan juga berubah menjadi istilah Jepang. Raja disebut Suco, dan Kepala
Distrik disebut Gunco, yang menyesuaikan dengan bahasa Jepang sebagai
penguasa Nusantara pada waktu itu. Selama pendudukan Jepang di Palu, peranan
raja-raja Tavailii, Banawa, Palu, Kulawi, Sigi-Dolo beserta aparat kerajaannya
selalu saja dimanfaatkan untuk mengerahkan tenaga rekyat untuk bekerja demi
kepentingan penyediaan perbekalan perang.78
Pada tahun 1945 Indonesia meraih kemerdekaannya. Dalam hal ini
hingga tahun 1946 Sistem Pemerintahan Dewan Adat Patanggota Kerajaan
Tavaili mengalami masa transisi akibat masuk dan berkembangnya paham
nasionalisme oleh organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai seperti PSII
(Sarekat Islam), PNI, dan organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdhlatul Ulama
serta Al-Khairaat.
Pada tahun 1946-1950 Sistem Pemerintahan Dewan Adat Patanggota
Kerajaan Tavaili masuk dalam suatu daerah otonom Sulawesi Tengah yang
bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan kedudukan Kepala
Daerah R.M. Pusadan yang beribukota di Poso. Pada tahun 1954, Kerajaan
Tavaili dibubarkan dengan Magau Lamakampali Djaelangkara sebagai Raja
terakhir Tavaili. Wilayahnya yang terdiri dari 2 Distrik di gabungkan dengan
Kabupaten Donggala (dibentuk berdasarkan bekas wilayah Kerajaan Tua
Pudjananti, dan Kerajaan Banawa) yang telah diresmikan pada tahun 1952. Dan
pada tahun 1952-1964, Sistem Pemerintahan Dewan Adat Patanggota Kerajaan
Tavaili memasuki sistem pemerintahan Swapraja, hingga keluarnya Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi
Tengah.79

78
Frans Hitipeuw dan Sutrisno Kutoyo (Ed). 1982. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah
Sulawesi Tengah. [Tim penulis: N. Nainggolan, Daeng Patiro Laintagoa dan R.E Nainggolan].
Jakarta: Depdikbud. Hal. 33-34

30
BAB V

PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Kerajaan Tavaili atau Tawaeli terbentuk sekitaran abad ke-16. Awalnya
Kerajaan ini bernama Kerajaan Boya Peramba, yang terletak di Boya Peramba
atau sekarang dikenal dengan wilayah Nupabomba. Saat itu, kerajaan ini
menyebut istilah Langganunu sebagai raja mereka, sebelum akhirnya
menyesuaikan dengan istilah Magau yang populer di Lembah Palu. Langganunu
yang pernah memerintah Kerajaan Boya Peramba adalah Anak Vumbulangi,

79
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah.

31
Djaelangga, Pialembah (Siolembah), Basanurina (Basanuama), dan Marukaluli.
Pada tahun 1550, sistem pemerintahan Langganunu berubah menjadi sistem
pemerintahan Kemagauan. Selanjutnya sekitar pertengahan abad ke 16, dibawah
pimpinan Labulembah, ia mengajak rakyatnya untuk turun dari pegunungan dan
mulai membuka lokasi pemukiman yang dikenal sekarang dengan sebutan Tavaili.
Maka dengan itu Kerajaan tua yang dikenal dengan nama Boya Peramba secara
otomatis berubah penyebutannya menjadi Kerajaan Tavaili. Kerajaan Tavaili pada
masa jayanya merupakan kerajaan yang memiliki wilayah cukup luas mulai dari
Ogoamas sampai Lasoani.
Magau yang pernah memerintah Kerajaan Tavaili yaitu 1) Labulembah
(Madika Tonavu Jara); 2) Yuntonulembah; 3) Daesalembah; 4) Mariama; 5)
Daeng Pangipi; 6) Yangge Bodu; 7) Djaelangkara; 8) Tumpalembah; 9)
Labulembah (Madika Kejo); 10) Yoto Labulembah (Yotolembah); dan 11)
Lamakampali Djaelangkara. Pada tahun 1954 Kerajaan Tawaeli di bubarkan
dengan Magau Lamakampali Djaelangkara sebagai Raja terakhir. Wilayahnya
yang terdiri dari dua Distrik di gabungkan dengan Kabupaten Donggala yang
bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan telah
diresmikan pada tahun 1952. Dengan demikian, maka usia Kerajaan Tavaili sejak
didirikan (sekitar abad ke-16 Masehi) hingga bergabung dengan NKRI (Tahun
1954) yaitu sekitar 400 tahun lebih.

5.2 SARAN
Kami selaku penulis mengharapkan kedepannya semakin banyak sumber atau
referensi terkait Kerajaan Tavaili sebagai pengembangan penelitian dan
kepentingan ilmu pengetahuan.

32
DAFTAR PUSTAKA
Albert Christiaan Kruyt. 1938. De West-Toradjas op Midden Celebes. Deel I.
Amsterdam: N.V Noord-Hollandsche Uitgevers-Maatschappij.
Andi Mattulada. 1991. Sekelumit Sejarah Sulawesi Tengah. Jurnal Antropologi
Indonesia. Volume 48
Arsip Missive van Asisten Resident van Midden Celebes, 22 November 1907,
melalui Besluit No. 4216 tertanggal 10 Maret 1908
Arsip Nasional Republik Indonesia. 2015. Citra Kota Palu Dalam Arsip. Jakarta:
ANRI
Arsip Nasional Republik Indonesia, KIT Sulawesi Nomor 145/50
Basri MS. 2006. Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori dan Praktik).
Jakarta: Restu Agung. Committee on Historiography

33
Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 13 April 1911 Nomor 11
Besluit Pemerintahan Hindia Belanda tanggal 30 Juni 1908 Nomor 36
Besluit Pemerintahan Hindia Belanda tanggal 15 Juli 1916 Nomor 39
Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Burhan Bungin
Data Kantor Kecamatan Tavaili Tahun 1994
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitaian Sejarah. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu
Fakhry Zamzam. 2019. Zafry Zamzam Waja Hampai Kaputung. Yogyakarta:
Deepublish
Frans Hitipeuw dan Sutrisno Kutoyo (Ed). 1982. Sejarah Revolusi Kemerdekaan
Daerah Sulawesi Tengah. [Tim penulis: N. Nainggolan, Daeng Patiro
Laintagoa dan R.E Nainggolan]. Jakarta: Depdikbud
Haliadi-Sadi, Ismail Syawal. 2017. Sejarah Perjuangan Pue Lasadindi di Tanah
Kaili. Palu: Hoga
Haliadi-Sadi, Ismail Syawal. 2017. Sejarah Sosial Sulawesi Tengah. Palu: Hoga
Haliadi-Sadi, Syamsuri. 2016. Sejarah Islam di Lembah Palu. Yogyakarta: Q
Media
Jefrianto. 2013. Gerakan Sarekat Islam di Sulawesi Tengah (1916-1923). Jurnal
IKAHIMSI Januari 2013
John W. Creswell. 2015. Penelitian Kualitatatif dan Desain Riset: Memilih di
Antara Lima Pendekatan (Edisi Ke-3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Daring. Diakses di https://kbbi.kemdikbud.go.id/
Keputusan Konferensi Raja-Raja Sulawesi Tengah Afdeeling Midden Celebes
tanggal 27 November sampai dengan 2 Desember 1948 di Parigi
Komunitas Historia Sulawesi Tengah
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah (Edisi Kedua). Yogyakarta: Tiara
Wacana
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang

34
Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto.
Jakarta: Universitas Indonesia Press
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah
Nasional Indonesia, Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka
Masyhuddin Masyhuda. 1981/1982. Palu Meniti Zaman. Kota Penerbit dan
Penerbit tidak diketahui
Miles, M.B & Huberman A.M. 1984, Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh
Tjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Moh. Noor Lembah. 1985. Silsilah Kita Santina. Tavaili: Naskah Stensilan
Mohammad Sairin. 2016. Bangsawan Sigi Dalam Arus Perubahan: Keluarga
Lamakarate dalam Politik di Sulawesi Tengah, 1907-1982. Tesis: Program
Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Diakses di
Digilib FIB UGM
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu
Pengalaman). Jakarta : Yayasan Idayu
Nuraedah. 2019. Sejarah dan Tradisi Lokal Masyarakat Kaili di Sigi. Yogyakarta:
Deepublish
Nurhayati Nainggolan, dkk. 1996/1997. Sejarah Daerah Sulawesi Tengah.
Jakarta: Depdikbud
Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1952
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1952 tentang
Pembubaran Daerah Sulawesi Tengah dan Pembagian Wilayahnya dalam
Daerah-Daerah Swantantra
Sartono Kartodirjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia:
Suatu Alternatif. Jakarta: Gramedia
St. Hadidjah. 2006. Sejarah Islam di Tawaeli (Studi Tentang Hubungan Agama
dan Adat). Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri
Alauddin Makasaar
Staatsblad Tahun 1907 Nomor 27
Stamboom Magaoe Sigi, Biromaroe en Dolo, tertanggal Paloe, 30 Juli 1927

35
Suaib Djafar. 2014. Kerajaan dan Dewan Adat di Tanah Kaili Sulawesi Tengah.
Yogyakarta: Ombak.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta
Syakir Mahid, Haliadi-Sadi, Wilman Darsono. 2012. Sejarah Kerajaan Bungku.
Yogyakarta: Ombak
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah
Undang-Undang Negara Indonesia Timur Nomor 44 Tahun 1950
Wawancara bersama Ketua Dewan Adat Kelurahan Baiya Kecamatan Tavaili
pada 10 April 2021
Wawancara bersama Masuddin Tamaali (Ketua Dewan Adat Kelurahan Lambara
Kecamatan Tavaili) pada 11 April 2021
Wawancara bersama Mohammad Sairin pada 10 April 2021

LAMPIRAN

36
Observasi awal di Kantor Kelurahan Baiya, Kecamatan Tavaili

Wawancara bersama Ketua Dewan Adat Kelurahan Baiya Kecamatan Tavaili

37
Wawancara bersama Ketua Dewan Adat Kecamatan Tavaili, Drs. H. Masuddin
Tamaali

38
Ziarah di makam keluarga Kerajaan Tavaili, yang terletak di belakang Masjid Al-
Ikhlas Kelurahan Lambara Kecamatan Tavaili

Makam Raja Tavaili, yang terletak di belakang Masjid Jami Tavaili

Ziarah ke makam Raja Tavaili, Labulembah

Masjid Jami Tawaeli. Masjid ini merupakan Masjid pertama di Tavaili

39
Puskesmas Tavaili. Dahulu tempat ini merupakan Rumah Raja (Sou Raja) Tavaili

SMP Negeri 16 Palu. Dahulu tempat ini merupakan Rumah Adat Kerajaan Tavaili

Rumah Raja terakhir Tavaili, Lamakampali yang terletak di Jalan Jaelangkara


Tavaili (Trans Palu-Parigi)

Pencarian data dan sumber yang relevan di Perpustakaan Daerah Sulteng

40
Proses pengerjaan Laporan PKL I

Peta Tavaili Zaman Kolonial Belanda


(Sumber: tokaili.wordpress.com/kerajaan-tawaili)

Magau Yoto Labulembah (Yotolembah) beserta keluarganya


(Sumber: sultansinindonesieblog.wordpress.com)

41
Silsilah Magau Tavaili
(Sumber: Mohammad Sairin. 2016. Bangsawan Sigi Dalam Arus Perubahan:
Keluarga Lamakarate dalam Politik di Sulawesi Tengah, 1907-1982. Tesis:
Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Hal. 229)

42
Jaringan Kekerabatan Sigi Dolo, Palu dan Tavaili
(Sumber: Mohammad Sairin. 2016. Bangsawan Sigi Dalam Arus Perubahan:
Keluarga Lamakarate dalam Politik di Sulawesi Tengah, 1907-1982. Tesis:
Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Hal. 321)

43

Anda mungkin juga menyukai