DISUSUN OLEH
KELOMPOK 9
KELAS : C
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas nikmat
iman, kesehatan, dan kesempatan sehingga masih diberikan kesempatan untuk
menyelesaikan Laporan Penelitian Praktek Kerja Lapangan I. Shalawat serta
salam kita haturkan kepada junjungan, panutan, dan suri tauladan kita Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
3.4.1.2 Wawancara...........................................................................................9
3.4.1.3 Dokumentasi.........................................................................................9
iii
4.1 Sejarah Kerajaan Tavaili: Dari Kerajaan Boya Peramba menjadi Kerajaan
Tavaili.................................................................................................................11
BAB V PENUTUP.................................................................................................32
5.1 KESIMPULAN............................................................................................32
5.2 SARAN........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
LAMPIRAN...........................................................................................................37
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah (Edisi Kedua). Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal. 173
2
Wawancara St. Hadidjah bersama Aswin Saehana, dalam St. Hadidjah. 2006. Sejarah Islam di
Tawaeli (Studi Tentang Hubungan Agama dan Adat). Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas
Islam Negeri Alauddin Makasaar.
1
berdasarkan dialek Kaili, maka selanjutnya dalam tulisan ini Kerajaan Tawaeli
disebut dengan Kerajaan Tavaili.
2
BAB II
3
menyebut raja mereka, sebelum beradaptasi dengan kerajaan-kerajaan lain di
Sulawesi Tengah yang menyebut raja mereka dengan sebutan Magau. Tema yang
akan kita angkat pada penelitian ini adalah “Sejarah Kerajaan Tawaeli”
4
Wilayah Boya Peramba terletak di bagian Utara Desa Nupabomba, Kecamatan Tanantovea
Kabupaten Donggala
4
BAB III
METODE PENELITIAN
5
John W. Creswell. 2015. Penelitian Kualitatatif dan Desain Riset: Memilih di Antara Lima
Pendekatan (Edisi Ke-3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
5
3.3 OBJEK PENELITIAN
Objek penelitian laporan ini yaitu mengamati bekas peninggalan-peninggalan
Kerajaan Tavaili dan raja-raja yang memimpin Kerajaan Tavaili.
6
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang. Hal. 185.
6
2. Heuristik (Pengumpulan Data)
3. Kritik (Verifikasi)
7
4. Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut
hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi
fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur.
Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan
fakta yang ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat
pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang bersifat
deskriptif saja belum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih
dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunkan.
5. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai
sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah
melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar
bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga
untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan struktur dan
gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar
orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.11
3.4.1.2 Wawancara
Penulis mencari informan yang kompoten dibidangnya, yaitu Ketua
Dewan Adat Kelurahan Baiya Kecamatan Tavaili, Ketua Dewan Adat Kelurahan
Lambara Kecamatan Tavaili Drs. H. Masuddin Tamaali, dan Mohammad Sairin,
S.Pd, M.A. yang merupakan Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu.
11
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu Pengalaman).
Jakarta : Yayasan Idayu. Hal. 201.
8
3.4.1.3 Dokumentasi
Penelitian yang dilakukan memerlukan dokumentasi. Hal tersebut
dilakukan untuk menelusuri bekas-bekas peninggalan Kerajaan Tavaili. Selain itu
dengan menggunakan dokumentasi dapat mempermudah dalam menganalisis dan
memberikan pemahaman terhadap suatu peristiwa. Penelitian juga menggunakan
dokumentasi untuk penelitian hasil data yang lebih akurat.
“Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif da berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data,
yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi“.13
12
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta. Hal. 246
13
Ibid. Hal 246
9
BAB IV
10
memiliki wilayah cukup luas mulai dari Ogoamas 14 sampai Lasoani.15 Kerajaan
Tavaili sudah berdiri sejak abad ke-16. Kerajaan ini adalah kerajaan Suku Kaili.
Raja di kerajaan ini bergelar Langganunu, sebelum akhirnya beradaptasi dengan
kerajaan-kerajaan di Lembah Palu yang menyebutkan raja mereka dengan sebutan
Magau. Sebelum ditaklukkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda wilayah
Sulawesi Tengah adalah wilayah pemerintahan raja-raja yang berdiri sendiri-
sendiri yaitu:
a. Kerajaan Palu
b. Kerajaan Sigi Dolo
c. Kerajaan Tatanga
d. Kerajaan Tavaili
e. Kerajaan Kulawi
f. Kerajaan Biromaru
g. Kerajaan Banawa
h. Kerajaan Moutong
i. Kerajaan Buol
j. Kerajaan Toli Toli
k. Kerajaan Bungku
l. Kerajaan Banggai
m. Kerajaan Poso
n. Kerajaan Mori
o. Kerajaan Parigi
p. Kerajaan Tojo
14
Secara administratif, sekarang wilayah Ogoamas terletak di Kecamatan Sojol Utara, Kabupaten
Donggala Sulawesi Tengah
15
Secara administratif, sekarang wilayah Lasoani merupakan salah satu Kelurahan di Kota Palu
dan bernama Kelurahan Lasoani, yang masuk dalam wilayah Kecamatan Mantikulore Kota Palu
Sulawesi Tengah
11
dan Sulawesi Tengah bagian Timur/Teluk Tolo.16 Kerajaan Tavaili masuk
dalam Sulawesi Tengah bagian Barat yang berkedudukan di Makassar, dan
dibawah pimpinan seorang Asisten Residen yang bernama M. J. H.
Engelenberg.17 Pada tahun 1907, Belanda melakukan penataan wilayah
tepatnya pada tanggal 23 September 1907 dan membagi wilayah Sulawesi
Tengah lima, yaitu Onder Afdeeling Banawa-termasuk Tavaili di
dalamnya, Toli Toli, Palu, Poso dan Parigi.18 Selanjutnya pada tahun 1911,
Belanda kembali merombak struktur pemerintahan di Sulawesi Tengah
yaitu Afdeeling Midden Celebes.19 Afdeeling20 ini dibagi menjadi lima
Onder Afdeeling21 yaitu Donggala–termasuk Tavaili didalamnya, Palu,
Poso, Parigi dan Toli Toli.22 Selanjutnya perubahan struktur pemerintahan
Belanda di Sulawesi Tengah terjadi lagi pada tahun 1924 dengan
pembagian Afdeeling Midden Celebes menjadi dua Afdeeling yakni
Afdeeling Donggala yang beribukota di Donggala dan Afdeeling Midden
Celebes dengan beribukota di Poso.23 Dengan demikian, Kerajaan Tavaili
saat itu termasuk dalam Afdeeling Donggala.
16
Masyhuddin Masyhuda. 1981/1982. Palu Meniti Zaman. Palu: Penerbit tidak diketahui. Hal. 26
17
Haliadi-Sadi, Syamsuri. 2016. Sejarah Islam di Lembah Palu. Yogyakarta: Q Media. Hal. 104-
105
18
Staatsblad Tahun 1907 Nomor 27 dan Besluit Pemerintahan Hindia Belanda tanggal 30 Juni
1908 Nomor 36
19
Sebelum bernama Afdeeling Midden Celebes, saat itu struktur pemerintahan Belanda di Palu
bernama Afdeeling Teluk Palu dan merupakan wilayah dari Karensidenan Manado.
20
Afdeeling merupakan sebuah wilayah administratif dalam struktur pemerintahan Kolonial
Belanda di Nusantara. Afdeeling setingkat dengan Kabupaten. Administratornya dipegang oleh
seorang Asisten Residen.
21
Onder Afdeeling merupakan sebuah istilah dalam struktur pemerintahan Belanda di Nusantara.
Onder Afdeeling setingkat dengan Kawedanan (di bawah Kabupaten, di atas Kecamatan).
Administratornya dipegang oleh seorang Controleur (Kontrolir)
22
Reorganisasi pemerintahan Belanda di Sulawesi Tengah ini dimuat dalam Besluit Gubernur
Jenderal tanggal 13 April 1911 Nomor 11. Pembentukan Afdeeling Midden Celebes dengan
wilayah yang membentang dari Pantai Barat Sulawesi di Teluk Palu sampai pedalaman Sulawesi
Tengah di Poso dilakukan setelah penaklukkan Belanda terhadap Poso. Nama Afdeeling Teluk
Palu tidak lagi relevan untuk mencakup wilayah yang membentang sampai ke pedalaman. Dalam
Haliadi-Sadi, Ismail Syawal. 2017. Sejarah Sosial Sulawesi Tengah. Palu: Hoga. Hal. 70-71
23
Ibid. Hal. 71
12
4.2 Dari Langganunu hingga Magau: Transformasi Sistem Pemerintahan
Kerajaan Tavaili
Sebelum abad ke 16 atau lebih tepatnya sebelum Lembah Palu terbentuk,
telah berdiri sebuah kerajaan tua di Boya Peramba.24 Tidak diketahui secara pasti
tahun berdirinya, karena kurangnya literatur atau bukti fisik mengenai kerajaan ini
salah satu faktornya karena masyarakat Suku Kaili sejak dahulu tidak mengenal
budaya tulis, dan hanya menggunakan tradisi lisan secara turun temurun.
Berdasarkan tradisi lisan tersebut, Kerajaan Boya Peramba diketahui memiliki
lima orang Langganunu. Langganunu adalah gelar asli bagi pemimpin kerajaan ini
sebelum istilah Magau populer di tanah Kaili. Secara etimologis, Langganunu
berasal berasal Bahasa Kaili yaitu dari kata ‘Nilangga’ yang berarti ‘diangkat’
atau ‘ditinggikan’. Sementara kata ‘Nunu’ berarti ‘pohon beringin’ yang
melambangkan bangsawan tulen yang mengayomi dan melindungi rakyat.
Langganunu adalah Pemimpin Tertinggi atau Pemimpin Agung yang mengayomi
dan melindungi rakyat.25 Susunan struktur Pemerintahan Tradisional I di Boya
Peramba antara lain:
Langganunu : Kepala Pemerintahan
Datu Oge : Wakil Langganunu (Wakil Kepala Pemerintahan)
Tolele : Patih (Pelaksana Pemerintahan)
Toma Oge : Bangsawan/Penguasa Kampung
Mpolele : Penghubung Kampung
Sobo : Penentu Waktu untuk Bercocok Tanam
Panjuju : Wakil Sobo
Togurana Nuada : Para Orang Tua Adat
Ulutumba : Menteri Pertanian
24
Boya Peramba artinya kumpulan beberapa kampung. Kerajaan tua di Boya Peramba ini
merupakan cikal bakal Kerajaan Tavaili. Sekarang wilayah Boya Peramba terletak di bagian Utara
Desa Nupabomba, Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala
25
Moh. Noor Lembah. 1985. Silsilah Kita Santina. Tavaili: Naskah Stensilan. Hal. 51
13
(Botu) dari Musyawarah (Libu) beberapa Kepala Kampung (Toma Oge) yang
bertempat di Sampaga Biru Liku,26 akhirnya Tavaili dibuka pada masa
pemerintahan Langganunu Marukaluli yang memerintah kira-kira pada abad ke-
16.27
Adapun Langganunu yang pernah memerintah, antara lain28:
Langganunu I Boya Peramba : Yanggamba (Anak Vumbulangi29)
Langganunu II Boya Peramba : Djaelangga (Djalangkaloa)
Langganunu III Boya Peramba : Pialembah (Siolembah)
Langganunu IV Boya Peramba : Basanurina (Basanuama)
Langganunu V Boya Peramba : Marukaluli (1550)30
Magau = Maharaja
Madika Malolo = Raja Muda
Madika Matua = Pelaksana Pemerintahan
Baligau = Ketua Dewan Adat
Galara = Hakim
Pabisara = Pembicara
Punggava = Urusan Tani dan Ekonomi
26
Sampaga Biru Liku merupakan wilayah di atas Kelurahan Lambara sekarang
27
Ibid. Hal. 51
28
Ibid. Hal. 51
29
Vumbulangi merupakan Ratu Kerajaan Bangga. Wilayah Kerajaan Bangga terletak di Selatan
Lembah Palu.
30
Langganunu V Marukaluli merupakan orang pertama menciptakan motif bunga dari daun bomba
di kain ivo. Kemudian di kain sutera, sehingga populer sampai sekarang disebut Sarung Bomba
(Vuya Bomba dalam Bahasa Kaili). Ia bersama Basanurina (Basanuama) merupakan Langganunu
perempuan yang pernah memerintah
14
Ada pula istilah lain yang telah lama digunakan di lingkungan Kerajaan Suku
Kaili (istilah ini juga di gunakan di Kerajaan Kulawi, Kerajaan Sigi, dan Kerajaan
Parigi) adalah sebagai berikut:
Tadulako = Panglima Perang atau Urusan Keamanan
Sabandara = Bendahara atau Bandar Pelabuhan
31
St. Hadidjah. Op.cit.. Hal. 49
32
Patanggota Kerajaan Tavaili yaitu Baiya, Panau, Lambara, dan Nupabomba.
33
Suaib Djafar. 2014. Kerajaan dan Dewan Adat di Tanah Kaili Sulawesi Tengah. Yogyakarta:
Ombak. Hal. 218-219
34
Haliadi-Sadi, Syamsuri. Op.cit. Hal. 104
15
Yangge Bodu menandatangani Perjanjian Kontrak II dengan Belanda. Dewan
Adat merupakan lembaga yang mewakili daerah-daerah kerajaan atau rakyat.
Dewan Adat ini dipandang sebagai Dewan Perwakilan Rakyat yang diketuai oleh
seorang Baligau, artinya kerabat kerja (partner) dari raja.
Setelah peristiwa surutnya air laut dan terbentuknya dataran Lembah
Palu, ramailah masyarakat yang sebelumnya bermukim di pegunungan untuk
turun dan menetap di daerah baru tersebut. Tidak terkecuali masyarakat Boya
Peramba di bawah pimpinan Labulembah yang menggantikan Langganunu
Marukaluli, mengajak rakyatnya untuk turun dari pegunungan dan mulai
membuka lokasi pemukiman yang dikenal sekarang dengan sebutan Tavaili, pada
sekitar pertengahan abad ke 16. Maka dengan itu kerajaan tua yang dikenal
dengan nama Boya Peramba secara otomatis berubah penyebutannya menjadi
Kerajaan Tavaili (Tawaeli).
Kerajaan Tavaili kemudian menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan
di Sulawesi Tengah seperti Kerajaan Palu, Kerajaan Sigi Dolo, dan Kerajaan
Banawa. Selain itu, Kerajaan Tavaili juga memiliki hubungan dan mendapat
pengaruh dari Pitu Ba’bana Binanga35 yaitu Kerajaan Sendana Mandar, juga
dengan Kerajaan Bone hingga Kerajaan Johor. Hubungan Kerajaan Tavaili
dengan Kerajaan Sendana Mandar diketahui berasal dari Langganunu II yaitu
Djaelangga (Djalangkaloa) yang kawin dengan anak Petta Bulu Raja Sendana
Mandar. Dan inilah yang melahirkan cikal bakal raja-raja di Tavaili.36 Hal ini
senada dengan cerita rakyat di Panau dan Pantoloan, yang menyatakan bahwa
nenek moyang mereka adalah bangsawan Mandar dari Kerajaan Sendana. 37
Sementara hubungan Kerajaan Tavaili dengan Kerajaan Johor terjadi sejak
Langganunu V Marukaluli menikah dengan putri Sultan Johor. Dari pernikahan
ini lahirlah seorang putri yang dinikahi oleh Syekh Djalaluddin Al Idrus yang
datang dari Baghdad.38
35
Pitu Ba’bana Binanga adalah ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir wilayah Mandar
(Sulawesi Barat)
36
St. Hadidjah. Op.cit. Hal. 46
37
Ibid. Hal. 46
38
Ibid. Hal. 49
16
Sejak saat itu Kerajaan Tavaili berkembang cukup pesat. Hingga pada
Abad ke-17, Kerajaan Tavaili-bersama dengan Kerajaan-Kerajaan di Lembah Palu
telah mengadakan kontak dan hubungan dengan Belanda, melalui VOC, 39
tepatnya pada tahun 1669.40 Bahkan Masuddin Tamaali menyatakan, bahwa pada
saat Belanda datang ke Palu pasca kemerdekaan, Belanda menyebut bahwa
Kerajaan Tavaili merupakan salah satu kerajaan besar di Sulawesi Tengah.41
Masa kejayaan Kerajaan Tavaili adalah sekitar tahun 1888 ketika
dipimpin oleh Magau ke VI Yangge Bodu. Pada masanya dia berhasil meluaskan
wilayah Kerajaan Tavaili sampai ke Ogoamas (Kecamatan Sojol Utara, Donggala.
sekarang) dan Lasoani (Kecamatan Mantikulore, Palu. sekarang). Hingga pada
tahun 1936 ketika Magau ke XI Lamakampali Djaelangkara (Raja terakhir
Tavaili) membagi wilayah Kerajaan Tavaili menjadi 2 wilayah distrik, yaitu:
– Tavaili Utara = Ibukota di Tompe, Sirenja di bawah pimpinan H.
Djamaludin Labulembah
– Tavaili Selatan = Ibukota di Tavaili di bawah pimpinan Abd.
Muluk Yoto Labulembah
17
Kecamatan Tavaili terdiri dari 15 desa, yaitu: Desa Taripa, Mamboro, Kayumalue
Ngapa, Kayumalue Pajeko, Guntarano, Bale, Panau, Lambara, Nupabomba,
Baiya, Pantoloan, Wombo, Wani I, Wani II, dan Labuan.43 Sedangkan yang
masuk dalam Dewan Adat Patanggota adalah Desa Panau sebagai ibukota
kerajaan, Desa Lambara, Desa Baiya, dan Desa Nupabomba, dan setelah menjadi
kecamatan pun Panau tetap menjadi ibukota kecamatan.44
43
Data Kantor Kecamatan Tavaili 1994
44
Haliadi-Sadi, Syamsuri. Op.cit. Hal. 104
18
To Tua = Golongan Tokoh-Tokoh Masyarakat dan Keturunannya
To Dea = Golongan Masyarakat Biasa
Batua = Golongan Hamba atau Budak
19
Daeng Pangipi adalah anak dari Daeasia.47 Dia juga adalah Magau
perempuan ke dua setelah Mariama. Pada masa kepemimpinannya, dia
kembali memindahkan pusat kerajaan dari Sampaga Biru Liku ke
pemukiman Tavaili. Susunan pemerintahan Kerajaan Tavaili pada masa
Daeng Pangipi adalah sebagai berikut:
Madika Malolo : Lamarewa
Madika Matua : Datumpedagi
Baligau : Gasimbulava
Pemangku Jabatan Magau : Datumpedagi alias Pue Oge Nganga
Datumpedagi adalah saudara tiri Daeng Pangipi. Diangkat menjadi
pelaksana harian sebagai Magau, atau pengganti Magau sementara karena
Magau ke 6 dianggap belum cukup umur.
47
Daeasia merupakan cucu dari Yuntonulembah
48
Lange Kontrak atau Lange Verklaring (Perjanjian panjang) merupakan Perjanjian Kontrak
berjangka panjang yang dilakukan oleh Belanda terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, yang
pada intinya ialah mengakui kekuasaan Belanda di suatu wilayah kerajaan
20
Galara : Sabarisi
Pabisara : Lasagolo
Madika Baiya : Pengalembah alias Madika Bobo
Madika Kayumalue : Tandalembah
Madika Mamboro : Karaeng Galesong
Penasehat Magau : Yodo Radjalangi alias Mangge Sule49
49
Yodo Radjalangi alias Mangge Sule merupakan tokoh pembaharu yang pertama kali
memperkenalkan huruf latin di Tavaili. Selain itu, beliau juga merupakan Imam Masjid Tavaili
sekaligus guru Agama Islam di Tavaili. Salah satu muridnya yang terkenal adalah Lasadindi atau
Mangge Rante. Lihat Haliadi-Sadi, Ismail Syawal. 2017. Sejarah Perjuangan Pue Lasadindi di
Tanah Kaili. Palu: Hoga. Hal. 149-151
50
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 226
51
Ibid. Hal 226
21
Akibat Raja-Raja yang berkuasa di daerah-daerah Lembah Palu-
termasuk Kerajaan Tavaili tidak menghiraukan dan tidak mematuhi
Belanda, maka Gubernemen52 dari Makassar pada tahun 1888 datang ke
Teluk Palu dan membawa pasukan tentara Belanda dengan 3 buah kapal
perang beserta pasukan lengkap, yang bertujuan memperbaharui kontrak
lagi perjanjian yang telah ditandatangani. Dengan tekanan tembakan 3
buah kapal perang di Pantai Kayumalue, akhirnya memakan korban yang
cukup banyak. Mengingat jangan sampai korban bertambah banyak, maka
Magau Yangge Bodu terpaksa menandatangani Lange Kontrak yang baru
tersebut pada 26 Juni 1888. Awalnya sistem pemerintahan Kerajaan
Tavaili adalah Pitunggota.53 Namun yang hadir pada saat penandatanganan
Perjanjian Kontrak hanya Patanggota,54 sehingga Kota Pitunggota dilebur
menjadi Kota Patanggota.55
Akibat penandatanganan Lange Kontrak tersebut, rakyat pun
menderita karena terbebani oleh pajak dan kerja rodi. Disamping itu dalam
Lange Kontrak tersebut memboncengi upaya-upaya missionaris untuk
menanamkan pengaruhnya.56 Adanya Lange Kontrak juga membuat
semakin terbatasnya kekuasaan raja-raja di semua kerajaan Tanah Kaili
secara umum dalam mengurus urusan rumah tangga kerajaan masing-
masing. Sebaliknya semakin kuatlah kedudukan dan kekuasaan Belanda
dalam melaksanakan misi perdagangannya yang bersifat monopoli serta
politik yang bersifat mengadu domba dan memecah belah (divide et
empera).57 Namun dibalik itu semua, terdapat dampak positif yaitu
didirikannya lembaga pendidikan seperti volkschool.58 Hal ini dilakukan
52
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gubernemen adalah pemerintah (dalam masa
penjajahan Belanda). Lihat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Kamus Besar Bahasa
Indonesia
53
Pitunggota Kerajaan Tavaili terdiri dari Labuan, Baiya, Panau, Lambara, Nupabomba,
Kayumalue, dan Tondo.
54
Patanggota Kerajaan Tavaili yaitu Baiya, Panau, Lambara, dan Nupabomba.
55
Moh. Noor Lembah. Op.cit. Hal. 52
56
St. Hadidjah. Op.cit. Hal. 53
57
Arsip Nasional Republik Indonesia, KIT Sulawesi Nomor 145/50
58
St. Hadidjah. Op.cit. Hal. 53
22
oleh Belanda berdasarkan kebijakan politik etis.59 Hal ini berdampak pada
generasi muda Tavaili saat itu yang mulai merasakan dampak dari
pendidikan tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Masuddin Tamaali bahwa:
“Di Tavaili ini banyak putra-putra terbaiknya memegang peranan pada
jawatan-jawatan yang ada, baik ditingkat Kabupaten maupun di
tingkat Provinsi. Semua ini karena hasil dari sekolah yang dibangun
oleh Belanda pada zaman dahulu”60
23
Baligau : Daeng Mantakila alias Papa Soso
Galara : Tandalembah
Pabisara : Iedo
Berdasarkan silsilah yang dibuat Moh. Noor Lembah pada tahun
1985 dalam Silsilah Kita Santina, beliau menguraikan bahwa Magau
Djaelangkara merupakan putera dari seorang Madika Vatutela yang
bernama Tanggarumpu (Baso Kavola) dan ibunya bernama Daeng Manuru
Andi Tondra. Dari garis ayahnya beliau merupakan keturunan alim ulama
karena ayah dari Baso Kavola, Datumpedagi tercatat merupakan Imam
Masjid Tavaili.61
Djaelangkara juga dikenal bergelar Mangge Dompo (Paman dari
Dompo, Dompo adalah anak dari Karanja Lembah) dalam sejarah
Kerajaan Tavaili sang Magau terkenal sebagai ahli politik dan seorang
negosiator ulung. Hal tersebut dapat kita lihat ketika beliau berhasil
memberi personal garansi kepada pihak Belanda saat peristiwa Perang
Donggala untuk melindungi Raja Malonda dari pasukan marsose. Pun
demikian halnya yang beliau lakukan pada saat marsose mencoba
menangkap sepupunya Karanja Lembah atau Toma I Dompo untuk
diasingkan ke Pulau Jawa.62
Sikap menentang Belanda yang dilakukan Djaelangkara ia warisi
dari pamannya yang merupakan Magau Tavaili sebelumnya, yaitu Yangge
Bodu. Dalam masa kekuasaan Magau Djaelangkara, bersama saudara
sepupunya Karanja Lembah, mereka mulai menyusun kekuatan dan
rencana untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Menurut Suaib
Djafar, program Magau Djaelangkara selama kekuasannya di Tavaili
hanya menyusun kekuatan dalam berbagai kegiatan untuk membendung
usaha Belanda menguasai lebih jauh Kerajaan ini sambil memperlihatkan
sikap tidak mau bersahabat dengan Belanda.63 Menghadapi rencana buruk
61
Moh. Noor Lembah. Op.cit.
62
Andi Mattulada. 1991. Sekelumit Sejarah Sulawesi Tengah. Jurnal Antropologi Indonesia.
Volume 48
63
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 232
24
Belanda, Djaelangkara membuat benteng pertahanan dan memerintahkan
beberapa orang Tadulako (Toma Langgai) melatih pasukan perang di
pegunungan Kayu Lei.64
Kisah tragis dialami beliau ketika jabatan Djaelangkara sebagai
Magau harus diakhiri melalui kamatian dikarenakan Peristiwa Kamate ri
Baerumu (kematian di Baerumu). Peristiwa di racunnya Magau di Pantai
Sirenja tahun 1906 tepatnya di Desa Baerumu oleh orang dekatnya yang
telah menjadi kaki tangan Belanda. Peristiwa itu dilatarbelakangi oleh
kekhawatiran pihak Belanda akan kegiatan pelatihan beberapa Tadulako di
Desa Baiya tepatnya di Kayu Lei oleh Magau Djaelangkara. Akhirnya
beliau wafat dan dimakamkan di belakang Masjid Tavaili bersama
kakeknya Datu Mpedagi.65 Setelah beliau wafat, semua bangsawan,
Tuguranuada, Baligau dan Dewan Pemerintahan Kerajaan Tavaili
mengadakan musyawarah (nolibu) dan memutuskan untuk mengangkat
Tumpalembah sebagai Magau berikutnya. Prosesi pemilihan Magau terjadi
apabila setiap Magau yang berkuasa wafat ataupun melanggar adat.66
Semangat perlawanan dalam sikap ini tidak hanya terhenti sampai
pada Magau Djaelangkara saja, akan tetapi jiwa patriotisme tersebut hidup
dan berkembang terus dikalangan Magau-Magau maupun Madika-Madika
selanjutnya. Salah seorang keponakan Djaelangkara yang bernama
Magaulalu alias Yululembah telah merintis kembali jiwa dan semangat
perlawanan oleh pamannya Djaelangkara terhadap Belanda, ketika ia
diangkat menjadi Kepala Distrik Madika Matua di Sirenja. Beliau
menggunakan waktunya dengan memperluas pengetahuan politik
perjuangan melalui surat kabar Bintang Timur terbitan PSII (Sarekat
Islam) di Jawa yang menjadi langganannya. Melalui bacaan ini, ia
memahami politik Belanda terhadap daerah jajahannya yang hanya
mencari keuntungan semata.
64
Pegunungan Kayu Lei berada di atas Baiya
65
Dilansir dari fanspage Komunitas Historia Sulawesi Tengah dalam aplikasi Facebook
66
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 238
25
Dengan cara mengulur-ulur waktu penagihan pajak dari rakyat,
sehingga terjadi tunggakan pajak yang cukup besar ditangan wajib pajak.
Ketika diadakan Inspeksi oleh Kontrolir Donggala ternyata Distrik Sirenja
banyak tunggakan pajak ditangan rakyat. Melihat hal ini, Kepala Distrik
Yululembah dimarahi Kontrolir Belanda. Dengan suara yang lantang dan
wajah yang bengis ia membentak kontrolir sambil memukul meja. Karena
Kontrolir melihat situasi semakin panas dengan marahnya Yululembah
maka ia kembali ke Donggala dan langsung melapor kepada Asisten
Residen tentang kejadian di Tompe. Yululembah dipanggil oleh Asisten
Residen dan langsung dipecat. Pemecatan itu diterima dengan semangat
juang yang tinggi dan mempunyai lebih banyak lagi waktu untuk
memperluas pengetahuan tentang perjuangan PSII yang sangat
bermasyarakat pada saat itu.67 Setelah pemecatan tersebut, Yululembah
berangkat ke Jawa untuk mendalami PSII mulai dari daerah Sukabumi
sampai ke Batavia (Jakarta).68 Yotolembah yang berkuasa di masa
Yululembah sebagai Kepala Distrik di Sirenja tidak dapat berbuat apa-apa
dan menuruti Belanda.
67
Suaib Djafar. Op.cit. Hal. 233
68
Jefrianto. 2013. Gerakan Sarekat Islam di Sulawesi Tengah (1916-1923). Jurnal IKAHIMSI
Januari 2013
26
Toguranuada, Baligau dan Dewan Pemerintahan Kerajaan Tavaili yang
memutuskan Labulembah69 sebagai Magau berikutnya.70
27
Sewaktu Yotolembah wafat, Dewan Adat Patanggota mengadakan
musyawarah dan menetapkan Magaulalu alias Yululembah sebagai
penggantinya. Keputusan ini tidak diterimanya dengan alasan, ia tidak
mau bekerja sama dengan Belanda. Demikian pula pihak Belanda tidak
lagi mempercayai Yululembah, bahkan menganggapnya sebagai musuh
yang harus diawasi. Hal ini membuat Belanda turut campur dalam
pemilihan Magau. Guna kelancaran tugas-tugas Magau dalam kerajaan,
Belanda mengusulkan kepada Dewan Adat Patanggota agar Radja
Tiangso73 diangkat sebagai Caretaker (Pejabat Sementara), karena istrinya
adalah keturunan bangsawan Tavaili. Ia menjabat sebagai Pejabat
Sementara Magau Tavaili dari tahun 1926-1931.
72
Radja Tiangso dilantik menjadi pejabat Magau karena Pewaris sah tahta Kerajaan yaitu
Lamakampali masih sangat muda untuk diangkat sebagai Magau. Radja Tiangso memerintah dari
tahun 1926-1930.
73
Radja Tiangso merupakan Opseter jalan Palu-Parigi dan Palu-Sabang
28
Kepala Distrik Tavaili Utara ke 4 = Syaifudin Lamakampali
Kepala Distrik Tavaili Utara ke 5 = Yuslin Borman Lembah
Berdasarkan peta pada arsip Missive van Asisten Resident van Midden
Celebes, 22 November 1907, melalui Besluit No. 4216 tertanggal 10 Maret 1908,
Hindia Belanda menetapkan batas tiap Kerajaan di Lembah Palu.74 Secara kasar,
beberapa kerajaan memiliki wilayah yang terpisah-pisah, tengok saja Kerajaan
Banawa dan Kerajaan Tavaili. Justru Kerajaan Palu yang memiliki Wilayah yang
satu, dan jauh mengambil pegunungan barat Lembah Palu. Sedangkan wilayah
Pegunungan Timur dikuasai Kerajaan Tavaili.
Pada tahun 1942-1945, terjadi peralihan kekuasaan di Nusantara setelah
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, hal ini menandakan berakhirnya
masa kekuasaan Belanda di Nusantara. Pada saat itu, keadaan pemerintahan yang
dikendalikan oleh para raja-raja-termasuk di Sulawesi Tengah berlangsung sampai
bulan Juni 1942.75 Setelah itu petugas-petugas pemerintahan sipil Jepang dari
Manado datang.76 Dalam hal ini Sistem Pemerintahan Dewan Adat Patanggota
Kerajaan Tavaili tidak berubah, tetapi namanya berubah seperti bekas Afdeeling
Donggala berubah nama menjadi Kenkanrikan77 yang dulunya dibawah
74
Arsip Missive van Asisten Resident van Midden Celebes, 22 November 1907, melalui Besluit
No. 4216 tertanggal 10 Maret 1908
75
Syakir Mahid, Haliadi-Sadi, Wilman Darsono. 2012. Sejarah Kerajaan Bungku. Yogyakarta:
Ombak. Hal. 316-317
76
Arsip Nasional Republik Indonesia. 2015. Citra Kota Palu Dalam Arsip. Jakarta: ANRI. Hal. 7
77
Kenkanrikan merupakan sistem jabatan di masa pendudukan Jepang yang setingkat dengan
Bupati Zaman Jepang
29
kedudukan Asisten Residen. Sedangkan Kontrolir yang merupakan kedudukan
pada daerah Onder Afdeeling diganti dengan kedudukan seorang Bunken
Kanrikan yang membawahi Raja Tavaili. Selain itu, nama kerajaan yang dalam
pemerintahan Belanda disebut Landchap juga berubah. Beberapa istilah dalam
pemerintahan juga berubah menjadi istilah Jepang. Raja disebut Suco, dan Kepala
Distrik disebut Gunco, yang menyesuaikan dengan bahasa Jepang sebagai
penguasa Nusantara pada waktu itu. Selama pendudukan Jepang di Palu, peranan
raja-raja Tavailii, Banawa, Palu, Kulawi, Sigi-Dolo beserta aparat kerajaannya
selalu saja dimanfaatkan untuk mengerahkan tenaga rekyat untuk bekerja demi
kepentingan penyediaan perbekalan perang.78
Pada tahun 1945 Indonesia meraih kemerdekaannya. Dalam hal ini
hingga tahun 1946 Sistem Pemerintahan Dewan Adat Patanggota Kerajaan
Tavaili mengalami masa transisi akibat masuk dan berkembangnya paham
nasionalisme oleh organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai seperti PSII
(Sarekat Islam), PNI, dan organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdhlatul Ulama
serta Al-Khairaat.
Pada tahun 1946-1950 Sistem Pemerintahan Dewan Adat Patanggota
Kerajaan Tavaili masuk dalam suatu daerah otonom Sulawesi Tengah yang
bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan kedudukan Kepala
Daerah R.M. Pusadan yang beribukota di Poso. Pada tahun 1954, Kerajaan
Tavaili dibubarkan dengan Magau Lamakampali Djaelangkara sebagai Raja
terakhir Tavaili. Wilayahnya yang terdiri dari 2 Distrik di gabungkan dengan
Kabupaten Donggala (dibentuk berdasarkan bekas wilayah Kerajaan Tua
Pudjananti, dan Kerajaan Banawa) yang telah diresmikan pada tahun 1952. Dan
pada tahun 1952-1964, Sistem Pemerintahan Dewan Adat Patanggota Kerajaan
Tavaili memasuki sistem pemerintahan Swapraja, hingga keluarnya Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi
Tengah.79
78
Frans Hitipeuw dan Sutrisno Kutoyo (Ed). 1982. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah
Sulawesi Tengah. [Tim penulis: N. Nainggolan, Daeng Patiro Laintagoa dan R.E Nainggolan].
Jakarta: Depdikbud. Hal. 33-34
30
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Kerajaan Tavaili atau Tawaeli terbentuk sekitaran abad ke-16. Awalnya
Kerajaan ini bernama Kerajaan Boya Peramba, yang terletak di Boya Peramba
atau sekarang dikenal dengan wilayah Nupabomba. Saat itu, kerajaan ini
menyebut istilah Langganunu sebagai raja mereka, sebelum akhirnya
menyesuaikan dengan istilah Magau yang populer di Lembah Palu. Langganunu
yang pernah memerintah Kerajaan Boya Peramba adalah Anak Vumbulangi,
79
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah.
31
Djaelangga, Pialembah (Siolembah), Basanurina (Basanuama), dan Marukaluli.
Pada tahun 1550, sistem pemerintahan Langganunu berubah menjadi sistem
pemerintahan Kemagauan. Selanjutnya sekitar pertengahan abad ke 16, dibawah
pimpinan Labulembah, ia mengajak rakyatnya untuk turun dari pegunungan dan
mulai membuka lokasi pemukiman yang dikenal sekarang dengan sebutan Tavaili.
Maka dengan itu Kerajaan tua yang dikenal dengan nama Boya Peramba secara
otomatis berubah penyebutannya menjadi Kerajaan Tavaili. Kerajaan Tavaili pada
masa jayanya merupakan kerajaan yang memiliki wilayah cukup luas mulai dari
Ogoamas sampai Lasoani.
Magau yang pernah memerintah Kerajaan Tavaili yaitu 1) Labulembah
(Madika Tonavu Jara); 2) Yuntonulembah; 3) Daesalembah; 4) Mariama; 5)
Daeng Pangipi; 6) Yangge Bodu; 7) Djaelangkara; 8) Tumpalembah; 9)
Labulembah (Madika Kejo); 10) Yoto Labulembah (Yotolembah); dan 11)
Lamakampali Djaelangkara. Pada tahun 1954 Kerajaan Tawaeli di bubarkan
dengan Magau Lamakampali Djaelangkara sebagai Raja terakhir. Wilayahnya
yang terdiri dari dua Distrik di gabungkan dengan Kabupaten Donggala yang
bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan telah
diresmikan pada tahun 1952. Dengan demikian, maka usia Kerajaan Tavaili sejak
didirikan (sekitar abad ke-16 Masehi) hingga bergabung dengan NKRI (Tahun
1954) yaitu sekitar 400 tahun lebih.
5.2 SARAN
Kami selaku penulis mengharapkan kedepannya semakin banyak sumber atau
referensi terkait Kerajaan Tavaili sebagai pengembangan penelitian dan
kepentingan ilmu pengetahuan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Albert Christiaan Kruyt. 1938. De West-Toradjas op Midden Celebes. Deel I.
Amsterdam: N.V Noord-Hollandsche Uitgevers-Maatschappij.
Andi Mattulada. 1991. Sekelumit Sejarah Sulawesi Tengah. Jurnal Antropologi
Indonesia. Volume 48
Arsip Missive van Asisten Resident van Midden Celebes, 22 November 1907,
melalui Besluit No. 4216 tertanggal 10 Maret 1908
Arsip Nasional Republik Indonesia. 2015. Citra Kota Palu Dalam Arsip. Jakarta:
ANRI
Arsip Nasional Republik Indonesia, KIT Sulawesi Nomor 145/50
Basri MS. 2006. Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan, Teori dan Praktik).
Jakarta: Restu Agung. Committee on Historiography
33
Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 13 April 1911 Nomor 11
Besluit Pemerintahan Hindia Belanda tanggal 30 Juni 1908 Nomor 36
Besluit Pemerintahan Hindia Belanda tanggal 15 Juli 1916 Nomor 39
Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Burhan Bungin
Data Kantor Kecamatan Tavaili Tahun 1994
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitaian Sejarah. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu
Fakhry Zamzam. 2019. Zafry Zamzam Waja Hampai Kaputung. Yogyakarta:
Deepublish
Frans Hitipeuw dan Sutrisno Kutoyo (Ed). 1982. Sejarah Revolusi Kemerdekaan
Daerah Sulawesi Tengah. [Tim penulis: N. Nainggolan, Daeng Patiro
Laintagoa dan R.E Nainggolan]. Jakarta: Depdikbud
Haliadi-Sadi, Ismail Syawal. 2017. Sejarah Perjuangan Pue Lasadindi di Tanah
Kaili. Palu: Hoga
Haliadi-Sadi, Ismail Syawal. 2017. Sejarah Sosial Sulawesi Tengah. Palu: Hoga
Haliadi-Sadi, Syamsuri. 2016. Sejarah Islam di Lembah Palu. Yogyakarta: Q
Media
Jefrianto. 2013. Gerakan Sarekat Islam di Sulawesi Tengah (1916-1923). Jurnal
IKAHIMSI Januari 2013
John W. Creswell. 2015. Penelitian Kualitatatif dan Desain Riset: Memilih di
Antara Lima Pendekatan (Edisi Ke-3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Daring. Diakses di https://kbbi.kemdikbud.go.id/
Keputusan Konferensi Raja-Raja Sulawesi Tengah Afdeeling Midden Celebes
tanggal 27 November sampai dengan 2 Desember 1948 di Parigi
Komunitas Historia Sulawesi Tengah
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah (Edisi Kedua). Yogyakarta: Tiara
Wacana
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang
34
Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto.
Jakarta: Universitas Indonesia Press
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah
Nasional Indonesia, Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka
Masyhuddin Masyhuda. 1981/1982. Palu Meniti Zaman. Kota Penerbit dan
Penerbit tidak diketahui
Miles, M.B & Huberman A.M. 1984, Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh
Tjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Moh. Noor Lembah. 1985. Silsilah Kita Santina. Tavaili: Naskah Stensilan
Mohammad Sairin. 2016. Bangsawan Sigi Dalam Arus Perubahan: Keluarga
Lamakarate dalam Politik di Sulawesi Tengah, 1907-1982. Tesis: Program
Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Diakses di
Digilib FIB UGM
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu
Pengalaman). Jakarta : Yayasan Idayu
Nuraedah. 2019. Sejarah dan Tradisi Lokal Masyarakat Kaili di Sigi. Yogyakarta:
Deepublish
Nurhayati Nainggolan, dkk. 1996/1997. Sejarah Daerah Sulawesi Tengah.
Jakarta: Depdikbud
Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1952
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1952 tentang
Pembubaran Daerah Sulawesi Tengah dan Pembagian Wilayahnya dalam
Daerah-Daerah Swantantra
Sartono Kartodirjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia:
Suatu Alternatif. Jakarta: Gramedia
St. Hadidjah. 2006. Sejarah Islam di Tawaeli (Studi Tentang Hubungan Agama
dan Adat). Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri
Alauddin Makasaar
Staatsblad Tahun 1907 Nomor 27
Stamboom Magaoe Sigi, Biromaroe en Dolo, tertanggal Paloe, 30 Juli 1927
35
Suaib Djafar. 2014. Kerajaan dan Dewan Adat di Tanah Kaili Sulawesi Tengah.
Yogyakarta: Ombak.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta
Syakir Mahid, Haliadi-Sadi, Wilman Darsono. 2012. Sejarah Kerajaan Bungku.
Yogyakarta: Ombak
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah
Undang-Undang Negara Indonesia Timur Nomor 44 Tahun 1950
Wawancara bersama Ketua Dewan Adat Kelurahan Baiya Kecamatan Tavaili
pada 10 April 2021
Wawancara bersama Masuddin Tamaali (Ketua Dewan Adat Kelurahan Lambara
Kecamatan Tavaili) pada 11 April 2021
Wawancara bersama Mohammad Sairin pada 10 April 2021
LAMPIRAN
36
Observasi awal di Kantor Kelurahan Baiya, Kecamatan Tavaili
37
Wawancara bersama Ketua Dewan Adat Kecamatan Tavaili, Drs. H. Masuddin
Tamaali
38
Ziarah di makam keluarga Kerajaan Tavaili, yang terletak di belakang Masjid Al-
Ikhlas Kelurahan Lambara Kecamatan Tavaili
39
Puskesmas Tavaili. Dahulu tempat ini merupakan Rumah Raja (Sou Raja) Tavaili
SMP Negeri 16 Palu. Dahulu tempat ini merupakan Rumah Adat Kerajaan Tavaili
40
Proses pengerjaan Laporan PKL I
41
Silsilah Magau Tavaili
(Sumber: Mohammad Sairin. 2016. Bangsawan Sigi Dalam Arus Perubahan:
Keluarga Lamakarate dalam Politik di Sulawesi Tengah, 1907-1982. Tesis:
Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Hal. 229)
42
Jaringan Kekerabatan Sigi Dolo, Palu dan Tavaili
(Sumber: Mohammad Sairin. 2016. Bangsawan Sigi Dalam Arus Perubahan:
Keluarga Lamakarate dalam Politik di Sulawesi Tengah, 1907-1982. Tesis:
Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Hal. 321)
43