OLEH:
KELOMPOK 3
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................
Kata Pengantar……………........................................……………………….................
Daftar Isi...............................................................................…………………...............
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….....……...............
A. Latar Belakang……………………………………………………………..................
B. Rumusan Masalah…………………………………........………………..................
C. Tujuan………………………………………………...……………………................
BAB II PEMBAHASAN
A. Patturioloang ……………………………….….................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kronik Gowa secara umum membahas "sejarah" dalam kaitannya dengan para penguasa,
alih-alih sejarah negara secara umum. Pembagian bab-babnya didasarkan pada masa
pemerintahan raja tertentu. Cummings mencatat bahwa kronik-kronik Makassar bercirikan
pembahasan genealogis yang kental.[1] Bahkan, dalam bahasa Makassar sendiri, genre tulisan
Kronik Gowa disebut sebagai naskah patturioloang (arti harfiah: "perihal orang-orang
terdahulu").
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan patturioloang?
2. Bagaimana patturioloang yang ada di Makassar ?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui patturio;oang yang ada di Makassar.
2. Mengetahui sejarah / patturioloang dakam Masyarakat gowa
BAB II
PEMBAHASAN
A. PATTURIOLOANG
1. Tu Manurung Butta Gowa
Dalam legenda masyarakat Gowa, diceritakan bahwa Raja yang pertama memerintah di
Kerajaan Gowa bernama Tu-Manurung Bainea (Putri yang turun dari kayangan). Beliau
disengaja diutus ke Butta Gowa untuk menjadi pemimpin di mana saat itu Gowa kacau balau. Di
perkirakan Tu-Manurung di Gowa memerintah pada tahun 1320-1345.
Dalam lontara Patturioloang ri Tugowa-ya (Sejarah orang Gowa), menyebut bahwa lama
sebelum datangnya To-Manurung di Gowa, secara berturut-turut Gowa dipimpim oleh empat
raja yaitu:
1) Batara Guru, besar dugaan ada hubungannya dengan nama yang sam (Kakek
Sawerigading) yang disebut dalam I Lagaligo
2) Disebut saja “Orang yang terbunuh di Talili”. Tidak disebut nama aslinya, Dikatan
Saudara dari Batara Guru.
3) I Marancai, Ratu Sapu.
4) Karaeng Katangka. Nama aslinya tidak disebutkan.
Bagaimana ihwal pemerintahan ke empat Raja, sebelum To-Manurung itu, tidak juga
disebutkan dalam Lontara. Pada zaman yang masih gelap ini yang diceritakan secara mitologi.
Mungkin dapat dihubungkan sebagai zaman purba Sulawesi Selatan, sebagai kelompok
gelombang kedatangan terakhir ke pulau Sulawesi. Termasuk sebagai sekumpulan dari orang-
orang Deutro Melayu (Melayu Muda) yang berdiam di pantai-pantai dan muara sungai di bagian
selatan pulau Sulawesi.
Kemudian tercatat dalam Lontara Gowa, bahwa wilayah ini nantinya disebut Gowa, mula-
mulanya sebagai permukiman kelompok-kelompok kaum. Masing-masing kelompok kaum
menamkan tempat pemukiman mereka bori’ (Negara) yaitu Tombolo’, Lakiung, Saumata,
Parang-parang, Data’, Agang, Je’ne, Bisei, Kalling, dan Sero.
Perjanjian itu selanjutnya dijadikan sebagai pedoman tentang hak dan kewajiban seorang raja
terhadap rakyat Gowa, dan sebaliknya. Perjanjian ini disepakati, dan dapat dikatakan sebagai
Pedoman dasar (Konstitusi Awal) dari satu negara/kerajaan bumi pada abad XIV-XV Masehi di
Sulawesi Selatan.
Perjanjian atau pedoman dasar kekuasaan di Butta Gowa itu sebagai berikut:
Karaemmako ikau
Atamakkang i
Tangkairammako ikau
Lau-makang ikambe.
Ikambe mate.
Makkanamako kimammio
Tama’lembara’kang
Punna ma’lembara’kang
Tamassongong-kang
Namanna anammang
Manna bainem-mang
Katanangaiai butayya
Takingai tongi
Anne kiallenu kikaraengang
Batang-kalemmanji angkaraengang-ko
Teai pannganuammang
Rappo sipaemmang
Tanutappakiai pannganuam-mang
Setiap kali seorang Raja Gowa dilantik, diulangi pembacaan “Pedoman Dasar” ini, untuk
ditaati oleh raja dan rakyat Butta Gowa, sebagai perjanjian luhur yang mat dijunjung tinggi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kronik Gowa secara umum membahas "sejarah" dalam kaitannya dengan para penguasa,
alih-alih sejarah negara secara umum. Pembagian bab-babnya didasarkan pada masa
pemerintahan raja tertentu. Cummings mencatat bahwa kronik-kronik Makassar bercirikan
pembahasan genealogis yang kental.[1] Bahkan, dalam bahasa Makassar sendiri, genre tulisan
Kronik Gowa disebut sebagai naskah patturioloang (arti harfiah: "perihal orang-orang
terdahulu").
DAFTAR PUSTAKA
Mattulada. 1998. Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Hasanuddin University Press
https://historissulsel.blogspot.com/2018/10/tu-manurung-butta-gowa.html?m=1