Anda di halaman 1dari 124

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUNA

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UPTD MUSEUM DAN TAMAN BUDAYA
MUSEUM BHARUGANO WUNA
PRASEJARAH DAN SEJARAH
PERADABAN TUA SUKU MUNA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MUNA


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UPTD MUSEUM DAN TAMAN BUDAYA
MUSEUM BHARUGANO WUNA
PRASEJARAH DAN SEJARAH
PERADABAN TUA SUKU MUNA
Penulis : Drs. La Ode Aksah ,M.Hum
Adi Munardi Kuti ,S.Kom ,SE
LM Muhram Naadu ,SH
Dr. Aderlaepe ,MS
Ismail
Editor : Hadi Wahyudi ,S.Si, ME

Tim Pendukung : La Ode Owaha Azis ,S.Ag


La Ode Haludi ,S.Pd
Wa Ode Ima ,S.Pd
Sitti Murni Buo
Haerun
Wa Alu
Tim Support : Ramadhan
Dedi Aman Syarfah Naba ,S.Pd
Hartono ,SP
Agus Minardi
Nurlina
La Ode Harun
Silfar Syahputra
Yuni Saleh
Anton Irwanto
Siti Zamria
Nasti Aswati

PENERBIT
MUSEUM BHARUGANO WUNA
Tahun 2022

ISBN : 978-623-6760-13-0
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, segalah puji dan syukur, kita


panjatkan kehadirat Allah SWT karena buku ini
telah selesai disusun. Buku ini disusun
sebagai bentuk dari Program Kajian Koleksi
Museum Bharugano Wuna dengan melakukan
beberapa diskusi serta dukungan beberapa
referensi. Tentunya sejalan Undang-Undang
Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017.
Buku ini memuat Prasejarah dan Sejarah
Peradaban Tua Muna.

Kami menyadari jika didalam penyusunan buku ini masih memiliki banyak
kekurangan dan semoga bisa memberikan manfaat bagi pembaca.

Kritik dan saran konstruktif berbagai pihak kami harapkan untuk penyempurnaan
penerbitan mendatang. Semoga publikasi ini mampu memenuhi tuntutan kebutuhan
data Sejarah Muna, baik oleh instansi/dinas pemerintah, swasta, kalangan akademisi
maupun masyarakat luas..

Raha, 02 Februari 2022

PEMERINTAH KABUPATEN MUNA


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UPTD MUSEUM DAN TAMAN BUDAYA

Kepala,

Hadi Wahyudi, S.Si,ME


NIP. 197903122009011003
DAFTAR ISI
“Pesan Masa Lalu”
Dari Jejak Lukisan Prasejarah di Pulau Muna 1
Oleh : Drs. La Ode Aksah , M.Hum
Pendahuluan 1
Budaya Gambar Prasejarah 3
Berbagai Perspektif “Gambar Cadas” 5
Menyelami Kisah dari Gambar Cadas 10
Penutup 19
PEMIMPIN DI KERAJAAN MUNA ( RAJA MUNA /
OMPUTO ) 22
Oleh : Adi Munardi Kuti , SE ,S.Kom
HUKUM KERAJAAN WUNA
24
Oleh : La Ode Muhram Naadu, S.H.,M.H
Pengertian Hukum 27
Tujuan Hukum 29
Fungsi Hukum 30
Subjek Hukum 33
Badan Hukum (Recht Persoon) 36
Objek Hukum 37
Sejarah Hukum 39
Aspek-aspek Yang Mempengaruhi
42
Sejarah Hukum.
LEMBAGA PERADILAN ADAT 49
KOMPETENSI PENGADILAN ADAT 52
HUKUM PIDANA ADAT 53
SANKSI PEMIDANAAN ADAT 55
KEWENANGAN MENGADILI 58
TEKNIS PELAKSANAAN PIDANA ADAT 59
HUKUM PERDATA ADAT 59
HUKUM PEMERINTAHAN ADAT 67
HUBUNGAN KERAJAAN MUNA DENGAN DUNIA
LUAR 74
Oleh: Aderlaepe
Hubungan Kerajaan Muna dengan
74
Bangsa Eropa
Hubungan Kerajaan Muna dengan
80
Kerajan Lain
PESAN – PESAN LELUHUR
110
Oleh : Ismail ( Modhi Kamokula Tongkuno )
KABHANTI ( PANTUN ) 110
NEATI ( NIAT ) 112
KAKODHAGA ( KANEKOLU
113
NEKANGKOLUNO )
KATEHI 114
KATANGKA 115
BENDERA KERAJAAN MUNA 117
BAB I

“Pesan Masa Lalu”


Dari Jejak Lukisan Prasejarah di Pulau Muna
Oleh : Drs. La Ode Aksah , M.Hum

I. Pendahuluan

Ada banyak alasan untuk percaya bahwa kawanan pemburu – pengumpul


makanan yang hidup ribuan tahun silam di lokasi gua karst Pulau Muna. Gua-gua
tersebut berada di kawasan Desa Liang Kabori lebih kurang 15 km selatan ibukota
Kabupaten Muna, Raha. Wilayah karst ini berkembang sebagai karst bertipe tebing-
tebing vertikal yang dominan. Hal ini terjadi karena adanya kegiatan pengangkatan
kulit bumi menjadi perbukitan karstterjal dan berkelompok, sehingga membentuk
rangkaian bukit-bukit karst (conical hill) yang mencerminkan topografi karst dan
kandungan batuan gamping.

Bentang alam Pulau Muna menampakan ribuan bukit-bukit atau kubah karst,
memperlihatkan lansekap yang indah dengan etalase gua-gua di ketinggian dan
diameter yang bervariasi dan mengukir kawasan ini menjadi formasi karst, yang
dahulu kala merupakan dasar laut dangkal. Peristiwa tektonik kemudian
memunculkan dasar laut kepermukaan.

Seperti bukti arkeologis, dalam


gambar cadas di kawasan gua prasejarah
Liang Kobori, Pulau Muna kita dapat
melihat "masa lalu yang terfragmentasi"
dan penulis mencari pola untuk memahami
arti gambar tersebut. Memahami makna
gambar cadas ini seperti menafsirkan
tindakan yang berarti.

Dalam catatan arkeologis, gambar cadas atau seni cadas, adalah yang paling
mudah diakses sebagai data budaya. Gambar cadas ini menangkap imajinasi kita,

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 1


menyampaikan makna seperti "dialog
visual" antara pandangan dunia tentang
pembuat gambar atau seniman dari
masa lalu dan pengunjung masa lalu
ataupun dengan pengamat dan
penikmat gambar cadas di masa
sekarang.

Penulis ingin menunjukkan beberapa teori dapat digunakan. Pada awalnya,


penulis termotivasi dengan pemikiran arkeologi, estetika, dan seni rupa.

Melalui gambar-gambar ini, kita bisa melihat cara kerjanya pikiran manusia dan
pemahaman seniman tentang dunia di sekelilingnya, namun demikian, kita jauh dari
dunia pada waktunya. Arkeolog merekonstruksi masa lalu dari kehidupan dan
aktivitas manusia prasejarah yang menghuni gua dengan manusia modern masa
sekarang dengan melihat pola masa lalu dicocokkan dengan pola sekarang, yang
terlihat di masyarakat.

Antropolog melihat seni suku/seni rakyat sebagai kategori etnografi dan


mempelajari penggunaan seni untuk memahami hubungannya dengan aspek-aspek
lain dari budaya dalam kehidupan di masyarakat. Demikian pula, para arkeolog
mempelajari seni prasejarah untuk mempelajari "budaya gagasan" dari manusia dari
masa lalu untuk merekonstruksi kehidupannya, cara berpikir, kepercayaan, aktivitas
dan kreatifitas individu ataupun masyarakat. Etnoarkeologi menyediakan hubungan
antara masa kini dan masa lalu.

Sementara para arkeolog melihat perubahan jangka panjang, studi


etnoarchaeology perubahan jangka pendek di masyarakat untuk menemukan
jawaban analogis untuk perilaku masyarakat masa lalu. Etnoarchaeology, sub-
disiplin dari arkeologi, secara sistematis mendefinisikan hubungan antara perilaku
dan budaya material untuk memastikan bagaimana fitur tertentu dari perilaku yang
dapat diamati tercermin dalam temuan arkeologis.

Bukan masalah untuk mengkorelasikan temuan arkeologis dengan proses


sosial masa lalu. Dalam tulisan ini telah dilakukan upaya untuk melihat hubungan
antara temuan arkeologis berupa gambar cadas dan pola hidup, kepercayaan,

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 2


aktivitas dan kreativitas dan tradisi masyarakat Suku Muna untuk dipelajari dan
melihat apakah ada hubungan antara saat ini dan masa lalu, dengan mengingat
bahwa masyarakat secara terus-menerus mengalami perubahan.

Hermeneutika, ilmu interpretasi yang menganggap tindakan bermakna sebagai


"Teks," untuk membantu kita dalam memahami makna simbolis abstrak dari gambar-
gambar cadas tersebut untuk disandingkan dari sudut pandang para pengkaji.
Pertama-tama memahami aturan dan kode budaya gambar cadas ini memiliki
domain fisik, biologis, ekonomi dan kemudian secara mendalam mengamatinya dari
perspektif karya seni ini dibuat dari masa prasejarah. Seniman pembuat gambar
cadas menempatkan pengalaman mereka sendiri dalam kreasi mereka. Para ahli
Hermeneutika menyatakan bahwa ada kontinuitas kognitif antara seniman gua
prasejarah dan kemampuan modern manusia untuk berhubungan dengan gambar-
gambar visual ini, terlepas dari kapan dibuatnya.

II. Budaya Gambar Prasejarah

Pada awal penelitian tentang gambar cadas yang merupakan gambar cadas
tertua, atau seni gua prasejarah yang paling awal ditemukan di antara gambar cadas
gua El Castillo di Cantabria, Spanyol. Gambar-gambar ini masing-masing
penanggalannya antara 39.000 SM dan 35.500 SM dengan menggunakan
radiocarbon.

Namun, tahun 2014 tim peneliti arkeologi dari Australia di Indonesia


menggunakan teknik penanggalan Uranium Series mengambil sampel di antara
gambar-gambar cap tangan Leang Timpuseng, Maros, Sulawesi Selatan berumur
39.900 SM. Untuk gambar binatang di situs ini berumur 35.400 SM.

Naluri penulis sebagai arkeolog ketika melihat gambar cadas adalah mencoba
memahami gambar cadas, siapa yang menciptakan, yang jelas adalah sebagai
'tanda buatan manusia yang diletakkan di dinding dan langit-langit gua alam.

Dan, sebenarnya, melihatnya dari perspektif itu, jika menemukan pertanyaan


yang cukup menarik. Penulis akan tergoda untuk mengatakan ya ketika manusia
prasejarah yang menggambar untuk mewakili binatang, atau apapun yang

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 3


memenuhi syarat sebagai seniman pada masanya dalam pikiran saya. Namun, jika
beberapa seni cadas hanya memiliki penggunaan praktis seperti melacak sumber
daya, maka tidak ada tujuan yang lebih tinggi, pesan atau ekspresi pribadi dan ada
juga para ahli yang memahami tidak menganggap gambar cadas itu sebagai seni.

Perkiraan penulis, hal tersebut tergantung pada konteks di mana gambar cadas
dibuat dan untuk tujuan apa. Apakah kita dapat memiliki petunjuk tentang itu?
penulis tidak tahu tetapi kecenderungan dapat dipercaya ada dimensi artistik dalam
banyak pengamatan gambar cadas Muna.

Perlu kajian mendalam untuk mendapatkan informasi tentang etnografi yang


terkait dengan gambar cadas dimasyarakat Muna. Tulisan ini dimulai dengan
pertanyaan dan mengidentifikasi gambar cadas atau seni gua prasejarah yang telah
didalilkan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, misalnya arkeologi, antropologi,
desain grafis, sejarah seni dan sebagainya, dan juga berbagai analisis, antara lain
analis struktural, analisis semiotik, yang jelas dalam penulisan ini hasilnya memiliki
implikasi yang signifikan untuk gagasan gambar cadas di Kawasan Desa Liang
Kobori memberi pesan unik untuk manusia jaman sekarang yang mendorong
mengungkap epistimologi dengan pendekatan evolusi kognitif.

Kajian etnografi untuk wilayah Muna sangat jarang yang menulis dalam artikel
khusus untuk situs gua-gua prasejarah di Desa Liang Kobori, dan penulis
menggunakan pendekatan saja dan membandingkan dengan gambar cadas yang
sama yang berada di tempat lain sebagai sumber untuk dokumentasi etnografi awal
yang mencakup informasi tentang gesture, postur dan figur sebagai sistem makna.

Gambar cadas Muna pada dasarnya adalah dua dimensi, dan untuk penulisan
ini, masing-masing gambar diperlakukan sebagai unit informasi, sebagai contoh yang
berkaitan dengan gerakan termasuk tarian, upacara, aturan budaya dan pola yang
terjadi pada data etnografi.

Pada titik inilah kita berbicara tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin,
yaitu art yang berarti kemahiran. Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai
suatu kemahiran dalam membuat barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian
seni merupakan kebalikan dari alam, yaitu sebagai hasil campur tangan (sentuhan)
manusia. Seni merupakan pengolahan budi manusia secara tekun untuk mengubah

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 4


suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani manusia. Seni merupakan
ekspresi jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang menjadi bagian
dari budaya manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi yang
tidak bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di
dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau estetika.Sedangkan fungsi seni
sebagai pemberi persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan
menempatkan suatu keberaturan padanya. Seni memberi sentuhan estetik sebagai
hasil budaya yang indah dari manusia.

III. Berbagai Perspektif “Gambar Cadas”

Seni gua prasejarah menarik perhatian, warna-warna cerah, mural dramatis,


dan sekitarnya yang memikat membuat hal tersebut luar biasa untuk dilihat.
Penghuni gua yang takjub di seluruh dunia berhasil mencapai puluhan ribu tahun.
Tapi apakah kekaguman ini saja yang mendorong mereka untuk menciptakan seni
ini? Atau apakah mereka termotivasi oleh sesuatu yang lain? Banyak penelitian
berusaha mengungkap dalam upaya untuk mencari tahu mengapa orang membuat
gambar cadas ataupun seni gua, banyak arkeolog mempelajari subjek ini selama
lebih dari 100 tahun. Terlepas dari semua penelitian tersebut, belum menemukan
jawaban yang pasti, banyak kemungkinan dan ada banyak hipotesis telah
menjelaskan.

Melihat dari perspektif tersebut, ketika manusia prasejarah yang menggambar


sebagai seniman pada masanya.Namun, jika beberapa gambar cadas hanya
memiliki penggunaan praktis dengan tujuan sebagai pesan atau ekspresi pribadi dan
ada juga para ahli yang memahami tidak menganggap gambar cadas itu sebagai
seni.

Penulis berpikir hal itu tergantung pada konteks di mana gambar cadas dibuat
dan untuk tujuan apa. Apakah kita dapat memiliki petunjuk tentang itu? Penulis tidak
tahu tetapi hal tersebut masih cenderung percaya ada dimensi artistik dalam banyak
kasus.Sangat menarik, ada beberapa pemahamam dengan tesis yang sama. Penulis
ingin menunjukkan beberapa teori yang dapat digunakan. Pada awalnya, penulis
termotivasi dengan pemikiran arkeologi, estetika, dan seni rupa.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 5


Definisi sederhana gambar cadas atau seni cadas adalah sebagai tanda buatan
manusia yang dibuat pada permukaan batu cadas. Gambar cadas yang ditemukan
terdiri beberapa bentuk, yang paling umum adalah lukisan dinding gua dan
permukaan tebing atau ceruk. Gambar cadas atau seni cadas adalah istilah yang
dapat mengisyaratkan semacam fungsi dekoratif atau estetika dan juga mempunyai
nilai-nilai representasi dari aktivitas yang mereka lakukan termasuk makna-makna
religius.

Dalam publikasi terkenal Story Art, EH Gombrich menulis tentang seni


prasejarah, dengan kesimpulan:

1. If we would like to find some sorts of art comparing to ours age, that are collected
and represented in the Galleries or Museums, we would definitely not find any,
and we could say, that prehistory was without art.
2. But if we thing about some decorated clothes, sculptures or other cult paintings
as a Works of Art,than we could speak about prehistoric art. So there is the point.
Terjemahan bebasnya:
1. Jika kita ingin menemukan beberapa jenis seni dibandingkan dengan usia kita,
yang dikumpulkan dan diwakili dalam Galeri atau Museum, kita pasti tidak akan
menemukannya, dan kita dapat mengatakan, bahwa prasejarah itu tanpa seni.
2. Tetapi jika kita memikirkan beberapa dekorasi pakaian,patung atau lukisan
kultus lain sebagai Karya Seni, maka kita dapat berbicara tentang seni
prasejarah. Jadi itulah poinnya.

Pernyataan di atas adalah pilihan pembaca bagaimana memilih, tetapi itu tidak
sepenuhnya benar. Kita harus mempertimbangkan peran dan tempat seni rupa atau
seni gua atau gambar cadas dalam sejarah seni rupa tidak sepenuhnya seni untuk
seni. Secara umum penulis dapat mengatakan gambar cadasselayaknya artefak
prasejarah.

Gambar cadas yang paling umum dan paling misterius adalah gambar cap
tangan berwarna merah, sebagai warisan budaya prasejarah. Dalam beberapa tahun
terakhir, teknik-teknik baru penanggalan gambar cadas langsung telah digunakan di
Indonesia terhadap gambar cadas gua di Maros–Pangkep dan gua-gua di
Sangkulirang, Kalimantan Timur yang menghasilkan penanggalan umur gambar

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 6


cadas yang sangat mengejutkan: gambar cap tangan dan gambar babi-rusa di
Sulawesi berusia 39.000 tahun (oleh ahli arkeologi Australia) - sebanding dengan
lukisan figuratif di Eropa. Umur gambar cadas di Indonesia, bersama dengan
sebagian besar gambar cadas di Australia, semuanya menunjukkan bahwa ada
gambar cadas di Daratan Asia Tenggara yang setidaknya sama tuanya, dan
mungkin lebih tua.

Masyarakat prasejarah dalam dunia simbolis mulai dari penjelasan bentuk


artistik mereka, dan konsep-konsep sihir simpatik, totemisme dan simbologi religius
menjadi elemen kunci dalam wacana dan juga evolusi kegiatan seni.

Penulisan ini tidak memprioritaskan perasaan estetika sebagai kekuatan


pendorong di belakang seni, dan sebaliknya menekankan karakter utilitarian dari
kreasi manusia. Kemungkinan aktivitas artistik masyarakat tradisional bukanlah hal
yang luhur, kebutuhan dan persyaratan terpisah, umumnya memiliki kegunaan nyata
atau dugaan dan bahkan sering menjadi kebutuhan hidup.

Tulisan ini mengusulkan bahwa gambar cadas prasejarah di Kawasan Desa


Liang Kobori mewakili aspek-aspek lingkungan alam, mata pencaharian dan sosial
yang dituntut secara estetis, untuk alasan praktis dan simbolis, dan gambar cadas
berfungsi sebagai media komunikasi dalam tiga konteks utama. Merujuk pada
persepsi dan pengetahuan informasi lokal yang signifikan secara adaptif. Oleh
karena itu gambar cadas Muna adalah instrumen khusus untuk menyelidiki kajian
gambar cadas sebagai seni prasejarah dari sejarah seni, arkeologi, dan sudut
pandang antropologis, tulisan ini mencoba melihat konteks fungsi asli atau
maknanya dapat disusun. Representasi grafis sebagai mode pengetahuan. Tiga
tradisi utama dilihat dari gambar cadas prasejarah di kawasan situs Liang kobori
Pulau Muna, adalah fokus penjelasan tema arkeologi dari pengetahuan prasejarah.

A. Apakah Manusia berbicara melalui gambar cadas?

“Gambar kuno dan asal mula bahasa”.

Kemunculan bahasa dalam sejarah manusia tidak jelas. Menurut beberapa ahli
bahwa homo sapiens diperkirakan berumur sekitar 200.000 tahun. Bahasa manusia
sering dianggap setidaknya berusia 100.000 tahun. Sangat sulit untuk mencoba

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 7


memahami bagaimana bahasa manusia itu sendiri muncul dalam evolusi, kata
Miyagawa, mencatat bahwa "kita tidak tahu 99,9999 persen dari apa yang terjadi
saat itu." Namun, ia menambahkan, "Ada gagasan bahwa bahasa tidak menjadi fosil,
dan itu benar, tetapi mungkin dalam artefak ini (gambar cadas), kita dapat melihat
beberapa permulaan dari homo sapiens sebagai makhluk simbolis."

Beberapa fitur khusus gambar gua dapat memberikan petunjuk tentang


bagaimana kemampuan bahasa simbolik.Menurut sebuah artikel yang ditulis
bersama oleh ahli bahasa MIT Shigeru Miyagawa, Cora Lesure, dan Vitor A.
Nobrega (diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Psychology, Departemen Linguistik
MIT), bahwa kunci dari ide ini adalah bahwa seni gua sering terletak di "hot spot"
akustik, tempat suara bergema kuat, seperti yang diamati oleh beberapa sarjana.
Gambar-gambar itu terletak di bagian gua yang lebih dalam dan sulit diakses, yang
menunjukkan bahwa akustik merupakan alasan utama penempatan gambar di dalam
gua. Gambar-gambar itu, pada gilirannya, dapat mewakili suara yang dihasilkan
manusia prasejarah di titik-titik itu.

Dalam artikel tersebut, konvergensi bunyi dan gambar inilah yang juga disebut
sebagai "transfer informasi modalitas", konvergensi informasi pendengaran dan seni
visual yang, menurut para penulis, "memungkinkan manusia prasejarah untuk
meningkatkan kemampuan mereka menyampaikan simbolik. berpikir." Kombinasi
suara dan gambar adalah salah satu hal yang menjadi ciri bahasa manusia saat ini,
bersama dengan aspek simbolis dan kemampuannya untuk menghasilkan kalimat
baru tanpa batas. Miyagawa juga mengatakan bahwa seni gua adalah bagian dari
paket dalam hal bagaimana homo sapiens datang untuk memiliki proses kognitif
tingkat tinggi ini, Proses kognitif dimiliki oleh setiap manusia sangat konkret yang
mengubah sinyal akustik menjadi representasi mental dan mengeksternalisasikannya
sebagai visual."

B. Seniman Prasejarah, unik, kreatif dan takjub?

Seniman gua Pulau Muna sejak penghunian dan bertempat tinggal dalam gua
menciptakan berbagai gambar figuratif dan abstrak. Gambar-gambar naturalistik
kebanyakan menggambarkan adegan berburu, atau pengaturan gambar hewan
seperti, kuda, rusa, sapi, reptile, ikan, burung dan mahluk juga muncul seperti

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 8


gambar-gambar manusia ataupun mirip manusia. Dalam elemen lansekap gambar
cadas atau seni prasejarah Indonesia belum ditemukan gambar lansekap atau
bahkan elemen lanskap seperti gunung, sungai dan laut.
Gambar abstrak juga banyak ditemukan di dinding-dinding gua yang dipenuhi
berbagai titik, garis, tanda, dan symbol. Semuanya dicat dengan gaya yang sama,
dan muncul berulang-ulang di gua yang berbeda. Beberapa dari gambar abstrak
tersebut dengan sapuan kuas sederhana membentuk seperti lingkaran, setengah
lingkaran, segi tiga, garis lurus, dan melengkung. Gambar yang lain cap tangan dan
juga terdapat gambar matahari.
Hasil penelitian tentang gambar cadas bereksperimen bahwa seniman
prasejarah mulai dengan menggambar menggunakan jari-jari mereka. Kemudian,
mereka menggunakan krayon pigmen kental, atau sikat yang terbuat dari bulu hewan
atau serat nabati. Teknik-teknik gambar cadas yang paling canggih termasuk gambar
semprot, menggunakan buluh atau tulang berlubang khusus. Pigmen warna yang
ditemukan dalam gambar cadas gua umumnya diperoleh dari sumber mineral,
hewani atau nabati (mis. Ochres tanah liat, arang, mangan dioksida, kalsium fosfat
dari tulang hewan yang dihancurkan,darah hewan dan urin). Lihat juga: Palet warna
prasejarah.

Gambar cadas atau seni gua pertama kali ditemukan pada abad ke-19, dan
segera orang mulai mencari penjelasan. Yang pertama, dan untuk waktu yang lama
paling populer, adalah "seni untuk seni" Seperti namanya, idenya adalah bahwa seni
gua adalah menikmati sendiri bagi para pembuatnya. Banyak seniman juga
menganut filosofi ini, dengan alasan bahwa seni harus dibuat untuk kepentingannya
sendiri. Ini juga terbungkus dalam ide-ide mereka tentang superioritas manusia,
menyarankan kita hebat karena kita memiliki percikan kreatif. Seni adalah hasil yang
tak terhindarkan.

Sejak abad ke-19 ide ini tidak disukai lagi, mengingat banyaknya usaha yang
dilakukan orang-orang dalam bidang ini. Mereka menciptakan perancah untuk
mencapai area tinggi, berkelana ke area yang dalam, gelap dan berbahaya (yang
melibatkan penemuan lampu minyak) dan banyak lagi. Jelas, banyak yang
berpendapat, mereka berinvestasi terlalu banyak pada karya seni ini hanya untuk itu
menjadi gambar yang tak berarti (doodle).

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 9


Gambar-gambar cadas situs gua prasejarah di Pulau Muna nampak
menunjukkan sosok manusia sedang berburu. Gambar cadas gua Metanduno, gua
Kobori dan gua Pominsa terlihat seperti galeri seni prasejarah, gambar cadas yang
menggambarkan anjing, kuda, perahu, dan prosesi orang menghiasi dinding dan
langit-langit gua karst di Desa Liang Kobori. Tim BPCB Sulsel menemukan beberapa
lokasi gua prasejarah, membuat penulis takjub, setelah survei di Pulau Muna tahun
2016, 2017 dan 2018, sudah mencapai 38 gua berisi karya seni manusia prasejarah
yang masuk perlindungan situs gua prasejarah.

Batu kapur yang membukit dan berlobang di Kecamatan Lohia yang dikenal
sebagai tempat hunian gua adalah salah satu dari lebih dari 38 situs seni cadas
prasejarah yang ditemukan oleh masyarakat, para peneliti dan tim survey BPCB.
Gua dan ceruk bersama gambar cadasnya memberi kesan seperti galeri alam, dan
seni gua itu ada di dinding dan langit-langit. Motif gambar cadas di Munayang
terbanyak adalah gambar manusia, dan kedua gambar hewan (kuda, rusa, anjing).
Gambar manusia dengan beberapa figur dan hewan membentuk dekoratif. Penelitian
dan pengambilan sampel pertanggalan terhadap gambar cadas oleh peneliti Max
Hubler dari Griffith University Australia dan kebetulan penulis ikut serta kegiatan ini di
gua Metanduno dan gua Pominsa di kawasan gua prasejarah Desa Liang Kabori
pada bulan juni 2019 untuk mengetahui umur absolutnya, sampai saat menulis
artikel ini belum ada hasil pemeriksaan dari laboratorium di Australia.

IV. Menyelami Kisah dari Gambar Cadas

Seni cadas di Pulau Muna secara eksplisit atau implisit menggambarkan


kegiatan yang terkait dengan kegiatan aktivitas berburu dan sosial, dan mungkin juga
gambar yang mengandung ritual sebagai kegiatan yang terkait dengan produksi seni
cadas. Apa pun konten atau fokusnya, memiliki nilai universal. Penulisan Ini tentang
kreativitas seni prasejarah yang melampirkan kehidupan dan masyarakat memiliki
latar belakang historis gambar cadas Muna dikaitkan dengan kehidupan sosial
budaya masyarakat.Penciptaan seni dengan berbagai aspek, kepercayaan, adat dan
benda-benda untuk kebutuhan berburu dan sosial. Kepercayaan, adat dan benda
material yang digunakan di dalamnya semuanya saling terkait.Identifikasi motif
spesifik seperti seorang pria berjari kaki dan tangan yang besar, perisainya, tombak,

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 10


beberapa figur manusia, gambar matahari, anjing, kuda, perahu, gambar beberapa
figure manusia.Gambar-gambar cadas di Kawasan Liang Kabori Pulau Muna
nampak terlihat seperti galeri seni prasejarah, menghiasi dinding dan langit-langit
gua karst di Desa Liang Kabori. Gua yang tersebar di Kawasan Desa Liang Kabori,
Kabupaten Muna adalah jejak manusia yang tinggal di sana ribuan tahun yang lalu.
Di wilayah ini ada 38 situs gua bergambar prasejarah dan yang paling terkenal
adalah Gua Kobori dan Metanduno berisi ratusan gambar cadas. Beberapa gambar
dibuat di atas yang lain, menunjukkan bahwa gambar tersebut dibuat lebih dari satu
kali.

A. Figur Manusia

Gambar manusia berdasarkan interpretasi figuratif, gambar cadas atau seni


cadas mirip manusia, tetapi memang demikian sulit diceritakan, tetapi dapat disebut
gambar visual. Jenis kelamin "Laki-laki" direkam karena identifikasi subjektif alat
kelamin atau bentuk tubuh.Kaki digambarkan dengan posisi bagian atas dan bawah,
yaitu posisi kaki bagian bawah mungkin diagonal ke dalam atau diagonal ke luar.
Figur bertubuh penuh dalam warna solid atau solid dengan garis warna yang
monoton. Kategori lain mirip dengan gambar bentuk T, diamati sampel untuk gaya
tubuh. (lihat gambar di bawah).

Setiap gambar manusia diidentifikasi dari titik artikulasi seperti bahu, siku,
pinggul, lutut dan pergelangan kaki. Tubuh diperlakukan sebagai satu unit tunggal
dengan tiga posisi yang mungkin, vertikal, horizontal dan terbalik. Oleh karena itu,
penggambaran grafis dari gua-gua Pulau Muna dalam tampilan gestural akan
menjadi grafis. Lengan atas, lengan bawah, atas dan kaki bagian bawah adalah unit
artikulasi yang terpisah. (lihat gambar di bawah). Gambar segitiga didefinisikan oleh
garis tubuh segitiga, yang dapat diisi dengan padat atau kosong. Garis besarnya
juga bisa 'terbuka' dalam apa yang disebut sebagai sosok bertubuh terbuka segitiga.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 11


Jelas bahwa pembagian semacam itu tidak digunakan secara universal. Untuk
keperluan tulisan ini, hasil survei hanya motif mirip manusia, bahwa gambar-gambar
tersebut mungkin hanya terdiri dari sebagian saja potensi data antropomorfik yang
ada di gua-gua Pulau Muna. Gambar realistis ini merupakan gambaran tentang
makhluk berjari tangan besar menunjukkan makhluk-makhluk yang dilebih-lebihkan

jarinya, apakah mereka mewakili orang atau roh atau keduanya tidak dikenal.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 12


B. Adegan berburu

Adegan perburuan hewan adalah subjek utama dalam gambar cadas Muna.
Beberapa ahli arkeologi pada awalnya mengatakan bahwa gambar cadas tersebut
sengaja dibuat untuk maksud magis artinya jika hewan yang digambar akan
memberipertolongan dengan mudah ditangkap hewan tersebut. Hewan pada waktu
itu adalah subjek utama dalam gambar seperti foto di bawah ini menunjukkan gaya
sangat bervariasi.

Kehidupan sehari-hari di masa prasejarah manusia penghuni gua Muna


dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan mengatasi kesulitan lingkungan
mereka. Mereka mulai menggunakan akal sehat,semakin banyak penglihatan, dan
indra penciuman. Mereka harus waspada setiap saat, selalu siap untuk menangkap
atau mengumpul makanan. Ketika mereka berdiri dengan kaki belakang mereka,
bagian depan mereka anggota badan bebas untuk membuat dan menangani apa
pun yang mereka miliki dibutuhkan, terutama yang digunakan untuk
berburu.Sebagian besar lukisan di gua prasejarah Muna berada dalam gaya masa
berburu, digunakan antara sekitar ribuan sampai ratusan tahun sebelum masehi.
Ada banyak gambar rusa, dan hewan domestikasi seperti anjing dan kuda, sebagai
teman manusia melakukan pekerjaan ini sehari-hari.

Tidak semua dinding dan langit-langit gua memiliki gambar tetapi beberapa di antaranya penuh dengan
lukisan binatang. (Foto: Gambar Gua Metanduno)

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 13


C. Perahu: Menyibak Budaya Maritim Penghuni Gua Kawasan Liang Kabori

Gambar Perahu adalah memberi informasi dan menambah perspektif sumber


budaya maritim tradisional dan ekspresi yang digunakan untuk merujuk spasial
hubungan antara darat dan laut, dan menambahkan perspektif wawasan
masyarakatnya.

Beberapa gua di Kawasan Liang Kobori terdapat gambar perahu dengan


berbagai tipe, dengan citra yang terinspirasi oleh kontak dengan laut. Ini memberi
kita catatan visual yang langka tentang periode interaksi budaya dan perubahan
budaya, dengan perahu digambarkan mengingatkan kita adanya transportasi dan
kontak budaya antar pulau dapat terjadi dengan cepat. Selain itu, bahwa gua di
Pulau Muna mengandung lebih banyak penggambaran perahu dengan berbagai tipe
daripada situs seni cadas lainnya di Asia Tenggara. Dalam tulisan ini, gambar-
gambar tersebut memberi informasi kepada kita tentang aktivitas sejarah maritim dan
kontak lintas budaya di Laut Sulawesi dan Timor sebagai bagian dari eksplorasi
pulau di bibir Samudra Pasifik. Beberapa ilustrasi yang dapat dipahami dari gambar
perahu tersebut, antaralain:

• Menggambarkan impresi tradisi berlayar pada masa lalu.


• Gambar perahu terdapat pada beberapa gua prasejarah yaitu Metanduno,
Kabori, Pominsa, Lakulombu, dan Marewu
• Adalah wujud dari kekayaan seni dan mencerminkan budaya maritim.
• Sebagai moda transportasi air sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat
tradisional sejak ribuan tahun yang lalu.
• Sejak zaman prasejarah perahu sangat berperan di Nusantara dalam proses
migrasi atau ekspansi suatu komunitas dari suatu tempat ke tempat yang baru
didukung alat layar yang menggerakan perahu.
• Sebagai bukti bahwa penghuni gua di kawasan Liang Kabori telah memiliki
pengetahuan dan teknologi di bidang maritim.
• Memperlihatkan atribut perahu; lunas dan lambung, figur manusia, dan layar,
kemudi, dayung dan tongkat. Dan juga memperlihatkan daya jelajah atau
jangkauan berlayar.
• Penggambaran bentuk perahu di beberapa gua yang ada di Pulau Muna
menunjukan kalau perahu itu telah mendapat pengaruh dari teknologi yang

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 14


sepertinya dikembangkan pada awal-awal masehi.
• Penggambaran perahu di Gua Kabori dianggap spektakuler ditunjukkan oleh
perahu dengan layar yang berbentuk persegi panjang dan pola yang nyaris
vertikal.
• Perahu itu digambarkan memiliki dayung dan juga kemudi, di dalam perahu itu
bahkan digambarkan orang yang sedang naik; awak perahu.
• Pola unik lainnya ditemukan di Gua Toko, yang menampilkan bentuk pohon
kelapa dan jagung.
• Melihat bentuknya, pola perahu digambarkan dalam dua gaya; sebagai
perahu niaga dan untuk mencari ikan.

Gambar perahu kuno dan beberapa manusiamenggunakan layar, dayung dan galah atau tongkat untuk
mendorong , di Gua Prasejarah Pulau Muna

D. Matahari Bersinar “Motivasi Religi dalam Seni”

Begitu nenek moyang awal kita berkembang ke 'titik tertentu, mereka mulai
membuat karya seni. Objek seni paling awal mungkin ada telah dibuat untuk tujuan
kepercayaan. Dalam banyak kasus, seni mungkin telah dikaitkan dengan sihir.
Dalam cara berpikir hari ini, seorang seniman menghasilkan seni untuk
mengekspresikan ide, pemikiran, atau perasaan pribadi. Tapi benda seni masa
prasejarah adalah bagian dari ritual dan upacara yang berkaitan dengan kelahiran,
kematian, dan kesuburan. Para seniman menghadapi masalah dan kesulitan yang
sama seperti orang-orang lain dalam kelompok mereka. Dalam masyarakat kecil
seperti di gua prasejarah Muna, tidak mungkin ada orang yang hanya didedikasikan
untuk seni. Gambar cadas sebagai karya seni prasejarah pertama mungkin memiliki
tujuan kepercayaan dan magis. Mereka tidak dibuat hanya untuk ekspresi pribadi.
tetapi sebagai bagian dari ritual yang diasosiasikan dengan kelahiran, kematian, dan
kesuburan.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 15


Sinar Matahari adalah energi yang sangat membantu perkembangan
kehidupan di bumi melalui fotosintesis dan merubah cuaca di bumi. Matahari telah
menjadi simbol penting di banyak kebudayaan sepanjang peradaban manusia.
Dalam mitologi dimiliki oleh beberapa bangsa di dunia dikenal dengan nama
berbeda-beda. Pada tiap kebudayaan dan seringkali disembah sebagai dewa. Nilai
lain bahwa gambar matahari adalah simbol bijak dan sosok imajinasi yang penuh
makna hidup, penjaga dan pelindung bagi mereka yang menggambarkan.Analisis ini
terlepas dari keterbatasan, memberikan dasar pemahaman tentang hubungan
antara produksi seni cadas dan ritual.

Kemungkinan ini adalah kreativitas seni artistik tertentu yang melampirkan


kehidupandan masyarakat memiliki latar belakang budaya. Penciptaan gambar
matahari perspektif aspekkepercayaan yang memiliki proses sosial. Kepercayaan,
adat dan matahari yang digunakan di dalamnya semuanya saling terkait.

E. Kehidupan Sosial

Beberapa lukisan menunjukkan peristiwa atau kegiatan umum di masyarakat.


Gambar cadas lainnya kemungkinan untuk tujuan keagamaan, untuk mendapatkan
berkah bagi kelompok. Di situs kawasan Liang Kobori kurang Lebih terdapat 2000
gambar cadas dan sisa-sisa arkeologi lainnya. ini adalah bukti nyata dari beragam
peradaban yang dimiliki tinggal di daerah itu. Situs arkeologi ini kaya dengan seni
prasejarah sebagai kesaksian yang tak ternilai bagi banyak gambaran budaya yang
telah tinggal di daerah tersebut. Arkeolog - ilmuwan yang mempelajari sisa-sisa dari
masa lalu peradaban- telah menemukan bahwa orang telah hidup dan mendiami di
bagian wilayah Pulau Muna selama puluhan ribu tahun silam. Selama berabad-abad,
penghuni harus menyesuaikan diri dengan iklim yang lebih kering.

Untuk melihat perilaku sosial-budaya dari gambar cadas Muna, dalam

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 16


kehidupan tradisional memperlihatkan pola pemukiman, kegiatan sosial, pekerjaan
khusus, adalah fenomena berharga sistem pencatatan budaya untuk interpretasi
arkeologi. Kehidupan sosial penghuni gua Muna secara khusus, deskripsi mereka
tentang metafora budaya yang digunakan untuk menggambarkan hubungan
kekerabatan dan keluarga sangat membantu. Meskipun pecinta seni mungkin tidak
mengunjungi pameran yang indah dalam arti formal, lukisan yang sebagian besar
diciptakan sekitar puluhan ribu tahun yang lalu, mungkin merupakan tanda
munculnya elit sosial di antara orang-orang penghuni gua di wilayah tersebut.
Gambar Cadas Muna lebih didominasi pencitraan realitas dan berbagai gambar
yang membantu manusia untuk beradaptasi, hidup berdampingan, dan berbagi dan
bekerja sama, serta membentuk kisah-kisah yang diceriterakan sebagai penghubung
danpenyampaian. Setiap contohnya dapat dengan mudah ditafsirkan secara
berbeda, dan interpretasi dari motif yang sama mengilustrasikan motif pendekatan
bentuk komunikasi.

Secara pragmatis dan empiris bentuk komunikasi gambar cadas, bahwa


pengirim (orang yang menyandikan informasi, yang dalam hal ini akan menjadi
seniman), pesan (informasi atau konten untuk dibagikan), saluran (bentuk gambar)
dan penerima (yang memecahkan kode pesan). Agar transmisi informasi memiliki
efektivitas maksimal, agen yang berinteraksi (pengirim dan penerima), melalui
serangkaian tanda, simbol, atau gambar yang sama. Tetapi apa yang terjadi ketika
tidak ada latar belakang budaya bersama di antara masyarakat pendukungnya ssat
itu yang berinteraksi? Kemungkinan pesan akan terdistorsi selama proses
komunikasi, sehingga mencegah komunikasi yang efektif. Beberapa gambar di
bawah ini merupakan penggambaran senjata seperti pedang dan perisai mirip
dengan pandangan zaman logam.

Menggambarkan
Kelompok berburu dengan
antropomorik bersenjata Beradu menggunakan senjata perisai dan
menggunakan senjata tombak dan
dengan pergelangan pedang
pedang.
bertekuk

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 17


F. Hewan Gambar Favorit

Hewan pada waktu itu adalah subjek utama dalam gambar. Para seniman
prasejarah penghuni gua di Kawasan karst Desa Liang Kobori memilih ruang untuk
menggambakan hewan mengambil tempat di kedalaman, kegelapan atau kelegaan
dalam mewarnainya membentuk gambar yang diinginkan.Salah satu kamar paling
menarik di Gua Metanduno adalah tempat gambar sapi yang cukup besar kurang
lebih 2 meter panjangnya.

Subjek yang paling umum dalam lukisan guadi Muna adalah hewan, seperti
kuda, anjing dan rusa sebagai spesies yang paling sering diburu oleh manusia, dan
spesies kuda adalah yang paling umum ditemukan hampir semua gua dengan
berbagai figur dan juga dikendarai.Gambar adegan berburu berlimpah. Pada saat
yang sama perburuan seperti rusa di daerah Pulau Muna sampai tahun 1970an
masyarakat Suku Muna masih melakukan perburuan menggunakan kuda dan anjing.
Gambar rusa adalah hewan lokal yang banyak ditampilkan di gambar cadas Muna.
Tetapi ada juga adegan kehidupan sehari-hari, seperti memancing, navigasi, dan
upacara ritual. Bahkan ada adegan bertani. Sosok-sosok itu digambar di dinding atau
langit-langit gua berwarna coklat, baik sebagian atau seluruhnya. Gambar-gambar
rusa di Muna sangat penasaran yaitu fitur: sisi rusa dan rusa kadang-kadang
disilangkan.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 18


V. Penutup

Masalah dalam penulisan ini adalah pemahaman tentang tradisi gambar cadas Pulau
Muna dan studi etnoarkeologi, dan sampai saat ini peran gambar cadas dalam
konteks etnografi belum dilihat secara mendalam untuk interpretasi gambar cadas,
tapi tetap memperhitungkan bahasan hubungan antara gambar cadas tersebut dan
kehidupan masyarakat Muna saat ini.

Penulis lebih mempelajari produksi gambar cadas Pulau Muna sebagai data variabel
yang berkaitan dengan kreativitas seni lukis, bersifat representasional, ekspresif dan
aktivitas masyarakat penghuni gua yang dipengaruhi oleh konteks sosial-budaya

Di banyak masyarakat pra-literasi dulu dan sekarang gambar cadas telah digunakan
sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, kepercayaan, pengetahuan
leluhur, tradisi, identitas, aturan, cerita, perilaku sosial atau hukum. Melalui perspektif
etno-arkeologis berdasarkan gambar cadas kita dapat mengeksplorasi berbagai
fungsi seni, bagaimana informasi budaya tertanam dalam citra dan yang lebih
penting, sejauh mana informasi tersebut dapat diterjemahkan oleh orang yang belum
tahu atau orang luar ke budaya yang menghasilkan seni.

Tulisan singkat ini memberikan sedikit wawasan tentang kompleksitas menganalisis


dan menafsirkan bentuk komunikasi non-verbal ini, termasuk sejauh mana para
arkeolog dapat mendekodekan informasi budaya yang disembunyikan dalam bentuk
gambar cadasdi Pulau Muna.

Beberapa ahli arkeologi maupun non arkelogi yang minat terhadap gambar cadas
prasejarah mengatakan bahwa gambar cadas di Kawasan Liang Kobori adalah
media visual yang digunakan oleh masyarakat pra-literasi dulu sebagai bentuk
komunikasi dan pertukaran informasi non-verbal. Selama beberapa generasi telah
digunakan untuk menggambarkan cerita atau untuk secara grafis mewakili berbagai
jenis informasi budaya untuk mendidik, mengingatkan, mengatur, dan sebagainya.

Penggambaran motif figuratif yang diilhami oleh sumber-sumber objek nyata dapat
memungkinkan pembacaan literal seni (yaitu identifikasi literal motif sebagai "rusa,
kambing, manusia" atau aksi "adegan perang, tarian, sebuah upacara, adegan
berburu). Namun, Sebagai contoh, gambar rusa dapat mewakili mangsa, tetapi itu

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 19


juga dapat mewakili roh atau leluhur, kekuatan atau kemampuan yang diinginkan,
identitas individu atau kelompok, dan sebagainya. Kemungkinan komunikasi yang
sukses bahkan lebih lemah ketika penggambaran meliputi objek non-figuratif
(penggambaran geometris dan abstrak), yang ditafsirkan sebagai penyederhanaan
atau abstraksi dari konsep yang akan dibagikan.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 20


Daftar Pustaka

1. Barbara Olins Alpert, The Creative Ice Age Brain: Cave Art in the Light of
Neuroscience (New York: Foundation 20 21, 2008), 186-190. (PDF Book/E Publish)
2. Paul Ricoeur, Hermeneutics and Human Sciences, ed. and trans. John B. Thompson
(Cambridge: Cambridge University Press, 1981).(PDF Book/E Publish)
3. Ian Hodder, Theory and Practice in Archaeology, London and New York: Routldge,
1992,
4. EH Gombrich, Story Art, Phaidon Press,1995 (PDF Book/E Publish)
5. Bahn, P. 1998. The Cambridge Illustrated History of Prehistoric Art. Cambridge:
Cambridge University Press
6. White, R. H., (2003). Prehistoric Art: the Symbolic Journey of Humankind. New York:
Harry N. Abrams.
7. Hodgson, D., 2019. The origin, significance, and development of the earliest
geometric patterns in the archaeological record. Journal of Archaeological Science:
Reports, 24, pp.588-592.
8. Changizi, M.A., Zhang, Q., Ye, H. and Shimojo, S., 2006. The structures of letters and
symbols throughout human history are selected to match those found in objects in
natural scenes. The American Naturalist, 167(5), pp.E117-E139.
9. Straffon, L.M., 2019. Evolution and the Origins of Visual Art: An Archaeological
Perspective. In Handbook of Evolutionary Research in Archaeology (pp. 407-435).
Springer, Cham.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 21


BAB II

PEMIMPIN DI KERAJAAN MUNA


( RAJA MUNA / OMPUTO )
Oleh : Adi Munardi Kuti , SE ,S.Kom

Raja Muna La Eli juga sering disebut Bheteno Ne Tombula, nama lainnya
adalah Baiduzzaman. Beliau merupakan Raja Muna pertama. Tidak ada informasi
yang pasti dari mana beliau berasal, ada versi menyebut dari Luwu, ada versi dari
Arab Melayu dan ada versi dari Jawa. Wa Tandiabe ( We Tenri Abeng ) juga disebut
Sangke Palangga adalah istri dari La Eli. Wa Tandiabe berasal dari Luwu Sulawesi
Selatan ,adalah putri dari Raja Luwu Batara Lattu yang juga merupakan saudara
kembar dari Sawerigading.

La Eli dan Wa Tandiabe memiliki 3 orang anak yaitu, Sugi Patola, Runtu Wulou
dan Wa Kilambibito. Sugi Patola akhirnya menjadi Raja Muna yang ke-2, Runtu
Wulou kembali ke Luwu dan menjadi Raja Luwu dan Wa Kilambibito menikah
dengan La Singkaghabu anak dari Mieno Wamelai La Balano. La Singkaghabu
akhirnya menjadi Kamokulano Tongkuno yang pertama.

Catatan di Kedatuan Luwu, Putra We Tenri Abeng bernama Simpurusiang


kembali ke Luwu dan akhirnya menjadi Raja Luwu pada tahun 1268. Catatan di
Kerajaan Muna , putra Wa Tandiabe kembali ke Luwu dan menjadi Raja
Luwu.Kesamaan tutur lisan di Luwu dengan Muna tentang putra Wa Tandiabe ini
memunculkan asumsi bahwa Simpurusiang adalah Runtu Wulou. Jika Simpurusiang
menjadi Raja Luwu pada tahun 1268 maka bisa diperkirakan bahwa Wa Tandiabe
tiba di Muna pada tahun 1210. Jika Wa Tandiabe tiba di Muna tahun 1210 maka
Kerajaan Muna berdiri pada Tahun 1210.

Berikut daftar Raja Muna

1. La Eli / Bheteno Ne Tombula / Baiduzzaman

2. Sugi Patola / La Tamparasi / Kaghua Bhangkano Fotu

3. Sugi Ambona / La Bhoka Ombo

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 22


4. Sugi Patani

5. Sugi Laende

6. Sugi Manuru / Omputo Mepasokino Adhati

7. Omputo La Kilaponto / Halu Oleo / Sultan Murhum / La Timba


Timbanga

8. Omputo La Posasu / Sultan Kobhangkuduno

9. Omputo Rempoisomba / Sultan Fahrisi

10. Omputo Titakono / Sultan Idrus

11. Omputo La Ode Saaduddin

12. Omputo La Ode Ngkadiri / Sangia Kaindea

13. Omputo La Ode Abdul Rahman / Sangia Latugho / La Ode Tuga

14. Omputo La Ode Husein / Omputo Sangia

15. Omputo La Ode Kentukoda / La Ode Haerum Baradhai / Kantolalo


Kamokula / La De Rego

16. Omputo La Ode Umara

17. Omputo La Ode Harisi / Omputo Tolu Koburuno

18. Omputo La Ode Murusali / Sangia Gola

19. Omputo La Ode Ismail

20. Omputo La Ode Saete / Omputo Sorano Masigi

21. Omputo La Ode Bulae / Sangia Laghada

22. Omputo La Ode Kaili / Sangia Te Tobea

23. Omputo La Ode Ahmad Maktubu / Omputo Milano We Kaleleha

24. Omputo La Ode Safiu / Omputo Milano Te Waara

25. Omputo La Ode Rere / Aro Wuna

26. Omputo La Ode Dika / Omputo Komasigino

27. Omputo La Ode Pandu / Omputo Milano Te Kosundano

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 23


BAB III

HUKUM KERAJAAN WUNA

Oleh : La Ode Muhram Naadu, S.H.,M.H

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 24


Kerajaan Wuna merupakan salah satu kerajaan yang berada di

sebelah tenggara Pulau Sulawesi. Secara geografis wilayahnya membentang di dua


jazirah yakni separuh di Pulau Muna dan separuhnya di Pulau Buton. Dalam
berbagai literatur Belanda, padanan kata „Wuna‟ sendiri memiliki penyebutan lain
yakni, Moena, Oena, Woena, Pantjana, Pangasane dan Pantjano (sebagaimana
dikutip dari Ligtvoet (1877:1). “Het eiland Moena, ook Oena, enWoena en in vroeger
tijd door de Nederlanders Pangasane, Pantjana enPantjiano gonoemd”, artinya,
“Nama pulau atau kepulauan Moena atauOena atau Woena dalam bahasa Belanda
pada zaman dahulu dikenaldengan nama Pangasane, Pantjana dan Pantjano”. 1
Dalam makalah ini, terminologi yang dipakai adalah Wuna. Pertimbangan ini
didasari oleh empat hal, pertama, mengingat secara etimologis, Wuna berasal dari
kata Bunga yang dalam tradisi lisan dikisahkan bahwa Pulau Muna terbentuk dari
bunga yang bermekaran. Kedua, secara populer penyebutan Kerajaan Wuna
terlegitimasi pada beberapa forum adat dan kerajaan secara nasional di Indonesia.
Ketiga, dalam literatur sejarah, kata Wuna telah banyak dipakai. Keempat,
penyebutan popular dikalangan penduduk mengindikasikan Wuna adalah nama yang
diakui dan diyakini eksistensinya.
Penggunaan judul Hukum Kerajaan Wuna memiliki beberapa pertimbangan
yang patut diambil, yakni : pertama, karena makalah ini merupakan bagian dari
disiplin ilmu hukum khususnya sejarah hukum, meskipun terdapat sumber data yang
interdisipliner. Selanjutnya, penyebutan „hukum‟ dalam judul lebih tepat dibandingkan
dengan „undang-undang‟, karena dalam makalah ini dipaparkan secara luas,
bagaimana melihat hukum dalam sejarah Kerajaan Wuna. Tidak restriktif dilihat
secara hukum tertulis saja (lex stricta).
Hukum dalam bahasa Inggris “Law”, Belanda “Recht”, Jerman “Recht”, Italia
“Dirito”, Prancis “Droit” bermakna aturan (Syahrani, 2013:19). Terminology menurut
black‟s law dictionary hukum dalam arti umum adalah keseluruhan peraturan
bertindak atau berperilaku yang ditentukan oleh kekuasaan pengendali, dan
mempunyai kekuatan sah bersifat mengikat; atau hukum adalah apa yang harus
ditaati dan diikuti oleh warga negara dengan akibat sanksi atau konsekuensi sah.
Menurut webster‟scompact English dictionary, hukum adalah semua peraturan
tingkah laku dalam suatu komunitas terorganisasi sebagai yang ditegakkan oleh

1La Niampe dkk, Wuna Anagha Ini : 2018, Hlm 1

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 25


yang berwenang (Safudin, 2017:2). Peristilahan „undang-undang‟ sebagai ragam
hukum tertulis merupakan bagian yang sempit. Penyebutan „undang-undang‟ dalam
sejarahnya berasal negara Eropa Kontinental. Corak hukum negara-negara tersebut
diatas adalah hukum tertulis, sebagaimana dianut oleh negara-negara Eropa
Kontinental.
Mazhab Hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum yang
berkembang di negara-negara yang berada di benua Eropa daratan setelah
runtuhnya kekaisaran Romawi yang diikuti dengan berkembangnya rasionalisas
(otonomi logika) masyarakat Eropa pada saat itu, yang didasarkan atas hukum
Romawi yang disebut dengan Civil Law. Kenapa disebut Civil Law, karena pada
mulanya Hukum Romawi pada mulanya bersumber pada sebuah karya agung Kaisar
Iustinianus yaitu :Corpus Iuris Civilis. 2
Secara faktual, hukum yang di anut sebagian besar Suku Bangsa di Indonesia
adalah hukum adat (adat recht). Corak Hukum Adat itu sendiri adalah hukum tidak
tertulis (unwriten law). Secara jelas, hukum yang berlaku di Kerajaan Wuna adalah
hukum adat. Olehnya itu untuk menghindari contradiction in terminis ,penggunaan
judul „Hukum Kerajaan Wuna‟ lebih tepat dibanding „Undang-Undang Kerajaan
Wuna‟. Pembatasan judul demikian akan memberikan kejelasan hal apa yang akan
dibahas dalam makalah ini.
Secara komparatif jika melihat Undang-Undang Martabat Tujuh di Kesultanan
Buton, akan terlihat bahwa undang-undang yang dimaksud adalah hukum tertulis
yang tertuang dalam guratan tulisan. Pertanyaannya, apakah di Kerajaan Wuna
memiliki hukum tertulis sehingga dapat dikatakan sebagai Undang-Undang Kerajaan
Wuna?, hal ini mesti dikaji lebih dalam dan memerlukan pembuktian fisik. Jika pun
ada dokumen tersebut haruslah ditelusuri sumber dan latar waktu hukum itu dibuat.
Dari kedua variable itu akan terjawab apakah orisinalitas hukum itu terpenuhi atau
hukum tersebut sudah mendapatkan intervensi dari hukum lain (misalnya bangsa
yang menjajah daerah tersebut). Notabene, corak hukum tertulis bukan merupakan
hukum asli peradaban nusantara. Hukum tertulis dibawah oleh negara-negara Eropa
Kontinental sebagaimana beberapa diantaranya menjadi penjajah di wilayah Negara
Republik Indonesia saat ini. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
bagaimana hukum yang berlaku di Kerajaan Wuna.

2Peter Mahmud Marzuki,Pengantar IlmuHukum.(Jakarta:Kencana PrenadaMediaGroup,2011).Hlm223.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 26


Pengertian Hukum

“Noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht” (para ahli
hukum masih mencari tentang apa defenisi). Apa yang diungkapkan oleh Immanuel
Kant tersebut disebabkan hukum merupakan sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu,
pertanyaan tentang apakah hukum, senantiasa merupakan pertanyaan yang
jawabannya tidak mungkin satu. Dengan kata lain, persepsi orang tentang hukum itu
beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka memandangnya (Ali, 2015:18).
Hukum dalam bahasa Inggris “Law”, Belanda “Recht”, Jerman “Recht”, Italia
“Dirito”, Prancis “Droit” bermakna aturan (Syahrani, 2013:19). Terminology menurut
black‟s law dictionary hukumdalam arti umum adalah keseluruhan peraturan
bertindak atauberperilaku yang ditentukan oleh kekuasaan pengendali,
danmempunyai kekuatan sah bersifat mengikat; atau hukumadalah apa yang harus
ditaati dan diikuti oleh warga negaradengan akibat sanksi atau konsekuensi sah.
Menurut webster‟scompact English dictionary, hukum adalah semua
peraturantingkah laku dalam suatu komunitas terorganisasi sebagai yangditegakkan
oleh yang berwenang (Safudin, 2017:2).
Defenisi-defenisi hukum seperti di atas hanyalah salah satu bentuk konkret
dari hukum atau bisa disebut sebagai hukum secara sempit (sebagai aturan). Hukum
adalah suatu ideal dan nuilai, tentang norma dan kaidah untuk menata dan
menjawab masalah masyarakat sehingga merepresentasikan keadilan (Nurhayati,
2020:2).
Pada prinsipnya hukum bersifat universal yang berkembang dengan dinamika
masyarakat sehingga hukum menjadi tatanan permasalahan seiring berkembangnya
pergaulan manusia. Sedangkan peraturan ada setelah ditetapkan oleh otoritas yang
berwenang. Peratuan (rechtsregel) adalah usaha mengeksplisitkan hukum dalam
penataan masyarakat oleh otoritas negara. Peratuan ini sifatnya lokal dengan
yurisdiksi teritorial dari otoritas itu. Hukum tidak sama dengan peraturan hukum yang
lebih luas maknanya dari peraturan, atau peraturan merupakan manifestasi dari
hukum (Slamet, 2009:4-6).
Donal Black memberikan defenisi hukum sebagai kontrol sosial dari
pemerintah (H. Salim, HS, 2010:21). Sedangkan menurut RB. Soemanto hukum
merupakan aturan baku (sebagai pedoman) yang mengatur kehidupan manusia,
yang sengaja dibuat untuk pengawasan sosial (masyarakat) (RB. Soemanto,

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 27


2008:1).
Rescoe Pound memberikan defenisi terhadap hukum kedalam dua perspektif,
yakni pertama, hukum dalam arti sebagai tata hukum yang mempunyai pokok
pembahasan mengenai hubungan antara manusia dengan individu lainnya dan
tingkah laku individu yang mempengaruhi individu lainnya atau yang mempengaruhi
tata sosial atau tata ekonomi. Kedua, huku dalam arti kumpulan dasar-dasar
kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif mempunyai
pokok pembahasan, yaitu harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia
sebagai individu atau kelompok yang memengaruhi hubungan mereka atau
menentukan tingkah laku mereka (Ali, 2015:28). Pendefenisian hukum oleh Rescoe
Pound ini termasuk lebih luas memandang hukum sebagai suatu realitas yang
diwujudkan dalam putusan-putusan pengadilan. Hal ini tidak lain disebabkan karena
Rescoe Pound berpaham sociological juresprudence.
Berbeda dengan Rescoe Pound, John Austin mendefenisikan hukum sebagai
suatu perintah (command). Hukum adalah sesuatu yang jelas dan tegas
keberadaannya, yang merupakan suatu produk dari kekuatan politik yang lebih kuat
untuk suatu kekuatan politik yang lebih lemah. Hukum adalah suatu aturan yang
diberlakukan untuk memberi arahan (guidance) bagi manusia (intelligent being) dari
dan oleh manusia (intelligent being) yang mempunyai kekuasaan (having power over
him) (Erwin, 2019:238). Pandangan Austin ini melihat hukum hanyalah sebatas apa
yang dikeluarkan oleh penguasa, baik itu yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia
maupun yang diciptkan oleh manusia untuk manusia. Austin tidak menghendaki
adanya ajaran baik dan buruk di dalam hukum. Hal disebabkan yang dikenal sebagai
positivisme hukum.
Purbacaraka dan Soekanto mengkualifikasi hukum ke dalam sembilan arti,
yakni:
1. Ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan
pemikiran;
2. Disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala
yang dihadapi;
3. Norma yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau peri-kelakuan yang
pantas atau diharapkan;
4. Tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat norma-norma hukum

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 28


yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk
tertulis;
5. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang
berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer);
6. Keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi;
7. Proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal balik antara unsur-
unsur pokok dari sistem kenegaraan;
8. Sikap, tindak ajek atau perikelakuan yang terukur yakni perikelakuan yang
diulang-ulang dengan cara yang sama, bertujuan untuk mencapai
kedamaina; dan
9. Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa
yang dianggap baik dan buruk (Aburaera, dkk, 2013:42-43).

Tujuan Hukum

Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum


mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan
pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan
ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat
diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu,
hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antara perorangan di dalam
masyarakat, membagi kewenangan dan mengatur cara memecahkan masalah
hukum serta memelihara kepastian hukum (Mertokusumo, 2010:99)
Menurut Mertokusumo, tujuan hukum meliputi teori etis, teori utilitis dan teori
campuran. Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum
ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan tidak. Sedangkan teori
utilitis, hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam
jumlah yang sebanyak-banyaknya (the gratest good of the greatest number). Dan
teori campuran, tujuan pokok hukum adalah untuk ketertiban, kedamain hidup antar
pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi,
mengatur pergaulan hidup manusia secara damai (Mertokusumo, 2010:99-104).
Tujuan hukum sebagaimana disebutkan oleh Mertokusumo di atas adalah
termasuk dalam ajaran konvensional (Ali, 2015:88-90) diluar dari teori campuran.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 29


Sedangkan tujuan hukum dalam ajaran modern sebagaimana diungkapkan oleh
Gustav Radbruch bahwa tujuan hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum. (Ali, 2015:98-99).
Menurut Radbruch, kepastian hukum merupakan tuntunan utama terhadap
hukum supaya hukum menjadi positif, dalam artian berlaku dengan pasti. Hukum
harus ditaati, dengan demikian hukum sungguh-sungguh positif (O. Notohamidjojo,
2011:33-34). Tujuan hukum berupa kemafaatan adalah hukum ingin menjamin
kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya
(the gratest good of the greatest number) (Mertokusumo, 2010:103). Sedangkan
tujuan hukum berupa keadilan menurut Radbruch sudah cukup apabila kasus-kasus
yang sama diperlakukan secara sama (O. Notohamidjojo, 2011: 34). Radbruch
mengajarkan bahwa dari ketiga tujuan hukum tersebut perlu memiliki prioritas baku,
yang mana hal yang paling utama adalah keadilan (Ali, 2015:99). Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Satjipto Rahardjo bahwa hukum adalah membicarakan hubungan
antar manusia, yang mana hubungan itu adalah membicarakan keadilan. Setiap
pembicaraan mengenai hukum, jelas atau samar-samar, senantiasa merupakan
pembicaraan mengenai keadilan. Kita tidak bisa membicarakan hukum hanya
sampai kepada wujudnya sebagai suatu bangunan yang formal, tetapi juga perlu
melihatnya sebagai ekspresi dari cita-cita keadilan masyarakat (Rahardjo, 2000:159).
Tujuan hukum itu juga secara eksplisit terdapat di dalam hukum positif yakni
dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar yang pada pokoknya adalah
untuk membentuk suatu pemerintaha negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial (Mertokusumo, 2010:105).

Fungsi Hukum
Untuk mencapai tujuannya, hukum harus difungsikan menurut fungsi-fungsi
tertentu. Cakupan fungsi hukum pun begitu luas, tergantung dari apa yang ingin kita
capai. Dalam perspektif pembangunan, fungsi hukum menurut Sunaryati Hartoyo
memiliki 4 (empat) fungsi, yaitu: 1) hukum sebagai pemeliharaan ketertiban dan
keamanan, 2) hukum sebagai sarana pembangunan, 3) hukum sebagai sarana

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 30


penegak keadilan, dan 4) hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat (Hartono,
1985:56).
Dalam konteks sosial, menurut E.A Hoebel bahwa terdapat 4 (empat fungsi
hukum, yaitu: 1) menetapkan pola hubungan antara anggota-anggota masyarakat
dengan cara menunjukkan jenis-jenis tingkah laku yang mana yang diperbolekan dan
mana yang dilarang, 2) menentukan alokasi wewenang memerinci siapa yang boleh
melakukan paksaan, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih sanksi yang
tepat dan efektif, 3) menyelesaikan sengketa dan 4) memelihara kemampuan
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi kehidupan yang
berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensil
antara anggota-anggota masyarakat (Soemitro, 1980:376).
Fungsi hukum sebagai a tool of social engineering yang dicetuskan oleh
Rescoe Pound bahwa hukum digunakan secara sadar untuk mengadakan
perubahan masyarakat (Ali, 2015:105). Pound kemudian mengemukakan 6 (enam)
hal tentang apa yang sebetulnya dikehandaki dan tidak dikehendaki oleh
penggunana hukum sebagai sarana rekaya sosial, yakni:
1. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-ajaran
hukum;
2. Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan peraturan perundang-
undangan;
3. Melakukan studi tentang bagaimana membuat peraturan perundang-undangan
menjadi efektif;
4. Memperhatikan sejarah hukum, yaitu studi tidak hanya mengenai bagaimana
ajaran-ajaran itu terbentuk dan berkembang serta kesemuanya dipandang
sekedar sebagai bahan kajian hukum, melainkan tentang efek sosial apa yang
ditimbulkan oleh ajaran-ajaran hukum itu pada masa lalu dan bagaimana
caranya menimbulkan itu;
5. Pentingnya melakukan penyelesaian individual serta ketemu nalar selama ini
masih lebih sering dikorbankan demi mencapai suatu tingkat kepastian yang
sebetulnya tidak mungkin;
6. Pada akhirnya, semua tuntutan tersebut di atas hanyalah sarana-sarana untuk
mencapai tujuan, yaitu tentang bagaimana mengusahajan secara lebih efektif
agar mencapai tujuan-tujuan hukum itu (Rahardjo, 2009:134-135).

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 31


H.L.A Hart, seorang ahli filsafat hukum mencoba merumuskan fungsi hukum
dengan mengemukakan bahwa inti dari suatu sistem hukum adalah adanya aturan
primer dan aturan sekunder. Aturan primer merupakan ketentuan informal mengenai
kewajiban-kewajiban yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup.
Adalah mungkin untuk hidup dengan aturan-aturan primer saja dalam masyarakat
yang stabil, tetapi dalam masyarakat yang kompleks menurut Hart diperlukan aturan-
aturan yang sekunder (Soemitro, 1980:376). Aturan-aturan sekunder itu terdiri dari:
1. Pembuatan peraturan (rule of recognitio), yaitu aturan-aturan yang menjelaskan
apa yang dimaksud oleh aturan-aturan primer;
2. Merubah peraturan-peraturan, yaitu mengadakan yang baru atau menghapus
yang lama (rule of change);
3. Menentukan hukumnya dalam suatu sengketa (rule of ajudication), yaitu aturan-
aturan yang memberikan hak-hak kepada perorangan untuk menetapkan
apakah suatu aturan primer telah dilanggar(Rahardjo, 2009:130).
Joseph Raz membedakan fungsi sosial hukum menjadi:
1. Fungsi langsung, yang dibagi menjadi dua:
a. Fungsi langsung yang bersifat primer, yaitu:
1) Pencegahan perbuatan tertentu dan mendorong dilakukannya perbuatan
tertentu;
2) Penyediaan fasilitas bagi rencana-rencana privat;
3) Penyediaan servis dan pembagian kembali barang-barang;
4) Penyelesaian perselisihan di luar jalur reguler
b. Fungsi langsung yang bersifat sekunder, yaitu:
1) Prosedur bagi perubahan hukum, meliputi constitution making bodies,
parliements, local authorities, administrative legislation, custom, judicial
law making, regulations made by independent public bodies, dan lain-
lain.
2) Prosedur pelaksanaan hukum
2. Fungsi tidak langsung
Termasuk di dalamnya fungsi hukum yang tidak langsung adalah
memperkuat atau memperlemah kecenderungan untuk menghargai nilai-nilai
moral tertentu, seperti: kesucian hidup, memperkuat atau memperlemah
penghargaan terhadap otoritas umum dan mempengaruhi perasaan kesatuan

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 32


nasional (Ali, 2015:101-102).

Subjek Hukum

Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan bahasa Belanda yaitu rechtsubject
atau law of subject dalam bahasa Inggris. Secara umum rechtsubject diartikan
sebagai pendukung hak dan kewajiban, yaitu manusia dan badan hukum (Tutik.
2008:40).
Subjek hukum memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam
hukum, khususnya dalam keperdataan karena subjek hukum tersebut yang dapat
mempunyai wewenang hukum. Dalam lapangan hukum perdata mengenal subjek
hukum sebagai salah satu bagian dari kategori hukum yang merupakan hal yang
tidak dapat diabaikan karena subjek hukum adalah konsep dan pengertian (concept
en begriff) yang mendasar (Sembiring, 2016:7).
Subjek hukum ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan
kewajiban dalam lalu-lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian subjek hukum
adalah manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (rechtpersoon), misalnya PT
(Perseroan Terbatas), PN (Perusahaan Negara), Yayasan, Badan-Badan
Pemerintahan dan sebagainya (Halim. 1985:29).

1) Manusia (Natuurlijk Persoon)


Manusia pribadi atau natuurlijke persoon sebagaisubjek hukum mempunyai hak
dan mampu menjalankanhaknya dijamin oleh hukum yang berlaku. Manusia
sebagaisubjek hukum itu diatur secara luas pada Buku 1 KUHPerdata tentang orang
(van personen), Undang-Undangkewarganegaraan, dan Undang-Undang orang
asing (Entah, 1989:54). Chidir Ali mengartikan manusia adalah makhluk
yangberwujud dan rohaniah, yang berasa, berbuat dan menilai,berpengetahuan dan
berwatak (Salim HS dan Nurbani, 2014:75-76).
Pembawa hak padanya dapat diberikan hak (hakmenerima warisan, hak
menerima hibah, dan sebagainya)dan dapat dilimpahkan kewajiban. Pada saat
sekarang iniboleh dikatakan, bahwa setiap manusia itu adalah pembawahak (subjek
hukum).Pada negara-negara modern setiaporang pribadi (natuurlijke persoon)
merupakan pendukunghak yang secara asasi berlaku sama bagi seluruh
umatmanusia karena diciptakan secara sama oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 33


hukum dunia orang pribadi menjadisubjek hukum sejak lahir dan berakhir dengan
kematiannya.Dalam hukum Islam, seorang manusia dianggap subjekhukum sejak
dalam kandungan hingga wafat, sehinggadalam hukum Islam menggugurkan
kandungan merupakanpembunuhan terhadap bayi tersebut karena
dianggapmelanggar hak atas hak hidup dari bayi itu sebagai subjekhukum yang akan
lahir (Saebani, 2016:105).
Namun dalam KUHPerdata Pasal 2 ayat (1), terdapat pengecualian berlakunya
seseorang sebagai pembawa hak (subjek hukum) di mulai sejak dia dilahirkan
hingga dia meninggal dunia yaitu ketika anak yang berada dalam kandungan
seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, apabila kepentingan anak
tersebut menghendaki.
Pasal 2 KUHPerdata ini dapat dikatakan recht fictie yaitu anggapan hukum.
Anak yang berada dalam kandungan seorang wanita sudah dianggap ada pada
waktu kepentingannya memerlukan, jadi yang belum dianggap ada (fictie) dan Pasal
12 KUHPerdata juga merupakan norma suatu norma sehingga disebut sebagai
fixatie (penetapan hukum) (Natadimaja, 2009:8). Apabila bayi tersebut mati ketika ia
dilahirkan, maka ia dianggap tak pernah ada. Menurut Hardjawidjajaadalah kalau
bayi ketika lahir dalam keadaan hidup makasi bayi akan memperoleh hak-hak dan
kewajibannyasebagai subjek hukum. Kemampuan akan mempunyai hakhak ini tidak
tergantung pada lamanya anak itu hidup.Apabila ia hanya hidup satu jam atau dua
jam maka ia dapatmemperoleh hak-hak, yang dengan matinya akan menjadipewaris
keluarganya. Bayi telah dianggap dilahirkan hidupapabila ia sewaktu dilahirkan
bernafas (Entah, 1989:58)
Pasal 3 KUHPerdata disebutkan bahwa tiada suatuhukum pun yang
mengakibatkan kematian perdata ataukehilangan segala haknya sebagai warga
Negara (Simanjuntak, 2015:20). Artinyameskipun seseorang dijatuhi hukuman oleh
hakim dalamsebuah perkara maka hukuman tersebut tidak dapatmenghilangkan
kedudukan seseorang sebagai subjek hukumyang menyandang hak dan kewajiban,
kecuali dalamperkara-perkara tertentu yang mengakibatkan diakehilangan hak dan
kewajibannya sebagai subjek hukumuntuk sementara waktu, misalnya dalam kasus
kepailitan. Nurhayati, 2020:27).
Subjek hukum orang pada dasarnya mempunyai kewenangan hukum dan
dianggap cakap bertindak sendiri, tetapi ada subjek hukum yang dianggap tidak

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 34


cakap bertindak sendiri. Hal merupakan anggapan hukum yang memungkinkan
adanya bukti lawan. Golongan orang yang tidak cakap disebut pesonae miserabile.
Subjek hukum dapat berwenang dan bertindak sendiri apabila dirinya oleh hukum
dianggap telah cakap, mampu, atau pantas untuk bertindak dalam melakukan
perbuatan hukum. Namun sebaliknya, subjek hukum orang yang cakap melakukan
perbuatan dapat saja dikatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum (Usman:
2006:83).
Adapun syarat-syarat manusia/orang dianggap cakap hukum adalah:
1) Seseorang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun);
2) Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah;
3) Seseorang yang sedang tidak menjalani hukum;
4) Berjiwa sehat dan berakal sehat.
Kedewasaan seseorang menjadi tolak ukur dalam menentukan apakah
seseorang tersebut dapat atau belum dapat dikatakan cakap bertindak untuk
melakukan sesuatu perbuatan hukum. Sehingga kedewasaan seseorang menurut
hukum menjadi syarat agat seseorang dapat dan boleh dinyatakan cakap bertindak
dalam melakukan segala perbuatan hukum. (Usman: 2006:51).
Penjelasan Pasal 1330 KUHPerdata memberikan penjabatan siapa saja
mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri
perbuatan hukum, adalah:
1. Orang yang masih di bawah umur/belum dewasa, yaitu mereka yang belum
berusia genap 18 tahun atau tidak terlebih dahulu melangsungkan perkawinan
(PAsal 1330 KUHPerdata jo Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974)
2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele), yaitu orang-orang dewasa
yang selalu berada dalam keadaan kurang ingatan, sakit jiwa (orang gila), mata
gelap), dan pemboros (verkwisting). Hal ini terjadi dikarenakan gangguan jiwa
seperti sakit saraf dan gila menyebabkan perbuatannya menjadi tidak normal.
Kemudian pemabuk atau pemboros mengakibatkan perbuatan seseorang
tersebut merugikan dan menelantarkan keluarga dan anak-anak dalam
kehidupan, pendidikan dan lain-lain (CST Kansil, 1985:87).

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 35


Badan Hukum (Recht Persoon)

Disamping manusia sebagai pembawa hak, di dalam hukum juga badan-badan


atau perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subjek hukum yang dapat
memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia.
Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri,
ikut serta dalam lalu-lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat
dan menggugat di muka hakim. Badan-badan atau perkumpulan tersebut dinamakan
badan hukum (rechtspersoon) yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh
hukum (CST Kansil, 1985:29).
Badan hukum (rechts person) merupakan badan badan perkumpulan dari
orang-orang (persoon) yangdiciptakan oleh hukum sehingga mempunyai hak
dankewajiban layaknya subjek hukum manusia/orang. Badanhukum dapat
menjalankan perbuatan hukum sebagaipembawa hak manusia. Seperti melakukan
perjanjian,mempunyai kekayaan yang terlepas dari anggotanya dansebagainya.
Perbedaan badan hukum dengan manusiasebagai pembawa hak adalah badan
hukum tidak dapatmelakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukumanpenjara, tetapi
badan hukum dimungkinan dapatdibubarkan (Is, 2015:95).
Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon) yaitu badan yang menurut
hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, yang tidak berjiwa, atau lebih
tepat yang bukan manusia. Badan hukum sebagai gejala kemasyarakatan adalah
suatu gejala yang riil, merupakan fakta yang benar-benar dalam pergaulan hukum
biarpun tidak terwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu dan
sebagainya (Imaniyati, 2009:124).
Rechts persoon dibedakan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu badan hukum publik
(publiek rechts person) yang sifatnya terlihat unsur kepentingan publik yang
ditangani oleh negara dan badan hukum privat (privat rechts person) yang sifatnya
unsur-unsur kepentingan individu dalam badan hukum swasta (C.S.T Kansil,
1995:82).
Riduan Syahrani mengemukakan bahwa badan hukum dapat pula dibedakan
berdasarkan wujudnya dan jenisnya. Berdasarkan wujudnya badan hukum dapat
dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu:

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 36


a. Korporasi (corporatie) adalah gabungan (kumpulan) orang-orang yang dalam
pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai suatu subjek hukum
tersendiri. Karena itu korporasi ini merupakan badan hukum yang beranggota,
akan tetapi mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban sendiri yang terpisah
dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para anggotanya. Misalnya: PT,
perkumpulan asuransi, perkapalan, koperasi dan sebagainya;
b. Yayasan (stichting) adalah harta kekayaan yang ditersendirikan untuk tujuan
tertentu. Jadi pada yayasan tidak ada anggota, yang ada hanyalah
pengurusnya

Sedangkan berdasarkan jenisnya badan hukum dapat dibedakan atas 2 (dua)


macam, yaitu: 1) badan hukum publik dan 2) badan hukum privat (Syahrani,
1985:58-59).

Objek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum
(manusia/badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok permasalahan dan
kepentingan bagi para subjek hukum. Oleh karenanya dapat dikuasai oleh subjek
hukum (Simanjuntak,2015:60).
Objek hukum adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh subjek
hukum secara yuridis (menurut dan berdasarkan hukum). Hal itu disebabkan oleh
manfaatnya yang harus diperoleh dengan jalan hukum (objek hukum) dan tanpa
perlu berdasarkan hukum. Yaitu segala sesuatu yang dapat diperoleh secara bebas
dari alam (benda non ekonomi) seperti angin, cahaya matahari, bulan yang
pemanfaatannya tidak diatur oleh hukum. Hal-hal tersebut bukanlah termasuk objek
hukum karena benda-benda itu dapat diperoleh tanpa memerlukan pengorbanan
sehingga membebaskan subjek hukum dari kewajiban-kewajiban hukum dalam
pemanfaatannya (Arrasjid, 2004:132-133).
Menurut Soeroso objek hukum biasanya adalah benda atau zaak. Pengatuan
tentang benda atau zaak terdapat secara luas pada buku II KUHPerdata tentang
hukum kebendaan atau zaken-recht yang berasal dari hukum barat. Setelah
kemerdekaan pengetahuan tentang hukum benda dalam bab II KUHPerdata terjadi
perubahan mengenai tanah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 37


tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan perundang-undangan lainnya (R.
Soeroso, 2009:246).
Menurut ilmu pengetahuan hukum, benda itu dapat diartikan dalam arti luas dan
sempit. Benda dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki oleh orang.
Pengertian ini meliputi benda-benda yang dapat dilihat, seperti mobil, motor, rumah,
tanah dan sebagainya dan benda-benda yang tidak dapat dilihat, yaitu berbagai hak
seperti hak tagihan, hak cipta dan lain-lain (Is, 2015:100). Adapun benda dalam arti
sempit adalah segala benda yang dapat dilihat. (Nurhayati, 2020:37).
Pembagian benda dalam konteks tentang cara membeda-bedakan kebendaan
seperti diatur dalam Pasal 503 sampai dengan Pasal 518 KUHPerdata. Berdasarkan
perbandingan, beberapa pendapat sarjana yang membeda-bedakan macam benda
yang jumlahnya bervariasi. Undang-undang juga membagi benda-benda dalam
beberapa macam sehubung dengan perbuatan dan akibat hukum terhadap benda
tersebut, yakni:
(1) Benda bergerak dan benda tidak bergerak;
(2) Benda yang berwujud dan benda tidak berwujud;
(3) Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti;
(4) Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi;
(5) Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat
diperdagangkan;
(6) Benda yang dipakai habis dan benda yang tidak dipakai habis; dan
(7) Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar
Dari pembagian benda di atas, yang paling penting adalah pembagian benda
bergerak dan benda tidak bergerak, karena dengan pembagian tersebut mempunyai
akibat-akibat yang sangat penting dalam hukum (Miru, Tanpa Tahun:91).
Berkaitan dengan benda bergerak dan benda tidak bergerak, arti penting pada
klasifikasi ini terletak pada penguasaan (bezit, take hold), penyerahan (levering),
daluarsa (verjaring) dan pembebanan (bezwaring).
Benda bergerak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
1) Berdasarkan sifatnya
Pasal 509 KUHPerdata menyebutkan bahwa benda bergerak berdasarkan
sifatnya adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindah dan berpindah
dari satu tempat ke tempat lain. contohnya mobil, motor, kapal.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 38


2) Bendasarkan ketentuan undang-undang
Adalah benda-benda balik yang berwujud maupun tidak berwujud yang
ditentukan sebagai benda bergerak oleh kententuan undang-undang.
Contohnya surat utang, hak pakai hasil dan saham.
Sedangkan benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok),
yaitu:
1) Menurut sifatnya
Menurut ketentuan Pasal 506 KUHPerdata menyebutkan bahwa benda
tidak bergerak menurut sifatnya adalah benda yang menurut sifatnya tidak
dapat dipindah atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Contohnya
tanah, pohon, rumah.
2) Berdasarkan peruntukkannya atau tujuannya
Pasal 508 KUHPerdata memuat ketentuan mengenai benda berdasarkan
peruntukkannya atau tujuannya, pasal tersebut menyebutkan benda tidak
bergerak ialah benda yang melekat dengan tanah atau bangunan
meskipun tidak bersifat permanen, dengan tujuan untuk mengikuti tanah
atau bangunan tersebut untuk waktu yang lama.
3) Berdasarkan ketentuan undang-undang
Adalah segala benda-benda baik yang berwujud maupun tidak berwujud
yang oleh ketentuan undang-undang disebut atau dinyatakan sebagai
benda tidak bergerak (Santoso AZ dan Yahyanto, 2014:81).

Sejarah Hukum

Sejarah hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan cabang dari
ilmusejarah (bukan cabang dari ilmu hukum), yang mempelajari (studying),
menganalisa (analising), memverifikasi (verifiying), menginterpretasi (interpreting),
menyusundalil (settingthe clausule),dan kecenderungan (tendention), menarik
kesimpulan tertentu (hipoteting), tentang setiap fakta, konsep, kaidah, dan aturan
yang berkenaan dengan hukum yang pernah berlaku.3Baikyang secara kronologis
dan sistematis, berikut sebab akibat serta ketersentuhannya dengan apa yang
terjadi di masa kini, baik seperti yang terdapat dalam literatur, naskah, bahkan
tuturan lisan, terutama penekananya atas karakteristik keunikan fakta dan norma

3Munir Fuady,SejarahHukum,(Jakarta: GhaliaIndonesia,2009).Hlm1

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 39


tersebut, sehingga dapat menemukan gejala, dalil, dan perkembangan hukum
imasa yang lalu yang dapat memberikan wawasan yang luas bagi orang yang
mempelajarinya, dalam mengartikan dan memahami hukum yang berlaku saat ini.

Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari
perkembangan dari asal usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan
membandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh
perbedaan waktu. Sejarah hukum ini terutama berkait dengan bangkitnya suatu
pemikiran dalam hukum yang dipelopori oleh Savigny (1779-1861). Dalam studi
sejarah hukum ditekankan mengenai hukum suatu bangsa merupakan suatu
ekspresi jiwa yang bersangkutan dan oleh karenanya senantiasa yang satu berbeda
dengan yang lain. Perbedaan ini terletak pada karakteristik pertumbuhan yang
dialami oleh masing-masing sistem hukum. Apabila dikatakan bahwa sistem hukum
itu tumbuh, maka yang diartikan adalah hubungan yang terus menerus antara sistem
yang sekarang dengan yang lalu. Apalagi dapat diterima bahwa hukum sekarang
berasal dari yang sebelumnya atau hukum pada masa-masa lampau, maka hal itu
berarti, bahwa hukum yang sekarang dibentuk oleh proses- proses yang berlangsung
pada masa lampau (Soedjono Dirdjosisworo).4

Sejarah mempelajari perjalanan waktu masyarakat di dalam totalitasnya,


sedangkan sejarah hukum satu aspek tertentu dalam hal itu, yakni hukum. Apa yang
berlaku untuk seluruh, betapapun juga berlaku untuk bagian, serta maksud dan
tujuan sejarah hukum mau tidak mau akhirnya adalah menentukan juga “dalil-dalil
atau hukum-hukum perkembangan kemasyarakatan”. Jadi, dengan demikian
permasalahan yang dihadapi sejarawan hukum tidak kurang “imposible” daripada
setiap penyelidik dalam bidang apapun. Namun dengan mengutarakan bahwa
sejarawan hukum harus berikhtiar untuk melakukan penulisan sejarah secara
integral, nampaknya Van den Brink terlampau jauh jangkauannya. Justru pada tahap
terakhir ia melangkahi tujuan spesifik sejarah hukum ini. Sudah barang tentu
bahwa sejarawan hukum harus memberikan sumbangsihnya kepada penulisan
secara terpadu. Bahkan sumbangsih tersebut teramat penting, mengingat peran
yang begitu besar yang dimainkan oleh hukum di dalamperkembangan
pergaulan hukum manusia.

4R. Soeroso (Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, 2009) Hlm. 319

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 40


Sejarah hukum pada khususnya, maupun sejarah pada umumnya mempunyai
peranan yang sangat penting bagi suatu bangsa. Sebagaimana dikatakan oleh
Soedjatmoko (1968) : “...history instruction is an important means of training gogg
citizens of developing love and loyality for noes country; it is essensial to a young
country like Indonesia for the nation building in which its people are all engaged”.
Betapa pentingnya suatu sejarah bagi suatu masyarakat, juga pernah ditegaskan
oleh Barzan dam Graff (1977), sebagai berikut : “ for a while society to lose its sense
of history would be tantamount to going up its civilizations, we live end are moved by
historical ideas and images, and our national existence goes on by reproducing
them”.5

Kegunaan sejarah hukum (Soerjono Soekanto) yaitu sebagai berikut :6

a. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi kalangan


hukum. Hukum tak akan mungkin berdiri sendiri, karena senantiasa
dipengaruhi oleh aspek-aspek kehidupan lain, dan juga mempengaruhinya.
Hukum merupakan hasil perkembangan dari salah satu kehidupan manusia.
Hukum masa kini merupakan hasil perkembangan dari hukum masa lampau,
dan hukum masa kini merupakan dasar dari hukum masa yang akan datang.
Sejarah hukumakan dapat melengkapi pengetahuan kalangan hukum
mengenai hal-haltersebut.
b. Hukumsebagai kaidah merupakan patokan perilaku atau sikap tindak yang
sepantasnya. Patokan tersebut memberikan memberikan pedoman,
bagaimana seharusnya manusia berkelakuan atau bersikap tindak
merupakan hasil dari perkembangan pengalaman manusia semenjak dahulu
kala.Kaidah-kaidah hukum tersebut tahap demi tahap mengalami
perombakan, perubahan, penyesuaian, pengembangan dan seterusnya.
c. Sejarah hukum juga berguna dalam praktik hukum. Sejarah hukum sangat
penting untuk mengadakan penafsiran secara historikal terhadap peraturan-
peraturan tertentu.
d. Dalam bidang pendidikan hukum, sejarah hukum untuk lebih memahami
hukum yang dipelajarinya.Untuk penelitian hukum; sejarah hukum juga

5Op.Cit.R. Soeroso. Hlm321


6Ibid. Hlm322

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 41


berguna terutama untuk mengungkapkan kebenaran dalam kaitannya
dengan masa lampau dan masakini.
e. Sejarah hukum dapat mengungkapkan fungsi dan efektivitas lembaga-
lembaga hukum tertentu. Artinya pada situasi-situasi semacam apakah suatu
lembaga hukum benar-benard apat berfungsi atau malahan tidak berfungsi
sama sekali. Ini sangat penting, terutama bagi pembentuk dan penegak
hukum. Akhirnya sejarahh ukum memberikan kemampuan, untuk dapat
menilai keadaan-kedaan yang sedangdan memecahkan masalah-
masalahnya.

Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Sejarah Hukum.

Dalam perkembangan sejarah hukum terdapat hal-hal yang mempengaruhi


bagaimana hukum berlaku suatu wilayah atau negara. Yaitu, diantaranya:

a. kuatnya pengaruh ajaran hukum alam yang modern maupun yang klasik,

dengan mengandalkan logika,dengan mengembangkan berfikir seolah-olah


semua masalah hukum dapat dipecahkan dengan akal sehat menuji hukum
yang rasionil berlaku dimana-mana.
b. kuatnya pengaruh paham agama dalam bidang hukum terjadi sejak dulu.
(dogma wahyu).
c. Kuatnya pengaruh paham positivisme, yang mengarahkan pandangan orang

tentang hukum hanya yang terjadi saat ini saja, sebagaimana yang tertulis
dalam undang-undang yang diperintahkan penguasa.

Oleh karena hukum adalah suatu produk hubungan-hubungan dan


perimbangan-perimbangan kemasyarakatan, maka didalam proses penciptaan dan
perkembangannyaiah ditentukan oleh sejumlah aspek hubungan-hubungan dan
perimbangan-perimbangan tersebut. Sebagaimana telah diperlihatkan diatas
nampaknya mustahil untuk menentukan dengan suatu kepastian hubungan sebab
akibat antara setiapa spekter sebut dan perkembangan hukum itu sendiri, satu dan
lain karena sejumlah besar faktor kemasyarakatan ini bekerja secara bersamaan,
terkadang seayun selangkah menjurus kearah yang sama, tetapi sering pula
mengarahkan pengaruhnya kearah yang berlawanan. Jadi dengan demikian sulit
sekali, kalau tak mau disebut, mustahil untuk menelusuri dan menetapkan

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 42


sumbangsih yang tepat setiap unsur yang berperan dalam perkembangan hukum ini.

Menelisik sejarah hukum khususnya di Indonesia maka harus pula dilihat


perihal bagaimana budaya hukum masyarakat Indonesia pra kemerdekaan atau pra
dan masa kolonial. Beberapa ahli menyampaikan bahwa masyarakat lokal sebelum
diterapkannya peraturah hukum kolonial, dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat bertumpu pada hukum adat.

Secara terminologi asal kata adat memiliki dua pandangan, ada yang
mengatakan bahwa kata ada berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti
“kebiasaan”. Ada juga yang menyatakan bahwa frasa adat berasal dari Bahasa
Sansekerta yang serdiri dari dua kata: “a” berarti “tidak” dan “dato” yang memiliki arti
“sesuatu yang bersifat kebenaran”.

Dalam beberapa literatur, sepakat menuliskan bahwa hukum adat pertama kali
dikemukaka oleh Snouck Hurgrounje dalam bukunya yang berjudul “de Atjehers
(Aceh)”. Dalam karyanya tersebut Snouck menyatakan bahwa hukum rakyat
Indonesia adalah tidak dikodifikasikan atau tidak dibukukan. Hal ini kemudian
dilanjutkna oleh Cornelis van Vollenhoven yang juga menulis buku tentang hukum
adat (adat recht) yang berjudul “Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat
Hindia Belanda)” pada tahun 1901-1933 dan “De Ontgekking van het Adatrecht”.
Istilah adat recht oleh van Vollenhoven digunakan secara teknis yuridis.

Dalam peraturan perundang-undangan Hinida-Belanda sebelum adanya istilah


“adat recht” digunakan berbagai macam istilah seperti godsdientige wetten,
volksintelingen en gebruiken dan sebagainya. Nantilah pada tahun 1920 frasa adat
recht dimasukan dalam rumusan perundang-undangan.

Berdasarkan hasil penelusurannya, van Vollenhoven menyampaikan bahwa


hukum adat Indonesia sebagian besar terdiri atas hukum Melayu-Polinesia dan
sebagian kecilnya adalah hukum agama. Hukum Melayu-Polinesia tidak hanya
tersebar di Indonesia tetapi juga diterapkan pada beberapa negara seperti Malaysia,
Brunei, Filipina, Timor Leste, Serawak, utara Taiwan, sebagian Madagaskar, dan
Kepualauan Paas. Walaupun disampaikan bahwa hukum agama menjadi bagian dari
hukum adat Indonesia, tetapi van Vollenhoven tidak mempersamakan antara hukum
adat dengan hukum agama, karena hukum agama hanya mempengaruhi sebagian

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 43


kecil dari hukuk adat misalnya dalam hal hukum pewarisan, wakar, keluarga dan
perkawinan (dipengaruhi oleh ajaran agam islam), hal tersebut juga tidak berlaku
pada semua wilayan Indonesia. Berdasarkan itu juga, van Vollenhoven membagi
Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat, antara lain:7

1. Aceh (Aceh Besar, pantai Barat, Singkel, Semeuleu)


2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
a. Tanah Gayo (Gayo lueus)
b. Tanah Alas
c. Tanah Batak
1) Tapanuli Utara: Batak Bakpak (Barus), Batak Karo, Batak
Simelungung, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
2) Tapanuli Selatan: Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola,
Mandailing (Sayurmatinggi)
3) Nias (Nias Selatan)
3. Tanah Minangkabau (Padang, Agm, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Tanah
Kampar, Kerinci)
4. Mentawai (Orang Pagai)
5. Sumatera Selatan
a. Bengkulu
b. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedintataan, Tulang
Bawang)
c. Palembang (Anak Lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pamesah, Semendo)
d. Jambi (Batin dan Penghulu)
e. Enggano
6. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
7. Bangka dan Belitung
8. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya,
Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim,
Lepo Timei, Long Glatt, Dayak Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju,
Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 44


10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili,
Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar,
Selayar, Muna)
12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep.
Kei, Kep. Aru, Kisar)
14. Irian
15. Kep. Timor (Kep. Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah,
Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem,
Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
17. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo,
Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
18. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten).

Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang


akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum
merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode sistematika, dan
pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga diadakan
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian
mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan yang timbul. 8

A. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten Muna. Beberapa informasi
dan bahan hukum diverifikasi secara langsung agar data yang dihasilkan menjadi
lebih obyektif.

B. Pendekatan Masalah
Untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin, maka peneliti perlu
mengadakan pendekatan masalah. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan
masalah yaitu langkah-langkah pendekatan untuk meneliti, melihat, menyatakan dan

8Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum .( Jakarta : Sinar Grafika, 2011).hlm.24

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 45


mengkaji yang ada pada objek penelitian, untuk itu penulis menggunakan dua cara
yaitu:

1. Pendekatan Yuridis Normatif


Pendekatan yuridis normatif yaitu: pendekatan dengan cara studi kepustakaan
dengan menelaah kaidah-kaidah hukum, peraturan dan berbagai literatur yang
kemudian dibaca, dikutip dan dianalisis selanjutnya disimpulkan.

2. Pendekatan Yuridis Empiris


Pendekatan yuridis empiris yaitu: pendekatan yang dilakukan untuk
menganalisis sejauh mana suatu peraturan perundang-undangan atau hukum
yang berlaku secara efektif9. Pendekatan dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan (observasi) ataupun wawancara (interview) dilokasi penelitian
sebagai upaya mendapatkan data primer baik melalui pengamatan (observasi)
maupun wawancara (interview)

C. Sumber dan Jenis Data


Dalam melakukan penelitian, penulis memerlukan data-data yang terkait
dengan permasalahan yang diteliti. Adapun jenis data yang digunakan yaitu antara
lain:

1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan dalam menjawab permasalahan
pada penelitian ini melalui studi kepustakaan dengan cara membaca,
mengutip, mempelajari dan menelaah literature-literatur atau bahan-bahan
yang ada.

Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat. Dalam
penulisan ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah:

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang ada hubungannya


dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk membantu

9Ronny Hanitijo Soemito, Metodiologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990. hlm. 36

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 46


menganalisis serta memahami bahan hukum primer, yang meliputi buku-
buku literatur, laporan dokumen dan sumber tertulis lainnya yang
berkaitan dengan masalah10

c. Bahan Hukum Tersier


Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
dan penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, antara lain Kamus
Bahasia Indonesia dan Kamus Hukum.

D. Analisis Data

Adapun guna analisis data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas
pertanyaan mengenai perihal di dalam rumusan masalah serta hal-hal yang
diperoleh dari suatu penelitian pendahuluan. Peneliti dalam proses analisis data ini
menggunakan metode analisis kualitatif yaitu menginterprestasikan rangkaian data
yang telah tersusun ssecara sistematis menurut klasifikasinya kemudian diuraikan
dan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan memberikan pengertian terhadap data
yang dimaksud menurut kenyataan yang diperoleh di lapangan sehingga hal tersebut
benar-benar menyatakab pokok permasalah yang ada dan disusun dalam bentuk
kalimat ilmiah secara sistematis selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang
menggunakan metode indukatif, yaitu suatu metode penarikan kesimpulan
berdasarkan pada hal-hal yang khusus untuk ditarik kesimpulan secara umum.

PENDUDUK
Asal-usul penduduk Kerajaan Wuna yang merupakan Suku Muna memiliki
interpertasi yang beragam. Hal ini lumrah di berbagai penjuru dunia yang bahkan
memiliki mitos yang berbeda-beda di dalam mengisahkan sejarah asal-usul
penduduknya. Lebih jauh menelisik bahwasanya sumber-sumber kebenaran yang
diyakini pada dasarnya memiliki banyak ragam. Hakikat kebenaran itu sendiri masih
menjadi hal yang debatable dalam diskrus filsafat.
Dalam berbagai tulisan tentu saja terdapat perbedaan rujukan sumber informasi
dan data yang digunakan. Ada yang bersumber dari naskah-naskah kuno, ada yang
bersumber dari tradisi lisan dengan informan yang berbeda-beda, ada yang
bersumber dari dokumen kolonial Belanda dan ada yang bersumber dari bukti-bukti

10Khudzaifah
Dimyanti dan Kelik Wrdiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas
Hukum UMS, 2004. hlm. 13

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 47


arkeologis yang terdapat di daerah. Sebagai bagian dari karya ilmiah, tentunya
pegangan validitas dan realitas data harus diutamakan.

Dengan ragam interpertasi dan keyakinan, setidaknya didapatkan 4 versi asal-


usul penduduk Pulau Muna.
1. Dari basis mitologi, dapat dikatakan bahwa Penduduk Kerajaan Wuna
berkaitan dengan terdamparnya kapal Sawerigading di Pulau Muna.
2. Dari basis tradisi lisan penduduk pertama di Muna berasal dari orang Bugis
dan Toraja dari daerah Luwu. Penguasa militer Gortmans mengemukakan
dalam laporan serah terima (memorie van overgave) dari tahun 1923, bahwa
ada kemungkinan besar orang Muna berasal dari orang Tokea di Kendari
Selatan (J. Couvrer : 2001)
3. Dari dasar tradisi lisan, terdapat kisah tentang terbentuknya Pulau Muna dan
Pulau Buton yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad dan kedatangan dua
orang tokoh dari bangsa Arab bernama Abdul Gafur dan Abdul Syukur.
4. Terdapat peninggalan sejumlah lukisan pada gua Liangkobori (bukti
arkeologis) yang menggambarkan bekas atau jejak kehidupan manusia
zaman prasejarah. Hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut.
Sebagaimana makalah ini ingin mencapai kebenaran ilmiah, dari 4 versi
tentang asal usul penduduk Pulau Muna sebagaimana telah diuraikan di atas tentu
merupakan sesuatu hal yang wajar terjadi. Jika melihat pola diatas, semuanya
mengindikasikan bahwa penduduk Pulau Muna berasal dari migrasi penduduk dari
daerah tertentu. Terlebih, jika kita menyandarkan pendapat pada „yang pertama‟
tentu harus dilihat dari umur sumber data tersebut. Premis ini mengarah pada
pendapat ke 4 yakni berasal dari peradaban Liangkobori. Notabene pada zaman
dahulu, di Pulau Muna telah diawali dengan kedatangan sekelompok keluarga kecil
atau komunitas kecil dengan tujuan mencari kehidupan dan tinggal menetap di pulau
ini.
Pada wilayah Kerajaan Wuna telah terdapat penduduk kerajaan yang
merupakan subjek sekaligus objek hukum. Pembawa hak padanya dapat diberikan
hak (hakmenerima warisan, hak menerima hibah, dan sebagainya)dan dapat
dilimpahkan kewajiban. Pada saat sekarang iniboleh dikatakan, bahwa setiap
manusia itu adalah pembawahak (subjek hukum). Pada negara-negara modern

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 48


setiaporang pribadi (natuurlijke persoon) merupakan pendukunghak yang secara
asasi berlaku sama bagi seluruh umatmanusia karena diciptakan secara sama oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut hukum, dunia orang pribadi menjadisubjek hukum sejak lahir dan
berakhir dengan kematiannya. Subjek hukum ialah segala sesuatu yang pada
dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu-lintas hukum. Yang termasuk dalam
pengertian subjek hukum adalah manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum
(rechtpersoon), misalnya PT (Perseroan Terbatas), PN (Perusahaan Negara),
Yayasan, Badan-Badan Pemerintahan dan sebagainya (Halim. 1985:29). Dalam
Kerajaan Wuna terdapat beberapa badan hukum seperti Badan-Badan
Pemerintahan. Badan hukum (rechts person) merupakan badan badan perkumpulan
dari orang-orang (persoon) yangdiciptakan oleh hukum adat yang ada sehingga
mempunyai hak dankewajiban layaknya subjek hukum manusia/orang. Mereka dapat
menjalankan perbuatan hukum sebagaipembawa hak manusia. Seperti melakukan
perjanjian,mempunyai kekayaan yang terlepas dari anggotanya dansebagainya.
Perbedaan badan hukum dengan manusiasebagai pembawa hak adalah badan
hukum tidak dapatmelakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukumanpenjara, tetapi
badan hukum dimungkinan dapatdibubarkan.

LEMBAGA PERADILAN ADAT

Hukum dibentuk untuk ditaati oleh setiap individu maupun kelompok. Ketaatan
tersebut bersifat wajib karena; adanya kewajiban moral (a moral obligation) untuk
menaati hukum, juga disebabkan kerena kewajiban hukum itu sendiri diasumsikan
sebagai kewajiban utama, yang dapat mengatasi setiap hal yang bertentangan
dengan preskripsi hukum. H.C Kelman menyampaikan bahwa ketaatan hukum
terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:11
1. Ketaatan compliance, yaitu orang menaati hukum atau peraturan disebabkan
oleh ancaman sanksi dari peraturan tersebut.
2. Ketaatan identification, yaitu orang yang menaati hukum hanya karena takut
hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu.

11Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudance), Kencana, Jakarta, hlm. 348

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 49


3. Ketaatan internalization, yaitu ketaatan yang timbul karena orang tersebut
secara sungguh-sungguh menyadari bahwa suatu peraturan merupakan nilai-
nilai intrinsik yang dianutnya.
Jenis-jenis ketaatan terhadap hukum tersebut di atas, dapat menjadi
argumentasi dasar dalam melihat kualitas dari efektivitas keberlakuan suatu
peraturan. Jika di dalam masyarakat ketaatan internalization menjadi menjadi sifat
ketaatan terhadap hukum maka kualitas efektivitas keberlakuan hukum dalam
masyarakat tersebut akan sangat tinggi, kebalikan dari dua jenis ketaatan lainnya.
Hukum yang berlaku selalu diupayakan untuk salalu ditaati oleh siapapun, akan
tetapi pelanggaran terhadap peraturan tersebut juga menjadi suatu keniscayaan.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi hal negatif itu terjadi, pembentuk undang-
undang umumnya mencantumkan sanksi bagi setiap pelanggar ketentuan tersebut.
Dan untuk menyelesaikan perbuatan seseorang atau kelompok yang dianggap
melanggar hukum (against the law) itu, dijalankan atau menjadi kewenangan suatu
lembaga peradilan.
Peradilan merupakan rangkaian proses untuk memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara yang dijalankan oleh pengadilan atau badan resmi yang
menjalankan sistem peradilan seperti memeriksa, mengadili, serta memutus suatu
perkara. Di Indonesia terdapat 2 (dua) mahkamah yang menjalankan fungsi
peradilan yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Kedua lembaga ini
memiliki ruang lingkup tugas yang berbeda tetapi masih dalam fungsi yang sama
yaitu menjalankan kekuasaan yudikatif atau memeriksa, memutus dan mengadili
suatu perkara. Lembaga ini dibentuk secara resmi oleh negara, yang dasar
pembentukannya dituangkan dalam undang-undang.
Mahkamah Agung memiliki 4 (empat) lingkungan peradilan dibawahnya yaitu:
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Administrasi
atau Tata Usaha Negara, yang memiliki kewenangan absolut yang berbeda-beda:
Peradilan Umum memeriksa perkara yang bersinggungan dengan hukum pidana dan
keperdataan; peradilan agama mengurusi perkara (pernikahan dilakukan dengan
tata cara islam)perceraian, pembagian harta gono gini dan sebagainya; peradilan
militer mengadili perkara suatu adresat dalam hal ini “militer”; dan Peradilan Tata
Usaha Negara mengadili perkara yang berhubungan dengan administrasi yang mana
para pihaknya adalah masyarakat (penggugat) dan pemerintah atau jabatan

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 50


administrasi lainnya (tergugat). Sedangkan Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum, serta wajib memberukan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggara oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar.
Oleh karena itu, permasalahan baik dalam lingkup huku pidana, perdata
maupun administrasi telah ada lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutus
permasalahan tersebut. Akan Tetapi, selain dua Mahkamah tersebut terdapat 1
(satu) lembaga peradilan yang memiliki kewenangan untuk memutus suatu perkara,
khususnya perkara dalam lingkup hukum adat yaitu Lembaga Peradilan Adat.
Pembentukan lembaga ini tidak diprakarsai oleh pemerintah namun, pemerintah
melalui pembentuk undang-undang mengeluarkan produk hukum yang memberi
dasar legalitas atau mengakui eksistensi lembaga ini. Lembaga ini bertempat di
seluruh wilayah Indonesia yang masih memiliki atau hukum adatnya masih eksis.
Tiap-tiap wilayah memiliki lembaga peradilan adat tersendiri hal ini disebabkan suku
bangsa di negara Indonesia yang sangat banyak dan beragam, tidak terkecuali di
Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.
Zaman dahulu sistem pengadilan di Muna lebih banyak hakim, yaitu:
1. Syarat Muna.
2. Seorang ghoerano didampingi beberapa kino dan mino.
3. Seseorang kino atau mino didampingi bhontono liwu atau kamokulano liwu.
4. Bhontono liwu atau kamokulano liwu didampingi parabhela dari kampung itu.
Apabila tidak ada parabhela di kampung itu, maka dapat diganti oleh orang
tua di kampung yang bisa dicalonkan untuk menjadi bhonto kamokula.

Syarat Muna sebagai majelis pengadilan terdiri atas:


1. Bhonto bhalano sebagai ketua;
2. Keempat ghoerano sebagai anggota; dan
3. Mintarano bhitara sebagai jaksa.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 51


Raja Muna tidak termasuk dewan pengadilan, tetapi semua keputusan harus
diserahkan kepada raja Muna untuk memperoleh pengesahan. Para Kapitalao bukan
anggota majelis pengadilan. Namun, selalu hadir pada sidang pengadilan untuk
menjaga tata tertib sidang. Para ghoerano hanya mengadili di wilayah masing-
masing. Keputusannya diberikan setelah ghoerano bermusyawarah dengan
pendampingnya.
Ghoerano Tongkuno mempunyai dua pendamping, yaitu mino Tondo sebagai
pendamping tetap dan yang kedua seorang kino atau mino dari kampung di mana
sidang hukum tersebut dilakukan. Ghoerano Lawa juga mempunyai dua
pendamping; yang tetap adalah mino Kaliwu-liwu dan yang lainnya seorang kino
atau mino dari kampong yang bersangkutan. Ghoerano Kabawo didampingi oleh tiga
orang; dua orang pendamping tetap yaitu mino Karo dan mino Kafofo, sedangkan
pendamping yang ketiga adalah seorang kino atau mino dari kampong yang
bersangkutan. Ghoerano Katobu juga didampingi tiga orang; yaitu mino Labaluba
dan mino Lafinde sebagai pendamping tetap dan yang ketiga seorang kino atau mino
dari kampung yang bersangkutan. Para pendamping tetap harus selalu hadir pada
setiap sidang pengadilan, walaupun sidang tersebut tidak dilaksanakan di kampung
mereka sendiri.

KOMPETENSI PENGADILAN ADAT

Seorang La Ode dan walaka tidak dapat disidangkan oleh seorang hakim di
bawah tingkat ghoerano. Hal ini jelas karena pada masa lampau, semua orang dari
golongan La Odedan walaka berdiam di Kota Muna. Jadi, para kino atau
minodansarano liwu hanya dapat mengadili perkara dari golongan maradika dan
wasembali.
Selain itu, tidak ditentukan perkara-perkara mana yang harus diadilioleh
seorang hakim atau majelis tertentu. Sebagaimana telah disinggung,para tergugat
dapat memilih hakim mana yang akan mengadili mereka.Jadi, perkara-perkara yang
paling kecil dari seorang maradika atau wasembali boleh diadili oleh sarano liwu atau
syarat kampung. Suatuperkara yang diadili oleh seorang hakim tingkat atas selalu
membawadenda yang lebih tinggi, karena setiap hakim terikat pada ketentuan-
ketentuanpemberian denda. Umpamanya, seorang ghoerano tidak biasmemberi

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 52


denda di bawah sepuluh suku= Rp 6.Namun, seorang hakim tidak diperkenankan
memutuskan tingkatdenda yang seharusnya berada pada tingkat hakim yang lebih
tinggi ataulebih rendah. Apabila hal ini dilakukan, maka hakim itu sendiri
didendadengan keharusan membayar jumlah denda yang sama dengan denda
yangdia kenakan pada orang. Umpamanya, bila sarano liwu memutuskan
dendasebesar 10 suku yang sebenarnya adalah wewenang ghoerano, makasarano
liwu itu dikenakan denda yang sama pula. Juga sama halnya, bila ghoerano
memutuskan denda sebesar 10 bhoka, maka ghoerano ini haruspula membayar
denda 10 bhoka.
Sebaliknya terjadi juga. Apabila seorang ghoerano memutuskan dendaRp 3
yang sebenarnya adalah wewenang seorang kino atau mino, makaghoerano ini
harus pula membayar denda yang sama itu. Jelaslah, bahwatidak diperbolehkan
memutuskan suatu denda apabila bukan wewenang
dari hakim yang bersangkutan.

Hukuman yang dapat diberikan adalah:


a. hukuman mati;
b. dibuang keluar daerah (pengasingan);
c. denda; dan
d. dijadikan budak.
Selain ini tidak ada hukuman. Hukuman mati dan hukuman dibuang keluar
daerah (pengasingan) hanya dapat diputuskan oleh Syarat Muna. Seorang ghoerano
adalah hakim terendah yang dapat memutuskan hukuman dijadikan budak.
Hukuman ini juga dapat diputuskan oleh Syarat Muna, tetapi hukuman ini jatuh di
luar wewenang para hakim yang lebih rendah.

HUKUM PIDANA ADAT

Pembelajaran tentang ilmu hukum secara umum dibagi menjadi beberapa


bidang yaitu hukum publik dan hukum privat. Hukum privat merupakan kebalikan dari
hukum publik atau mengatus kehidupan pribadi atau antar pribadi individu secara
langsung dan secara tidak langsung mengatur kepentingan umum individu yang
masih dalam lingkup kepentingan pribadi tersebut. Bidang hukum yang termasuk
dalam hukum privat adalah hukum perdata.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 53


Hukum publik memiliki lingkup yang mengatur kepentingan umum masyarakat
secara langsung, dan secara tidak langsung juga dapat menyinggung kepentingan
pribadi atau antar pribadi yang masih dalam lingkup kepentingan umum tersebut.
Yang termasuk dalam lingkup hukum publik adalah hukum tata negara, hukum
administrasi negara dan hukum pidana.
Dalam ranah hukum publik, pemerin melalui kekuasaannya (aparat penegak
hukum seperti kepolisian dan kejaksaan) ikut andil dalam penanganan suatu perkara
khususnya perkara pidana. Hal ini disebabkan karena masalah yang ditimbulkan
bersinggungan dengan kepentingan umum masyarakat dan untuk manjaga
keterdiban tersebut, dibutuhkan peran pemerintah di dalamnya. Oleh sebab itu,
setiap tindakan yang dianggap sebagai perbuatan pidana harus dirumuskan dalam
suatu peraturan hukum yang disertai dengan sanksi agar mengurangi potensi
terjadinya perbutan tersebut.
Eddy O.S. Hiariej mendefinisikan hukum pidana sebagai aturan hukum suatu
negara yang berdaulat, berisi berbuatan yang dilarang atau perbuatan yang
diperintahkan, disertai sanksi pidana bagi yang melanggar atau tidak mematuhi,
kapan dan dalam hal apa sanksi pidana itu dijatuhkan dan bagaimana pelaksanaan
pidana tersebut yang pemberlakuannya dipaksakan oleh negara.12 Berdasarkan
definisi hukum pidana ini dapat dilihat bahwa karakteristik dari hukum pidana atau
yang membedakan hukum pidana dengan bidang hukum lainnya yaitu adanya sanksi
pidana yang keberlakuannya dipaksakan oleh negara.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sanksi pidana
diklasifikasikan kedalam pidana pokok, dan pidana tambahan. Pidana poko terdiri
dari: pidana mati, pidana penjada, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana
tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri atas: pencabutan hak-hak tertentu,
perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Akan tetapi,
disebabkan modus tindak pidana yang semakin canggih maka beberapa ketentuan
pidana dirumuskan dalam undag-undang khusus pidana yang didalamnya juga
memuat bebeapa sanksi pidana yang tidak dimuat dalam KUHP.
Sanksi pidana diberlakukan bagi setiap orang diseluruh wilayah Indonesia,
tetapi pada beberapa wilayah yang eksistensi hukum adatnya terus terjaga,
penyelesaian masalah pidana seringkali terlebih dahulu diselesaikan dengan cara

12EddyO.S. Hiariej, 2014, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka,


Yogyakarta, hlm. 13

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 54


adat yang tentunya memiliki jenis sanksi yang berbeda dengan KUHP, bahkan
antara satu suku dengan suku lainnya memiliki sanksi pidana adat yang berbeda
pula. Khususnya di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, sebelum Sara Wuna
dibubarkan oleh Belanda pada tahun 1910, Kerajaan Wuna memiliki sistem hukum
yang bersumber dan berkembang diwilayahnya.
Menkomparasi beberapa keberlakuan hukum (gelding) pada masa lampau
(Sebelum 1910) dengan hukum positif sebagaimana dalam KUHP dan aturan teknis
dibawahnya. Berikut beberapa aspeknya :

SANKSI PEMIDANAAN ADAT

Berkenaan dengan Penintensier atau yang disebut dengan hukum sanksi


kepidanaan (J.M van Bemmelen-J.P.Balkema-Th.W.van Veen, 1987:28), ada
beberapa jenis pemidanaan yang pernah berlaku di Kerajaan Wuna13 , yakni :
1. Katangari ( diberi peringatan )
2. Kapara ( teguran keras )
3. Karimbi ( denda )
Besaran jumlah denda yang dijatuhkan terhadap pelaku kejahatan telah
ditentukan sebagai berikut:
a. 11 bhoka diputuskan oleh Syarat Muna;
b. 5 bhoka 2 suku diputuskan oleh para ghoerano;
c. 1 bhoka 1 suku diputuskan oleh kino atau mino; dan
d. sarano liwu dapat memutuskan beberapa denda yang ringan, seperti 5 tali,
fitu see lima doi, setibha suku dan setali.
Semua denda yang diputuskan di kampung, yaitu yang diputuskan oleh kino atau
minodan sarano liwu, biasanya dibagi dua. Setengah untuk pembelian kameko
dan setengah yang lainnya dibagi antara hakim dan para pendampingnya.
Sehubungan dengan kebiasaan ini, maka di Lohia denda yang rendah ini juga
disebut dengan istilah yang agak aneh, yaitu kalambe mokesa (kalambe=gadis,
mokesa=bagus atau sedap). Kameko yang dibeli dengan uang denda itu katanya
“rasanya seperti gadis muda”.
Di bharata Lahontohe, perkara-perkara kecil seperti saling mencacimaki antara
kaum maradika poinokonto lakono sau. Dapat diadili oleh bhontono liwu,

13 Jules Couvreur - Ethnografisch Overzicha van Moena ;1935

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 55


sedangkan perkara kecil antara kaum anangkolaki diadili oleh sangkolaki. Denda
ini juga digunakan untuk pembelian kameko. Untuk menghabiskan kameko yang
dibeli dengan uang denda tersebut, maka seluruh penduduk kampung diundang.
Maksud undangan ini, agar semua penduduk kampung mengetahui bahwa
perkara itu telah diputuskan oleh kino, mino,atausarano liwu.
Denda yang diputuskan oleh para hakim tingkat atas dibagi antara lakina Muna
dan para anggota Syarat Muna, terkecuali denda 10 suku, yang menjadi hak
ghoerano serta pendampingnya.
4. Kabolosi ( ganti rugi )
5. Kafofuna ( dihancurkan )
6. Kafolimba ( dibuang )
7. Kaparisa ( digempur )
8. Fofuna Inawa ( hukuman mati )
Hukuman Mati dapat dikenakan terhadap kejahatan sebagai berikut :
a. Bermufakat jahat dengan orang di luar daerah untuk bersama-sama melawan
Syarat Muna, untuk membunuh orang atau untuk mengambil budak di Muna.
b. Seorang pria dari golongan maradika yang bersenggama dengan wanita dari
golongan Wa Ode atau walaka.
c. Seorang wanita Wa Ode atau walaka yang hidup bersama (tanpa pernikahan
sah) dengan pria dari golongan maradika.
d. Hidup bersama antara seorang ayah dengan anak tirinya.
e. Berzinah.
f. Pemerkosaan, baik terhadap wanita dewasa atau terhadap gadis yang di
bawah umur (hanya laki-laki yang dibunuh).
g. Seorang pria maradika yang kawin lari dengan wanita golongan Wa Ode atau
walaka.
h. Seorang maradika yang membunuh seseorang. Apabila pembunuhnya dari
golongan La Ode atau walaka, maka ia dapat menebus dirinya dengan
membayar denda 11 bhoka kepada raja Muna. Namun, hal ini tidak berlaku
untuk golongan maradika. Setelah membunuh, seorang La Ode atau walaka
harus menghadap raja Muna. Selama 40 hari ia ditahan di rumah raja Muna,
agar selamat dari keluarga pihak korban. Setelah 40 hari ini ia harus
membayar 11 bhoka kepada raja Muna, untuk kemudian dinyatakan bebas.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 56


Keluarga korban tidak boleh lagi melakukan tindakan balasan terhadap
pembunuh itu.
i. Seorang golongan La Ode atau walaka yang menyembunyikan seorang
dengan mengatasnamakan Syarat Muna atau anggota Syarat Muna.
j. Mengadu domba para anggota Syarat Muna.
k. Memfitnah seorang pejabat tanpa dasar. Jika orang yang difitnah bukan
pejabat, tetapi dari golongan La Ode atau walaka, maka si pemfitnah dihukum
mati jika dia sendiri seorang La Ode atau walaka. Bila si pemfitnah seorang
maradika, maka ia dikenakan hukuman dijadikan budak. Apabila seorang La
Ode walaka memfitnah seorang maradika tanpa dasar, maka si pemfitnah
mendapat hukuman denda sebesar jumlah mas kawin yang berlaku untuk
golongan maradika.
l. Menyerang utusan Syarat Muna yang tidak bersalah di jalan.
m. Mencuri atau membunuh kuda milik seorang La Ode atau walaka yang
dilakukan oleh seorang maradika. Istri dan anak-anak dari pelaku menjadi
budak pihak yang dirugikan. Bila pencurian atau penbunuhan kuda ini
dilakukan oleh seorang La Ode atau walaka, maka ia dikenakan hukuman
denda sebesar11 bhoka.
n. Tersangka sebagai tukang sihir.
o. Apabila seorang maradika menyiarkan berita palsu yang menghawatirkan
masyarakat, sehingga kampung ditinggalkan. Apabila pelanggaran ini
dilakukan oleh seorang La Ode atau walaka, maka ia dihukum dengan
dibuang keluar daerah (pengasingan).
p. Seorang La Ode atau walaka yang mengganggu istri seorang anggota Syarat
Muna.
q. Seorang La Ode atau walaka yang menikah atau hidup bersama dengan
saudara perempuan istrinya.
r. Wanita Wa Ode atau Walaka yang bercabul. Percabulan oleh wanita maradika
tidak dihukum.
s. Hukuman mati juga dijatuhkan kepada seorang pejabat yang melakukan
kejahatan-kejahatan tersebut di atas, entah itu raja Muna atau seorang mino.
Pelaksanaan hukuman mati untuk kaum La Ode dan walaka berbeda caranya
dengan yang berlaku untuk kaum maradika dan wesembali. Kaum La Ode dan

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 57


walaka dihukum mati dengan cara dilingkari lehernya dengan tali yang
tebalnya 50 utas dan kemudian tiap ujung tali ditarik oleh seorang laki-laki,
sampai terhukum meninggal. Dengan kata lain, terhukum tercekik lehernya
sampai mati. Setelah mati, kepalanya, lengan bawah, ujung tangannya,
tungkai bawahnya dan ujung kakinya dipenggal dan digantung pada jalan
menuju ke Kota Muna. Hukuman mati bagi kaum wanita dilaksanakan dengan
cara menguburkan badan terhukum hidup-hidup sampai batas lehernya, dan
kemudian kepalanya dilempar dengan batu sampai terhukum meninggal.
9. Pengasingan
Hukuman pengasingan dapat dijatuhkan terhadap perbuatan-perbuatan sebagai
berikut:
a. Hubungan seks antara orang tua dengan anak kandungnya;
b. Hubungan seks dengan kaum wanita yang tidak boleh dinikahi
c. menurut hukum adat; dan
d. Seorang La Ode atau walaka yang menyebarkan berita palsu yang
menghawatirkan masyarakat, sehingga kampung ditinggalkan.

KEWENANGAN MENGADILI

Penanganan perkara pidana yang terancam dengan Fofuna Inawa (hukuman


mati) hanya boleh dilakukan oleh majelis peradilan Sara Wuna. Sedang dalam
peradilan modern, kompetensi penanganannya sejak dari peradilan tingkat pertama.
Ada kompetensi absolut ada kompetensi relatif. Dalam mengadili suatu perkara, baik
pidana maupun perdata,tersangka atau tergugat dapat memilih majelis mana yang
akan mengadili perkaranya. Sebelum perkaranya diajukan ke meja hijau, hal ini
selalu ditanyakan kepada yang bersangkutan. Apabila tersangka atau tergugat
sudah menentukan pilihannya, maka hal ini tidak dapat diubah lagi; naik banding
pada majelis tinggi juga tidak mungkin lagi. Hanya untuk perkara pidana di mana ada
tuntutan hukuman mati atau pengasingan, tidak ada kebebasan memilih majelis,
karena perkara semacam ini hanya dapat diproses oleh Syarat Muna.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 58


TEKNIS PELAKSANAAN PIDANA ADAT

Pada masa lampau, berkenaan dengan teknis pelaksanaan sanksi hukuman


matinya, dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan juga stratifikasi sosial (saya tidak
menyebutnya kasta). Secara umum pelaksanaan hukuman mati terbilang sadis dan
memiliki efek jera yang tinggi. Pelaksanaan hukuman mati bagi pelaku dari golongan
Kaomu dan Walaka, lehernya diikat puluhan tali kemudian ditarik hingga tak
bernyawa. Dalam beberapa kasus adapula yang berbeda, seperti ditombak.
Sedangkan pelaku dari golongan Maradika dan Wasembali ditikam hingga
mati. Kemudian kepala, lengan bawah dan ujung tangannya, tungkai bawah dan
ujung kakinya dipenggal lalu digantung di jalan-jalan menuju Kota Wuna.
Hukuman mati untuk wanita pelaku kejahatan, tubuhnya dibenam ke tanah
hingga leher lalu kepalanya dilempari batu, hingga tewas.

HUKUM PERDATA ADAT


Seperti yang telah disebutkan pada bagian di atas, bahwa hukum perdata
merupakan bagian dari hukum privat yang langsung mengatur tentang kepentingan
pribadi atau antar pribadi dan secara tidak langsug mengatur kepentigan umum yang
masih dalam lingkup kepentingan pribadi tersebut.
Dalam hukum keperdataan atau hubungan keperdataan, pemerintah tidak
memiliki cukup banyak andil jika terjadi permasalahan dalam hubungan keperdataan
tersebut. Menurut Sudikno Mertokusumo hukum perdata adalah hukum antar
perorangan yang mengatur tentang hak dan kewajiban perorangan yang satu
terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan didalam masyarakat, yang
mana pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing pihak.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa hukum perdata
mengatur tentang hubungan di dalam keluarga serta dengan masyarakat. Hubungan
di dalam keluarga akan menghasilkan hukum tentang orang dan hukum keluarga itu
sendiri, sedangkan hubungan dengan masyarakat akan menghasilkan hukum
tentang benda, perikatan dan hukum waris, yang mana pada setiap hubungan
hukum ini akan menimbulkan hak bagi satu pihak dan kewajiban pada pihak lainnya.
Dalam perspektif sejarah, keberlakuan hukum perdata di Indonesia terbagi
menjadi 2 (dua) periode yaitu sebelum kemerdekaan dan setelah kemerekaan. Pada
periode sebelum kemerdekaan peraturan hukum perdata tidak diberlakukan sama

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 59


bagi setiap orang, terdapat beberapa penggolongan yaitu: golongan eropa, golongan
bumi putera, serta golongan timur asing. Setelah kemerdekaan berdasarkan
beberapa peraturan hukum perdata Kolonial tetap diberlakukan berdasarkan Pasal 2
Aturan Peralihan yang pada intinya menyatakan bahwa peraturan hukum yang
sudah ada tetap berlaku sampai dengan dikeluarkan peraturan baru tentang itu.
Dalam hal peraturan hukum perdata, beberapa ketentuan telah dicabut atau dihapus
karena dianggap tidak sesuai dengan budaya kehidupan masyarakat Indonesia.
Ruang lingkup keperdataan biasanya identik dengan hubungan antara person
atau perorangan. Perkawinan menjadi salah satu lingkup dari hubungan
keperdataan. Seperti pada umumnya masyarakat suku-suku bangsa di
Nusantarabahwa sebelum mengadakan upacara perkawinan lebih dahulu
diadakanpertunangan, maka demikian halnya dengan yang berlaku dalam
tradisiperkawinan penduduk asli di Muna.

Perkawinan
Adat Perkawinan di Muna awalnya ditandai dengan acara pertunangan yang
pada dasarnyabukan hanya untuk menyatakan bahwa kedua calon (si gadis dan si
pemuda) itutidak bebas lagi, namun mereka telah terikat karena suatu
perjanjian.Memutuskan perjanjian mempunyai konsekuensi atau akibat
keuanganyang merugikan bagi pihak yang bersalah.
Persetujuan ini dibuat oleh ayah kedua calon tersebut,
tanpamempertimbangkan apakah si gadis itu setuju atau tidak setuju dengan
sipemuda dimaksud. Bila ayah si gadis menganggap perkawinan yangdiminta ini
baik, maka si gadis harus menerimanya dan hanya biasmengelakkannya dengan
jalan melarikan diri dengan laki-laki lain dalammasa pertunangan atau mengatakan
bahwa ia tidak mau pada acaraperkawinan.Sering terjadi bahwa orang tua si gadis
berusaha memperpanjangmasa pertunangan selama mungkin, agar sebanyak
mungkin menikmatipaniwi atau feompu. Biasanya diberi alasan, bahwa si gadis
belum dewasasehingga perkawinan belum bisa dilaksanakan.
Seperti yang dipahami bahwa dalam sistem pemerintahan Kerajaan Muna
dikenal beberapa istilah yakni La Ode, walaka dan maradika untuk melambangkan
golongan/kasta seseorang. Ketiga golongan tersebut juga memiliki perbedaan dalam
pelaksanaan upacara perkawinan. La Niampe, La Aso dan Syahrul dalam bukunya

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 60


yang berjudul “Wuna Anaghani” menjabarkan tentang tata cara peminangan
terhadap golongan La Ode, walaka dan maradika.14
1. Peminangan golongan La Ode
Umumnya seorang pria yang ingin melakukan pernikahan harus terlebih dulu
mengenal calon pasangan/istrinya. Bila telah jauh saling mengenal maka
seorang pria memberitahukan ayah si gadis bahwa ia ingin menikahi anaknya.
Ayahnya dapat memberikan dua respons yaitu menerima atau menolaknya.
Bila ayahnya menolak memberi izin, maka bagi si pria terbuka dua jalan yaitu:
pertama, ia dapat menerima penolakan dari ayah si gadis; dan kedua,
melarikan si gadis. Dapat dikatakan dua cara tersebut dimaksudkan untuk
memaksa ayah dari pihak pria untuk memberi izin perkawinan.
Apabila telah mendapat persetujuan, ayah dari pihak pria akan
memberitahukan kepada keluarganya yang La Ode beberapa orang dan
seorang dari golongan walaka yang memiliki jabatan adat di kampung itu
bahwa putranya ingin mengawini seorang gadis. Selanjutnya salah satu dari
mereka akan menyambangi rumah gadis yang dimaksud pada hari yang telah
ditentukan dengan serta mambawa uang sejumlah 5 bhoka dan sebuah cincin
emas; hadiah ini diperuntukkan kepada si gadis, tetapi diberikan melalui ayah
si gadis dan menyampaikan atas nama ayah si pria kepada ayah si gadis
bahwa si pria ingin mengawini anaknya. Jika ayah si gadis tidak memberi izin
perkawinan maka dengan ini semuanya dianggap telah selesai, kecuali jika
akan ada kawin lari. Uang sebesar 5 bhoka dan cincin tadi tidak dikembalikan,
yaitu tetap disimpan oleh ayah si gadis. Bila ia menyetujuinya, maka
kafeenadianggap sebagai bukti pertunangan dan kedua calon dianggap telah
bertunangan.
Wakil ayah pria tidak datang sendiri, tetapi ditemani oleh beberapa anggota
keluarga yang wanita atau kenalan baik si pria. Para wanita ini bertugas
menyelidiki si gadis maupun ibu si gadis mengenai ikhwal rencana pernikahan
mendatang itu. Biasanya mereka tidak mendapat jawaban yang pasti. Apabila
ayah si gadis itu merestui, maka segera diadakan pesta kecil yang semua
pembiayaannya ditanggung oleh keluarga pria. Wakil ayahnya berjanji akan
kembali lagi dalam beberapa waktu ke depan.

14 La niampe, La Aso, Syahrul, Op.Cit. Hlm. 100 - 106

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 61


Pada hari baik yang telah ditentukan, mereka pergi lagi ke rumah si gadis,
dengan ditemani beberapa anggota keluarga termasuk para wanita dan
biasanya ayah si pemuda pergi juga. Hal ini dilakukan apabila pada
kedatangan yang pertama memperoleh kesan bahwa si gadis tidak terlalu
ingin dikawinkan. Para wanita ini mempunyai tugas lagi untuk menyelidiki si
gadis dan ibunya mengenai perkawinan ini, tetapi sebagaimana biasanya ibu
si gadis memberikan jawaban semacam menghindar sedangkan si gadis
sendiri tetap membisu. Pada saat itu mereka membawa uang sebesar 10
bhoka sebagai tanda sara atau sara-sara atau bukti perkawinan. Uang
tersebut diserahkan kepada ayah si gadis yang disebut kantaburiatau
kaangkafi. Uang tersebut dibagi dua masing-masing 5 bhoka; 5 bhoka
diperuntukkan kepada orang tua si gadis, dan 5 bhokanya lagi diperuntukkan
untuk saudara laki-laki si gadis, yaitu yang dinamakan halano laloatau
fumaano fini moghane(uang makan saudara laki-laki).
Apabila ayah si gadis memberi restu maka batas waktu ditentukan untuk
membayar sara-sara. Pada umumnya pelaksanaannya tidak terlalu ketat
dalam hal ini bila perkawinan itu adalah antara orang-orang dari golongan
yang sama (antara seorang La Ode dengan seorang Wa Ode). Apabila
perkawinan itu misalnya antara seorang laki-laki La Ode dengan seorang
gadis walaka(orang yang tidak sama golongannya) maka biasanya diminta
agar sara-sara dibayar seluruhnya sebelum acara perkawinan. Pada
perkawinan antara golongan yang sama biasanya ditetapkan bersama bahwa
mas kawinnya tidak harus dibayar sekaligus, dapat berlangsung hingga
bertahun-tahun. Dengan adanya tanda sara atau kantaburiyang 10 bhoka
maka setengah dari mas kawin sudah dibayar, tinggal 10 bhoka yang masih
perlu dibayar (total 20 bhoka).
2. Peminangan Golongan Walaka dan Maradika
Cara peminangan golongan walaka dan maradika adalah sama, yang berbeda
hanyalah jumlah uang bhoka yang harus dibayar. Bila orang tua si gadis telah
memahami maksud kedatangannya, maka si pemuda itu meminta bantuan
seorang teman atau seorang kenalan lagi untuk memberi hadiah kepada si
gadis itu. Hadiah dimaksud dinamakan kafeenaatau kabhentano
pongke(lubang telinga, dimaksudkan agar si gadis dapat mengerti

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 62


maksudnya). Berapa besaran nilai mata uang atau bhoka yang dimaksud
tentu sesuai kesepakatan atau ketentuan adat. Menurut Couvreur (1935),
untuk perempuan walaka seharga satu ringgit (Rp 2,50 atau sebhoka sekupa),
perempuan anangkolaki Rp 1,30, perempuan maradikano ghoera poino kontu
lakono sau Rp 0,30 dan perempuan keturunan budak Rp 0,70.
Pada waktu dan hari yang baik lagi ayahnya atau yang mewakilinya pergi lagi
ke rumah orang tua si gadis dengan ditemani oleh beberapa anggota keluarga
dan atau kenalan sambil membawa serta sejumlah uang yang diperuntukkan
bagi si gadis dan segera setelah memasuki rumah tersebut diserahkan
kepadanya dengan disaksikan oleh orang tua si gadis. Biasa juga uang
tersebut diberikan kepada ayah si gadis kemudian sang ayah bertanya
kepada putrinya apakah uang tersebut harus diterimanya atau tidak. Bisa juga
uang tersebut diterimanya sambil berkata “bicaralah sendiri dengan putriku”.
Bila putrinya berkata “ya” maka uang itu diberikan kepadanya. Adapun jumlah
uang yang dibawa sebagaimana dikemukakan Couvreur (1935) sebagai
berikut, para walaka Rp 5, para anangkolaki Rp 2,40, para maradikano ghoera
Rp 1,30, para keturunan budak Rp 1,30 dan para maradika poino kontu
lakono sau tidak membayar apa-apa tetapi mereka segera membayar mas
kawinnya atau sebagiannya. Bila ayah si gadis tidak mengizinkan adanya
suatu perkawinan, maka si gadis ditanya oleh ibunya apakah ia bersedia
kawin dengan si pemuda tersebut. Bila ia menolak maka kafeena yang kedua
pun dikembalikan dan dengan demikian perkawinan tidak bias dilakukan.Bila
pembayaran dan penerimaan kafeena yang kedua, kedua calon itu dianggap
telah bertunangan. Pada malam itu juga diadakan pesta di rumah orang tua si
gadis di mana orang makan dan minum atas biaya si pemuda. Pada saat itu
juga dibicarakan penentuan hari perkawinan, di mana diperlukan lagi seorang
pande kutikauntuk menentukan hari baik dan sekaligus dibicarakan juga
masalah pembayaran mas kawin. Pada perkawinan golongan ini mas kawin
dapat dibayarkan dengan cara mencicil, bilamana terjadi perkawinan antara
sesame golongan. Berbeda dengan kantaburi pada golongan La Ode,
kafeena yang kedua tidak dianggap sebagai bagian dari mas kawin sehingga
mas kawin masih harus dibayar seluruhnya. Baik pada golongan walaka
maupun pada golongan maradika, calon pasangan pengantin laki-laki harus

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 63


mengurus paniwiatau feompuselama masa pertunangan.
3. Peminangan Golongan La Ode dan Walaka kepada Wanita Golongan
Maradika
Menurut adat, seorang laki-laki dari golongan lebih tinggi boleh mengawini
seorang wanita dari golongan maradika. Adapun peminangannya adalah
seorang La Ode atau walaka pergi ke rumah ayah si gadis lalu duduk di
lubang pintu atau sekitarnya, kemudian ia menyuruh seorang teman serumah
gadis itu untuk menyerahkan sebuah hadiah kepada si gadis atau
membawanya ke dalam kamarnya. Hadiah itu disebut kaghombuniyang
biasanya berupa kerisnya, sebilah pisau, selembar baju bagus, sebuah sapu
tangan dengan sedikit uang di dalamnya dan sebagainya.
Bila hadiah diterima, si lelaki langsung membayar mas kawin. Berapa
besarnya mas kawin tidak ditentukan seperti pada perkawinan lainnya.
Perkawinan seperti ini si gadis tetap mempertahankan golongannya tetapi ia
memakai pakaian wanita dari golongan suaminya, sedangkan anak-anaknya
yang lahir dari perkawinan ini diterima dalam golongan suaminya. Hal ini
terjadi bilamana mas kawin yang dijanjikan dibayar lunas. Bila belum dibayar
lunas, maka anak-anak ikut golongan ibunya. Untuk menghindari hal seperti
ini, maka pada perkawinan di antara golongan yang berbeda, ayah si gadis
menuntut agar mas kawin dibayarkan sebelum pelaksanaan perkawinan.
Waris Adat
Pewarisan atau hukum waris pada orang muna tidak semuanya seperti yang
telah ditentukan oleh hukum agama. La Niampe, La Aso dan Syahrul dalam bukunya
yang berjudul “Wuna Anaghani” menjelaskan tentang waris pada orang muna. 15
1. Waris Baran Biasa
Umumnya pewarisan akan terjadi bilamana terjadi kematian. Bilamana
seorang suami telah meninggal dunia maka harta warisannya menjadi miliki
istri sah. Tidak ada ketentuan bahwa seorang istri harus membagi harta
warisan tersebut, tetapi jika iia menginginkan maka kan menahan separuh
dari semua milik untuk dirinya, sedangkan anak-anaknya yang lahir dari
perkawinannya dengan almarhum mendapat bagian separuh lainnya.
Terkecuali bila sang istri menikah lagi, maka harta warisan dari almarhum

15 La niampe, La Aso, Syahrul, Op.Cit. Hlm. 211 – 216.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 64


harus dibagi. Dan jika istri almarhum tersebut telah meninggal, harta warisan
tasi dibagikan kepada anak-anaknya secara merata.
Suami atau anak dari perkawinan berikut tidak pernah dapat menuntut bagian
dari barang yang diperoleh oleh si wanita dari perkawinan sebelumnya. Bila
sang istri meninggal sebelum suaminya, maka anak-anak (atau keluarga dari
kedua belah pihak bila tidak ada anak) tidak dapat menuntut pembagian harta
milik. Harta ini tetap di tangan si laki-laki, walaupun ia kawin lagi. Bila ia
kemudian meninggal, maka harta milik dari perkawinan yang pertama dibagi
antara anak-anak dari perkawinan itu. Bila sang suami tidak mempunyai anak
dari perkawinan pertama, tetapi ada anak dari perkawinan berikutnya, maka
harta dari perkawinan pertama pun jatuh pada anak-anak itu. Anggota
keluarga lainnya tidak berhak menuntut harta itu.
Bila suami istri meninggal tanpa meninggalkan anak, maka harta miliknya
dibagi antara anggota keluarga dari kedua belah pihak, yaitu antara saudara
kandung dari kedua belah pihak. Saudara tiri tidak dapat menuntut bagiannya.
Bila pada meninggalnya suami istri anak-anak mereka masih terlalu muda
untuk mengurus sendiri harta milik, maka hal itu ditangani oleh saudara laki-
laki dari sang suami untuk anak-anak itu. Hal yang sama terjadi juga, bila sang
suami kawin lagi lalu meninggal, dan anak-anak dari perkawinan pertama
masih terlalu kecil untuk mengurus warisan mereka sendiri.
Bila seorang laki-laki tidak menikah secara sah, akan tetapi hidup bersama
dengan seorang wanita, maka dengan meninggalnya si laki-laki, anak-anak
yang dilahirkan dari hidup bersama ini, segera mendapat semua milik yang
ditinggalkannya; si wanita tidak mendapat apa-apa. Bila anak ini masih terlalu
kecil untuk mengurus sendiri warisan, maka ini dilakukan oleh saudara laki-
laki dari almarhum tersebut untuk mereka. Jadi, bukan oleh ibu mereka. Bila
tidak ada anak, maka semua harta milik beralih pada saudara laki-laki dan
perempuan dari almarhum, sehingga dalam hal ini juga si wanita tidak
mendapat apa-apa.
2. Barang Pusaka dan Milik Pusaka
Yang termasuk barang pusaka, selain senjata tertentu seperti keris, tombak
dan pedang, serta perhiasan emas dan perak, juga tanaman jangka panjang
yang diwarisi dari leluhur. Semua barang ini adalah harta milik dan bukan hak

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 65


milik seseorang di mana barang itu tersimpan. Perhiasan pusaka jatuh pada
anak sulung perempuan, dan bila tidak ada anak perempuan, jatuh kepada
anak sulung laki-laki. Bila anak sulung perempuan memiliki perhiasan pusaka
lalu meninggal, maka anak sulung perempuannya yang mendapatnya, atau
bila tidak ada anak perempuannya, jatuh kepada anak laki-lakinya yang
sulung. Bila ia tidak mempunyai anak, maka sesudah ia meninggal, keluarga
mengambil kembali perhiasan itu sehingga tidak tetap disimpan oleh
suaminya. Bila suaminya meninggal sebelum ia sendiri, maka barang pusaka
ini diambil kembali oleh keluarga sebelum adanya pembagian warisan.
3. Tanaman Pusaka
Tanaman pusaka hanyalah tanaman jangka panjang seperti pohon buah,
pohon kapok, pohon kelapa dan sebagainya. Ini disebut pusaka tondo. Bila
orang yang membuka ladang tanaman ini meninggal, semuanya itu diwarisi
oleh anak-anak. Bila salah satu dari ahli waris meninggal, maka anak-anaknya
mendapat hak atas bagian bapaknya, dan bila tidak ada anak, maka saudara-
saudara dari yang meninggal mendapat bagiannya. Pada waktu
meninggalnya, bagian setiap orang jatuh pada anak-anaknya, dan bila tidak
ada anak, jatuh pada saudara-saudara dari yang meninggal. Bila mereka juga
sudah meninggal, hak itu akan jatuh pada anak-anak saudaranya. Namun,
mereka semua mempunyai nenek moyang perempuan yang sama. Anak-anak
dari perkawinan lainnya si laki-laki, tidak dapat menuntut. Tanaman pusaka
tidak pernah dibagi di antara mereka yang berhak, tetapi tetap tinggal utuh di
tangan semua ahli waris, yang kesemuanya mempunyai hak yang sama
atasnya. Perselisihan dalam bidang ini jarang terjadi, tetapi bila terancam ada
perselisihan, biasanya semuanya dijual dan hasilnya dibagi antara mereka
yang berhak.
Juga tanah, umpama sebidang ladang, bisa menjadi milik pusaka. Tanah ini
kepunyaan semua anggota keluarga, yang semuanya dapat
mempergunakannya dengan hak yang sama. Bahwa milik ini dijaga baikbaik,
ternyata dari faktanya bahwa dekat Kota Muna dulu, sekarang masih ada
sebidang ladang besar yang masih merupakan milik pusaka dari keturunan
Sugi La Pusaso yang membuka ladang ini. Keturunan dari Sugi ini yang
sekarang mempunyai hak atas tanah itu, hampir tidak bias terhitung

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 66


jumlahnya, tetapi peselisihan mengenai ini tidak pernah terjadi. Hal yang sama
terjadi juga dengan ladang bhonto bhalano yang pertama La Marati.

HUKUM PEMERINTAHAN ADAT


Hukum dirumuskan, dibuat dan diterapkan ditujukan untuk mengatur dan
memelihara ketertibah masyarakat dalam hubungan hukum antarindividu, individu
dan kelompok, maupun antarkelompok. Jika dalam hukum pidana memiliki ciri
khusus adanya sanksi pidana yang dijatuhkan pada pelanggar ketentuan pidana
maka dalam hukum tata pemerintahan memiliki kekhususan pada hubungan hukum,
yakni hubungan hukum yang terjadi antara yang pemerintah dengan yang diperintah,
dalam hal ini antar orang dengan negara yang kepentingannya diawakilkan oleh
pemerintah.
Paul Scholten16 menyampaikan bahwa hukum pemerintahan adalah her recht
dat regelt de staatsorganisatie atau hukum yang mengatur tentang tata orgabisasi
negara. sedangkan Jimly Asshiddiqie hukum pemerintahan memiliki kajian yang lebih
luas tidak hanya terbatas pada kajian tentang lembaga negara dan lembaga non
negara seperti yang disampaikan oleh Scholten, oleh sebab itu hukum pemerintahan
merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang prinsip-prinsip dan norma-norma
hukum yang tertuang secara tertulis ataupun yang hidup dalam kenyataan praktik
kenegaraan berkenaan dengan: 17
1. Konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif suatu komunitas rakyat mengenai
cita-cita untuk hidup bersama dalam suatu negara;
2. Institusi kekuasaan negara berserta fungsinya;
3. Mekanisme hubungan antarinstitusi; dan
4. Prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara dengan warga negara.
Hukum pemerintahan pada dasarnya sangatlah luas, hal ini tidak lepas dari
tugas negara itu sendiri yakni untuk mengayomi, partisipator masyarakat, serta tugas
pelayanan. Seiring perkembangan zaman maka tugas negara juga semakin
bertambah misalnya memberikan informasi yang benar kepada masyarakat. Segala
hal yang menyangkut tugasnya tersebut harus pula diberikan dasar legalitas untuk
bertindak agar menghindari tuntutan dari masyarakat. Oleh karena itu pemerintah

16Jimly Asshiddiqir, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, hlm. 21
17Ibid.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 67


dalam menjalankan tugasnya hak dan kewajiban yang khususnya maksdunya adalah
dalam mengambil keputusan untuk sualu hal, pemerintah harus memiliki
kemerdekaan tanpa adanya intervensi dengan batas-batasan yang wajar.
Tugas pemerintah yang lain adalah tidak memperlakukan setiap orang secara
berbeda, sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar bahwa setiap orang sama
kedudukannya dihadapan hukum dan pemerintahan. Akan tetapi, berbeda halnya
dengan hukum adat yang masih mengenal dan mengamalkna strata sosial.
Dalam sejarah Pemerintahan Kerajaan Wuna, dikenal adanya penggolongan
masyarakat Wuna. Penggolongan ini ditetapkan pada masa pemerintahan Raja
Titakono dan bhonto bhalano La Marati. Golongan masyarakat tersebut
yaitu:masyarakat golongan kaumu, masyarakat golongan walaka, danmasyarakat
golongan maradika. Pada dasarnya silsilah keluarga,masyarakat ketiga golongan ini
masih memiliki pertalian hubungan darahyang berpangkal dari keturunan Raja Muna,
Sugimanuru.
Berdasarkan literatur yang ditulis oleh Jules Couvreur 18 pada zaman lampau terdapat
beberapa kampong antara lain:
1. Kota Muna 21. Mabuti, 41. Waale-ale, 63. Duruka,
2. Madawa, 22. Walelei, 42. Owelongko, 64. Raha,
3. Tongkuno, 23. Walengke, 43. Bone Kancitala, 65. Laeworu,
4. Lagusi, 24. Waulai, 44. Bone Tondo, 66. Labunti,
5. Kowouno, 25. Watumelaa, 45. Wasolangka, 67. Bonea,
6. Labongkuru, 26. Madampi, 46. Wakumoro 68. Lambiku,
7. Kancitala, 27. Kahobu, 47. Laiba, 69. Tampo,
8. Pentiro, 28. Barangka, 48. Fopanda, 70. Dana,
9. Lemoambo, 29. Lasosodo, 49. Kasaka, 71. Tewehu,
10. Lakadea-dea, 30. Tobi, 50. Labaluba, 72. Mabodo,
11. Latongku, 31. Katobu, 51. Rangka, 73. Masalili
12. Lakologou, 32. Wou, 52. Holo, 74. Mabolu,
13. Lamorende, 33. Wampodi, 53. Lembo, 75. Kondongia,
14. Lahontohe, 34. Malainea, 54. Lamanu, 76. Mantobua
15. Fongkaniwa, 35. Kaliwu-liwu, 55. Lahorio, 77. Ondoke,
16. Matanauwe, 36. Lafinde, 56. Kafofo, 78. Lohia,
17. Labora, 37. Masara, 57. Tanjung Batu, 79. Komba-Komba,
18. Dopi, 38. Kampani, 58. Kabangka, 80. Banggai,
19. Liabalano, 39. Kaura, 59. Watuputi, 81. LasehaoBombona
20. Lagadi, 40. Labasa, 60. Bangkali, Wulu,
61. Wakadia, 82. Lakudo,
62. Unsume, 83. Bea, dan
84. Laloia.

18 Jules Couvreur, Op.Cit.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 68


Kampung-kampung yang disebutkan di atas, kampung Kota Muna adalah
yang paling lengkap struktur pemerintahan dan paling jelas batasbatas wilayahnya.
Raja dan seluruh perangkatnya baik perangkat di bidang pemerintahan maupun
perangkat di bidang adat bermukim di tempat ini. Yang dimaksudkan perangkat raja
di sini adalah bhonto bahalano, fatoghoerano (Tongkuno, Lawa, Kabawo dan
Katobu), mintarano bhitara, dan kapitalao, yang biasanya dikenal nama Dewan
Syarat Muna. Selain itu para pejabat dan pendamping syarat Muna seperti para
kino, mino, fatolindono dan kafowawe juga berdomisili di wilayah ini. Karena itulah
batas-batas wilayah Kota Muna memiliki pagar batu atau benteng yang dilengkapi
dengan beberapa pintu dan kelengkapan lainnya. Masyarakat yang tidak menjabat
tidak dibenarkan berdomisili di dalam Kota Muna. Mereka masuk dalam Kota Muna
apabila ada undangan khusus dari pejabat kerajaan termasuk pada hari-hari pasar,
hari raya Idul Fitri dan Idul Adha dan pada pesta-pesta rakyat.19
Kampung-kampung selain Kota Muna yang dikepalai seorang raja, mereka
dikepalai seorang kepala kampung yang bergelar kino, meno, dan bhontono liwu
atau kamokula. Kino adalah kepala kampung yang berasal dari golongan kaomu,
meno adalah kepala kampung yang berasal dari masyarakat golongan walaka dan
bhontono Liwu atau kamokula adalah kepala kampung yang berasal dari golongan
maradika.20

Pemilihan Di Wuna
Setiap wilayah baik itu yang berbentuk negara, provinsi, kabupaten/kota dan
seterusnya akan dipimpin oleh satu atau beberapa orang untuk menjalankan roda
pemerintahan wilayah tersebut. Penentuan pemimpin tersebut pada dasarnya dapat
dilakukan dengan berbagai metode akan tetapi, modrn ini pemilihan pemimpin untuk
suatu wilayah dilakukan secara demokratis. Khususnya di Wuna pemilihan pemimpin
dapat dilihat dalam dua (2) lingkup, yaitu: Pemilihan Pemimpin dan Pemilihan Raja
atau Omputo.
1. Pemilihan Pemimpin
Pemilihan pemimpin di Muna secara demokratis berdasarkan
penggolongannya dalam masyarakat dimulai pada masa pemerintahan raja
Muna Titakono dan bhonto bhalano pertama bernama La Marati sekitar akhir

1919 La niampe, La Aso, Syahrul, Op.Cit. Hlm. 20


20Ibid.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 69


abad XVI. Jabatan penting di Kerajaan Muna; Raja Muna, kapitalao, kapita
dan para kino berasal dari masyarakat golongan kaumu; jabatan bhonto
bhalano, para kepala ghoera (koghoerano), mintarano bhitara dan mino
berasal dari golongan masyarakat walaka; dan jabatan bhontono liwu,
kamokula, dan parabhela berasal dari masyarakat golongan maradika.
Acuan yang dipakai dalam memberlakukan peraturan bahwa pejabat baru
harus dipilih dari keluarga pejabat yang lama. Hanya dua alasan yang
digunakan bila melanggar aturan dimaksud yaitu apabila tidak ada keturunan
laki-laki dan apabila keturunan laki-laki itu belum cukup umur atau tidak
memiliki kemampuan. Dalam hal ini berarti suami dari anak perempuan tertua
pejabat lama akan dicalonkan. Apabila sama sekali tidak ada keturunan
langsung maka barulah jabatan ini dialihkan kepada keluarga lain yang masih
satu golongan dalam masyarakat yang berhak masih di bawah umur sehingga
diangkat pejabat sementara, maka pejabat ini harus mengundurkan diri bila
sang calon yang sah telah dinyatakan cukup umur. 21
2. Pemilihan Raja atau Omputo
Sejak masa pemerintahan raja Muna kesepuluh bernama Muhammad Idrus
gelar Titakono. Jabatan raja Muna bukan lagi warisan keturunan atau berasal
dari putra mahkota akan tetapi sudah melalui proses pemilihan oleh dewan
ahli adat yang disebut Syarat Muna. Adapun Syarat Muna yang memilih raja
Muna adalah bhonto bhalano, fato ghoerano dan mintarano bhitara. Kapitalao
tidak memilih karena ia sendiri bagian dari calon yang memungkinkan untuk
dipilih dan ia juga berasal dari masyarakat golongan kaumu bukan dari
golongan walaka. Para fato lindono tidak termasuk anggota yang memilih
karena mereka adalah pelayan utama Raja Muna yang tentu saja dianggap
tidak netral. Demikian pula para kino dan minodiundang hadir dalam pemilihan
raja akan tetapi tidak mempunyai hak suara. Kehadiran mereka dalam
pemilihan sematamata hanya memperkenalkan raja Muna yang baru setelah
melakukan pemilihan. Menurut peraturan adat, raja Muna harus berasal dari
salah seorang kapitalao. Ketika jabatan kapitalao ditiadakan, maka calon raja
Muna adalah siapa saja La Ode jika keluarga dekat raja Muna yang lama tidak

21Ibid. hlm. 31

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 70


ada yang memenuhi syarat. Adapun syarat utama untuk dicalonkan sebagai
raja Muna sebagaimana adalah sebagai berikut:22
a. Mempunyai wibawa dan memiliki banyak pengaruh;
b. Seperasaan dengan bawahannya;
c. Disenangi oleh bawahannya; dan
d. Kompeten untuk jabatan itu.

Selain melangsungkan pemilihan pemimpin dan pemilihan Raja atau Omputo,


di pulau Wunapada tempo dulu juga melangsungkan penentuan pengisian jabatan
untuk jabatan Bhonto Bhalano, Mintarano Bhitara, Kapitalao, Ghoerano, Kino
Bharata, Kino dan Meno, Bhontono Liwu dan Kamokula Parabhela, Pengawal Raja,
Kapita, Kapili, dan Pasi.

22Ibid. hlm. 32. Lihat juga Jules Couvreur, Op.Cit.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 71


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Ali, Achmad, 2015, Menguak Tabir Hukum Edisi Kedua, Prenadamedia Group,
Jakarta.
Arrasjid, Chainur, 2004, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, SinarGrafika, Jakarta.
C.S.T Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Cetakan Kedelapan, Balai Pustaka,
Jakarta.
Entah, Aloysiur, 1989, Hukum Perdata (Suatu Perbandingan Ringkas),Liberty,
Yogyakarta.
Erwin, Muhammad, 2019, Filsafat Hukum Refleksi Terhadap Hukum dan Hukum
Indonesia (dalam Dimensi Ide dan Aplikasi)Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
H. Salim, HS, 2010, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Halim, A. Ridwan, 1985, Hukum Perdata dalam Tanya Jawab Cetakan Kedua, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Hartono, C.F.G Sunaryati, 1985, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia,
Binacipta, Bandung.
Is, Muhammad Sadi, 2015, Pengantar Ilmu Hukum,Prenadamedia Group, Jakarta.
La Niampe, La Aso, dan Syahrun, 2018, Wuna Anaghaini, Oceania Press, Kendari.
Mertokusumo, Sudikno, 2010, Mengenal Hukum Suatu Pengantar Edisi Revisi,
Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 2013, Hukum Perdata Indonesia, cetakan ke-V, PT Citra
AdityaBakti, Bandung.
Natadimaja, Haumiati, 2009, Hukum Perdata Mengenai Hukum Orangdan Hukum
Benda, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Neni Sri Imaniyati, 2009, Hukum Bisnis: Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan
Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 72


O. Notohamidjojo, 2011, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga.
R. Soeroso, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum Edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
___________, 2009, Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoritis Serta
Pengalaman-Pengalaman di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta.
RB. Soemanto, 2008, Hukum dan Sosiologi Hukum Pemikiran, Teori dan Masalah,
Kerjasama Lembaga Pengembanfan Pendidikan dan UPT Penerbitan dan
Pencetakan Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Saebani, Beni Ahmad, 2016, Perbandingan Hukum Perdata,CV Pustaka Setia,
Bandung.
Safudin, Endrik, 2017, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Setara Press, Malang.
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2014, Perbandingan HukumPerdata, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Sembiring, Rosnidar, 2016, Hukum Keluarga (Harta-Harta BendaDalam
Perkawinan), Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Simanjuntak, 2015, Hukum Perdata Indonesia, Prenada Media, Jakarta.
Slamet, Titon, 2009, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT.Alumni, Bandung.
Sukarno Aburaera, Muhadar dan Maskun, 2013, Filsafat Hukum Teori dan Praktik,
Prenadamedia Group, Jakarta.
Syahrani, Riduan, 1985, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni,
Bandung.
Syahrani, Riduan, 2013, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PTCitra Aditya Bakti,
Bandung.
Tutik, Titik Triwulan, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional,
Prenadamedia Group, Jakarta.Soemitro, RonnyHanitijo 1980, “Hukum dan
Fungsi-Fungsi Dasar Dari Hukum di Dalam Masyarakat, Jurnal Hukum
dan Pembangunan, Universitas Indonesia.
Usman, Rachmadi, 2006, Aspek-Aspek Hukum Perorangan danKekeluargaan di
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 73


BAB IV

HUBUNGAN KERAJAAN MUNA DENGAN DUNIA LUAR


Oleh: Aderlaepe

Kerajaan Muna sebagai kerajaan otonom dan berdaulat pada prinsipnya tidak
menutup diridari dunia luar. Hal ini terkait dengan karakter masyarakat Muna yang
sifatnya terbuka terhadap dunia luar, namun memiliki filter budaya dan jati diri yang
kuat. Karakter keterbukaan itu tercermin dalam tipe bahasa Muna sebagai bahasa
vokalis dan bersifat terbuka. Palmer (1996:13-23) menyatakan bahwa bahasa dan
cara pandang masyarakat pemakainya memiliki hubungan yang erat. Oleh karena
bahasa merupakan pengejawantahan pengalaman, pengetahuan, dan cara pandang
pemakainya terhadap realitas (Duranti, 1997: 11), maka bahasa merupakan refleksi
terhadap sikap dan karakter pemakainya.
Melalui bukti-bukti dan fakta-fakta sejarah yang ada, Kerajaan Muna melakukan
kontak dengan dunia luar, baik di ranah sosial, ekonomi dan perdagangan,maupun di
ranah politik,bahkan di ranah siar agama (Islam). Bahkan berdirinya kerajaan Muna
merupakan hasil kerjasama antara rombongan pendatang dari Melayu (Mieno
Wamelai) dengan penduduk setempat (indigenous people). Rombongan pendatang
dari Melayu (Mieno Wamelai) diperkirakan datang ke daerah Muna pada abad ke -
13. Tentu saja sebelum kedatangan mereka, daerah Muna telah dihuni oleh
masyarakat lokal (indigenous people). Penduduk local masyarakat Muna menurut
Tamburaka (1989:12-15) adalah ras Austro- Melanesoid, mereka datang ke Muna
sekitar tahun 2.000 Sebelum Masehi melalui jalur Selatan. Lukisan –lukisan gua di
Muna juga memberi pandangan lain tentang peradaban Muna yang diperkirakan
puluhan ribu tahun yang lalu.
Berikut ini adalah uraian mengenai hubungan Kerajan Muna dengan bangsa
Eropa dan hubungan Kerajaan Muna dengan kerajaan lain di Nusantara, termasuk
hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajaan Buton.
1. Hubungan Kerajaan Muna dengan Bangsa Eropa
1.1 Hubungan Kerajaan Muna dengan Bangsa Portugis
Tidak banyak referensi yang memberitakan hubungan antara masyarakat
Muna dengan bangsa Portugis pada zaman dahulu, utamanya pada masa kerajaan.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 74


Namun melalui penelusuran keberadaan wilayah Kerajaan Muna sebagai salah satu
wilayah yang berpotensi menjadi jalur rempah, hubungan masyarakat Muna dengan
bangsa Eropa (Portugis) dapat diungkap. Ada 20 titik jalur rempah di Indonesia yang
telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Walaupun Muna belum ditetapkan sebagai salah satu titik jalur rempah, namun ada
potensi untuk ditetapkan pada tahap berikutnya. Potensi itu didukung oleh dua hal.
Pertama, masyarakat Muna pada abadke -15 dan ke -16 terkenal sebagai penghasil
rempah jenis pala dan kemiri, di samping penghasil komoditi kayu jati, kapuk, dan
kapas yang diminati oleh para pedagang mancanegara (Batoa,2003:1).
Kedua, masyarakat Muna memiliki budaya kantola yang disinyalir sebagai
akulturasi budaya Portugis. Dr. H. Jamiludin, M.Hum., sejarawan Universitas Halu
Oleo (dalam wawancara tanggal 2 Desember 2021) mengatakan bahwa nyanyian
kantola dalam masyarakat Muna merupakan akulturasi terhadap budaya (nyanyian)
Portugis.Irama nyanyian kantola menyerupai irama keroncong, sedangkan
keroncong itu sendiri merupakan pengaruh Portugis. Kata keroncong berasal dari
kata Portugis, crouco yang berarti kecil. Kata crouco ini digunakan untuk menamai
alat music gitar berukuran kecil yaitu ukulele yang digunakan dalam mengiringi
nyanyian Portugis. Setyobudi (2007:71) menyatakan bahwa pada abad XVI para
pelaut Portugis (dan Spanyol) telah memasuki Nusantara utamanya wilayah bagian
Timur. Mereka datang ke Nusantara tanpa mengenalkan seni music Eropa, tetapi
mendendangkan nyanyian khas Eropa di pemukiman mereka di daerah-daerah
pantai. Mereka ini adalah pedagang yang membeli rempah-rempah di berbagai
daerah di Nusantara bagian Timur, termasuk daerah Muna.
Dikisahkan oleh Nibras Nada Nailufar (dalam COMPAS.com Edisi 4
Februari2020) bahwa armada Portugis tiba di Gowa dan menaklukan Gowa pada
tahun 1510 di bawah kepemimpinan Alfonso de Albuquerque; lalu dari Gowa
Portugis menuju Malaka dan menaklukan Selat Malaka pada tahun 1511. Ini berarti
bahwa bangsa Portugis sebelum mencapai Malaka, terlebih dahulu tiba di Gowa.
Kemudian pada tahun 1512 armada Portugis tiba di Hitu, Ambon bagian Utara.
Kedatangan mereka di Nusantara tujuan utamanya mencari rempah-rempah yang
dijadikan sebagai bahan pengawet makanan, obat-obatan, dan penyedap rasa
makanan. Sebelum awal abad ke -16, bangsa Eropa mendapatkan rempah-rempah
dari para pedagang Arab. Oleh karena harganya mahal mereka berupaya

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 75


menemukan negeri asal rempah-rempah dimaksud, yakni Nusantara.
Secara geografis, daerah Muna terletak di sebelah Timur Gowa. Adanya
kantola sebagai akulturasi budaya Portugis merupakan bukti bahwa Portugis pernah
dating ke Muna pada awal abad ke -16 dan mereka berinteraksi dengan
masyarakatMuna. Nyanyian Fado sebagai nyanyian rakyat (folksong) Portugis, irama
lagunya menyerupai irama lagu nyanyian kantola. Nyanyian Fado ini biasanya
didendangkan oleh orang-orang Portugis yang sedang berada jauh dari keluarga,
sebagai ekspresi kerinduan terhadap keluarga mereka. Demikian halnya dengan
nama kantola, akar katanya adalah tola yang berarti “panggil”. Setelah mendapat
awala nka- yang berfungsi sebagai penanda nomina, kata tola „panggil‟ menjadi
katola „panggilan‟. Kemudian kata katola mengalami proses morfofonemik yang
berdampak pemunculan fonem /n/ akibat pertemuan fonem /k a/ dengan fonem /t/
yang ada di depannya, sehingga kata katola menjadi kantola.Secara pragmatis
kantola „panggilan‟ merupakan ekspresi panggilan jiwa atau ekspresi kerinduan
terhadap keluarga dan sanak saudara yang diwujudkan melalui nyanyian. Sama
halnya dengan nyanyian fado yang didendangkan oleh bangsa Portugis pada saat
merasa rindu kepada keluarganya. Dalam perkembangan selanjutnya, nyanyian
kantola dalam masyarakat Muna didendangkan secara berbalasan oleh kelompok
pria dan Wanita dalam memeriahkan pesta atau hajatan.
Keberadaan nyanyian kantola dalam masyarakat Muna adalah bukti bahwa
masyarakat Muna dan bangsa Portugis pernah berinteraksi. Interaksi tersebut tentu
saja terjadi di Muna Karen akedatangan bangsa Portugis pada awal abad ke -16
untuk mencari rempah-rempah berupa pala, kemiri, bahkan kopi, serta barang
komoditi yang diproduksi oleh masyarakat Muna berupa kapas, kapuk, dan kayu jati.
Masuknya bangsa Portugis di Muna melalui Pelabuhan Wasolangka, bagian
Barat Daya Pulau Muna.Ini berarti pelayaran bangsa Portugugis dari Gowa menuju
Muna melalui jalur lurus melewati Pulau Selayar dan Pulau Kabaena, lalu masuk ke
Pelabuhan Wasolangka. Dalam dokumen Eropa pelabuhan Wasolangka disebut
Cilangka.
Selain Pelabuhan Wasolangka, pintu masuk bangsa Portugis masuk ke Muna
adalah Pelabuhan Loghia, di sebelah Timur Pulau Muna. Jalur masuk ke Pelabuhan
Loghia terlebih dahulu mereka ke Buton (Bau-Bau). Jalur yang ditempuh memasuki
Pelabuhan Buton (Bau-Bau) dari Pelabuhan Wasolangka. Ini berarati rute masuknya

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 76


bangsa Portugis dari Pelabuhan Makassar (Gowa) menuju Pelabuhan Wasolangka,
lalu ke Buton melalui Pelabuhan Bau-Bau, kemudian masukke Pelabuhan Loghia
melalui Selat Buton.
Pulau Muna dalam lembaran Portugis disebutPansiano. Dalam dokumen
Muna baik berupa tutur lisan dari ingatan kolektif maupun fakta sejarah menunjukkan
bahwa bangsa Portugis tidak menjajah Muna. Konsentrasi Portugis lebih terpusat di
Maluku karena di sana jumlah rempah-rempah lebih bervariasi (cengkeh, pala, dan
lada) dan jauh lebih banyak jumlahnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
hubungan bangsa Portugis dengan Kerajaan Muna hanya sebatas di ranah
perekonomian dan perdagangan.

1.2 Hubungan Kerajaan Muna dengan Bangsa Belanda


Selain Portugis, bangsa Eropa yang pernah dating ke Muna adalah bangsa
Belanda. Berbeda dengan Portugis yang hanya melakukan hubungandagang,
Belanda melakukan intervensi terhadap Kerajan Muna sejak awal abad ke -20.
Sebelum itu, pada pertengahan abad ke -17 Belanda berniat masuk ke wilayah
territorial Kerajaan Muna karena melirik jati. Namun Raja Muna saat itu, La Ode
Ngkadiri ( Sangia Kaindea ) memblok Belanda dengan cara menghasut seluruh
rakyat Muna untuk membaka rseluruh hutan jati yang ada di Muna. Atas instruksi
Raja Muna Sangia Kaindea (La Ode Ngkadiri ) seluruh hutan jati yang ada di Muna
dibakar oleh masyrakat Muna. Alhasil Belanda membatalkan niatnya masuk ke
wilayah territorial Kerajaan Muna (Batoa, 2003:3-4).
Bangsa Belanda pertama masuk ke wilayah Muna pada awal abad ke -20,
sekita rtahun 1906 (Tamburaka, 2004:371). Sebelum penandatanganan
perjanjianpendek (korteverklaring) antara Brugman dengan Muh. Asikin (Sultan
Buton ke 33) tanggal 8 April 1906, Brugman melakukan perundingan tertutup
bersama Ahmad Maktubu, La Ode Asikin, dan La Ode Idho. Dalam pertemuan
dimaksud disepakati bahwa Ahmad Maktubu, Putra La Ode Salihi (Oputa Imunara,
cucu Raja Muna La Ode Bulae) menjadi Raja Muna menggantikan La Ode Kaili yang
telah wafat pada tahun 1905. Maka pada tahun 1907, Ahmad Maktubu dilantik
sebagai Raja Muna atas dukungan Belanda (Sido Thamrin, 2019: 281). Dengan
demikian, Belanda secara resmi mengintervensi Kerajaan Muna pada tahun 1907
karena naiknya Ahmad Maktubu sebagai Raja Muna diputuskan oleh Belanda.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 77


Cukup banyak bangsawan Muna yang menolak Ahmad Maktubu sebagai Raja Muna
pada saat itu, salah satunya La Ode Pagora yang mati ditembak oleh Belanda akibat
penolakannya terhadap Ahmad Maktubu. Namun karena paksaan Belanda, pada
akhirnya tetap menjadi Raja Muna.
Secara genealogis, La Ode Ahmad Maktubu adalah cucu Raja Muna La Ode
Bulae.Penolakan terhadapnya oleh beberapa bangsawan Muna dan Dewan Syarat
Muna akibat intervensi Belanda dan Kesultanan Buton. Hasil perjanjian
korteveklaring Asikin-Brugman pada tahun 1907 adalah pembentukan Afdeling Buton
dan Laiwui yang dikepalai seorangAsistenResiden daribangsa Belanda, dan
berpusat di Wolio (Bau-Bau). Di bawah Afdeling Buton dan Laiwui, dibentuk Onder
Afdeling Muna ,Onder Afdeling Buton dan Onder Afdeling Kendari yang masing-
masing dikepalai oleh Controleur, juga dari bangsa Belanda. Onder Afdeling Muna
berpusat di Raha.Keberadaan Muna di bawah Afdeling Buton dan Laiwui secara
politis menguntungkanKesultanan Buton dan merugikan Kerajaan Muna. Raja Muna
sejak saat itu atas restu Belanda dan pertimbangan Sultan Buton. Istilah Omputo
Kino Wuna „Raja Muna‟ oleh Belanda dan Sultan Buton disebut Lakina Muna. Oleh
karena Lakina Muna harus didukung dan mendapat persetujuan dari Belanda dan
Sultan Buton, ia harus tunduk pada Belanda dan Sultan Buton. Kebijakan harus
tunduk pada Sultan Buton ditantang oleh Raja Muna La Ode Rere (bergelar Aro
Wuna) sehingga ia dipecat oleh Belanda dari jabatannya sebagai Raja Muna.
Menurut La Ode Sirad Imbo (dalam wawancara tanggal 21 November 2019) bahwa
Raja Muna La Ode Dika (bergelar Omputo Komasigino) yang menggantikan La Ode
Rere, mengundurkan diri dari jabatan Raja Muna karena tidak mau tunduk kepada
intevensi Sultan Buton.
Intervensi pemerintahan Kerajaan Muna oleh Belanda sejak tahun 1907 dapat
dianggap sebagai awal masa penjajahan Belanda di Muna. Pada tahun 1942 tentara
Jepang menduduki wilayah territorial Muna dan mengakhiri masa penjajahan
Belanda di Muna. Masa antara tahun 1907 sampai 1942 dapat dianggap sebagai
masa penjajahan Belanda di Muna, selama 35 tahun.
Melalui uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Muna tidak memiliki
hubungan kerjasama dengan Belanda di bidang politik. Sikap Kerajaan Muna tetap
konsisten terhadap komitmen leluhurnya pada abad ke 16 yakniLa Posasu sebagai
Raja Muna dan La Kilaponto sebagai Raja Buton (dua raja bersaudara) bersepakat

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 78


tidak akan mendukung politik Eropa (Batoa, 2003:2-3). Namun sikap Buton berbeda
dengan sikap Muna terhadap Belanda. Satu abad pasca Laki Laponto dan La
Posasu, Sultan Buton ke 4 yaitu La Elangi (Dayanu Ikhsanuddin) menandatangani
perjanjian Kerjasama dengan Appolonius Schet (Belanda) pada tanggal 15 Januari
1613 di pantai Bau-Bau. Oleh masyarakat Buton perjanjian itu disebut janji bhaana
„perjanjianawal‟ (Schoorl, 2003:18-20).Secara pragmatis, perjanjian awal berarti akan
ada perjanjian-perjanjian selanjutnya antara Sultan Buton dengan Belanda.
Faktanya, setelah perjanjian Elangi-Schetini, adalagi perjanjian-perjanjian berikutnya
antara Sultan Buton dengan Belanda. Sejak Tahun 1613 , setiap penggantian Sultan
Buton harus selalu mendapat persetujuan VOC yang artinya secara langsung
Kesultanan Buton telah dijajah oleh VOC / Belanda.
Walaupun hubungan antara Muna dengan Belanda di bidang politik tidak ada,
namun terjadi hubungan perkawinan. Raja Muna Sangia Latugho (La Ode Abdul
Rahman) menikahi cucu Speelman, Gubernur VOC di Makassar. Pasca perang
Buton melawan Gowa pada tahun 1667, Sangia Kaindea (La Ode Ngkadiri)
menyarankan kepada anaknya yakni Sangia Latugho agar menikahi Wa Ode Sope,
cucu Speelman. Hal ini penting menurut Sangia Kaindea untuk memulihkan kembali
hubungan Muna Buton karena dalam perang tersebut Muna berpihak kepada Gowa.
Keberpihakan Muna kepada Gowa bukan untuk memerangi Buton, tapi karena Buton
dibantu oleh Belanda.Sebelum terjadinya perang tersebut, Raja Muna Sangia
Kaindea (La Ode Ngkadiri ) melakuakn perlawana terhadap Belanda bersama Raja
Gowa . Sangia Kaindea akhirnya ditangkap oleh Belanda atas konpirasi dengan
Sultan Buton La Elangi, lalu diasingkan di Ternate pada tahun 1652. Couvreur
(2001:23) menyatakan bahwa Raja Muna La Ode Ngkadiri ditawan di Ternate
selama 3 tahun dan kembali ke Muna pada tahun 1655.
Sangia Latugho rupanya mengikuti anjuran ayahnya, Sangia Kaindea. Ia
menikahi Wa OdeSope. SebelumnyaWa Ode Sope dijodohkan oleh Sultan Buton La
Elangi dengan SangiaKaindea (ayah Sangia Latugho), namun Sangia Kaindea
menolak karena meurutnya hal itu merupakan siasat La Elangi (Sultan Buton) dan
Speelman (Belanda) untuk merangkul dirinya agar mau bekerjasama dengan
Belanda (Batoa, 2003:7). Wa Ode Sope kurang lebih seusia Sangia Kaindea dan
saat dinikahi oleh Sangia Latugho ia sudahmonopause. Namun hal itu dilakukan oleh
Sangia Latugho untuk kepentingan politis, memulihkan hubungan Muna Buton pasca

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 79


perang di Selat Buton (Buton melawan Gowa) dan mendekatkan ikatan emosional
Muna dengan Belanda. Wa Ode Sope adalah anak La Arafani, Sapati Baaluwu
Buton,hasil perkawinannya dengan Maria Holfens yaitu putri Speelman di Makassar.
Speelman pernah menikah dengan putrid Gowa di Makassar dan memiliki seorang
anak perempuan, diberi nama Maria Holfens. Menjelang dewasa, Maria Holfens
dinikahkan dengan La Arafani, Panglima perang Buton.
Pernikahan Sangia Latugho (La Ode Abdul Rahman) dengan Wa Ode Sope
melahirkan La Ode Husein (Omputo Sangia).Kepemimpinan Sangia Latugho sebagai
Raja Muna kemudian digantikan oleh putranya, La Ode Husein. Raja-Raja Muna
selanjutnya adalah turunan La Ode Husein. Ini artinya bahwa Raja-Raja Muna
setelah Sangia Latugho memiliki hubungan darah atau keturunan Speelman
(Belanda). Riwayat ini dikuatkan dengan fakta yang terjadi pada tahun 2012, seorang
keturunan Speelman di Belanda mengundang keluarganya yang ada di Muna.
Undangan dimaksud dikirim secara resmi ke Pemerintah Daerah Muna. Saat itu
Bupati Muna adalah dr, La Ode Baharuddin, M.Kes. Dituturkan oleh La Ode Sirad
Imbo (dalam wawancara tanggal 25 November 2019) bahwa undangan dimaksud
berasal dari keturunan Speelman di Belanda, isinya mempersilahkan 2 orang
mewakili keturunan Speelman yang ada di Muna untuk dating ke negeri Belanda
guna bersilaturahmi dengan keluarga yang ada di Belanda. Adapun transportasi
pesawat pulang pergi Muna-Belanda sepenuhnya dibiayai, termasu kakomodasi
selama berada di negeri Belanda. Yang menghadir iundangan itu adalah La Ode
Sirad Imbo sendiri dan Bupati Muna saat itu, dr. La Ode Baharuddin, M.Kes.
Keduanya mewakili keluarga keturunan Speelman yang ada di Muna.

2. Hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajan Lain


Hubungan Kerajaan Muna dengan kerajaan lain di Nusantara ada yang
bersifat politis, ada pula hubungan social melalui perkawinan. Raja-raja Muna
menikahi putrid dari kerajaan lain. Sebaliknya, petinggi kerajaan lain menikahi putri
Kerajaan Muna.
2.1 Hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajaan Luwu
HubunganMuna dengan Luwu dapat dideskripsikan berawal dari
perkawinan Raja Muna pertama yakni OmputoBheteno ne Tombula dengan
putri Raja Luwu, We Tendri Abeng. Masyarakat Muna menyebutnya

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 80


WaTandiabe dan masyarakat Luwu menyebutnya We Tendri Abeng.
Dikisahkan melalui tradisi lisan Muna bahwa WaTandiabe dating ke Muna
mengendarai palangga “mangkok besar‟ menyusul suaminya Raja Muna
pertama yang lebih dahulu dating ke Muna. Olehnya itu ia digelari Sangke
Palangga. Ia ditemukan di Pelabuhan Loghia.
Perkawinan Omputo Bheteno Ne Tombula dengan We Tendri Abeng
melahirkan Runtu Wulou dan La Patola/Sugi Patola (KaghuaBhangkano Fotu)
dan Wa Kilambibito. Tutur lisan masyarakat Muna mengatakan bahwa Runtu
Wulou menjelang dewasa diutus oleh ibundanya pergi ke Kerajaan
Luwu.Selanjutnya ia berketurunan di sana dan menjadi Raja Luwu. Dalam
tutur lisan masyarakat Luwu, ada seorang anak We Tenri Abeng yang berasal
dari dunia bawah, bernama Simpuru Siang kembali ke Luwu. Kedatangannya
di Kerajaan Luwu member iangin segar karena ia mengisi kekosongan
pemerintahan selama Tujuh Pariama. Dunia bawah asal Simpuru Siang yang
dimaksud adalah Kerajaan Muna.
Tutur lisan masyarakat Muna mengatakan bahwa Runtu Wulou setelah
tiba di istana Kerajaan Luwu meminta minum. Setelah pelayan istana
memberinya air minum, ia tidak mau minum kecuali diberikan di cerek emas
yang tidak ada penutupnya. Cerek emas itu kepunyaan WeTendri Abeng yang
sudah lama tidak digunakan karena ia meninggalkan Kerajaan Luwu. Setelah
air minum diberikan kepadanya dalam cerek emas yang ia minta, Runtu
Wulou mengeluarkan penutup cerek itu yang dibawanya dari Muna atas
pemberian ibundanya. Maka gemparla histana Kerajaan Luwu ketika itu
karena ternyata ia adalah anak We Tenri Abeng.
Runtu Wulou dengan Simpuru Siang secara semantic memiliki kesan
makna yang sama. Kata wulou dalam Bahasa Muna berarti “hangus kehitam-
hitaman”. Menurut La Hadha, Juru Kunci Gua Lia Ngkobhori (dalam
wawancara tahun 2015) bahwa Runtu Wulou semasa kecilnya diserang
penyakit cacar air. Setelah sembuh, bekas cacar air pada tubuhnya
menghitam, sehingga dinamai RuntuWulou. Kata siang dalam Bahasa Bugis
berarti “kehitam-hitaman”. Oleh karena itu, Runtu Wulou diyakini sebagai
orang yang sama dengan Simpuru Siang. Dalam dokumen silsilah Kerajaan
Luwu Raja pertama Kerajaan Luwu adalah Batara Guru. Raja Batara Guru

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 81


memiliki anak bernama Batara Lattu (Raja II Luwu) dan Raja Batara Lattu
memiliki anak Bernama Sawerigading dan We Tendri Abeng. Oleh karena itu,
Sawerigading dan Tendri Abeng adalah cucu Batara Guru. Hal ini sesuai
dengan naskah I Lagaligo, Sawerigading bersaudara dengan We Tendriabeng
dan mereka adalah cucu Batara Guru, Raja Luwu I (dikisahkan dalam Mula
Uloqna Batara Guru, saduran dari naskah I Lagaligo oleh Muahammad
Rapitang). Pewaris tahta kerajaan adalah Sawerigading, namun ia lebih
memilih sebagai pengembara (pelaut) dari pada menjadi raja. We Tenri Abeng
diharapkan menjadi pewaris tahta, namun ia meninggalkan Kerajaan Luwu.
Olehnya itu kedatangan Runtu Wulou di Kerajaan Luwu menjadi harapan
untuk meneruskan kepemimpinan dalam bidang pemerintahan yang sudah
lama mengalami kekosongan,dalam dokumen Luwu dikatakan selama tujuh
pariama.
Simpuru Siang sebagai orang yang sama denganRuntu Wulou diakui
oleh pengurus Dewan Kerajaan Luwu. Mereka berkata bahwa Kerajaan Luwu
dengan Kerajaan Muna bersaudara. Raja-Raja Luwu selanjutnya pasca
Simpuru Siang berasal dari keturunannya. Di sinilah hubungan persaudaraan
Kerajaan Luwu dengan Kerajaan Muna. raja-raja di Kerajaan Muna dan raja-
raja di Kerajaan Luwu memiliki hubungan darah yang jelas. Simpuru Siang
dalam dialek Muna disebut Simpuru Sia. Sia dalam bahasa Muna maknanya
adalah hangus.

2.2 Hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajaan Konawe


Hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajaan Konawe juga melalui perkawinan
para petinggi kedua kerajaan ini. Berawal dari Raja Muna VI, Sugi Manuru yang
menikahi putri Kerajaan Konawe. Versi masyarakat Konawe bahwa putri Kerajaan
Konawe yang dinikahi oleh Raja Muna adalah Wealanda. Dalam dokumen Kerajaan
Konawe, Wealanda hidup di abad ke 16. Sugi Manuru juga hidup di abad ke 16.
Menurut versi Buton, Sugi Manuru menikahi Wa Tubapala. Pernikahan mereka
melahirkan beberapa anak, salah satunya Laki Laponto. Watubapala adalah anak
Wa Rambea hasil perkawinannya dengan Kiy Jula. Sedangkan Wa Rambea adalah
anak Wasitao, putri Raja Konawe.
Perkawinan selanjutnya adalah antara Raja Muna VII, Laki Laponto dengan

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 82


putri Kerajaan Konawe bernama Anawai Ngguluri. Laki Laponto sebelum menjadi
Raja Muna VII melanjutkan kepemimpinan ayahnya (Sugi Manuru), terlebih dahulu
menjadi PobendenoWonua „Panglima Perang‟ di Kerajaan Konawe. Baju sirat Laki
Laponto sebagai Panglima Perang saat ini tersimpan di Museum Frankfrut Jerman.
Ia diangkat sebagai panglima perang karena keberhasilannya mengusir bajak
laut/perompah dari wilayah territorial Kerajaan Konawe. Hasil penelitan AKBP
Gazaluddin, S.S. (1989) menghasilkan data dan analisis bahwa Laki Laponto dengan
Halu Oleo kemungkinan besar orang yang sama karena Laki Laponto sebelum
menjadi Raja Muna terlebih dahulu menjadi Panglima Perang Kerajaan Konawe.
Dalam Buku Kasra Jaru Munara , La Kilaponto di Kerajaan Moronene diberi nama La
Ndolaki. Raja Moronene Ririsao menyematkan gelar Halu Oleo kepada La Kilaponto
berkat kehebatan nya membantu Kerajaan Moronene memenangkan perang
melawan bajak laut dari Tobelo selama delapan hari delapan malam.
Hubungan perkawinan antara petinggi Kerajaan Konawe dengan Kerajaan
Muna selanjutnya adalah Raja Konawe Lakidende menikahi Putri Wahakadari Muna.
Oleh karena Raja Lakidende menikahi putri dari Muna, ia memanggil La Ode Teke
dating ke Kerajaan Konawe guna menyiarkan Islam (La Ode Syaifudin Saindai, S.P.,
M.Si. dalam wawancara tanggal 5 Desember 2021). La Ode Teke adalah anak La
Ode Hasan, sedangkan La Ode Hasan adalah anak Raja Muna Sangia Latugho (La
Ode Abdul Rahman).La Ode Teke lalu menikah di Konawe dan keturunannya
banyak bermukim di Pondidaha dan Sampara Kabupaten Konawe. Salah satu
masyarakat Tolaki yang mengaku keturunan La Ode Teke adalah Drs.Tumbo
Saranan (alm.), dosen Universitas Halu Oleo dan mantan Ketua Umum KONI
Sulawesi Tenggara.
Adanya nama-nama tempat di daratan Pulau Muna seperti Desa Palangga,
Desa Sidamangura, dan Desa Konawe adalah bukti bahwa antara Kerajaan Muna
dengan Kerajaan Konawe pada zaman dahulu terjadi interaksi satu sama lain. Desa
Konawe dan Desa Sidamangura berada di bagian Barat daratan PulauMuna (saat ini
masuk wilayah Kabupaten Muna Barat), sedangkan Desa Palangga berbatasan
langsung dengan Kota Raha, di sebelah Selatan Kota Raha.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 83


2.3 Hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajaan Laiwui
Sebagaimana halnya dengan Kerajaan Luwu dan Kerajaan Konawe, Kerajaan
Laiwui juga melakukan hubungan social dengan Kerajaan Muna melalui perkawinan.
Raja terakhir Kerajaan Laiwui, Tekaka adalah keturunan Arung Bakung dari Bone
dengan istrinya Wa Ode Padidari Tiworo (Muna). Raja Tekaka adalah anak Raja
Sao-Sao dan Raja Sao-Sao adalah anak Raja La Mango (Dokumen Silsilah Raja-
Raja Laiwui). Raja La Mango adalah putra La Sambawa dan La Sambawa adalah
anak Arung Bakung,hasil perkawinannya dengan Wa Ode Padidari yang berasal dari
Muna (Tiworo). Patut diketahui bahwa Kerajaan Tiworo disatukan kedalam Kerajaan
Muna oleh Raja Muna La Ode Husein (bergelar Omputo Sangia) pada akhir abad ke
17 tanpa melalui peperangan (La Ode Ongga, 1999).
Penuturan Drs.La Ode Ali Hanafi, M.Si. (alm), anak La Ode Paandu dalam
Grup FB Sejarah dan Kebudayaan Muna, bahwa Tekaka sebagai Raja Laiwui
terakhir dan La Ode Paandu sebagai Raja Muna terakhir sangat akrab dan saling
mengunjungi. Keakraban mereka karena adanya hubungan ikatan emosional secara
genealogis, di samping sebagai dua raja yang masing-masing memiliki wilayah
territorial tersendiri. La Ode Paandu gemar memancing, sedangkan Tekaka gemar
berburuh. Bila Raja Tekaka berkunjung ke Muna, beliau menginap di kediaman Raja
La Ode Paandu. Demikian pula sebaliknya, saat La Ode Paandu berkunjung ke
Laiwui menginap di kediaman Raja Tekaka. Saat berada di Muna, Raja Tekaka
berburuh rusa ditemani oleh Raja La Ode Paandu.Sebaliknya saat berada di
Kendari,Raja La Ode Paandu memancing dan ditemani oleh Raja Tekaka.

2.4 Hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajaan Gowa


Mata uang Kupa sebagaimata uang Kerajaan Gowa berlaku di Muna pada
zaman kerajaan. Selain bhoka, masyarakat Muna di zaman kerajaan juga
menggunakan kupa. Ini adalah bukti bahwa kedua Kerajaan Gowa dan Kerajaan
Muna terjadi hubungan perdagangan. Mata uang Kerajaan Muna adalah Bhoka,
sampai sekarang masih berlaku dalam system perkawinan masyarakat Muna,baik
yang bermukim di daerah Muna maupun di luar daerah Muna. Ada Sebagian orang
yang mengatakan bahwa bhoka bukan mata uang. Namun bhoka memiliki
satuannilai yang dapat dikonversi kedalam mata uang lain, seperti Rupiah. Saat ini 1
bhoka setara dengan Rp 24.000.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 84


Pada zaman Omputo Sangia (La Ode Husein) sebagai Raja Muna, ia
mengutus anak pertamanya, La Ode Haerun Bharadhai (Kantolalo Kamokula),ke
Kerajaan Gowa untuk urusan Kerjasama ( La Ode Ongga, 1999). Kerjasama
dimaksud didasari oleh kesamaan prinsip dan sikap Kerajaan Muna dengan
Kerajaan Gowa terhadap bangsa Eropa (Belanda). Keduanya anti kolonialisme dan
pantang melakukan kerjasama dengan bangsa Eropa (Belanda) yang memiliki visi
3G (gold, glory, gospel). Gold secara harfiah berarti “emas”, glory berarti
“kemenangan” dan gospel berarti “kitab injil”. Visi bangsa Eropa dating ke Nusantara
adalah untuk mengambil kekayaan yang ada di bumi Nusantara, menjajah, sekaligus
misi agama (kristenisasi). Raja-Raja Muna dan Raja-Raja Gowa tidak kenal
kompromi dengan VOC (Belanda).
Adanya kusapi „kecapi‟ dalam masyarakat Muna merupakan bukti interaksi
social antara masyarakat Muna dengan masyarakat Makassar. Budaya berdendang
diiringi oleh music kecapi yang ada di Muna diduga pengaruh budaya Makassar,
walaupun alat music kecapi berasal dari Cina.
Selain alat music kecapi, pengaruh system kebudayaan Gowa di Muna adalah
gelar ada Manu. Secara harfiah manu berarti “ayam”, namun bila dilekatkan pada
nama orang merupakan gelar kehormatan. Orang yang bergelar manu memeliki
criteria sebagai tokoh masyarakat yang menjadi pemangku adat dalam masyarakat.
MisalnyaManu Waodhe, Manu Ngkaapo, Manu Sajaa, Manu Watoha. Sultan
Hasanuddin, Raja Gowa yang terkenal bergelar Ayam Jantan dari Timur.
Pada saat perang Kerajaan Gowa melawanKesultanan Buton pada tahun
1667 di Selat Buton, posisi Kerajaan Muna dan Kerajaan Tiworo berada di pihak
Gowa (La Ode Ongga, 1999). Kerajaan Muna dan Kerajaan Tiworo membantu
armada Gowa bukan untuk memerangi Buton, tetapi melawan Belanda. Adanya
kesamaanideologikulturalantara Kerajaan Muna dengan Kerajaan Gowa (juga
Kerajaan Tiworo dan Kerajaan Bima) membuat Kerajaan Muna, Tiworo, dan Bima
menyatukan diri dalam armada Gowa guna menghadapi Belanda dalam perang
tersebut.
Hubungan perkawinan antara bangsawan Muna dengan bangsawan Gowa
juga terjadi. Raja Muna Sangia Latugho (La Ode Abdul Rahman) menikahi Wa Ode
Sope, putri Maria Golfens. Ibu Maria Golfens adalah purti Kerajaan Gowa yang
dinikahi oleh Speelman (Belanda). Perkawinan Speelman dengan putrid dari

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 85


Kerajaan Gowa dimaksud melahirkan Maria Golfens. Menjelang dewasa, Maria
Golfens dinikahkan dengan La Arafani, Sapati Baaluwu (Buton). Perkawinan Maria
Golfens dengan La Arafni melahirkan Wa Ode Sope, permaisuri Raja Muna Sangia
Latugho (La Ode Rahman). Oleh karena itu, Raja-Raja Muna pasca Sangia Latugho
juga berdarah Gowa.
Kepala Museum Bharugano Wuna Hadi Wahyudi ,S.Si ,ME bersama
Ramadhan dan Agus Minardi bulan Januari 2022 , berkunjung ke Istana Raja Gowa /
Museum Balla Lompoa Kabupaten Gowa. Saat tiba di Museum / Istana , pihak
pengelola menyampaikan dan mengajak untuk berziarah ke makam Karaeng dari
Kerajaan Muna ( Bangsawan Muna ). Akhirnya Hadi Wahyudi bersama rombongan
diantar oleh juru pelihara makam Sultan Hasanuddin berziarah ke makam Karaeng
dari Kerajaan Muna tersebut yang terletak di Jalan Kasumberang Kelurahan
Tombolo Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa. Hal ini menunjukan hubungan
interaksi antara Kerajaan Muna dan Kerajaan Gowa dimasa lalu. Tidak diperoleh
data siapa nama bangsawan Muna tersebut . Namun diperkirakan masanya se
zaman dengan Sultan Hasanudin.

2.5 Hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajaan Bone


Hubungan Muna dengan Bone diawali dengan perkawinan antara Wa Ode
Kadingke dengan Daeng Marewa. Wa Ode Kadingke adalah cucu Raja Muna
Omputo Sangia (La Ode Husein), sedangkan Daeng Marewa merupakan keturunan
Bangsawan Bone – Mandar Balanipa . Wa Ode Kadingke anak Kapitalao Laimpi La
Ode Zainal Abidin, putra Raja Muna La Ode Husein. Perkawinan antara Daeng
Marewa dengan Wa Ode Kadingke melahirkan La Ode Saete bergelar Omputo Sara
Masigi. La Ode Saete menjadi Raja Muna menggantikan La Ode Sumaili. Kemudian
kepemimpinan La Ode Saete sebagai Raja Muna digantikan oleh putranya, yakni La
Ode Bulae, bergelar Sangia Laghada ( Nasrun, 1988).
Adanya songkoto bhone dalam masyarakat Muna merupakan bukti bahwa
Kerajaan Muna memiliki hubungan interaks ibudaya dengan Kerajaan Bone. Songko
tobhone berarti “songkok orang Bone”. Kata to dalam tobhone berarti “orang”
(Bahasa Bugis), tobhone berarti “orang Bone”, jadi songko tobhone artinya “songkok
orang Bone”. Cukup banyak bangsawan Muna yang mengenakan songko tobhone
dalam acara-acara resmi kebudayaan, terutama yang berlatar belakang dari keluarga

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 86


keturunan La Ode Bulae.Banyak bangsawan Muna yang memiliki hubungan darah
dengan bangsawan Bone, sebagimana halnya dengan bangsawan Gowa,
bangsawanLuwu, bangsawan Konawe, dan bangsawan Laiwui yang memilki
hubungan darah dengan beberapa bangsawan Muna.

2.6 Hubungan Kerajaan Muna dengan Kerajaan Buton


Kerajaan Muna dan Kerajaan Buton pada abad ke -16 adalah duakerajaan
yang bersaudara. Dari berbagai sumber baik yang berasal dari dokumen masyarakat
Muna maupun dokumen masyarakat Buton, dikatakan bahwa Muna dan Buton
bersaudara. Raja Buton VI, Laki Laponto bersaudara kandung dengan La Posasu,
Raja Muna VIII. Mereka adalah anak Sugi Manuru, Raja Muna VI. Ini tidak hanya
terdapat dalam dokumen tertulis, namun dinyatakan juga dalam tutur lisan
masyarakat Muna dan masyarakat Buton. Laki Laponto sebagai Raja Buton VI
selanjutnya menjadi Sultan Buton I sekaligus merubah Kerajaan Buton menjadi
Kesultanan Buton. Pasca Laki Laponto dan La Posasu, para sultan di Kesultanan
Buton adalah turunan Laki Laponto dan para raja di Kerajaan Muna adalah turunan
La Posasu dan saudara nya. Dengan demikian, sultan-sultan di Kesultanan Buton
dan raja-raja di Kerajaan Muna semuanya turunan Sugi Manuru, Raja Muna VI.
Fakta sejarah yang menguatkanbahwa Kerajaan Muna dan Kerajaan Buton
bersaudara adalah silsilah Raja-Raja Muna dan Raja-Raja Buton, batu pelantikan
Raja Muna dan Raja Buton yang sama, serta asal-usul leluhur Muna Buton yang
sama.
Berikut ini adalah uraian mengenai ketiga hal tersebut.

2.6.1 Silsilah Raja-Raja Muna dan Silsilah Raja-Raja Buton


Silsilah raja-raja di kedua Kerajaan Muna dan Buton cukup jelas tertuang
bahwa pada awal abad ke -16, Raja Buton VI adalah Laki Laponto bergelar Murhum.
Pada saat yang sama, yang menjadi Raja Muna adalah La Posasu bergelar
Kobhangkuduno, sebagai Raja Muna VIII. Awalnya Laki Laponto menjabat sebagai
raja pada dua Kerajaan Muna dan Buton, sehingga digelari Omputo
Mepokonduaghoono Ghoera„ Raja yang merangkap dua negeri‟. Namun kemudian ia
menyerahkan tahta Kerajaan Muna kepada adiknya, La Posasu. Sebelumya La
Posasu bermukim di Kulisusu (saat ini wilayah Kabupaten Buton Utara) dan

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 87


berprofesi sebagai pedagang mengkudu antar pulau. Ia memasarkan buah
mengkudu hingga ke Pulau Jawa (La Ode Ongga, 1999).
Laki Laponto sebelum menjadi Raja Buton VI, ia adalah Raja Muna VII,
menggantikan ayahnya yang sudah lanjut usia, yakni Sugi Manuru. Laki Laponto
naik tahta menjadi Raja Buton menggantikan La Mulae, Raja Buton V. Naiknya Laki
Laponto sebagai Raja Buton melalui proses kepahlawanan. Di masa pemerintahan
La Mulae Raja Buton V, Buton diserang oleh pasukan bajak laut dan pasukan
armada perang dari Tobelo, di bawah pimpinan La Bolontio. Gabungan dua pasukan
ini membuat masyarakat Buton kewalahan sehingga Raja Buton La Mulae
mengumumkan sayembara, barangsiapa yang dapa tmengusir pasukan La Bolontio
atau dapat membunuh La Bolontio, akan dinikahkan dengan putri raja sekaligus
menjadi penerusnya. Pada saat yang sama, Laki Laponto sebagai Raja Muna
sedang berada di Selayar dalam urusan keraajaan. Laki Laponto sedang menemui
Opu Manjawari, Raja Selayar.
Berita mengenai kondisi Buton yang sedang terjadi huru-hara akibat serangan
pasukan La Bolontio terdengar di kerajaan-kerajaan sekitar Kerajaaan Buton,
termasuk di Kerajaan Muna. Sugi Manuru, ayah Laki Laponto setelah mendengar
berita itu, mengirim pesan kepada Raja Muna Laki Laponto yang sedang berada di
Selayar. Buton harus diselamatkan, Buton harus dibantu. Bagaimana pun Kerajaan
Buton adalah tetangga sekaligus saudara Kerajaaan Muna. Bila Buton dalam
ancaman, sama halnya Muna ikut terancam. Sugi Manuru menaruh harapan kepada
anaknya (Laki Laponto) untuk membantu Buton, menyelamatkan Buton.
Mendengar berita tentang kondisi Buton yang sudah kewalahan akibat
serangan pasukan La Bolontio dan mendapat pesan ayahnya agar menyelamatkan
Buton, Laki Laponto menyusun rencana. Ia mengajak Opu Manjawari, Raja Selayar
untuk membantu dan menyelamatkan Buton. Opu Manjawari bersedia dan
menyetujui ajakan Laki Laponto, sehingga pasukan selayar dikerahkan menuju
Buton. Maka terjadilah pertempuran sengit yang berhadapan secara langsung antara
pasukan Opu Manjawari dan Laki Laponto melawan pasukan La Bolontio.
Tempatnya adalah di pantai Boneatiro Buton. Untuk menghindari tewasnya prajurit
dalam jumlah banyak dari kedua pasukan, disepakati bersama antara La Bolontio
dengan Raja Mulae bahwa cukup berduel antara pimpinan pasukan.Pasukan
gabungan Buton dan Selayar dipimpin oleh Laki Laponto sehingga ia berduel tanding

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 88


dengan La Bolontio. Dikutip dalam Yunus (1992), bahwa saat Laki Laponto mulai
berhadapan dengan La Bolontio, Raja Buton La Mulae mulai berpantun yang
ditujukan kepada La Bolontio, sebagai berikut:
Artinya :
Abaabaatepekaapandakaromu Wahai kupu-kupu, rendahkanlah dirimu
Lakapolukanopeelomolungana Si kura-kura telah meminta isinya

Pertarungan duel antara Laki Laponto melawan La Bolontio cukup sengit.


Pada akhirnya Laki Laponto memenangkan pertarungan itu. La Bolontio tewas dan
pasukannya dipersilahkan pulang. Sebelumnya telah disepakati bahwa para prajurit
tidak perlu terlibat dalam pertarungan. Ini untuk menghindari tewasnya para prajurit
dari kedua belah pihak. Yang menarik di sini adalah mengapa Raja Buton La Mulae
begitu yakin bahwa Laki Laponto akan membunuh La Bolontio dalam duel tanding
tersebut? Pantun La Mulae secara substansi berisikan keyakinan dirinya bahwa La
Bolontio akan dibunuh oleh Laki Laponto.
Bila dilihat silsilahnya, Laki Laponto adalah anak Sugi Manuru dengan
permaisurinya, yaitu Watubapala. Sedangkan Wa tubapala adalah anak Kiy Jula
dengan Wa Rambea. Kiy Jula sendiri adalah anak Batara Guru, Raja Buton III. Ini
artinya bahwa Laki Laponto adalah cucu Kiy Jula bin Batara Guru. Menurut versi
masyarakat Buton bahwa LakiLaponto menguasai ilmu silat Balaba, dilatih oleh
kakeknya Kiy Jula. Balaba adalah silat khas masyarakat Buton. Tentu saja ilmu
beladiri Laki Laponto tidak hanya Balaba, tetapi juga Kontau, yaitu salah satu bela
diri masyarakat Muna. Ciri khas balaba adalah mengandalkan serangan dalam jarak
dekat saat pertarungan bersentuhan badan dengan lawan. Sedangkan Kontao
memiliki kelebihan dalam hal meringankan tubuh. Gerakan serangan dalam bela diri
kontao nyaris tidak terlihat karena mengandalkan kecepatan (diutarakan oleh La
Tela, dalam wawancara tanggal 2 Agustus 2021). Rupanya Raja Buton La Mulae
mengetahui betul kesaktian Laki Laponto sehingga ia begitu yakin jika Laki Laponto
akan membunuh La Bolontio dalam pertarungan itu.
Laki Laponto adalah tokoh legendaris Sulawesi Tenggara di zamannya pada
awal abad ke -16. Gazaluddin (1989) menyatakan bahwa Laki Laponto sebelum
menjadi Raja Muna menggantikan ayahnya yang sudah tua, ia menjadi panglima
perang Kerajaan Konawe. Gazaluddin mengisahkan bahwa di usia remaja, Laki
Laponto pernah tinggal di Konawe karena ibunya berdarah Tolaki. Ibu Laki Laponto

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 89


yaitu Watubapala merupakan anak Warambea, sedangkan Warambea adalah anak
Wasitao, putri Kerajaan Konawe. Masyarakat Kerajaan Konawe dirisaukan oleh ulah
para bajak laut yang merampok dan memperkosa wanita-wanita yang masih muda
belia. Melihat hali ni, Laki Laponto memberanikan diri tampil memimpin perlawanan
bajak laut (perompak). Karena keperkasaaan dan keberaaniannya, ia berhasil
mengusir bajak laut hingga k etengah lautdi wilayah Toronipa dan Batu Gong.
Melihat keberhasilannya dan keperkasaannya mengusir bajak laut bersama
masyarakatKonawe, Laki Laponto diusulkan oleh para petinggi Kerajaan Konawe
untuk menjadi PobendenoWonua „Panglima Perang Kerajaan”. Alhasil, Laki Laponto
diangkat sebagai Panglima Perang di Kerajaan Konawe.
Bukti bahwa Laki Laponto pernah menjadi Panglima Perang adalah adanya
baju sirat miliknya yang ditemukan di Rumbia. Sayangnya baju sirat miliknya itu saat
ini tersimpan di museum Frankfurt Jerman. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
sebaiknya berupaya agar baju sirat Laki Laponto sebagai Panglima Perang yang
saat ini tersimppan di museum Frankfurt Jerman dapat dibawa di Sulawesi Tenggara
dan selanjutnya disimpan di Museum Sulawesi Tenggara.

2.6.2 Kesamaan Batu Pelantikan Raja Muna dan Raja Buton


Kerajaan Muna dan Kerajaan Buton keduanya bertipe kerajaan maritim.
Selain wilayahnya dikelilingi oleh laut, Panglima Perang kedua kerajaaan ini
menggunakan istilah maritim, yaitu Kapitalao. Kata Kapitalao secara Linguistik
berasal dari kata Kapten Laut. Panglima Perang kedua kerajaan ini ada dua orang,
yaitu Panglima Armada Timur dan Panglima Armada Barat. Di Kerajaan Muna,
Panglima Armada Timur disebut Kapitalao Matagholeo, sedangkanPanglima Armada
Barat disebut Kapitala oKansoopa. KapitalaoMatagholeo „Panglima Armada Timur‟
berpusat di Laghontoghe, sedangkan Kapitalao Kansoopa „Panglima Armada Barat‟
berpusat di Wasolangka. Hal yang serupa juga tedapat dalam system pertahanan
Kerajaa Buton. Ada Panglima Armada Timur yang dikenal dengan nama
KapitalaoMatanaeo dan ada Panglima Armada Barat yang dikenal dengan nama
Kapitalao Sukanaeo.
Sistem pemerintahan Kerajaan Muna dan Kerajaan Buton sama, yaitu
monarki konstitusi, bukan monarki absolut. Sebagai pemerintahan kerajaan, system
monarki juga berlaku pada kedua kerajaan ini. Namun tidak menganut system

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 90


monarki absolut, tetapi system monarki konstitusi. Artinya bahwa raja yang diangkat
bukan karena pertimbangan factor keturunan sebagai putra mahkota, tetapi
berdasarkan factor kemampuan dan kapabilitas memimpin negeri. Oleh karena itu,
pergantian raja pada kedua kerajaan ini tidak semata-mata melantik putra raja
sebelumnya sebagai raja baru. Ada proses penjaringan dan pemilihan raja yang
dilakukan oleh Dewan Sara. Di Kerajaan Muna Dewan Sara dimaksud disebut
Sarano Wuna, sedangkan di Kerajaan Buton disebut Siolimbona.
Raja yang terpilih pada kedua Kerajaan Muna dan Buton selanjutnya dilantik
dan disumpah oleh Dewan Sara masing-masing kerajaan. Saat raja dilantik dan
disumpah, salah satu kakinya menginjak batu pelantikan. Batu pelantikan raja
dimaksud memiliki lubang dan bentuk lubangnya menyerupai telapak kaki. Lubang
batu pelantikan Raja Muna bermodel telapak kaki kanan, dan lubang batu pelantikan
Raja Buton bermodel telapak kaki kiri. Oleh karena itu, raja pada saat dilantik telapak
kakinya diletakkan pada lubang itu. Raja Muna saat dilantik meletakkan telapak kaki
kanannya di lubang batu pelantikan, sedangkan Raja Buton saat dilaantik
meletakkan telapak kaki kirinya di batu pelantikan. La Ode Sabri (dalam wawancara
tanggal 7 Agustus 2021) mengatakan bahwa saat pelantikan dan pengambilan
sumpah Raja Muna dan Raja Buton, salah satu telapak kaki merekadiletakan pada
lubang batu pelantikan; Raja Muna meletakkan telapak kaki kanannya dan Raja
Buton meletakkan telapak kaki kirinya. Tempat pelantikan dan pengambilan sumpah
dimaksud menurut La Ode Sabri dilakukan di pelataran masjid dan sang raja yang
dilantik menghadap kiblat. Dengan demikian, tempat pelantikan raja adalah di
pelataran belakang masjid karena raja yang dilantik menghadap masjid sekaligus
menghadap arah kiblat.
Batu pelantikan raja di kedua Kerajaan Muna dan Buton saat ini masih ada. Di
Kerajaan Muna masih tersimpan di tempatnya di Kota Wuna, bekas Ibu Kota
Kerajaan Muna. Batu pelantikan Raja Muna ini disebut Kontu Harimau „batu
harimau‟. Letaknya di pelataran bekas masjid di Kota Wuna. Lokasi masjid di Kota
Wuna saat ini dipindahkan dari lokasi masjid zaman kerajaan karena alasan
perluasan Mesjid dimasa Raja Muna La Ode Dika sehingga diberi gelar Komasigino .
Mesjid sebelumnya tidak seluas masjid yang ada saat ini, terletak di ketinggian
berdekatan dengan makam Raja Muna La Ode Husein Omputo Sangia.. Jika masjid
dibangun lebih besar, maka akan terkendala dengankondisi tanahnya yang dikelilingi

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 91


jurang. Baru-baru ini Ketua DPD RI (November 2021) berkunjung ke Kota Wuna/
Keraton Muna, bekas Ibu Kota Kerajaan Muna dan menyaksikan batu pelantikan
Raja Muna yang masih tersimpan di tempatnya sejak dahulu.

Gambar Batu Pelantikan Raja Muna, Lubangnya Berbentuk Telapak Kaki Kanan.

Mesjid pertama di Kota Wuna saat ini telah tiada. Bangunan mesjid tersebut
dibuat dari bahan-bahan yang tidak permanen sehingga tidak dapat bertahan lama.
Masjid tersebut dibangun pada abad XVI di zaman pemerintahan Raja La Posasu
yang dipimpin pembangunannya oleh Kamokulano Tongkuno La Kolumpe. Bekas
lokasi bangunan mesjid tersebut masih tampak jelas karena tanahnya tertutup oleh
pasir sehingga tidak ditumbuhi rumput. Gambar di bawah ini adalah lokasi b mesjid
pertama di Kota Wuna. angunanLokasi itu berada di ketinggian, bila berdiri di tempat
itu, tampak jelas bahwa pulau Muna dikelilingi oleh laut. Lokasi itu memanjang
arahtimur-barat, denganu kuran sekitar 7 m x 14 m. Di ujung bagian Barat dan
bagian Selatan, tanahnya seakan-akan berbatasan langsung dengan jurang, namun
ditumbuh ipepohonan. Hal itu menandakan bahwa lokas iitu berada di puncak.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 92


Lokasi Bekas Bangunan Mesjid Pertama di Kota Wuna pada abad ke -16.

Ada lubang kecil yang terdapat di lokasi bekas bangunan mesjid di Kota
Wuna. Lubang itu dikelilingi oleh batu-batu kecil. Lubang itu adalah bekas tiang
mimbar mesjid. Hingga saat ini lubang itu masih ada.

Batu pelantikan Raja Buton saat ini disimpan di dalam kaca dan disimpan di
Mesjid Keraton Buton. Tempat pelantikan Raja Buton, juga di pelataran belakang
Mesjid Keraton Buton. Raja yang dilantik dan disumpah oleh Dewan Sara Buton juga
menghadap masjid sekaligus menghadap arah kiblat. Namun batu pelantikan Raja
Buton dimitoskan oleh masyarakat Buton. Menurut mereka, di masjid Keraton Buton
ada lubang yang misterius. Dari lubang itu terdengar suara azan di masjid Al Haram
Mekah. Tentu saja mitos ini tidak dapat diterim asecara logika.
Batu pelantikan Raja Muna dan Raja Buton yang lubangnya berbentuk telapak
kaki kanan (Kerajaan Muna) dan telapak kaki kiri (Kerajaan Buton) merupakan
symbol persaudaraan kedua kerajaan tersebut yang tidak bias dipisahkan. Kaki kiri
dan kaki kanan tidak bias dipisahkan, selalu beriringan dan bergantian melangkah
kedepan. Hal ini adalah symbol persaudaraan Kerajan Muna dan Kerajaan Buton,
bagaikan kaki kanan dan kaki kiri yang tidak bias dipisahkan. Kedua Kerajaaan Muna
dan Buton beriringan melangkah kedepan dalam menggapai kemajuan.

2.6.3 Kesamaan Asal-Usul Leluhur Muna Buton


Masyarakat Muna biasa disebut juga orang Muna, yaitu kelompok etnik Muna
yang mendiami wilayah Kabupaten Muna dan Muna Barat di Provinsi Sulawesi

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 93


Tenggara. Masyarakat etnik Muna merupakan salah satu etnik lokal (indigenous
people) yang ada di Sulawesi Tenggara, di samping etnik Tolaki, Buton, dan
Moronene.
Ada anggapan yang keliru di kalangan masyarakat Muna bahwa pulau Muna
pertama kali dihuni oleh Sawerigading bersama rombongannya, mereka berasa ldari
Luwu Sulawesi Selatan. Anggapan itu diyakini sebagai fakta sejarah. Hal itu
dikuatkan dengan adanya sebuah batu yang terdapat di Kota Wuna. Batu tersebut
menyerupai kapal, oleh masyarakat Muna diyakini sebagai kapal Sawerigading yang
karam. Tempat adanya batu yang menyerupai kapal itu dinamai Bahutara. Kata
bahutara berasal dari bahtera yang berarti “perahu” atau “kapal”. Dalam tradisi lisan
masyarakat Muna dikatakan bahwa setelah karam kapal yang mereka tumpangi,
Sawerigading bersama rombongannya menetap di wilayah itu, sebahagian
rombongannya menyebar menuju arah Utara sehingga sampai di tempat yang saat
ini bernama Sawerigadi. Kisah ini dihubungkan dengan adanya salah satu wilayah di
Kabupaten Muna Barat, yaitu Sawerigadi.
Kisah kandasnya kapal Sawerigading di Bahutara, sebelah Selatan pulau
Muna pada dasarnya adalah legenda. Legenda termasuk sastra lisan. Padmadinata
(2012:14) menegaskan bahwa I La Galigo bukan merupakan teks sejarah karena
penuh dengan mitos dan peristiwa-peristiwa luar biasa yang member gambaran
kebudayaan Bugis sebelum abad XIV M.Sebagai karya sastra, cerita yang
dikisahkan di dalamnya tidak faktual, tetapi fiktif. Bisa saja tokoh di dalam karya
sastra diambil dari tokoh-tokoh yang ada di dalam dunia nyata, namun ceritanya
dirangkai dan dikembangkan berdasarkan imajinasi. Ciri khas legenda adalah cerita
yang dibangun mengisahkan tokoh-tokoh yang memiliki kekuatan supranatrual
berlebihan dan isi cerita di dalamnya dihubungkan dengan fenomena alam atau
nama tempat yang ada. Legenda karamnya kapal Sawerigading di Bahutara karena
adanya batu menyerupai anjungan kapal dan adanya tempat bernama Sawerigadi,
yaitu Kecamatan Sawerigadi. Tempat yang bernama Sawerigadi sebelumny
abernama La Gadi. Legenda ini mirip dengan legenda Sangkuriang di Jawa Barat, isi
ceritanya dihubungkan dengan keberadaan gunung Tangkuban Perahu. Preminger
et. al. (1974:981) menegaskan bahwa pemaknaan karya sastra harus dilakukan
melalui analisis dari segi konvensi kebahasaan dan konvensi kesastraannya; tanpa
pemaknaan seperti itu, masyarakat akan terjebak dalam kekeliruan yang

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 94


berkepanjangan dalam memahami sejarah istana sentrisnya, Karena alur ceritanya
yang dirangkai dengan menggunakan kekuatan imajinasi cerita dalam karya sastra
dianggap sebagai kisah sejarah.
Pada dasarnya pulau Muna telah dihuni sejak zaman prasejarah, puluhan ribu
tahun sebelum Masehi. Adanya lukisan matahari, cap tangan tangan,babi, rusa,
orang berburu menggunakan tombak yang terdapat pada dinding gua Lia Ngkobhori
dan dinding gua Metanduno di desa Liang Kobhori Kecamatan Loghia (sekitar 15 km
dari Raha, Ibu Kota Kabupaten Muna) merupakan bukti sejarah bahwa pulau Muna
telah dihuni sejak zaman prasejarah. Lukisan cap tangan di gua Metanduno berusia
sekitar 40 ribuan tahun SM yang masuk sebagai lukisan tertua di dunia. Proses
migrasi manusia akhirnya sampai ke Pulau Buton dan sekitarnya. Hal ini dapat
terlihat dalam kesamaan penggunaan bahasa yang mayoritas digunakan yaitu
Bahasa Muna.

2.7 Awal Mula Konflik Kerajaan Muna Dengan Kesultanan Buton


Ralf Dahrendorf (1959:142) menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki
sisi konflik dan sisi kerjasama. Menurutnya konflik terjadi karena pengaruh otoritas
yang membawa dua bentuk kepentingan yaitu kepentingan tersembunyi dan
kepentingan nyata. Konflik dapat dibedakan atas konflik terbuka secarafisik dan
konflik terselubung secara non-fisik. Masing-masing pihak yang berkonflik berupaya
untuk menjadi superior dan pihak saingannya menjadi inferior.
Hubungan antara Kerajaan Muna dengan Kerajaan/Kesultanan Buton
senantiasa diwarnai konflik. Terjadinya konflik antara dua kerajaan ini dimulai pada
abad ke -17 di masa Sultan Buton La Elangi (DayanuIkhsanuddin), Sultan Buton IV
bergelar Oputa Mobholina Pauna. Sebelumnya kedua kerajaan ini akrab, namun
setelah VOC (Belanda) masuk di wilayah Buton, maka hubungan kedua kerajaan ini
mulai renggang.
Perseteruan Kerajaan Muna dan Kesultanan Buton pada abad ke -17
diakibatkan oleh perbedaan sikap terhadap Belanda. Di satu pihak, Raja Muna, La
Ode Ngkadiri (bergelar Sangia Kaindea) memegang teguh perjanjian leluhurnya.
Satu abad sebelumnya (abad ke -16) dua raja bersaudara yaitu Laki Laponto
sebagai Raja Buton dan La Posasu sebagai Raja Muna sepakat bahwa kedua
Kerajaan Muna dan Buton tidak akan mendukung politik Eropa (Batoa, 2003:2-3). Di

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 95


pihak lain, Sultan Buton Dayanu Ikhsanuddin justru menerima Belanda di Buton dan
menandatangani perjanjian kerjasama dengan Appolonous Schet (Belanda) pada
tanggal 5 Januari 1613 (Butonmagz, Edisi1 Desember 2018). Bagi Buton, perjanjian
ini disebut janji bhaana „perjanjian awal‟. Secara tersirat akan ada lagi perjanjian lain.
Permusuhan antara Kerajaan Muna dan Kesultanan Buton mulai muncul saat
Belanda menjalankan taktik adu domba. Sultan Buton menyatakan
bermusuhandengan Kerajaan Muna karena perilaku Raja Muna yang dianggap
melecehkan Sultan Buton. Akhirnya, berkat koalisi Belanda dengan Sultan Buton
tahun 1652, Raja Muna La Ode Ngkadiri yang bergelar Sangia Kaendea ditangkap di
pelabuhan Loghia Muna. Couvreur (2001: 21) menyatakanbahwa Raja Muna Sangia
Kaendea sebenarnya ditangkap dengan tipu muslihat. Ia diundang menghadiri pesta
di atas kapal, namun setelah tiba di kapal ia ditangkap dan dibawa ke Buton, lalu
diasingkan ke Ternate. Sebelum penangkapan Raja Muna La Ode Ngkadiri (Sangia
Kaindea), Sultan Buton La Elangi mengundang Sultan Ternate, Mandarsyah dan
petinggi Belanda di Makasaar yaitu De Flamiming. Mereka diundang datang ke
Buton guna membicarakan strategi penangkapan Raja Muna La Ode Ngkadiri
(Tamburaka, 2004). Sultan Buton marah pada Raja Muna yang tidak mau menerima
Belanda. Sebelumnya Raja Muna La Ode Ngkadiri secara terang-terangan
menyatakan sikapnya atas penolakannya terhadap Belanda. Taktik Raja Muna La
Ode Ngkadiri untuk menolak Belanda adalah mempengaruhi semua rakyatnya agar
membakar hutan jati di Muna dan semua rakyat Muna mendukungnya. Akan tetapi,
Buton justru mengadakan perjanjian persahabatan dengan Belanda karena saat itu
Buton menghadapi hegemoni Kerajaan Gowa. Belanda bersedia membantu Buton
untuk menundukan kerajaan Gowa dengan syarat menerima Belanda di Buton
(Batoa, 2003:2).
Sebelum Sultan Buton La Elangi (Dayanu Ikhsanuddin) merencanakan
penangkapan Raja Muna La Ode Ngkadiri melalui tangan Belanda, terlebih dahulu
Sultan Buton (La Elangi) melakukan strategi pendekatan keluarga. Patut diketahui
bahwa La Elangi adalah cucu Laki Laponto dari pihak ibunya, sedangkan La Ode
Ngkadiri adalah cucu La Posasu. Raja Buton VI Laki Laponto, sekaligus Sultan
Buton I, bersaudara kandung dengan La Posasu, Raja Muna VIII. Perkawinan putri
Laki Laponto, Paramasuni dengan putra La Maindo yaitu La Siridatu melahirkan La
Elangi ( lihat Silsilah Raja/Sultan Buton). Ini artinya La Elangi adalah anak

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 96


Paramasuni Binti Laki Laponto. Sedangkan La Ode Ngkadiri adalah anak La Ode
Saadudin (Nasrun, 1997) Bin Idrus (Titakono) Bin La Posasu. Ini berarti bahwa La
Ode Ngkadiri adalah ponakan sepupu La Elangi.
Dikisahkan dalam Batoa (2003:6) bahwa La Elangi berupaya membujuk La
Ode Ngkadiri agar menerima Belanda. Ia menjodohkan La Ode Ngkadiri dengan Wa
Ode Sope, cucu Speelman (Belanda). Dituturkan oleh La Ode Sirad Imbo (dalam
wawancara tanggal 2 September 2021) bahwa Speelman menikah di Makassar
dengan putrid dari Kerajaan Gowa. Dari pernikahannya itu, Speelman memiliki
seorang anak perempuan bernama Maria Holfins. Menjelang dewasa, Maria Holfins
dinikahkan dengan La Arafani, Panglima Perang Buton. Holfins (putri Speelman)
dinikahkan dengan La Arafani (Sapati Baaluwu) untuk lebih mengakrabkan
hubungan Belanda dengan Buton. Pernikahan antara Maria Holfens dengan La
Arafani melahirkan seorang putri bernama Wa Ode Sope. Oleh karena itu, Wa Ode
Sope adalah putri La Arafani dan cucu Speelman.
Upaya La Elangi menjodohkan La Ode Ngkadiri dengan Wa Ode Sope gagal
karena La Ode Ngkadiri mengetahui gelagat La Elangi untuk merangkul dirinya agar
menerima Belanda. La Ode Ngkadiri menolak menikahi Wa Ode Sope. Batoa
(2003:7) menyatakan bahwa La Ode Ngkadiri justru menikahi Wa Ode Wakelu, anak
Sapati Kapolangku Buton. Hal ini membuat La Elangi dan Speelman marah karena
merasa dilecehkan oleh La Ode Ngkadiri . Itu sebabnya La Ode Ngkadiri
direncanakan oleh La Elangi untuk ditangkap. Dalam penangkapan itu, Couvreur
(2001:21) menyebutnya sebagai tipu muslihat La Elangi dengan Belanda karena La
Ode Ngkadiri diundang oleh La Elangi (Sultan Buton) menghadiri acara di Buton. La
Ode Ngkadiri dijemput di Pelabuhan Loghia Muna dengan menggunakan kapal yang
berbendera longa-longa, bendera Kesultanan Buton. Kapal tersebut sandar di Pulau
Lima dekat Pelabuhan Loghia Muna. Setiba di atas kapal, La Ode Ngkadiri langsung
ditangkap oleh serdadu Belanda dan diasingkan ke suatu tempat yang tidak
diketahui oleh masyarakat Muna.
Peristiwa penangkapan Raja Muna melalui kerjasama antara Sultan Buton La
Elangi dan Belanda, membuat Muna berduka. Duka masyarakat Muna secara
kolektif atas peristiwa ini bukan karena kejahatan Belanda terhadap Raja Muna La
Ode Ngkadiri, tetapi karena penghianatan Sultan Buton La Elangi terhadap Raja
Muna. Pasca peristiwa ini masyarakat Muna di samping bersedih dan berduka, juga

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 97


bingung karena keberadaan sang Raja La Ode Ngkadiri tidak diketahui. Permaisuri
La Ode Kadiri, Wa Ode Wakelu memobilisasi pasukan Kerajaan Muna untuk
menyerang kesultananButon.Dikisahkan dalam Nasrun (1988) bahwa angkatan
perang Kerajaan Muna siap menyerang Kesultanan Buton. Namun hal itu diurungkan
oleh Sarano Wuna „Dewan Syarat Muna‟ bahwa menyerang Kesultanan Buton
adalah tindakan sia-sia dan bunuh diri karena Buton Bersama Belanda. Dinyatakan
oleh La Dhawanta (dalam wawancara tanggal 5 September 2021) bahwa saat itu
Dewan Syarat Muna mengeluarkan pernyataan sebagai berikut: “Ane dapoparisa O
Wuna bhe Wolio, natumondu koruaghonuhae witenoWuna bhe witeno Wolio”.
Artinya: “Jika berperang antara Kerajaan Muna dan Kesultanan Buton, maka akan
tenggelam kedua Pulau Muna dan Pulau Buton (Wolio)”. Menurut La Dhawanta
dalam wawancara tersebut, kata natumondu „akan tenggelam‟ bukan berarti
tenggelam secara fisik (Pulau Muna dan Pulau Buton), tetapi merupakan kata kiasan
yang artinya “banjir darah”.
Peristiwa tragis yang menimpa Raja Muna La Ode Ngkadiri yang ditangkap
oleh Belanda atas konspirasi dengan Sultan Buton dan diasingkan di suatu tempat
yang tidak diketahui oleh masyarakat Muna, membuat seluruh rakyat Muna
bermuram durja. Masyarakat Muna terpaksa mencari keberadaan Sang Raja.
Peristiwa ini diabadikan oleh masyarakat Muna ke dalam nyanyian La Kadandio.
Pengabadian peristiwa menyedihkan dan bersejarah melalui tradisi lisan seperti ini
akibat sulitnya bagi masyarakat Muna mendapatkan bahan-bahan tulis pada saa titu.
Untuk mendapatkan kertas dan tinta tentu saja tidak mudah, sehingga tradisi lisan
berupa nyanyian rakyat adalah wadah yang mumpuni untuk digunakan pada saat itu.
Oleh karena itu, tradisi lisan berupa nyanyian adalah wadah yang praktis untuk
digunakan dan dapat terpelihara sampai kapan pun. Aderlaepe (2016:6) menyatakan
bahwa nyanyian La Kadandio bertema kesedihan dan pencarian keberadaan
seorang tokoh kharismatis. Sosok yang memiliki nama La Kadandio dalam nyanyian
dimaksud tidak disebutkan nama aslinya di dalam teks nyanyian karena yang
bersangkutan bukan masyarakat biasa, tetapi merupakan sosok yang dikagumi dan
ditokohkan (Salimin, S.H., M.H. dalam wawancara tanggal 5 September 2021).
Couvreur (2001:23) menyatakan bahwa Raja Muna La Ode Ngkadiri ditawan
di Ternate selama 3 tahun. Ia kembali ke Muna pada tahun 1655. Setelah tiba di
Muna ia tetap menjadi Raja Muna, namun mendendam perlakuan terhadap dirinya

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 98


yang tidak manusiawi yang semuanya merupakan penghianatan Sultan Buton La
Elangi (Sultan DayanuIkhsanuddin). Duabelas (12) tahun setelah ia tiba di Muna dari
pengasingannya di Ternate, terjadi perangantaraKesultanan Buton dengan Kerajaan
Gowa, yakni pada tahun 1667. Dalam perang tersebut, Kerajaan Muna dan
Kerajaan Tiworo tidak berpihak kepada Kesultanan Buton tetapi berpihak kepada
Kerajaan Gowa (Tamburaka, 2004; Batoa, 2003). Pertempurantersebutterjadi di
masa Sultan Buton La Simbata (1669-1680) pasca La Elangi. Pertempuran itu terjadi
di Selat Buton. Gowa menyerang Buton bukan karena ambisi Gowa untuk
menguasai Buton, tetapi karena Buton yang melindungi Arung Palakka (Raja Bone)
yang lari di Buton saat dikejar oleh pasukan Gowa. Beberapa hari kemudian, Sultan
Hasanuddin (Raja Gowa) mendapat berita bahwa Arung Palakka berangka tke
Batavia guna meminta bantuan kepada Belanda dalam menggempur Gowa. Berita
tersebut membuat Sultan Hasanuddin marah dan mengerahkan seluruh armada
tempurnya menyerang Buton. Dalam peran gitu, Muna dan Tiworo berpihak kepada
Gowa, bukan kepada Buton. Ini adalah bukti bahwa Kerajaan Muna dan Tiworo
bukan bagian dari Kesultanan Buton. Keberpihakan Muna kepada Gowa bukan
untuk memerangi Buton, tetapi memerangi Belanda. Bagi Muna, siapapun yang
bersekutu dengan Belanda adalah musuh dan siapapun yang melawan Belanda
adalah kawan (Aderlaepe, 2016:6). Dalam perang itu, Buton dibantu oleh Belanda.

2.8 Konflik Muna Buton Akibat Perbedaan Pemaknaan Terhadap Bharata


Hadara (2018:1) menyatakan bahwa pada abad ke -16 M, Kerajaan Buton di
bawah pemerintahan Laki Laponto (Raja Buton VI) mengadakan koalisi atau
persekutuan dengan kerajaan-kerajaan otonom di sekitarnya yaitu Kerajaan Muna,
Tiworo, Kaledupa, dan Lipu/Kulisusu berdasarkan prinsip soilaompo torumbalili.
Koalisi atau persekutuan tersebut dideklarasikan dalam Konvensi Kapeo-Peo.
Pembentukan koalisi atau persekutuan Kerajaan Buton dengan kerajaan-
kerajaan otonom di sekitarnya (Muna, Tiworo, Kaledupa, dan Lipu/Kulisusu) digagas
oleh Raja Laki Laponto di awal pemerintahannya sebagai Raja Buton VI. Saat itu
Buton dalam keadaan genting Karen aancaman serangan Kerajaan Ternate yang
akan dipimpin langsung oleh sultan Baabullah, Raja Ternate. Sultan Baabullah
marah atas tewasnya La Bolontio dalam duel dengan Laki Laponto di pantai
Boneatiro, Buton. Berdasarkan penuturan La Ode Zaenu yang dimuat dalam blog

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 99


Jurusan Pendidikan Sejarah Univeritas Halu Oleo (hal. 4-5), setelah mendengar
berita genting ancaman serangan Sultan Baabullah, Raja Laki Laponto menyiapkan
armada tempur yang tangguh, salah satunyaia menetapkanKerajaan Muna, Tiworo,
Kaledupa, dan Lipu/Kulisususebagai barata patapelena. Ini berarti status Kerajaan
Muna, Tiworo, Kaledupa, dan Lipu/Kulisusu sebagai barata patapelena ditetapkan
oleh Laki Laponto.
Menurut La Sola (dalam wawancara tanggal 25 September 2021), makna kata
bharata dalam frasa barata patapelena tidak bias dipisahkan dari frasa
soilaompotorumbalili. Menurutnya istilah baratay ang dikeluarkan oleh Laki Laponto
tidak begitu saja, tetapi dalam suatu peristiwa yang menghasilkan suatu kesepkatan
yang disimbolkan dengan soilaompo torumbalili. Hal inisesuaidenganuraian Hadara
(2018) dan penuturan La Ode Zaenu (dalam Blog Jurusan Pendidikan Sejarah UHO)
bahwa kata barata dalam frasa barata patapelena dimunculkan oleh Laki Laponto
dalam konvensi Kapeo-Peo saat pembentukankoalisi lima kerajaan otonom
(Kerajaan Buton, Muna, Kulisusu, Kaledupa, dan Tiworo) dengan menganut prinsip
soilaompo torumbalili.
Pemaknaan terhadap istilah barata oleh masyarakat Buton sama sekali tidak
mengaitkannya dengan peristiwa Konvensi Kapeo-Peo, bahkan pemaknaan kata
barata bermuatan politis. Masyarakat Buton memaknai baratas sebagai “penyangga”,
sehingga barata patapelena diinterpretasi sebagai empat kerajaan penyangga atau
bagian dari Kesultanan Buton, yakni Kerajaan Muna, Kulisusu, Kaledupa, dan
Tiworo. Lebih ekstriml agi kata barata diasosiasikan dengan daerah bawahan,
sehingga empat Kerajaan di sekitar Kerajaan Buton (Kerajaan Muna, Kulisusu,
Kaledupa, dan Tiworo) dianggap sebagai bawahan Kesultanan Buton. Pemaknaan
ini mengundang reaksi keras dari masyarakat Muna. Sebagai dampaknya, hal ini
telah menjadi suntrum perdebatan antara masyarakat Muna dan masyarakat Buton
dalam jangkawaktu yang cukup lama. Fenomena ini bahkan telah menjadi konflik
terselubung antara masyarakat Muna dan masyarakat Buton (Wolio).
Empat kerajaan di sekitar Kerajaan/Kesulanan Buton, yaitu Kerajaan Muna,
Kulisusu, Kaledupa, dan Tiworo adalah kerajaan-kerajaan otonom.
Kerajaan/Kesultanan Buton Tidak pernah berperang dengan empat kerajaa
ntersebut. Tidak pernah terjadi penaklukan empat kerajaan tersebut oleh
Kerajaan/Kesultanan Buton. Sulit untuk diterima secara logika bahwa istilah barata

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 100


dalam frasa barata patapelena diartikan sebagai “penyangga” atau “bagian dari” atau
“pembantu”, apalagi dianggap sebagai taklukan. Masyarakat Wolio sebaga ibekas
wilayah Kerajaan/Kesultanan Buton menganggap pemaknaan itu sebagai suatu
kebenaran dan mereka kukuhkan secara sepihak. Tidak ada kata barata dalam
perbendaharaan bahasa Wolio, bahasa Muna, bahasaKulisusu, dan
bahasaWakatobi. Namun akhir-akhir ini dalam Kamus bahasa Wolio terdapat kata
barata yang artinya “penyangga”. Ini adalah upaya pengukuhan interpretasi mereka
secara Linguistik. Sebelumnya pengukuhan dimaksud merekalakukan melalui
lembaga kesultanan. Pada abad ke -18 di zaman Sultan Muhammad IdrusKaimuddin
(bergelar Oputa Kobhadiana), Kesultanan Buton memproduksi Syarana Barata
“Undang-Undang Barata‟. Salah satu butir dalam Syarana Barata menyatakan
bahwa setiap barata wajib membayar pajak kepada Kesultanan Buton. Ini adalah
bukti bahwa Kesultanan Buton mengklaim barata patapelena sebagai“bagian dari”
atau “di bawah” Kesultanan Buton. Tentu saja klaim ini dilakukan secara sepihak
karena faktanyaKerajaan Muna (juga Kerajaan Kulisusu, Kaledupa, dan Tiworo) tidak
pernah membayar pajak atau pun upeti kepada Kesultanan Buton. Di balik upaya
pengukuhan interpretasinya terhadap makna barata, Buton memiliki target politis
yaitu menghegemoni empat kerajaan di sekitarnya termasuk Kerajaan Muna yang
nota bene telah membantu menyelamatkan Kerajaan Buton dari serangan pasukan
La Bolontio pada abad ke -16. Bolontio tewas di tangan Laki Laponto (anak Sugi
Manuru, Raja Muna VI) dalam duel di pantai Bone Atiro Buton.
Pengukuhan interpretasi terhadap istilah barata yang dilakukan oleh Buton
adalah upay apembelokan sejarah mengenai hubungan Kerajaan Muna dan Buton di
masa silam, termasuk hubungan Kerajaan Buton dengan Kerajaan Kulisusu,
Kaledupa, dan Tiworo. La Ode Solihin (dalam wawancara tanggal 2 Oktober) menilai
bahwa Buton sesungguhnya telah melakukan kekerasan terhadap makna.
Menurutnya, Kerajaan Buton dan Kerajaan Muna bersaudara. Laki Laponto, Raja
Buton VI adalah saudara kandung dengan La Posasu, Raja Muna VIII. Mereka
memerintah pada saat yang bersamaan di abad ke -16. Mereka adalah anak Sugi
Manuru, Raja Muna VI. Keturunan Laki Laponto selanjutnya menjadi sultan-sultan di
Kesultanan Buton dan keturunan La Posasu selanjutnya menjadi raja-raja di
Kerajaan Muna.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 101


Kata barata dalam frasa barata patapelena dan frasa soilaompo torumbalili
adalah ekspresi simbolis. Kata-kata tersebut adalah kata-kata simbolis yang
menyampaikan makna tidak secara langsung, tetapi melalui simbol. Sebagai espresi
simbolik, istilah-istilah tersebut tidak bias dimaknai secara serampangan, apalagi
pemaknaanya cenderung tendensius dan bermuatan politis. Sebagai eksresi
simbolik, pemaknaanya harus menggunakan pendekatan Semiotika, yaitu ilmu yang
memusatkan kajiannya pada simbol (penggunaan simbol dan makna simbol).
Pengkajian terhadap makna barata tidak bias dilepaskan dari konteksnya,
yakni peristiwa bersejarah pada abad ke -16. Culler (1996:7) menegaskan bahwa
setiap tanda atau symbol mengandung komponen bentuk dan makna yang tidak
terpisahkan dari konteksnya. Senada dengan penegasan Culler, Cook (1989:87)
menegaskan bahwa bila dipisahkan dari konteksnya, pemaknaan suatu kata tidak
akan pernah mencapai keutuhan; sekalipun kata atau frasa dimasukan dalam
kalimat, maknanya masih tetap kabur dan tidak jelas bila dikeluarkan dari
konteksnya.
Terkait dengan pemaknaan kata barata dalam barata patapelena, konteksnya
adalah peristiwa yang terjadi pada abadke -16 ketika Kerajaan Buton yang saat itu
dipimpin oleh Laki Laponto siaga satu mempersiapkan segala sesuatunya untuk
menghadang pasukan Ternate yang akan menyerang Kerajaan Buton.

2.9 Makna Barata dalam Barata Patapelena


Kata barata hingga hari ini tidak dapat dipastikan berasal dari bahasa apa.
Kata ini tidak ditemukan dalam bahasa-bahasa yang ada di Pulau Buton. Ada
pendapat bahwa kata barata diambil dari baratayudha „perang besar‟, yang
mengisahkan perang antara Pandawa dengan Kurawa dalam kitab mahabarata.
Pendapat ini bias dibenarkan Karena barata patapelena „barata empat buah‟ adalah
bentukan Laki Laponto bersama raja-raja dari kerajaan tetangga Buton (Muna,
Tiworo, Kaledupa, Kulisusu). Saat itu Buton menghadapi perang besar-besaran
melawan pasukan Ternate yang dipimpin langsung oleh Sultan Baabullah (Raja
Ternate).
Barata patapelena tidak terlepas dari soilaompo torumbalili sebagai rohnya.
Pembentukan koalisi atau persekutuan yang digagas oleh Raja Wolio VI, Laki
Laponto di awal pemerintahannya didasarkan atas pengalaman sebelumnya bahwa

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 102


Kerajaan Wolio telah diserang oleh kekuatan luar (Tobelo dan Ternate). Dituturkan
oleh La Ode Zaenu (1990) yang dimuat dalam Blog Jurusan Pendidikan Sejarah
Universitas Halu Oleo (hal. 3-4), bahwa Kerajaan Wolio pernah diserang oleh
pasukanTobelo pada masa pemerintahan Tua Rade, Raja IV. Kemudian pada masa
pemerintahan Raja Mulae (Raja V), Wolio kembali diserang dibawah pimpinan
Bolontio yang disinyalir sebagai Panglima Perang Kerajaan Ternate. Pada serangan
kedua ini, kerajaan Wolio kewalahan karena armada Bolontio lebih tangguh dan lebih
banyak personilnya dari pada serangan sebelumnya. Pada serangan kedua ini,
kerajaan Wolio mendapat bantuan dari kerajaan-kerajaan tetangga atas dasar
persaudaraan dan rasa senasib sepenanggungan, yakni Laki Laponto dari Kerajaan
Muna, Oputa Manjawari dari Selayar, dan Betoambari dari Kerajaan Wajo.
Kedatangan ketiga hulu baling ini merupakan bukti bahwa Kerajaan Wolio dan
kerajaan-karajaan tetangga memiliki kepentingan yang sama dalam hal keamanan
teritorial dan kedaulatan negeri kerajaan-kerajan yang ada di Sulawesi bagian
Tenggara. Bila Wolio ditaklukan, tentu saja menjadi ancaman bagi Muna, Selayar,
dan Wajo. Saat itu, wilayah Selayar meliputi Kabaena dan wilayah Wajo meliputi
Boepinang.
Walaupun armada Bolontio berhasil dilumpuhkan dengan tewasnya Bolontio
di tangan Laki Laponto dalam duel di pantaiBoneatiro, Kerajaan Wolio tidak pernah
merasa aman dari ancaman dan gangguan dari pihak luar. Berita tewasnya Bolontio
menyulut kemarahan Sultan Baabullah, Raja Ternate. Ternate menyusun rencana
strategis untuk menyerang Buton dengan mengerahkan seluruh kekuatan
tempurnya. Untuk serangan ini, Sultan Baabullah memimpin langsung armada
Ternate. Berita ini terdengar di Buton dan disampaikan kepada Laki Laponto yang
saat itu sebagai Raja Buton VI, menggantikan Raja Mulae. Dalam blog Jurusan
Pendidikan Sejarah UniveritasHalu Oleo (hal. 5), dijelaskan bahwa setelah
mendengar berita genting ini, Raja Laki Laponto menyiapkan armada tempur yang
tangguh dengan melakukan duahals ebagai berikut:
(1) Mengangkat pejabat tinggi pemerintah di bidang pertahanan, yaitu Kapitalao
Matanaeo „Panglima Perang Armada Timur‟ dan Kapitalao Sukanaeo
„Panglima Perang Armada Barat‟. Sebagai pejabat Kapitalao Matanaeo, Laki
Laponto mengangkat La Kabaura; sedangkan pejabat Kapitalao Sukanaeo,
Laki Laponto menunjuk Katimanuru.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 103


(2) Menetapkan daerah-daerah otonom yang sewaktu-waktu dapat
bertindak sendiri jika ada musuh yang menyerang secara tiba-tiba. Daerah-
daerah otonom yang dimaksud adalah kerajaan-kerajaan tetangga, yakni
Kerajaan Muna, Tiworo, Kaledupa, dan Kulisusu. Keempat Kerajaan ini oleh
Laki Laponto diberi kepercayaan dan tanggungjawab untuk menjaga
keamanan wilayah masing-masing serta keutuhan dan keamanan bersama
secara menyeluruh. Keempat kerajaan ini kemudian diistilahkan dengan
Barata Pata Pelena „Barata EmpatBuah‟.

Setelah menetapkan kedua hal tersebut di atas, selanjutnya Laki Laponto


mengadakan musyawarah tertinggi dengan keputusan:
1) Pusat pertempurana dalah di Kulisusu, pasukan Ternate akan dihadang di
Kulisusu;
2) Kapitalao Matanaeo dan Sukanaeo terlebih dahulu berangkat ke Kulisusu
guna menyusun rencana, strategi, dan seluruh persiapan perang;
3) Segala kekuatan kerajaan dipusatkan di Kulisusu; dan
4) Perang dipimpin langsung oleh Raja Laki Laponto (Amasa, 1991:52).

Penetapan Kulisusu sebagai pusat pertempuran, tentu saja atas


sepengetahuan dan persetujuan Raja Kulisusu saat itu. Ini berarti bahwa Kulisusu
sebagai salah satu bharata patapelena merupakan front line „garis terdepan‟ atau
„wilayah terdepan pertempuran (front line of the battle).
Sebagai garis terdepan atau wilayah terdepan (front line) pertempuran dalam
menghadang musuh, maka istilah barata tidak cocok dimaknai sebagai “wilayah
penyangga”, apalagi sebagai “daerah taklukan”. Dengan demikian, status barata
keempat kerajaan tetangga yang otonom (Muna, Tiworo, Kaledupa, dan Kulisusu)
pada saat itu bukan sebagai “wilayah penyanggah Kerajaan Buton” atau “daerah
taklukan kerajaan Buton”, tetap isebagai “wilayah/daerah garis terdepan
pertempuran dalam menghadang pasukan musuh”.
Bila dilihat secara geografis, posisi kerajaan Buton berada di pertengahan. Di
sebelah Timur adalah Kerajaan Kaledupa, sebelah Timur Laut Kerajaan
Lipu/Kulisusu, sebelah Utara Kerajaan Muna, dan sebelah Barat Kerajaan Tiworo.
Bila serangan dari arah Timur, Kerajaan Kaledupa adalah front line “garis terdepan
pertempuran”. Bila serangan dari arah Timur Laut, yang menjadifront line

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 104


adalahKulisusu. Bila serangan dari arah Utara, wilayah front line adalah Muna. Bila
serangan dari arah Barat, yang menjadi wilayah front line adalah Tiworo. Oleh
karena itu, penafsiran kata barata dalam barata patapelena sebagai “wilayah
penyangga”, bahkan sebagai “daerah bawahan” terhadap Kerajaan/Kesultanan
Buton sangat keliru. Makna barata yang sesunguhnya adalah “wilayah terdepan
sebagai pusat pertempuran dalam menghadang musuh”.
Dalam buku “ Kerajaan Tradisional Sulawesi Tenggara – Kesultanan Buton
1996” dijelaskan bahwa sejak abad ke -17 hingga memasuki abad ke-19 , Buton
merupakan arena pertikaian dua kutub kekuatan yaitu Ternate dan VOC disatu pihak
dan Gowa Makassar di pihak lain. Olehnya itu Buton membangun sistem pertahanan
“ Barata “ dengan menjalin hubungan kerjasama dengan Kerajaan –Kerajaan
sekitarnya membentuk suatu pakta pertahanan. Berdasarkan hal diatas , menurut
Hadi Wahyudi (2021 ) bahwa masing –masing Kerajaan menjadi Barata bagi
kerajaan lain nya dalam konteks pertahanan keamanan. Jika Barata dimaknai
sebagai cadik maka masing –masing Kerajaan dari lima Kerajaan yaitu Muna ,
Tiworo , Kaledupa , Kulisusu dan Buton adalah cadik buat Kerajaan lainnya. Esensi
dari kerjasama sama pertahanan adalah saling menjaga satu sama lain seperti
konsep diatas yaitu sistem pertahanan Barata dalam pakta pertahanan bersama.
Kerajaan Muna menjadi Barata bagi Kerajaan lain nya , Kesultanan Buton menjadi
Barata bagi Kerajaan lainnya begitupun Kerajaan Kulisusu , Kerajaan Kaledupa dan
Kerajaan Tiworo. Konsekuensi dari Persekutuan Pertahanan dengan sistem
pertahanan Barata adalah masing – masing Kerajaan menjadi cadik bagi Kerajaan
lainnya dan tentu masing –masing Kerajaan juga ibarat kapal induk yang dilindungi
oleh cadik yaitu empat Kerajaan lainnya. Secara geografis pusat Kerajaan Muna (
Kota Wuna ) yang dikelilingi oleh Benteng sepanjang 8 kilometer , berada di tengah -
tengah empat pusat Kerajaan lainnya. Di Sebelah utara Kota Wuna adalah pusat
Kerajaan Kulisusu , di sebelah selatan Kota Wuna adalah pusat Kesultanan Buton ,
di sebelah Barat Kota Wuna adalah pusat Kerajaan Tiworo dan di sebelah Timur
Kota Wuna adalah pusat Kerajaan Kaledupa. Hal ini menunjukan bahwa Pusat
pemerintahan Kerajaan Muna berada ditengah-tengah dan semestinya dalam posisi
paling aman dibanding empat Kerajaan lainnya. Berdasarkan pemahaman diatas
maka Kerajaan Muna secara ekternal memiliki empat Barata yaitu Barata Buton ,
Barata Tiworo , Barata Kaledupa dan Barata Kulisusu. Tentu dimaknai sebagai pakta

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 105


pertahanan bersama dalam persekutuan lima Kerajaan.
Dalam buku „ Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Tenggara
1978/1979 “ dijelaskan bahwa Barata Kesultanan Buton dari Empat Kerajaan
masing- masing mengatur dirinya dengan Dewan Legislatif dan Dewan
Pemerintahannya sendiri - sendiri . Pada pertengahan abad ke -19 , semua Kerajaan
kecuali Kerajaan Muna sudah merupakan wilayah yang menyatu dengan Kesultanan
Buton. Kerajaan Muna berpegang teguh pada tradisi hubungannya dengan
Kesultanan Buton sebagai dua Kerajaan bersaudara. Perjanjian bersaudara ini
bermula pada zaman diangkatnya La Kilaponto sebagai Raja Buton dan di Muna
digantikan oleh adiknya La Posasu sebagai Raja Muna. Secara tradisonal memang
Kesultanan Buton tidak mencampuri pemerintahan Kerajaan Muna. Dalam masa
pertentangan Kerajaan Muna dan Buton, Buton selalu menempatkan Pejabat Raja
Muna. Namun setelah keadaan aman, Sara Wuna kembali bebas menentukan
Rajanya.
Berdasarkan buku diatas, menurut Hadi Wahyudi ( 2021 ), nanti pada
pertengahan abad ke- 19, Kerajaan Tiworo ,Kerajaan Kulisusu dan Kerajaan
Kaledupa akhirnya masuk dalam wilayah Kesultanan Buton. Dengan posisi ini maka
Raja Kaledupa, Raja Tiworo dan Raja Kulisusu ditentukan dan diangkat oleh
Kesultanan Buton. Kerajaaan Muna tidak masuk dalam wilayah Kesultanan Buton
dan Sara Wuna bebas menentukan yang akan menjadi Raja Muna. Seperti tertulis
diatas bahwa beberapa kali ada upaya intervensi Kesultanan Buton dengan
menempatkan Pejabat Raja Muna namun tidak diterima oleh Sarano Wuna. Pejabat
Raja Muna tersebut disebut juga Sulewata . Sistem pertahanan Barata telah
dijalankan jauh sebelum abad ke-19 atau jauh sebelum Kerajaan Kaledupa ,
Kerajaan Tiworo dan Kerajaan Kulisusu masuk dalam wilayah Kesultanan Buton
pada pertengahan abad ke -19. Ini menunjukan bahwa Barata tidak bisa diartikan
sebagai wilayah atau daerah taklukkan. Yang tepat adalah Barata diartikan dalam
konsep pakta pertahanan bersama dimana masing-masing Kerajaan menjadi Barata
bagi Kerajaan lainnya.
Awal abad ke -20 , tahun 1913, terbentuk Afdelling Buton dan Laiwui yang
terdiri atas tiga Onder Afdelling yaitu Onder Afdelling Buton, Onder Afdelling Muna
dan Onder Afdelling Kendari. Tiga Kerajaan yaitu Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa
tetap dalam bagian Kesultanan Buton yaitu menjadi Distrik dalam wilayah Onder

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 106


Afdelling Buton. Dengan terbentuknya Onder Afdelling Muna , mulai saat itu setiap
pelantikan Raja Muna harus mendapat persetujuan Pemerintah Hindia Belanda.
Namun pelantikan Raja Muna tetap melalui proses adat yang berlaku dan
pelantikannya tetap dilaksanakan di Kota Wuna dan dilantik oleh Kamokulano
Tongkuno . Masyarakat Muna tetap menyebut sebagai Omputo. Sejak La Eli , Raja
Muna / Omputo secara konsisten dilantik oleh Kamokulano Tongkuno. Sulewata Raja
tentu tidak dilantik oleh Kamokulano Tongkuno.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 107


REFERENSI

Aderlaepe. 2017. Sejarah dan Kebudayaan Muna. Jakarta: Daulat Express.

Aderlaepe. 2012. PendekatanAntropologi Sastra dalamMengungkapMisteri La


Kadandio: Folksong Daerah Muna Sulawesi Tenggara (Makalah,
Ditampilkandalam Seminar InternasionalAsosiasiTradisi Lisan VIII di Pangkal
Pinang Kepulauan Riau, 24-26 Mei 2012).
Bandung, A.B. Takko. 2012. “MerujukSejumlah Nilai LuhurNaskah-Naskah Kuno
dalam Pendidikan KarakterBangsa I Lagaligo: Episode
PelayaranSawerigadingke Tanah Cina” (dalamProsiding Seminar
InternasionalAsosiasiTradisi Lisan VIII di Pangkal Pinang Kepulauan Riau, 24-
26 Mei 2012). Jakarta: AsosiasiTradisi Lisan Nusantara
Barry, Peter. 2010. BeginingTeory (TerjemahanHarviyahWidiawati dan Evy
Setyarini). Yogyakarta: Jalasutra
Batoa, Kimi. 2003. Profil Raja La Posasu, Raja Muna Ke-8 Tahun 1538-1551 M.
Raha: Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi
Tenggara
Batoa, Kimi. 2003. Profil Raja Muna La Ode Kadiri, Gelar SangiaKaendea. Raha:
Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara
Batoa, La Kimi. 2005. Lintas Sejarah Kerajaan dan TerbentuknyaKabupaten
Muna. Kendari: Unhalu Press
Cobley, Paul. 2001. Semiotics and Linguistics, a Collection Papers. London:
Routledge
Cook, Guy. 1989. Discourse. Oxford: Oxford University Press.

Couvreur, J. 2001. Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna (Terjemahan Rene


van den Berg.Kupang: Artha Wacana Press

Culler, Jonathan. 1988. Literary Theory, A very Short Introduction. Oxford: Oxford
University Press

Culler, Jonathan. 1996. The Pursuit of Signs: Semiotics, literature, Deconstruction.


London: Routledge
Dudhrof, Ralf. 1959. Crash and Class Confict in Industial Society. California: Stanlord
University Press
Hadara, Ali. 2018. Kesutanan Buton.
http://lingkarstudisejarah.blogspot.co.id/2018/02/sejarah lokal-sultra-
kesultanan-buton.html. Diaksestanggal 24 April 2020
Hoed, Benny H., 2014. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas
Bambu

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 108


La OdeOngga. 1999. Kebangkitan dan Sinar Islam di Sulawesi Tenggara.
SadurandariNaskah- Naskah yang Tersimpan di Daerah Muna dan Buton
Nasrun, Muhammad. 1988. Kerajaan Muna dan SistemKemasyarakatan. Bandung:
Penerbit Indah Jaya
Padmadinanta dan Fatimah Zulfa. 2012. “Memory of the World (Ingatan Dunia)”.
(dalamProsiding SeminarInternasionalAsosiasiTradisi Lisan VIII di Pangkal
Pinang Kepulauan Riau, 24-26 Mei 2012). Jakarta: AsosiasiTradisi Lisan
Nusantara

Rahman, Nurhayati. 1999. Antologi Sastra Daerah Nusantara, Cerita Rakyat Suara
Rakyat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Schoorl, Pim. (2003). Masyarakat, Sejarah dan Budaya Buton.


Jakarta:PenerbitJambatanBekerjasamadenganPerwakilan KITLV Jakarta.

Sido Thamrin. 2019. WUNA Dalam Endapan Sejarah Dan Budaya, Kendari:
Universitas Halu Oleo Press

Sobur, Alex. 2003. SemiotikaKomunikasi. Bandung: PT RemajaRosdakarya

Soekmono R. 1973. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit PT. Kanisius

Tamburaka, E. Rustam, et al. 2004. Sejarah Sulawesi Tenggara dan 40


TahunSultraMembangun. Jakarta: CV Himep

Yunus, Abdul Rahim.1995. PosisiTasawuf Dalam SistemKekuasaan di Kesultanan


Buton Pada Abad ke-19. Jakarta: Indonesian-Netherland Coorperation in
Islamic Studies (INIS).

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 109


BAB V
PESAN – PESAN LELUHUR
Oleh : Ismail ( Modhi Kamokula Tongkuno )

1. KABHANTI ( PANTUN )

 Kabhanti 1

Bismillah kaasi badhaku ini


Alhamdu mada noposembalimo
Eee kadhandinomo Omputu Allahataala
Namekamate bhari-bharie ghatano
Eee ampamo Ompu sotumarano
Suru-surue dhamani mandehaono ihino dhunia ini
Ntaidi ini dokonae Islamu dotolelemo hamai liwu ngkodau
Bhabhaano tandaano Islamu dofokakesa podiu, ofeili, ofahamu
Ofefuna ofotoro bhedua dofengkangkilo fitutapi bhadhano
Bhabhaano dofokakesa matando foworano
Dofekamoilae pongkeno fofetingkeno
Dofekawondu neendo fofewonono
Dofokakesa pobhoasao owamba nentanaasi
Dofekalangka dofintara nentanaasi
Doatoro bhekabhengkala mina naembali tadopunda-dopunda dolumpa-dolumpa
Kamondono fitughonu nongkilomo bhe welo totono lalono
Ee bhasitiehi behintumo mosiraha mokodohono
Mai fetingkeemu tula-tulano adhati
Bisarando kamokula nando dhamani
Wawono ambado pedaaini
Soano kamoghanea ane sabutuno
Tetalo sabhara liwu tabeahano
Okamoghane dosoorie hawa nafusunto
Soano kapande ewa nesabutuno mina nakamantibae
Mata moroko okatobha okatumbu okatofa bhe kabhasepe
Tabeahano kapande ewa hingga sewobha miinamo nakumantibhae
Wamba modhi kahumbu, kabandingi, kabhiridhingi

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 110


 Kabhanti 2

Soano kakotandai ane sabutuno mina naolimpu


Tabeahanomo dekatandai hingga be nggawu dhosano nopandehane
Soano okalutea ane sabutuno mina namooli nakodiu
Tabeahano okalute hingga seise nando beamalano metahanoo neumati bhaino
Soano kapande lentu ane sabutuno
Delentu sabhara giu tabehano
Kapande lentu delentu-lentu lima ghonu
Wakutu sikidhamata mina dopogaati bhe Omputo Allahtaalah
Soano kamakida ane sabutuno dopande bhari bharie
Tabeahano okamakida domakidamo dopoewangigho wamungkara wanangkiri
Soano karangkaea ane sabutuno nobhari karadhano tabeahano karangkaea
Doinsafu, dosabara, doadili, dorela ,tawakala mpu-mpuno
Soano kamiskini nesabutuno
Nokae bhari bharie tabeahano kamiskini
Dokosikadhi morimbi defaralu derampasi kohakuno
Doalagho, dokoangani, dowuni-wuni domanggampisi
Soano kakohafili ane sabutuno debasa
Quraani tabeahano kangkohafili
Dohafilimo ihino lima ghonu wakutu
Soano kapasolea nesabutuno robhine bhaebhadhano
Tabeahano okapasole podiuno nosaughawano bhe welo totono lalono
Soano okakekasa nesabutuno dopowise payasa tabeahano okakesa
Nookesa podiuno, filino, fahamuno, fefunano, bhe welo totono lalono

 Kabhanti 3

Soano okakadoa ane sabutuno nokala nengkamoisa


Tabeahano okakado nembise, neentibha, noposintuwu welo ere ngkorano
Soano kamaradika nesabutuno nameompu nelahae tabeahano kamaradhika
Nomaradhikamo neifino narakaa
Suano ka Islamu anea sabutuno nointara wakutu benohadhimo we Madinah
We Jabal Arafah tabeahano ka Islamu hingga sendai minamo bheamarano
Nodhaganie kahandano sitani welo totono lalono
Suano okatehia ane sabutuno dopipi dosomba
Tabeahano okatehi bhari-bhari hakunahasi bhari-bhari falia
Suano okabukua nesabutuno neughu seghonu kabhawo

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 111


Tabeahano okabukunopolie bhari-bhari faraluu suunati
Soano kakodhag ane sabutuno dodhagani lumiuno kumalano sumulino
Tabeahano kakodhaga dodhagani fonintono kahansuru
Soano katangkaa ane sabutuno mina naopula
Tabeahano okatangka dofintara neadhati bisara nentanaasi
Soano okangkilo ane sabutuno dekadiu deesabo, deekunde, deganti, desuawi
Tabeahano okangkilo nengkilomo fitutapi badhano

2. NEATI ( NIAT )

Ee Waompu wakasami kaasimu bhe kaadhilimu amponi kasami dhosamani bhari-


bharie kahalamani wawono dhunia ini.Fekakodoho kasami balaa mani bhari-bharie
kapalimani, bhari-bharie panyaki rumopeno neinsaidi.
Eee Waompu helaempu panyaki kambiritano, foampe taentara tearasi telani
fitutapino, foangkae we sembalinguhano we patakombitano we masariki
Maghribi.Owaempu we patakokatampuno we tehi tingkulu we undalo momoro,
undalono moghito tehi modea., We wite morani we wite fitutapino.
Eee Waompu wakasami okaghosa, kakolalo, kapodi poidolo mpumpuuno. Eee
Waompu wakasami umuru mewanta taghu aini tarafoemo, sio-siomo tarumato tora
benetaghu ni aro-aro mani teewise
Eee Waompu wakasami kaleramu bhekaadhilimu, sio-siomo bhari-bharie
soniropetamani sadhia tasumalamati.Tolaku bheamalaku talumanto waetobhi
toinda, tarumope weundalo, nongkilo tamenapa waenapa mokesa tameolu
wekolambuno kaalibi.
Eee Waompu wakasami radhaki sumahano ne wise-Mu.Sio-siomo naondawu
neinsaidi namai kabhele-bhele, namai kamena-mena, namangka asalano namangka
asala ifino warasi kasami simbo sahea namangka asala nahumahangka-hangkai
kasami simbo kabhuso namangka asala oe nakindu-kindufi kasamai simbo
alomo.Namangka asala wite nanumee wewite newiti kasami simbo ongawu.Natuntu
nalagi narempo naghumonu.Naembali mutiara naembali bulawa naembali suasa
naembali intan tumpuno manik-maanikamu.
Eee Waompu wakasami imani tumangka sio siomo koe namorongga welo
totono lalomani matumete kamatangka namere namasehorofu alefu
naengkora namasaharofu
Eee Waompu wakasami rahmati-Mu ingke-ingke naondawu neinsaidi o ilmu
okaembali kabarakati bhe kudharati tolaku bheamalaku naeliku narumende
kaghulamu matumila nabonara sio-siomo taekadu nebhada-Mu tasipuli welo totono
kaalibimu taposolo bhe sahea-Mu. Nurulah Nur Muhammad.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 112


3. KAKODHAGA ( KANEKOLU NEKANGKOLUNO )

Suano kakodhaga a nesabutuno dodhagani lumiuno sumulino kumalano


tabeahano okodhaga dodhagani fonintono kahansuru fitughati kabharino:

 Hansuru-hansuru ana arataa sumano koe nohansuru badha


 Hansuru-hansuru ana badha sumano koe nohansuru tombu
 Hansuru-hansuru ana tombu sumano koe nohansuru liwu
 Hansuru-hansuruana liwu sumano koe nohansuru sara
 Hansuru-hansuruana sara sumano koe nohansuru adhati
 Hansuru-hansuruana adhati sumano koe nohansuru agama (koenobatala
agama)

Maanano

Konosampe dokaangka-angka ne kahandano siiitani noapera mata nee


koferebuahano. Ane opowura ini mbali fodai-daino, mbali fofekataahino.Ane noangka
ne modaihano sanokopowora mata nandomo fekiri sumempa atawa sikadhi morimbi
sumemba ne modaihano : noalegho, nokoangani, nowuni-wuni, nomangapipisi.
Dadihanomo dopodhagani kahansuru minamo naodaiane nea atawao
doambanomo kamokulanto raarawetae. Mahingga domatemo notisambili
neano.Pototo dofowanu fondole bukuno.
Sadoambano kamokula atawa nodai nea. Maka nobatalamo pongkendo bhasitie
ompulurafuluno okaomu-owalaka fitu bhengkano.Beliwu nohansuru
tombu.Sanobalaa pongkendo bhasitie ompulu-rafuluno nohansurumo tombu.
Sanohansuru tombu nobatala pongkendo bhasitie ompulu-rafuluno notisambilimo
liwu notanda we tompa puli we tompa.
Sanokokasambili liwu dotobhingkemo sara. Sadotobhingke sara-sara walaka
sara kaomu fitubhengkauno wawono liwu doowolo dobhata nohansurumo
adhati. Sanohansuru adhati, maka nobatalamo toba kaokaonomo mina
nakoghuluha netarima wambano tangarino toba wamba nentaasi.
Sanohansuru adhati nobatalamo Agama. Sanohansuru Agama O badha
nobinasa.Maka dadihanomo ane mina dapodhaganigho fonintono kahansuru
fitughonu kabharino, nondawutiemo balaa nandoomo soso. Kamaighono soso
nondawu bala fato popaano:
 Dosingkira ne gadino wulu
 Dotolambe ne lamba puse
 Dotosumpu ne mata lampu

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 113


 Dotihobhati ne wawotua

4. KATEHI

Suano katehia ane sabutuno dofilei ngkabharo-bharo tabeahano okatehi dotehie


bhari-bhari hakunaaasi nifaliando Kamokula bhe nisasino Allahataala.
 Morubuhano: setampu deu, setandaha ghefi, setue karoo, seghii bhea
 Bhalahano: omutiara, lakonobulawa, tampano suasa, poino intan, tumpuno
mani-manika
 Palendano: miina naembali depundaghi kokantobhano tonea, miina naembali
delambe kogholeno labu, mina naembali dekangkalahi kokarawuno ghofa.

Maanano Kantobhano Tonea

Katirihano oe kaelatehano karindima tamaka kanandohano kamolua.Mina naembali


dokaangka-angka newamba momeko ogola-osanta bahi tanoghoroko we
narakaa.Dadihanomo fekiri deki maka kahanda fekiri deki maka bhoasao.Minamo
nafondawutiane balaa.

Maanano Gholeno Labu

Minanaembali dofehala wamba nentanaasi depalei bhoasano sara wamba


kumotughuhano sakotu-kotughuhano wambano adhati wambano agama wambano
Quraani dosingkiraane negadino wulu dokambee-mbeeane nongkubuane umuru
dobalaane dolalombeane melambapuse dolantobeane dokantobhogho
noongkubuane umuru.

Maanano Karawuno Ghofa

Osikadhi morimbi sumempa derampasi kohakuno dondia-ndiale dekaghelehi komie


lambuno doalaghoo dokoangani do wuni-wuni domangapipisi. Dotosumpuane
nematalapu nongkubuane umuru.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 114


Nisasino Allahataalah

 Ohawaa nafusuu domangasoori domangapisaki dofoere-ere sewuto-wuto


 Wamba netalo-talo otipu-tipu ohumbu-humbu olamba-lamba osawu-sawu
 Osikadhi morimbi sumpano doalaghoo dokoangani do wuni-wuni
domangapipisi
 Dopokabhela-bela defotumbu kabangkara tewawono wite defekarente oeno
dopolente tapuka ibaratino nandopolongkino fekiri pohalatino bhisara
 Kumantibhano dofohalaemo mie pata tipandehaono
 Humalano dofokantibae haemo nofowagho kawaghoa

5. KATANGKA
Suano okatangkaa ane sabutuno mina nopulu tabeahano okatangka dofintara
neadhati neagama bhisara nentanaasi kumotughunano sakotughuhano wambano
Qurani nokongkilo peda kangkilo we lalo pedakangkilo tee wawo.Taaka suano
okangkiloa ane sabutuno nekadiu, neesabo, neekunde, nesuawi,
neegunti.Tabeahano okangkilo nongkilomo fitutapi badhano.
 Nongkilo mata : mokesano maka nimasighoondo foworano
 Nongkilo pongke : moilaono pongke maka nimasighondo fofetingkeno
 Nongkilo nee : mowonduno nee maka nimasighoondo fofewonono
 Nongkilo wubha : pobhoasano mokesa bhisara nentanaasi maka
nirempoghoono adhati bhe agama
 Nongkilo lima : notangka dofintara neadhati miina naembali dondia-
ndiale
 Nongkilo ghaghe : mina naembali tadopunda-punda tadolumpa-dolumpa
 Nongkilo lalo : neelaa wubhano lalo peda kangkilo wee lalo peda
kangkilo te wawo

Jadi maraluhano sepaliha dofokakesa podiu, ofeili, ofahamu, ofefuna,


ofetoro.Doinsafu, dosabara, dodhili, dorela, dotawakala, dojujuru dofintara
nekasemie miehano Omputo Allahataala.Doposintuwughoo niwajibughoono.
Dosahadhati, maghuleo rangkowine, dodhagani lima ghonu wakutuu. Dopoasa
sewula folu newulano Ramadhan dopontaraweane. Dopitaraa dofolimba sadhakaa
dowaghoo faakiri miskini neanopoasa. Dokala dohadhi ane domondoi aituhae
kamatangka.

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 115


BIODATA PENULIS

Nama : ISMAIL

Tempat / Tanggal Lahir : Laokusi , 3 Agustus 1944

Alamat : Desa Wawesa Kecamatan Batalaiworu


Kabupaten Muna
Agama : Islam

Riwayat Pendidikan :

1. SDN 1 Raha
2. Sekolah Teknik Negeri Raha

Riwatar Pekerjaan :

1. Modhi Kampung Wawesa


2. Modhi Tobea
3. Modhi Tondo
4. Modhi Kainsitala
5. Modhi Kamokula Tongkuno Mesjid Kota Wuna sampai saat ini

Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 116


Prasejarah dan Sejarah Peradaban Tua Suku Muna 117
UPTD MUSEUM DAN TAMAN BUDAYA
MUSEUM BHARUGANO WUNA

Anda mungkin juga menyukai