Anda di halaman 1dari 20

Nama: Amelia Epadila Rizky

NIM: 06021381722070

Mata Kuliah: Filologi

ANALISIS ISI TEKS GELUMPAI BILAH 1—5 BERDASARKAN TEORI


STRUKTURALISME

Sumber: Museum Negeri Balaputra Dewa Palembang

Naskah ini, sesuai namanya (gelumpai) terdiri dari bilah-bilah bambu dan mengggunakan
Aksara Kaganga atau huruf Ulu. Gelumpai memiliki beberapa hal yang menarik. Tetapi di antara
hal-hal yang menarik itu, ada hal yang istimewa, teks naskah ini tidak menggunakan Bahasa-
bahasa lokal atau bahasa-bahasa yang dalam istilah sarjana-sarjana Barat seperti Helfrich,
Voorhoeve, dan Salzner sebagai Midden-Maleisch atau Melayu-Tengah. Bahasa-bahasa yang
masuk dalam kompleks Melayu-Tengah ini antara lain bahasabahasa Pasemah, Serawai, Kaur,
Semendo, Makakau, Lembak Bliti, Lembak, Lembaak Sindang, Ogan, Lematang, dan Musi.
Selain itu dapat ditambahkan beberapa bahasa lain yang menggunakan aksara Kaganga ini yaitu
Bahasa Lampung, Komering, dan Kerinci.

a. Judul : Tanpa Judul

b. Nomor Koleksi : 91/E 5

c. Nomor rol. Mikrofilm :-

d. Jumlah Teks 1

e. Jenis Naskah : Gelumpai

f. Bahasa : Melayu daerah Sumatera Selatan

g. Bahan : Bambu

h. Teknis Tulis : Gores

i. Kondisi : Baik

j. Jumlah Halaman/bilah : 9 halaman/bilah

k. Jumlah Baris/bilah : 5 baris

l. Jarak Antar Baris : Antara 0.5 cm

m. Penjilidan : Disatukan menggunakan benang

n. Aksara : Rencang/Ka-Ga-Nga

o. Jenis Huruf :-

p. Panjang Bilah : 30 cm

q. Lebar Bilah : 5 cm

r. Areal/ruas teks : P 28 cm X L 5 cm

s. Penomoran Halaman : Penomoran naskah Peti 91/E 5

menggunakan huruf Rencong Ulu


Bilah 1:

Foto Bilah 1

Salinan Bilah 1
1. Transliterasi Teks
Bilah 1
Badagaa bumi badagung jojok ayun mbabar cari ra agung

Rap rincang ni anyi mbabar carita dingan sanaa‟

Bukan badingan sanaa‟ kini badingan sanaa‟ sakarang

Dalu bumi balum jamanang alam balum jamanang

Sipat sipat tu balum taradiri nyawe tulum tarapakur pada warang

2. Terjemahan Teks
Bilah 1
Terciptalah bumi (…) yang agung

Dimana saya berada disana bercerita dengan keluarga

Masa dulu berbeda dengan masa sekarang

Dulu bumi belum ada alam belum ada

Sipat diri sipat nyawa belum bertapakur pada kamu


Bilah 2:

Foto Bilah 2

Salinan Bilah 2
3. Transliterasi Teks
Bilah 2
Rincang batanye dimane sipat taradiri dimane ni nyawe

Tarapakur banar la urar nga warang lamun ujar tatiyang

Kini di atas kulinjan tara ijun di bawa ijun sawatu atas

Cara mbin jati itan basalindang dibayang tuwan pade

Warang rincang batanye mane uli mamandang mane uli mamandang

4. Terjemahan Teks
Bilah 2
Saya bertanya dimana sipat diri dimana sipat nyawa

Bertapakur benarlah kata mereka kata guru

Diatas dibawah kita perlu memahami diri

Tetap berlindung dibawah yang kuasa pada

Kamu saya bertanya apa lagi yang perlu dilakukan


Bilah 3:

Foto Bilah 3

Salinan Bilah 3
5. Transliterasi Teks

Bilah 3
Nyawe banar la ujar nga warang lamun ujar tatiyang kini

Tarapakur gatung sarindat sambayang lima waktu itu

Uli mamandang sipat itu uli mamandang nyawe

Pade warang rincang batanye dimane mamandang sipat dimane

Mamandang nyawe banar la ujar nga burung lamun

6. Terjemahan Teks

Bilah 3

Nyawa benarlah kata mereka kata guru

Bertapakur, bersyahadat, sembahyang lima waktu

Itulah yang dilakukan untuk diri untuk nyawa

Pada kamu saya bertanya dimana melakukan itu untuk diri

Melakukan itu untuk nyawa benarlah kata mereka


Bilah 4:

Foto Bilah 4

Salinan Bilah 4
7. Transliterasi Teks

Bilah 4

Urar tatiyang kini di atas masigit langgar angung di atas

Ni makam tuwan guru di atas guru sambayang

Pade warang rincang batanye dimane masigit langgar agung

Dimane ni makan tuwan guru dimane guru sambayang

Banae la ujar nga warang lamun itu yang kini di a

8. Terjemahan Teks

Bilah 4

Kata guru di atas masjid agung di atas

Makan tuan guru di atas guru sembahyang

Pada kamu saya bertanya dimana masjid agung

Dimana makam tuan guru dimana guru sembahyang

Benarlah kata mereka kata guru


Bilah 5:

Foto Bilah 5

Salinan Bilah 5
9. Transliterasi Teks

Bilah 5

Tas ku batu ka batu la disane masigit langgar agung

Disane ni makam tuwan guru disane guru sambayang

Pade warang rincang batanye dimane ni batu la banar

Jar nga warang lamun ujar tatiyang kini

Tana janat janatun nain janat tiyada kane angin ja

10. Terjemahan Teks

Bilah 5

Di atas bangunan di sana masjid agung

Di sana makam tuan guru di sana guru sembahyang

Pada kamu saya bertanya dimana bangunan itu benarlah

Kata mereka kata guru

Tanah (…) tidak kena angin


 Pengertian Teori Sastra Strukturalisme
Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur
itu sendiri, dengan mekanisme antar hubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur
yang satu dengan unsur lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur (unsur) dengan
totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan,
kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan.
Istilah struktur sering dikacaukan dengan sistem. Definisi dan ciri-ciri sruktur sering
disamakan dengan definisi dan ciri-ciri sistem. Secara etimologis struktur berasal dari
kata structura (Latin), berati bentuk, bangunan, sedangkan sistem berasal dari kata
systema (Latin), berarti cara. Struktur dengan demikian menunjuk pada kata benda,
sedangkan sistem menunjuk pada kata kerja. Pengertian-pengertian struktur yang telah
digunakan untuk menunjuk unsur-unsur yang membentuk totalitas pada dasarnya telah
mengimplikasikan keterlibatan sistem. Artinya, cara kerja sebagaimana ditunjukan oleh
mekanisme antar hubungan sehingga terbentuk totalitas adalah sistem. Dengan kalimat
lain, tanpa keterlibatan sistem maka unsur-unsur hanyalah agregasi.
Secara definitif strukturalisme memberikan perhatian
terhadap analisis unsur-unsur karya. Setiap karya sastra, baik karya sastra dengan jenis
yang sama maupun berbeda, memiliki unsur-unsur yang berbeda. Di samping sebagai
akibat ciri-ciri inheren tersebut, perbedaan unsur juga terjadi sebagai akibat dari
perbedaan proses resepsi pembaca. Dalam hubungan inilah karya sastra dikatakan
sebagai memiliki ciri-ciri yang khas, otonom, tidak bisa digeneralisasikan. Setiap
penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Meskipun demikian perlu dikemukakan
unsur-unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya, yaitu: prosa, puisi, dan
drama. Unsur-unsur prosa, diantaranya: tema, peristiwa atau kejadian, latar atau seting,
penokohan atau perwatakan, alut atau plot, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur
puisi, diantaranya: teema, stilistika atau gaya bahasa, imajinasi atau daya bayang, ritme
atau irama, rima atau persajakan, diksi atau pilihan kata, simbol, nada, dan enjambemen.
Unsur-unsur drama, dalam hubungan ini drama teks, di antaranya: tema, dialog,
peristiwa.
Secara persis sama sebagaimana dikemukakan oleh para penemunya. Teori pun
dapat ditafsirkan sesuai dengan kemampuan peneliti. Teori adalah alat, kapasitasnya
berfungsi untuk mengarahkan sekaligus membantu memahami objek secara maksimal.
Teori memiliki fungsi statis sekaligus dinamis. Aspek statisnya adalah konsep-konsep
dasar yang membangun sekaligus membedakan suatu teori dengan teori yang lain. Dalam
strukturalisme, misalnya, konsep-konsep dasarnya adalah unur-unsur, anatrhubungan,
dan totalitasnya. Aspek-aspek dinamisnya adalah konsep-konsep dasar itu sendiri sesudah
dikaitkan dengan hakikat objeknya. Konsep inilah yang berbah secara terus-menerus,
sehingga penelitian yang satu berbeda dengan penelitian yang lain.

Adapun unsur-unsur strukturalisme ada tiga pokok jenis karya sastra adalah; (a)
dalam Prosa terdiri tema, peristiwa/kejadian, latar/setting, penokohan/perwatakan,
alur/plot, sudut padang, dan gaya bahasa. (b) Dalam Puisi terdiri dari tema, stilitika/gaya
bahasa, imajinasi/daya bayang, rime/irama, rima/persajakan, diksi/pilihaan kata, simbol,
nada. (c) Sedangkan pada Drama (drama teks) terdiri; tema, dialog, peristiwa/kejadian,
latar/setting, penokohan/perwatakan, alur/plot dan gaya bahasa.
 Analisis Naskah Kuno “Gelumpai” berdasarkan Teori Sastra
Strukturalisme.
Dalam teori struktural, bagian yang dianalisis meliputi tema, tokoh, alur, latar serta sudut
pandang. Tema merupakan gagasan utama pada sebuah cerita, tokoh merupakan pelaku
cerita. Istilah tokoh menunjuk kepada pelaku cerita, karakter menunjuk pada perwatakan
tokoh, sedangkan penokohan merupakan perwujudan dan pengembangan tokoh dalam
sebuah cerita. Yang dimaksud dengan latar yakni tempat terjadinya peristiwa dalam sebuah
karya sastra, kemudian sudut pandang yakni titik pengisahan dalam karya sastra.
a. Tema
Menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 1995:67), tema adalah makna
yang dikandung oleh sebuah cerita. tema hendaknya memenuhi kriteria-kriteria berikut:
1. Interpretasi yang baik hendaknya selalu menpertimbangkan berbagai detail
menonjol dalam sebuah cerita. Kriteria ini adalah yang paling penting.
2. Interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail cerita
yang saling berkontradiksi.
3. Interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya tidak bergantung pada bukti-
bukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya secara implisit).
4. Terakhir, interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita
bersangkutan
Tema dari naskah ini adalah Keagamaan.
Hal ini dapat dibuktikan dari terjemahan naskah yang menjelaskan bahwa tokoh
“aku” akan membuktikan rasa terimakasihnya atas bumi dan langit yang diciptakan oleh
yang maha kuasa.
Dalam Alqur‟an makna dari naskah gelumpai memiliki kaitan dengan surah As-
Sajdah ayat ke 4 yang mempunyai arti:

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantara
keduanya dalam waktu enam hari, kemudian dia bersemayam di atas Arsy. Kamu semua
tidak memiliki seorang penolong dan pemberi syafaat pun selain diri-Nya. Lalu, apakah
kamu tidak memperhatikannya ?”.51

Naskah gelumpai dan Alqur‟an mempunyai makna yang sama yakni menjelaskan
bahwa Allah SWT yang menciptakan alam semesta, Allah SWT adalah Ia yang Agung
yang dapat menciptakan bumi dan langit.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan. Tokoh menurut Nurgiyantoro (1995:173) adalah pelaku,
sekaligus penderita kejadian dan penentu perkembangan cerita baik itu dalam cara
berfikir, bersikap, berperasaan, berperilaku, dan bertindak secara verbal maupun non
verbal. Adapun Aminuddin (2000:80-81) menambahkan bahwasanya dalam memahami
watak tokoh utama, pembaca dapat menelusurinya lewat (1) tuturan pengarang terhadap
karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran
lingkungannya maupun cara berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana prilakunya, (4)
melihat bagaimana tokoh it berbicara tentang dirinya, (5) memahami bagaimana jalan
pikirannya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat
bagaimana tokoh lain berbicara dengannya, (8) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain
itu memberikan reaksi terhadapnya, dan (9 melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi
tokoh yang lainnya. Sedangkan Menurut Sayuti (2000:89- 111) cara pengarang
menggambarkan tokoh dalam sebuah cerita dapat dilakukan dengan berbagai metode, (1)
metode diskursif/langsung, (2) metode dramatis, (3) metode kontekstual, dan (3) metode
campuran.
Tokoh dan Penokohan dalam naskah ini yaitu, tokoh “Aku” dan “guru”.
Penokohannya, Protagonis. Protagonis adalah tokoh yang memerankan peran
baik. Pada naskah ini, tokoh “aku” selalu memperhatikan sekitarnya. Dia selalu
bertanya kepada gurunya tentang apa yang harus diperbuat oleh diri yang selalu
dijawab yang perlu diperbuat yaitu bertapakur, bersyahadat, 55 dan sholat lima
waktu.
c. Sudut Pandang
Menurut Hartoko & Rahmanto (1986:18) sudut pandang adalah kedudukan atau
tempat atau posisi berpijak juru cerita terhadap ceritanya atau darimana melihat
peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Dari sudut pandang pengarang
inilah pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya. Sudut pandang
dalam suatu novel mempersoalkan (1) siapakah narator dalam cerita dan apa serta
bagaimana relasinya dengan seluruh proses tindak tanduk tokoh, (2) bagaimana
pandangan hidup penulis terhadap masalah yang digarapnya. Sudut pandang ini
dipakai untuk melihat seluruh persoalan guna menentukan sikap dan juga
pemecahannya. Sudut pandang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua pola
utama, yaitu orang pertama (first person), atau gaya “aku” dan sudut pandang orang
ketiga (third person) atau gaya “dia” (Nurgiyantoro, 1995:249).
Sudut pandang dalam naskah ini adalah sudut pandang orang pertama.
Karena menggunakan kata ganti “Aku” pada tokoh utama cerita.

d. Amanat
Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca
berupa nilai- nilai luhur yang dapat dijadikan contoh atau teladan. Penyampaian pesan
selalu didasarkan tema dan tujuan yang telah ditetapkan penulis pada saat menyusun
rancangan cerita.  Pesan atau amanat dalam sebuah tulisan tidak selalu tersurat (jelas),
tapi bisa juga tersirat (tersembunyi). Amanat tersurat adalah amanat yang dijelaskan
dalam kata-kata sebuah tulisan. Sedangkan, amanat tersirat adalah amanat yang tidak
dijelaskan secara tertulis, tetapi dapat diketahui pembaca melalui alur cerita dalam
tulisan.pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca berupa nilai-
nilai luhur yang dapat dijadikan contoh atau teladan. Penyampaian pesan selalu
didasarkan tema dan tujuan yang telah ditetapkan penulis pada saat menyusun
rancangan cerita. 
Amanat yang terdapat dalam naskah ini adalah, naskah gelumpai ini
berisikan dialog antara guru dengan murid atau kaum muda dengan kaum tua.
Dialog pada naskah gelumpai ini memiliki isi atau kisah-kisah yang mempunyai
makna yang memberikan nilai keagamaan yang mulai tergerus seiring
perubahan aman. Naskah dijadikan media untuk berdakwah oleh Ulama-ulama
pada masa itu.
Amanat yang terkandung dalam naskah gelumpai ini mengandung nilai-nilai
agama Islam. Didalam naskah gelumpai peti dijelaskan bahwa manusia
diajarkan untuk bertapakur, bersyahadat, dan sholat lima waktu. Hal ini
merupakan bukti bahwa pada masa itu masyarakat Sumatera Selatan sudah
sedikit mengenal agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Farizan. 2015. Analisis Naskah Melayu Lancang Kuning: Surabaya.


Diperoleh 28 Maret 2020 dari
http://www.academia.edu/12789328/Analisis_Naskah_Melayu_Riau

Ulfah, Masayu Nauratul. 2018. “NASKAH GELUMPAI PADA PETI 91 DI PERPUSTAKAAN


NASIONAL REPUBLIK INDONESIA:Deskripsi Naskah, Suntingan Teks, dan Analisis
Isi”. SPI. Fakutltas Adab dan Humaniora. Uin Raden Fatah Palembang.

Anda mungkin juga menyukai