Fajar Rintoro
fajarrintoro.2018@student.uny.ac.id
Ilmu Sejarah-B 2018
Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak
Mpu Prapanca adalah seorang tokoh pujangga yang setia kepada Raja Hayam
Wuruk. Kesetiaan itulah yang mendasari penulisan Kitab Negarakretagama. Mpu
Prapanca menulis Kitab Negarakretagama setelah beliau pensiun. Isi dari Kitab
Negarakretagama lebih banyak mengandung pujian-pujian terhadap keagungan
Raja Hayam Wuruk. Karena didasari oleh kesetiaan kepada Raja Hayam Wuruk,
maka ada beberapa peristiwa yang dianggap sebagai kegagalan raja yang tidak
disampaikan oleh Mpu Prapanca seperti pada peristiwa Perang Bubat. Namun
terlepas dari hal tersebut, masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk masih disebut
sebagai masa kejayaan dari Majapahit, dan Kitab Negarakretagama menjadi
sumber sejarah yang amat berharga sekaligus dipercaya sebagai sumber sejarah
peradaban Majapahit. Dalam artikel ini penulis ingin menerangkan mengenai isi
dari Kitab Negarakretagama secara ringkas pada setiap bagian.
Pendahuluan
Dalam artikel singkat ini penulis akan menjelaskan secara singkat tentang
bagian-bagian dan isi dari Kitab Nagarakretagama. Bagian dalam Kitab
Negarakretagama disebut sebagai pupuh. Kitab Negarakretagama terdiri atas 98
pupuh.
Metode Penelitian
1
Louis Gottschalk, Uderstanding History: A Primer Historical Method, a.b. Nugroho
Notosusanto, Mengerti sejarah, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 29.
2
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005), hlm. 95.
sumber asli dapat juga disebut arsip atau manuskrip3. Sumber sekunder adalah
kesaksian seseorang yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni
seseorang yang tidak hadir pada waktu terjadinya peristiwa tersebut4. Selain itu
sumber-sumber sekunder berupa buku, jurnal, laporan penelitian dan lainnya yang
tentunya sesuai dengan yang akan dibahas.
b. Kritik Sumber (Verifikasi)
Tahap kritik sumber di sini, sumber-sumber yang berhasil dikumpulkan akan
diuji keabsahannya untuk dapat digunakan sebagai sumber sejarah. Kritik sumber
terdiri dari dua tahap, yaitu kritik ekstern dan kritik intern5.
c. Interpretasi
Interpretasi adalah penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber yang
telah mengalami verifikasi terlebih dulu. Menurut Kuntowijoyo, interpretasi
sering dianggap sebagai faktor utama dari subjektivitas sejarah. Akan tetapi tanpa
adanya interpretasi, data-data tidak akan dapat berbicara sendiri. Seorang
sejarawan harus mampu menafsirkan data yang dimilikinya agar peristiwa sejarah
dapat dipahami oleh pembaca6.
d. Penulisan (Historiografi)
Penulisan merupakan tahap terakhir dalam langkah penulisan sejarah. Tahap
ini adalah penyampaian sintesa yang diperoleh dalam bentuk suatu karya sejarah.
Pada tahap ini berisi penyusunan data-data yang ada sekaligus penafsiran seorang
sejarawan. Hasil penelitian diwujudkan dalam bentuk tulisan sejarah. Penulisan
artikel ini menggunakan model penulisan sejarah analitis. Sejarah analitis
merupakan sejarah yang berpusat pada pokok permasalahan. Permasalahan-
permasalahan tersebut yang kemudian akan diuraikan secara sistematis7.
3
Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 44.
4
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1982), hlm. 35.
5
Ibid., hlm 100-101.
6
Ibid., hlm. 101-103.
7
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 9.
Pembahasan
Susunan Nagarakretagama
Kita perhatikan sekarang bagian kedua yang juga terdiri dari 49 pupuh.
Pupuh 50-54 menguraikan Raja berburu di hutan Nandawa. Pupuh 55-59
menguraikan perjalanan pulang ke Majapahit. Pupuh 60 menguraikan oleh-oleh
yang dibawa pulang dari berbagai daerah yang dikunjungi. Pupuh 61-70
menguraikan perhatian Raja Hayam Wuruk kepada leluhur nya berupa zarah ke
makam dan pesta sradha. Bagian itu disambung dengan 2 Pupuh tentang kematian
Patih Gajah Mada yakni Pupuh 71 dan 72. Mulai dengan pupuh 73 sampai pupuh
82 menguraikan bangunan-bangunan suci yang terdapat di Jawa dan Bali. Dari
Pupuh 83-91 terdapat uraian tentang upacara berkala yang berulang kembali
setiap tahunnya yakni musyawarah, kirap, hingga pesta tahunan. Pupuh 92-98
merupakan Pupuh pujangga yang memuji keluhuran baginda. Pupuh 92-94
tentang pujian para pujangga, termasuk pujian Pujangga Prapanca. Pupuh 95-98
khusus menguraikan nasib Pujangga Prapanca. Bagan pupuh bagian kedua itu
seperti berikut:
Naskah kitab ini disusun oleh Mpu Prapanca setelah ia pensiun dengan
mengundurkan diri dari istana kerajaan. Karena bersifat pujasastra, tentu
hanya hal-hal yang baik saja yang dituliskan, hal-hal yang kurang membantu
bagi kewibawaan Majapahit, walaupun mungkin hal itu diketahui Mpu
Prapanca sang pujangga. Karena hal itu peristiwa perang dengan Pasundan
atau Perang Bubat tidak ditulis dalam kitab Negarakertagama, walaupun itu
merupakan peristiwa yang sangat bersejarah. Hal itu tidak ditulis karena
meupakan kegagalan dari Hayam Wuruk, Namun terlepas dari hal tersebut,
masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk masih disebut sebagai masa kejayaan
dari Majapahit, dan Kitab Negarakretagama menjadi sumber sejarah yang
amat berharga sekaligus dipercaya sebagai sumber sejarah peradaban
Majapahit. Hingga sekarang Kitab Nagarakretagama masih tetap memberikan
sejarah dan laporan langsung mengenai kehidupan di masa pemerintahan
Majapahit.
Daftar pustaka:
Rujukan Utama
Rujukan Tambahan