Di susun oleh :
NIM : 023.011.0031
FAKULTAS TARBIYAH
Waktu masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia secara pasti memang belum diketahui.
Akan tetapi, ada sumber yang menyatakan bahwa diperkirakan ajaran Hindu-Buddha mulai
berkembang di Indonesia pada 400 M. Hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan Prasasti
Yupa di Kalimantan Timur. Prasasti Yupa menunjukkan bahwa telah berkembang kerajaan
bercorak Hindu, yaitu Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.
Namun, bagaimana proses masuk dan penyebaran agama Hindu-Buddha di Indonesia? Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhinya? Dan apa saja dampaknya bagi perkembangan
sejarah, kebudayaan Indonesia, dan pengembangan studi Islam? Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita simak pembahasan berikut ini.
B. PEMBAHASAN
Para ahli sejarah memiliki perbedaan pendapat mengenai proses masuknya agama Hindu-
Buddha ke Indonesia. Perbedaan tersebut kemudian memunculkan beberapa teori yang
berusaha menjelaskan cara masuk dan proses penyebaran agama tersebut di Nusantara.
Secara umum, teori-teori tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori yang
menempatkan masyarakat Nusantara sebagai pihak yang berperan pasif dan teori yang
menempatkan masyarakat Nusantara sebagai pihak yang berperan aktif.
b. Teori Kesatria.
Teori ini dikemukakan oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.C. Moens. Teori ini menyatakan bahwa
agama Hindu-Buddha dibawa oleh para kesatria (ksatria) dari India atau Tiongkok yang
melarikan diri dari perang saudara di negara asal mereka. Para kesatria ini kemudian
mencari perlindungan di Nusantara dan mendirikan kerajaan-kerajaan baru dengan
mengadopsi sistem pemerintahan dan agama dari India atau Tiongkok2.
c. Teori Brahmana.
Teori ini dikemukakan oleh J.C. van Leur. Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu-Buddha
dibawa oleh para brahmana (pendeta) dari India atau Tiongkok yang diundang oleh para
raja di Nusantara untuk memberikan bimbingan rohani dan pengetahuan tentang agama
dan kebudayaan mereka.
Teori ini berasumsi bahwa masyarakat Nusantara memiliki inisiatif untuk mempelajari atau
menyebarkan agama Hindu-Buddha, melalui jalur pendidikan atau misi keagamaan.
Masyarakat Nusantara tidak hanya menerima pengaruh dari pihak luar, tetapi juga berperan
aktif dalam mengembangkan dan mengadaptasi agama dan kebudayaan tersebut sesuai
dengan kondisi lokal. Berikut adalah teori yang termasuk dalam kelompok ini.
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch. Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu-Buddha
dibawa oleh para intelektual atau kaum terpelajar dari Nusantara yang pergi ke India atau
Tiongkok untuk berguru dan mempelajari agama dan kebudayaan tersebut secara
mendalam. Setelah mereka kembali ke Nusantara, mereka menjadi pemuka agama atau
pendeta yang menyebarkan ajaran Hindu-Buddha di Nusantara.
Dari berbagai teori yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia, yaitu:
1. Faktor geografis.
Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional, terutama
antara India dan Tiongkok. Indonesia juga memiliki banyak pulau dan pelabuhan yang
menjadi tempat singgah para pedagang, pelaut, atau pengelana dari berbagai negara. Hal ini
memudahkan terjadinya kontak dan interaksi antara masyarakat Nusantara dengan
masyarakat India atau Tiongkok yang membawa agama dan kebudayaan mereka.
2. Faktor sosial-budaya.
Indonesia memiliki masyarakat yang terbuka dan toleran terhadap pengaruh budaya asing.
Masyarakat Nusantara juga memiliki kemiripan budaya dengan masyarakat India atau
Tiongkok, seperti sistem kekerabatan, adat istiadat, dan kepercayaan animisme-dinamisme.
Hal ini memudahkan terjadinya akulturasi atau penyesuaian budaya antara masyarakat
Nusantara dengan masyarakat India atau Tiongkok yang membawa agama Hindu-Buddha.
3. Faktor politik.
a. Dampak Positif
b. Dampak Negatif
Dalam bidang agama adalah mengubah sistem kepercayaan masyarakat. Sebelum ajaran
Hindu-Buddha masuk, masyarakat Indonesia lebih dulu meyakini pemujaan terhadap roh
nenek moyang. Pemujaan roh nenek moyang terbagi ke dalam dua jenis kepercayaan, yaitu
animisme dan dinamisme.
Animisme adalah kepercayaan terhadap benda yang dianggap memiliki roh atau jiwa,
sedangkan dinamisme adalah kepercayaan bahwa ada benda-benda bertuah yang
menyimpan kekuatan tertentu. Masyarakat Indonesia, khususnya pada masa prasejarah
menganut dua sistem kepercayaan ini dalam jangka waktu yang cukup lama sebelum
akhirnya ajaran Hindu-Buddha masuk ke Nusantara. Kendati demikian, masyarakat yang
sudah menganut agama Hindu atau Buddha tetap tidak meninggalkan kepercayaan mereka
terhadap roh nenek moyang, karena menurut mereka melakukan pemujaan merupakan
suatu hal yang sakral.
Bedanya, masyarakat yang sudah menganut agama Hindu akan memuja dewa-dewa, seperti
Dewa Siwa, Dewa Wisnu, dan Dewa Brahma. Sementara untuk yang menganut ajaran
Buddha akan melakukan upacara pemujaan atau penyembahan terhadap Sang Buddha.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dengan adanya pengaruh Hindu-Buddha di
Indonesia kepercayaan asli masyarakat tidak dihilangkan. Hal ini juga dapat dilihat dari cara
masyarakat Indonesia menggunakan candi. Bagi masyarakat India yang lebih dulu menganut
ajaran Hindu-Buddha memfungsikan candi sebagai tempat pemujaan. Sementara itu, orang
Indonesia menggunakan candi sebagai makam raja atau tempat menyimpan abu jenazah. Di
tempat penyimpanan abu tersebut kemudian didirikan sebuah patung raja yang mirip
seperti dewa yang mereka puja.
Sejumlah contoh akulturasi budaya masyarakat nusantara dengan ajaran Islam yang kini
masih lestari adalah arsitektur bangunan Masjid Agung di Demak, seni ukir kayu kaligrafi,
pagelaran wayang kulit, tradisi ritual bulan suro, penamaan bulan di dalam kalender Jawa,
dan masih banyak lagi lainnya. Salah satunya wujud akulturasi kebudayaan Hindu-Budha
dan Islam di nusantara ini terlihat dalam budaya seni sastra. Seni sastra yang berkembang
pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh
Hindu-Budha dan sastra Islam.
Referensi: