Dosen Pembimbing
Mohammad Miftahusyai’an
Disusun Oleh
Indah Nor Janah
19130067
Untuk menggali dan mengkaji informasi tentang berbagai kearifan budaya lokal di
Desa Kemiren sebagai partisipasi masyarakat untuk mendukung pancasila sebagai wujud
nasionalisme
KAJIAN TEORI
Pancasila dibangun dari pluralitas keinginan masyarakat yang ingin memiliki tatanan
sosial yang lebih menjamin kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang ditopang
oleh keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam satu wadah bangsa dan Negara
Indonesia.
Secara kausalitas proses terjadinya pancasila dapat dibedakan menjadi 2, yaitu asal
mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengertian asal mula
tersebut adalah sebagai berikut :
Asal bahan pancasila adalah bangsa Indonesia itu sendiri karena pancasila
digali dari nilai nilai, adat istiadat, kebudayaan, serta nilai-nilai religius yang
terdapat dalam kehidupan sehari-hari
Asal mula bentuk Pancasila adalah Soekarno bersama dengan Drs. Moh.
Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila
terutama hubungan bentuk, rumusan, dan nama Pancasila.
Disamping itu, ada yang berpendapat bahwa selain asal-usul nilai Pancasila yang
berasal dari budaya Indonesia sendiri namun ada juga yang berasal dari kebudayaan luar
Indonesia.
Desa ini masih memegang teguh adat tradisi dan budaya lokal yang mereka bawa dari
sesepuh terdahulu. Desa ini masih kental dengan berbagai adat budaya lokalnya yang telah
ada sejak dahulu dan dipertahankan sampai sekarang sehingga hal ini dapat menarik banyak
wisatawan yang berkunjung karena keunikannya. Maka hal tersebut akan meningkatkan
perekonomian Desa Kemiren dengan memanfaatkan kearifan lokalnya.
Berbagai event besar diselenggarakan yang merupakan adat desa Desa Kemiren
seperti, Ider Bumi pada tanggal 2 bulan Syawal. Masyarakat Desa Kemiren menggelar ritual
Barong Ider Bumi di hari kedua Lebaran. Tradisi yang sudah berusia ratusan tahun tersebut
bertujuan untuk bersih kampung agar terhindar dari bala bencana. Barong dipercaya oleh
masyarakat Desa Kemiren sebagai makhluk mitologi yang menjaga desa. Barong yang
memiliki sayap tersebut diarak oleh warga Desa Kemiren menggunakan baju adat Using yang
dominan berwarna hitam. Sepanjang jalan, tokoh adat masyarakat Using menebarkan uang
koin yang dicampur dengan bunga dan beras kuning. Semua warga Kemiren yang tinggal di
luar desa akan pulang kampung untuk bersilaturahmi. Barong Ider Bumi pertama kali muncul
tahun 1840. Saat itu, di desa tersebut diserang wabah yang menyebabkan kematian banyak
warga. Selain itu, hasil pertanian juga diserang hama sehingga gagal panen. Saat itu sesepuh
desa meminta petunjuk Mbah Buyut Cili yang membuka desa ini. Dan Mbah Buyut Cili
meminta agar masyarakat mengarak barong. Dan wabah penyakit langsung hilang setelah
permintaan itu dipenuhi. Tradisi ini masih dipertahankan sampai sekarang sehinnga banyak
sekali para wisatawan yang berbondong bondong mengunjungi Desa Kemiren hanya untuk
melihat tradisi Ider Bumi ini.
Selain itu terdapat tradisi Tumpeng Sewu yang diselenggarakan pada minggu malam
atau rabu malam pertama pada bulan Dzulhijjah. Tumpeng Sewu bukan hanya sebuah ritual
adat, namun festival ini kini menjadi atraksi wisata Banyuwangi yang dihadiri oleh ribuan
warga dari berbagai penjuru desa maupun wisatawan. Sebelum makan tumpeng sewu warga
akan di ajak berdoa agar desanya dijauhkan dari segala bencana, dan sumber penyakit karena
ritual tumpeng sewu diyakini merupakan selamatan tolak bala. Setiap rumah warga
mengeluarkan minimal satu tumpeng yang diletakkan di depan rumahnya. Karena banyaknya
tumpeng yang dihadirkan maka dari sinilah asal muasal nama festival tumpeng sewu yang
berarti seribu tumpeng.
Dan yang terakhir desa ini menyelenggarakan Festival Ngopi Sepuluh Ewu Cangkir
gratis yang digelar di setiap bulan Oktober. Kopi jadi salah satu cara untuk menjalin
persaudaraan. Ungkapan, sekali seduh kita bersaudara jadi paradigma masyarakat di sana
dalam melakukan interaksi sosial, tak jauh dari desa tersebut terdapat rimbun
perkebunan kopi. Masyarakat menjadikan kopi sebagai medium untuk menumbuhkan
kehangatan interaksi dengan masyarakat yang lain. Untuk melestarikan budaya tersebut,
Festival Ngopi Sepuluh Ewu digelar setiap tahun. Seluruh latar rumah di Desa Kemiren
disulap menjadi ruang tamu yang menyuguhkan kopi Using dan jajanan tradisional
Banyuwangi setiap acara berlangsung. Festival itu juga salah satu bentuk keterbukaan dan
keramahan masyarakat Banyuwangi terhadap para tamunya. Selain itu, warna ribuan cangkir
yang disuguhkan adalah seragam. Untuk menghasilkan citarasa kopi yang terbaik, cara
penyajiannya pun harus seragam. Sebanyak 10 ribu atau sepuluh ewu cangkir kopi disajikan
secara gratis. Semua tamu dan wisatawan yang datang bisa menikmati kopi dan penganan
khas lokal yang disajikan di rumah di desa adat tersebut.
Desa ini juga menyelenggarakan acara acara adat atau pertunjukan di setiap
berlangsungnya pernikan atau khitanan Masyarakat Osing kemiren. Adat tradisi dan budaya
menjadi alasan Desa ini menjadi Desa Wisata Budaya dan Edukasi tentang Pola Hidup
Masyarakat Osing Banyuwangi yang merupakan sisa sisa masyarakat Blambangan dan
Majapahit.