DISUSUN OLEH:
MOH .ANWAR
2016
1
KATA PENGANTAR
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi
Penulis
Parigi,25-11-2016
2
DAFTAR ISI
JUDUL MAKALAH.................................................................................................. 1
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
1 Suku kaili............................................................................................4
2 Kehidupan .......................................................................................6
3 Budaya.............................................................................................6
4 Pemerintahan...................................................................................8
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................
A. Nolama Tai...............................................................................................10
B. Novero.........................................................................................................
15
A. Kesimpulan...............................................................................................21
B. Saran..........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
3
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
1.Suku Kaili
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata Kaili, salah
satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari
nama pohon dan buah Kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan dikawasan daerah
ini, terutama di tepi Sungai Palu dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk
Palu letaknya menjorok l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung
Bangga.Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan
karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya
pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut
surut.
4
Menurut cerita (tutura), dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga
tumbuh sebatang pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi.Pohon ini menjadi arah
atau panduan bagi pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju
pelabuhan pada saat itu, Bangga.
Suku Kalili atau etnik Kaili, merupakan salah satu etnik dengan yang
memiliki rumpun etnik sendiri. untuk penyebutannya, suku Kaili disebut etnik kaili,
sementara rumpun suku kaili lebih dari 30 rumpun suku, seperti, rumpun kaili rai,
rumpun kaili ledo, rumpun kaili ija, rumpun kaili moma, rumpun kaili da'a, rumpun
kaili unde, rumpun kaili inde, rumpun kaili tara, rumpun kaili bare'e, rumpun kaili
doi, rumpun kaili torai, dll.
Suku Kaili mengenal lebih dari dua puluh bahasa yang masih hidup dan
dipergunakan dalam percakapan sehari-hari.Uniknya, di antara kampung yang hanya
berjarak 2 km kita bisa menemukan bahasa yg berbeda satu dengan lainnya.Namun,
suku Kaili memiliki lingua franca, yang dikenal sebagai bahasa Ledo. Kata "Ledo"
ini berarti "tidak". Bahasa Ledo ini dapat digunakan berkomunikasi dengan bahasa-
bahasa Kaili lainnya.Bahasa Ledo yang asli (belum dipengaruhi bahasa para
pendatang) masih ditemukan di sekitar Raranggonau dan Tompu. Sementara, bahasa
Ledo yang dipakai di daerah kota Palu, Biromaru, dan sekitarnya sudah terasimilasi
dan terkontaminasi dengan beberapa bahasa para pendatang terutama bahasa Mandar
dan bahasa Melayu.
5
Dombu, Jono'oge), bahasa Moma (Kulavi), dan bahasa Bare'e (Tojo, Unauna dan
Poso). Semua kata dasar bahasa tersebut berarti "tidak".
2. Kehidupan
Makanan asli suku Kaili pada umumnya adalah nasi, karena sebagian besar
tanah dataran dilembah Palu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah persawahan.
Kadang pada musim paceklik masyarakat menanam jagung, sehingga sering juga
mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung giling.
3. Budaya
Penyelenggaraan upacara adat biasanya dilaksanakan pada saat pesta perkawinan (no-
Rano, no-Raego, kesenian berpantun muda/i),pada upacara kematian (no-
Vaino,menuturkan kebaikan orang yg meninggal), pada upacara panen (no-Vunja,
6
penyerahan sesaji kepada Dewa Kesuburan), dan upacara penyembuhan penyakit (no-
Balia, memasukkan ruh untuk mengobati orang yg sakit); pada masa sebelum
masuknya agama Islam dan Kristen, upacara-upacara adat seperti ini masih dilakuan
dengan mantera-mantera yang mengandung animisme.
Setelah masuknya agama Islam dan Kristen, pesta perkawinan dan kematian sudah
disesuaikan antara upacara adat setempat dengan upacara menurut agama
penganutnya. Demikian juga upacara yang mengikuti ajaran Islam seperti: Khitan
(Posuna), Khatam (Popatama) dan gunting rambut bayi usia 40 hari (Niore ritoya),
penyelenggaraannya berdasarkan ajaran agama Islam.
Beberapa instrumen musik yang dikenal dalam kesenian suku Kaili antara lain :
Kakula (disebut juga gulintang,sejenis gamelan pentatonis),Lalove (serunai), nggeso-
nggeso (rebab berdawai dua), gimba (gendang), gamba-gamba (gamelan datar/kecil),
goo(gong), suli (suling).
Salahsatu kerajinan masyarakat suku Kaili adalah menenun sarung. Ini merupakan
kegiatan para wanita didaerah Wani,Tavaili, Palu, Tipo dan Donggala. Sarung tenun
ini dalam bahasa Kaili disebut Buya Sabe tetapi oleh masyarakat umum sekarang
dikenal dengan Sarung Donggala. Jenis Buya Sabe inipun mempunyai nama-nama
tersendiri berdasarkan motif tenunannya, seperti Bomba, Subi atau Kumbaja.
Demikian juga sebutan warna sarung Donggala didasarkan pada warna alam,seperti
warna Sesempalola / kembang terong (ungu), Lei-Kangaro/merah betet (merah-
jingga), Lei-pompanga (merah ludah sirih).
Didaerah Kulawi masih ditemukan adanya pembuatan bahan pakaian yang diproses
dari kulit kayu yang disebut Katevu.Pakaian dari kulit Kayu Katevu ini sebagian
besar dipakai oleh para wanita dalam bentuk rok dan baju adat.
7
Sebelum masuknya agama ke Tanah Kaili, masyarakat suku Kaili masih menganut
animisme, pemujaan kepada roh nenek moyang dan dewa sang Pencipta (Tomanuru),
dewa Kesuburan (Buke/Buriro)dan dewa Penyembuhan (Tampilangi). Agama Islam
masuk ke Tanah Kaili, setelah datangnya seorang Ulama Islam, keturunan Datuk/Raja
yang berasal dari Minangkabau bernama Syekh Abdullah Raqie.Ia beserta
pengikutnya datang ke Tanah Kaili setelah bertahun-tahun bermukim belajar agama
di Mekkah. Di Tanah Kaili, Syekh Abdullah Raqie dikenal dengan nama Dato
Karama/Datuk Karama (Datuk Keramat), karena masyarakat sering melihat
kemampuan dia yang berada di luar kemampuan manusia pada umumnya. Makam
Dato Karama sekarang merupakan salah satu cagar budaya yang di bawah
pengawasan Pemerinta Daerah.
4.Pemerintahan
Disamping dewan Libu nu Maradika, juga ada LIBU NTO DEYA (Dewan
Permusyawaratan Rakyat) yang merupakan perwakilan Rakyat berbentuk
PITUNGGOTA NGATA(Dewan yg Mewakili Tujuh Penjuru Wilayah) atau
8
PATANGGOTA NGATA (Dewan yg Mewakili Empat Penjuru Wilayah). Bentuk Kota
Pitunggota atau Kota Patanggota berdasarkan luasnya wilayah kerajaan yang
memiliki banyaknya perwakilan Soki (kampung)dari beberapa penjuru. Ketua Kota
Pitunggota atau Kota Patanggota disebut BALIGAU.
Strata sosial masyarakat Kaili dahulu mengenal adanya beberapa tingkatan yaitu
MADIKA/MARADIKA, (golongan keturunan raja atau bangsawan),TOTUA
NUNGATA (golongan keturunan tokoh-tokoh masyarakat), TO DEA (golongan
masyarakat biasa), dan BATUA (golongan hamba/budak).
Pada zaman sebelum penjajahan Belanda, daerah Tanah Kaili mempunyai beberapa
raja-raja yang masing2 menguasai daerah kekuasaanya, seperti Banawa, Palu, Tavaili,
Parigi, Sigi dan Kulavi. Raja-raja tersebut mempunyai pertalian kekeluargaan serta
tali perkawinan antara satu dengan lainnya, dengan maksud untuk mencegah
pertempuran antara satu dengan lainnya serta mempererat kekerabatan.
Pada saat Belanda masuk kedaerah Tanah Kaili, Belanda mencoba mengadu domba
antara raja yang satu dengan raja lainnya agar mempermudah Belanda menguasai
seluruh daerah kerajaan di Tanah kaili.Tetapi sebagian besar daripada raja-raja
tersebut melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda, mereka bertempur dan
tidak bersedia dijajah Belanda.Tetapi dengan kelicikan Belanda setelah mendapat
bala bantuan dari Jawa akhirnya beberapa raja berhasil ditaklukan, bahkan ada di
antaranya yang ditangkap dan ditawan oleh Belanda kemudian dibuang ke Pulau
Jawa.
Beberapa alat senjata perang yang digunakan oleh suku Kaili di antaranya : Guma
(sejenis parang), Pasatimpo (sejenis keris), Toko (tombak), Kanjai (tombak trisula),
Kaliavo (perisai). --180.251.147.61 26 Desember 2011 06.39 (UTC)
9
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Nolama Tai
Upacara masa kehamilan pada suku bangsa Kaili dikenal 2 macam, yaitu
upacara Nolama Tai (upacara selamatan kandungan pada masa hamil pertama) dan
upacara Novero (upacara pengobatan apabila sang ibu yang hamil kurang sehat).
Kedua upacara ini diuraikan secara terpisah walaupun kedua upacara tersebut sering
dilaksanakan sekaligus.
Upacara ini adalah upacara selamatan kandungan pada kehamilan anak yang
pertama apabila kandungan berusia 7 bulan.Upacara ini sering dinamakan No
jemparaka manu (memisah-misahkan bagian daripada daging ayam) atau biasa
disebut mantale (membuat sesajian).Nama-nama itu ditonjolkan sesuai dengan
penonjolan dari bagian upacara ini yaitu memenggal bagian daging ayam untuk
upacara sebagai sesajian utama dalam upacara Nolama Tai.Upacara ini bagi
masyarakat Kaili berbeda kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan kedudukan sosial
seseorang atau Vati seseorang dalam masyarakat.
Tujuan upacara ini adalah dimaksudkan agar kelahiran sang bayi dapat
berlangsung dengan selamat tanpa cacat jasmani dan rohani, serta keselamatan ibu
yang akan melahirkan, dan juga agar ibu terhindar dari gangguan-gangguan rate. Dari
mantera-mantera sando (dukun) diketahui bahwa tujuan upacara ini adalah agar anak
yang lahir kelak tidak tuli, kudisan, bodoh, nakal, penyakitan, dan
sebagainya.Menurut kepercayaan masyarakat Kaili bahwa leluhur mereka yang
10
disebut rate selalu mengganggu dan menjadi sebab berbagai penyakit tersebut di atas,
dan bagi bayi dalam kandungan apabila upacara diabaikan.
Upacara ini dilakukan pada siang hari sebelum matahari condong ke barat.
Hal ini sebagai suatu simbol bahwa bayi yang akan lahir kelak memiliki sumber
kekuatan dan tenaga serta murah rezeki. Usia kandungan yang diupacarakan berkisar
antara 7 sampai 9 bulan dan pantang untuk bulan ke 8 karena dianggap bulan yang
kurang baik. Penetapan waktu ditetapkan dengan seksama melalu ilmu Kotika dengan
cara menghitung hari bulan di langit yang dianggap sebagai hari baik dan disepakati
oleh dua belah pihak orang tua suami istri dan sando.
Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun wanita (sando) yang dapat
berkomunikasi dengan mahluk halus dan telah berusia lanjut.Tidak kurang
peranannya ialah orang tua kedua belah pihak yang menyediakan korban upacara
seperti kambing atau domba bagi keluarga bangsawan dan ayam bagi keluarga biasa.
11
5. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara
Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini ialah para keluarga dari kedua
belah pihak, terutama ibu-ibu yang sudah berusia lanjut.Selain itu juga yang berturut
hadir mengikuti jalannya upacara tersebut ialah sanak keluarga dan tetangga yang
bekerja mensukseskan pesta adat tersebut, khususnya di kalangan keluarga
bangsawan.Sebab di ini ada pesta makan dengan menyembelih 2 ekor kambing
sebagai sumbangan dari kedua orang tua suami istri.Bagi pihak suami wajib
menyumbang kambing/domba jantan, sedangkan keluarga istri wajib menyumbang
kambing/domba betina.
Benda-benda adat lainnya ialah sabala mesa (1 lembar sarung tenunan zaman
dulu), samata doke (satu mata tombak), somata tinggora (satu mata tombak yang
berakit), tatalu suraya ada (tiga piring adat), tatalu tubu (tiga buah mangkok), sang
dula (satu dulang tempat penyimpanan barang-barang tersebut di atas).
12
7. Jalannya Upacara
Seluruh perlengkapan sesajian yang disebutkan di atas telah siap tersaji, dikeliling
oleh ibu hamil dan ibu-ibu yang telah lanjut usia, sebagai peserta upacara inti
tersebut. Dukun mulai nogane (mengucapkan mantera/sastra suci) dan duduk
berhadapan dengan ibu hamil yang diupacarakan. Isi manteri antara lain meminta
keselamatan/perlindungan kepada rate; arwah nenek moyang yang sudah meninggal
disebut rate njae dan yang baru meninggal disebut rate vou. Maksudnya agar ibu
tidak mengalami kesukaran pada waktu melahirkan.
13
tersebut dapat hilang atau keluar. Ada pula adat yang menggunakan banja mpagana
(mayang pinang) yang disapukan di atas kepala ibu (tidak menggunakan pucuk
kelapa muda).
Ada pula vati yang mengadakan upacara nolenggai tai, yang dianggap masyarakat
Kaili sebagai adat Orang Bugis (vati ntobugi), yang pada umumnya dilaksanakan
dikalangan keluarga bangsawan. Nolenga Tai (menggoyang-goyangkan) perut ini
dilaksanakan oleh seorang dukun yang ahli. Cara pelaksanaannya ialah ibu hamil tadi
tidur terlentang di atas 7 lapis sarung/kain, lalu dukun mengangkat kain tersebut satu
persatu pada bagian belakangnya, sehingga perut perangkat dan digoyangkan selama
tujuh kali. Maksudnya ialah agar posisi anak dalam kandungan menjadi baik, dan ibu
tidak merasakan sakit pada bagian belakangnya.Di kalangan keluarga biasa hal ini
kurang dilaksanakan.
Selesai acara tersebut dukun dan peserta upacara tersebut makan sebagian dari
makanan sesajian tersebut, dan sebagian lagi dari makanan tersebut dibawa keluar
rumah untuk sesajian di tempat tertentu baik yang sengaja dibuat dan atau di alam
bebas seperti di pohon-pohon kayu besar, di tepi sungai, dan sebagainya yang diantar
sendiri oleh dukun upacara ini yang disebut nompaura.
Tuvu Mbuli tersebut tidak lain sebuali gelas/mangkok yang diisi air dan dedaunan
yang melambangkan 2 hal tersebut, yaitu daun siranindi (setawar dingin) sebagai
lambang ketenangan dan ketahanan hidup dari tantangan hidup, serta tava
kodombuku, semacam pohon yang tahan hidup di musim kemarau, mudah
berkembang biak dan akarnya lama usianya.
14
Selesai upacara tersebut dan setelah undangan hadir seluruhnya, maka
diadakanlah pesta makan.Dengan demikian selesai upacara Nolama tersebut.
B . Novero
15
Tempat upacara diadakan di luar rumah, di tempat yang
dipercayai sebagai tempat hunian mahluk halus, seperti di tepi
sungai, tepi pantai, di pohon-polion besar, dan sebagainya. Dan di
sini pula dibuat suampela, sebuah tempat penyimpangan sesajian
yang dibuat dari kayu bertiang tiga. Pada bagian atas dibuat sebuah
anyaman dari ranting kayu atau bambu tempat sesajian itu
disimpan, dan kulili (kayu yang dibuat seperti model parang, yang
diberi warna belang hitam putih). Ketiganya (suampela, kulili, dan
berbagai jenis makanan) merupakan perlengkapan upacara novero
tersebut termasuk ose ragi (beras yang telah diberi warna-warni)
seperti disebutkan di atas.
16
yang disebut pekaolu nuvayo. Perlengkapan lainnya ialah tuvu
mbuli seperti yang telah disebutkan terdahulu.
b. Jalannya Upacara
17
sebatang pinang yang belum berkembang, dipecahkan di atas
kepala. Benda tersebut dianggap memberikan kekuatan untuk
tubuh, sambil memecahkan sebatang mayang pinang yang
masih belum berkembang tersebut, dukun berkata : “niratamo
sumangana dako ripue ngayu, ripue ntana” (sudah diketemukan
kembali semangatnya dari penghuni pohon kayu dan penghuni
bumi).
Selanjutnya adalah nantau (membawa turun) seluruh bahan-
bahan perlengkapan tersebut di atas ke tanah dan ke tempat
upacara di mana suampela tersebut dibuat. Di tempat sesajian
itu dukun nogane memanggil arwah dan roh-roh halus dan
berkata : “Seimo konisa miu, tavala miu, toge ante kalili miu.
Aku mompatolo yanu (si anu), bekaka maimo vayona,
rapakalompemo yanu” (Telah kupersembahkan kepadamu
makanan, tombak, toge, kulili. Aku menolong si Anu (menyebut
nama). Berikan kepadanya kembali sumber kekuatan hidup,
sembuhkanlah ia dari penyakit).
18
Dukun naik ke rumah sambil berkata kepada ibu hamil: “niratakumo
vayo miu, naialaku riviata, rikarampua, rirate njae, rirate vou” (saya
sudah menemukan sumber kekuatan hidup yang hilang
dari viata (setan/jembalang) dari para dewa dan roh-roh nenek
moyang yang telah lama dan baru meninggal).
Acara terahir ialah noave ose niragi, bila ibu telah melahirkan
dengan selamat, maka ose niragi (beras 4 warna) yang disebutkan
di atas valas suji (semacam rakit kecil). Noave(mengalirkan) barang
tersebut mengandung arti nompakatu (mengirimkan sesajian)
tersebut kepada pue ntasi (penghuni laut) diiringi pula dengan
mantera-mantera yang isinya minta segera ibu hamil yang sakit
segera sembuh, dan karena penyakit sudah terbawa ke laut, pergi
bersama penyakit.
19
3. Pantang makan gula merah atau tebu serta nenas karena
dapat membuat perut sakit.
4. Pantang mencela, mengejek orang-orang yang cacat jasmani
karena dapat melahirkan bayi yang cacat.
5. Pantang mengurai rambut pada sore hari karena dapat di
ganggu mahluk halus.
6. Pantang makan ikan cumi-eumi karena dapat melahirkan bayi
dalam bentuk cumi-cumi dan sebagainya.
7. Pantang duduk di sembarang tempat.
8. Tidak boleh kikir (nemo masina), agar sifat/watak anaknya
tidak seperti itu.
9. Tidak boleh menggulung handuk di leher (moveve handuri
tambolo), agar bayi bakal lahir tidak tercekik pada bagian
lehernya.
10. Tidak boleh melicinkan tempurung (mo gau bobo/banga), agar
rambut anak tidak akan botak.
11. Pantang mandi pada sore hari, dapat membuat kelamin
bengkok karena ilirasi pue nu tive (disetubuli oleh hantu
penghuni air) atau mandi dipagi buta karena bayi kedinginan
dan lahir dalam keadaan lemah
20
d. Lambang-Lambang atau Makna yang Terkandung dalam
Unsur-unsur Upacara
21
Dula palangga (dulang berkaki) adalah salah satu perlengkapan
upacara di mana benda-benda tersebut di atas diletakkan, adalah
lambang dari simbol status seseorang bangsawan.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
22
pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut
surut.
2. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk
bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya
jelaskan tentang daftar pustaka makalah
DAFTAR PUSTAKA
23
24