KEWARGANEGARAAN
BATAK TOBA
Disusun Oleh:
Silverado De La Septya.S
IX.10
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang
diberikan-Nya sehingga tugas Makalah PKN dengan tema “Keberagaman Suku Batak”
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini di buat sebagai kewajiban untuk memenuhi Tugas Keberagaman Suku
Batak Mata Pelajaran PKN. Makalah ini kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga memperlancar proses
pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
saya menerima segala saran dan kritik dari Guru PKN, Ibu Fitri Lasma Br Butar-butar,
S.Pd.
Akhir kata saya berharap semoga isi dari makalah ini dapat memberikan manfaat dan
inspirasi bagi siapa saja yang membacanya, terutama teman-teman SMP Negeri 3
Batam.
DAFTAR ISI
Kepercayaan Pelbegu jumlahnya tidak hanya satu melainkan lebih dari satu dan
menempati berbagai tempat yang ada di suatu hutan (wilayah tempat tinggal). Ada
begu yang menempati tanah atau ladang, begu yang menempati pohon-pohon yang
berukuran besar, begu yang menempati rumah, begu yang menempati patung, dan
tempat-tempat lainnya. Ada juga namanya begu Tagasan yang dipercayai oleh suku
Batak Mandailing untuk menjaga dan melindungi satu keturunan dan satu marga.
Begu Boru Ni Namora Nam Puna Tano: putri yang mulia, pemilik tanah. (nam pun:
pemilik/punya. Tano: tanah). Kata boru digunakan untuk kata perempuan.
Begu Boru Ni Ambolungan Bulu Begu Na Pahae Paulu di Batang Aek: putri yang
mulia, pemilik sungai atau air. Pahae pahulu: mondar mandir dan Aek: air/sungai.
Begu Tuan Jonjang Balentung Na Mian di Pangulu Balang: putri yang mulia, yang
menempati patung penjaga.
2.SISTEM KEKERABATAN DAN ORGANISASI DALAM MASYARAKAT
Kekerabatan pada masyarakat Batak memiliki dua jenis, yaitu kekerabatan yang berdasarkan
pada garis keturunan atau geneologis dan berdasarkan pada sosiologis.Semua suku bangsa
Batak memiliki marga, inilah yang disebut dengan kekerabatan berdasarkan
geneologis.Sementara kekerabatan berdasarkan sosiologis terbentuk melalui perkawinan.
Sistem kekerabatan muncul di tengah-tengah masyarakat karena menyankut hukum antar
satu sama lain dalam pergaulan hidup.
suku Mandailing juga memiliki sistem kekerabatan patrilineal dan menggunakan marga.
Hanya saja bedanya dengan suku Batak, umumnya pada Mandailing tidak dikenal larangan
perkawinan semarga. Suku Mandailing dominan memeluk agama Islam, ini mengapa dalam
pelaksanaan adatnya sangat dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Misalnya saja, besar
kecilnya hajatan adat akan dilihat dari pilihan hewan korban yang dipotong, yaitu ayam,
kambing atau kerbau.
3.SISTEM PENGETAHUAN
4.BAHASA
Bahasa Batak yang berada di Provinsi Sumatra Utara terdiri atas lima dialek,
yaitu (1) dialek Toba, (2) dialek Mandailing, (3) dialek Simalungun, (4) dialek Pakpak
(Dairi), dan (5) dialek Karo. ... Bahasa Batak juga dituturkan di wilayah provinsi lain.
Falsafah yang terkenal dari Mandailing yaitu “Hombar do Adat dohot Ibadat”
yang artinya Adat dan Ibadah tidak dapat dipisahkan (maknanya: Adat tidak boleh
bertentangan dengan Agama Islam).
Adapun Bahasa yang digunakan oleh suku Mandailing adalah seperti Bahasa
Andung, Bahasa Adat, Bahasa Parkapur, Bahasa na Biaso, dan Bahasa Bura adalah
bahasa yang dipergunakan sebagai bahasa ibu di Mandailing.
7.KESENIAN
a.Margondang
Upacara margondang diadakan untuk menyambut kelahiran anak mereka dan
sekaligus mengumumkan kepada warga kampung bahwa dia sudah mempunyai anak.
Tortor adalah tarian Batak yang selalu diiringi dengan gondang (gendang). Tortor
pada dasarnya adalah ibadat keagamaan dan bersifat sakral,bukan semata-mata seni.
C. Rumah Adat
(BAGAS GONDANG)
d.Kerajinan Tangan (Ulos)
Ulos adalah kain tenun khas suku Batak. Tak hanya sebatas hasil kerajinan seni
budaya saja, kain Ulos pun sarat dengan arti dan makna.
8.ADAT ISTIADAT
itualnya diawali dengan akad nikah, di mana pengantin laki-laki diwajibkan membawa salipi.
Selesai akad nikah, di sore harinya, kedua pengantin menuju rumah laki-laki untuk
melaksanakan pesta adat. Namun sebelumnya, keluarga pihak perempuan akan menggelar
makan bersama atau mangalehen mangan pamunan untuk melepas kepergian sang anak.
Tentu dilakukan juga tarian tor-tor tanda perpisahan yang dilakukan seluruh keluarga mulai
dari kahanggi, anak boru, dan mora.
• Memberi gelar : Prosesi pernikahan adat diawali dengan memberikan gelar pada
pengantin laki-laki. Adalah para raja-raja adat yang memutuskan gelar yang akan
disematkan kepada pengantin laki-laki. Tujuan pemberian gelar ini adalah agar
anaknya suatu saat nanti bisa melakukan prosesi adat pernikahan Mandailing.
• Kenduri : Memasak nasi dan gulai yang diiringi dengan doa selamat dan doa arwah.
• Marhaban : Ini adalah prosesi penyambutan kedua pengantin. Penyambutannya
diiringi dengan marhaban, pencak silang dan tabuh gondang sambilan.
• Tampung tawar : Kedua belah pihak keluarga, saudara, dan tamu undangan
memberikan restu kepada kedua pengantin.
• Doa selamat : Memberikan doa selamat untuk kedua pengantin agar menjadi
keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
• Tapian raya bangunan : Prosesi ini bertujuan untuk menghapus segala sifat tidak
baik kedua pengantin saat masih melajang. Caranya dengan mengikat jeruk purut,
pandan, dan daun wanigan pada batang pisang. Ini kemudian disebut silinjuang. Lalu
dicelupkan ke dalam air dan dipercikkan ke atas kepala kedua pengantin. Prosesi ini
kemudian dilengkapi dengan penyematan gelar adat kepada pengantin laki-laki oleh
para raja adat.
• Makan siang dan hiburan : Seluruh keluarga dan tamu undangan makan bersama
kedua pengantin dan biasanya disi dengan hiburan dengan manortor yang diiringi
tabuhan gordang sambilan.