Disusun oleh :
3. Suku Akit: kelompok sosial yang berdiam di daerah Hutan Panjang Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis.
4. Suku Hutan: suku asli yang mendiami daerah Selat Baru dan Jangkang di Bengkalis, dan juga membuat desa
Sokap di Pulau Rangsang Kecamatan Tebing Tinggi serta mendiami Merbau, sungai Apit dan Kuala Kampar.
Tarian Tradisional : Tari Joged Lambak, Pedang Jenawi
Rumah Adat : Rumah Melayu Selaso Jatuh Kembar
Senjata Tradisonal : Badik
Pakaian Adat : Melayu
Lagu Daerah : Soleram, Kebangkitan Melayu, Tanjung Katung, Bungo
Cempako, Lancang kuning, Ayam Putih Pungguk, Makan Sirih, Uyang Bagan
Tak Ondak Belaya, Mak Long, Tuanku Tambusai, Pak Ngah Balek, Puteri
Tujuh, Dedap Durhaka, Kutang Barendo.
KEPULAUAN RIAU
K epulauan Riau dibangun dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan latar belakang budaya
lahir arikeberagaman suku bangsa, agama, etnis, serta bahasa yang hidup di Kepulauan Riau. Berdasarkan data
tahun 2015, suku mayoritas di Kepulauan Riau
adalah suku pribumi yaitu suku Melayu berjumlah
29,97% dari keseluruhan jumlah penduduk Kepri.
Suku mayoritas kedua sekaligus suku pendatang
terbanyak di Kepulauan Riau adalah Suku Jawa yaitu
24,97%. Diikuti oleh Suku Batak 12,48%;
Minangkabau 9,71%; Tionghoa 7,70%; Sunda
2,96%; Bugis 2,22%; Suku NTT 2,22%; Suku
Sumatera Selatan 1,97%; Banjar 0,70%, dan Suku
Lainnya 5,10%.
Jambi merupakan wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Nama negeri ini sering disebut dalam prasasti-prasasti
dan juga berita-berita Tiongkok. Ini merupakan bukti bahwa, orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan
Jambi khususnya Suku Melayu Jambi, yang mereka sebut dengan nama Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri tiga
kerajaan Melayu Kuno di Jambi, yaitu Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M) dan Kantoli (abad ke-5). Seiring
perkembangan sejarah, kerajaan-kerajaan
ini lenyap tanpa banyak meninggalkan jejak
sejarah.
Provinsi Lampung dikenal juga dengan julukan “Sang Bumi Ruwa Jurai” yang berarti satu bumi yang didiami oleh
dua macam masyarakat (suku/etnis), yaitu masyarakat Pepadun dan Saibatin. Masyarakat pertama mendiami daratan
dan pedalaman Lampung, seperti daerah Tulang Bawang, Abung, Sungkai, Way Kanan, dan Pubian, sedangkan
masyarakat kedua mendiami daerah pesisir pantai, seperti Labuhan Maringgai, Pesisir Krui, Pesisir Semangka
(Wonosobo dan Kota Agung), Balalau, dan Pesisir Rajabasa.
Di samping penduduk asli Suku Lampung,
Suku Banten, Suku Bugis, Jawa, dan Bali
juga menetap di provinsi itu. Suku-suku ini
masuk secara massif ke sana sejak
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1905 memindahkan orang-orang dari Jawa
dan ditempatkan di hampir semua daerah di
Lampung. Kebijakan ini terus berlanjut
hingga 1979, batas akhir Lampung secara
resmi dinyatakan tidak lagi menjadi daerah tujuan transmigrasi. Namun, mengingat posisi Lampung yang strategis
sebagai pintu gerbang pulau Sumatera dan dekat dengan Ibu Kota Negara, pertumbuhan penduduk yang berasal
dari pendatang pun tetap saja tak bisa di bendung setiap tahunnya.
Umumnya masyarakat Lampung mendiami kampung yang disebut dengan Tiyuh, Anek, atau Pekon. Beberapa
kampung tergabung dalam satu marga, sedangkan kampung itu sendiri terdiri atas beberapa buway. Di setiap buwat
atau gabungan buway terdapat rumah besar yang disebut Nuwou Balak. Biasanya Nuwou Balak ini merupakan
rumah dari kepala kerabat yang merupakan pemimpin klan dari kebuwayan tersebut, yang disebut juga dengan
punyimbang bumi.
DKI Jakarta
Bali
Masyarakat NTT diperkirakan telah ada sejak 3500 tahun yang lalu. Banyak ahli memperkirakan bahwa nenek
moyang masyarakat NTT berasal dari ras yang beragam antara lain Astromelanesoid dan Mongoloid. Terdapat
juga beberapa penemuan fossil yang
menunjukan bahwa masyarakat NTT ada
juga yang berasal dari ras Negroid dan
Eropoid. Kerajaan pertama yang
berkembang diperkirakan berkembang
pada abad 3 M. Sejak lahirnya kerajaan
tersebut diperkirakan masyarakat telah
mengenal adanya seni budaya yang tinggi
dan diapresiasi dan menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari. Salah satu nya
ialah kemampuan menenun. Menenun
merupakan kemampuan yang diajarkan
secara turun menurun demi menjaga agar
tetap dilestarikan. Tiap suku mempunyai keunikan masing-
masing dalam hal corak dan motif. Tiap inidividu
diharapkan bangga mengenakan kain dari sukunya masing-
masing sebab tiap kain yang ditenun itu unik dan tidak ada
satu pun identik sama. Motif atau pola yang ada merupakan
manifestasi dari kehidupan sehari-hari masyarakat dan
memiliki ikatan emosional yang cukup erat dengan
masyarakat di tiap suku. Selain itu dengan bisa menenun
menjadi indicator bai seorang wanita untuk siap dan pantas
dinikahi, untuk pria yang menjadi indicator ialah
mempunyai ladang dan bisa bercocok tanam
Kalimantan Barat
Banyak sekali hal yang dapat dipelajari lebih dalam mengenai keanekaragaman budaya di Kalimantan tengah, yang
masih dijaga dari zaman nenek moyang hingga sekarang ini.
Kalimantan Selatan atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Kalsel
ini merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau
Kalimantan, selain Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah. Ibu kotanya sendiri adalah Banjarmasin.
Provinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 36.985 Km² serta,
penduduknya yang mencapai angka 3,626,616 Jiwa (sensus 2010).
Provinsi ini mempunyai 11 kabupaten dan 2 kota. DPRD Kalimantan
Selatan dengan surat keputusan No. 2 Tahun 1989 tanggal 31 Mei 1989
menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui
Peraturan Pemerintah RIS No. 21 Tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya provinsi Kalimantan, setelah
pembubaran yang dilakukan tentunya oleh Republik
Indonesia Serikat (RIS), spesifiknya, oleh gubernur
Dokter Moerjani. Kawasan Kalimantan Selatan pada
masa lalu merupakan bagian dari 3 kerajaan besar
teman-teman, yang diantaranya adalah Kerajaan
Negara Daha, Negara Dipa, dan Kesultanan Banjar.
Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan akhirnya
dijadikan provinsi tersendiri dengan Gubernur Ir.
Pangeran Muhammad Noor..
Sulawesi Utara
Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara terdiri atas 3 suku besar
yakni suku minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku bolaang
mongondow. Ketiga suku/etnis besar tersebut memiliki sub etnis yang
memiliki bahasa dan tradisi yang berbeda-beda. Tak heran Provinsi
Sulawesi Utara terdapat beberapa bahasa daerah seperti Toulour,
Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik
(dari Suku Minahasa), Sangie Besar, Siau, Talaud (dari Sangihe dan
Talaud) dan Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang (dari
Bolaang Mongondow)
Penduduk Sulawesi Barat sebagian besar berasal dari suku Mandar (49,15 persen), Toraja (13,95 persen), Bugis
(10,79 persen), Jawa (5,38 persen), Makassar (1,59 persen) sedangkan lainnya 19,15 persen. Orang Mandar memiliki
beberapa tradisi yang hingga kini melekat dan dilestarikan oleh masyarakatnya.
Ibukota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan terbagi dua oleh Sungai Palu
yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di laut. Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 19 kelompok
etnis atau suku, yaitu:
Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala Etnis Bare'e berdiam di kabupaten Touna
dan kota Palu Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Donggala Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten
Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali Tolitoli
Etnis Saluan atau Loinang berdiam Etnis Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Tolitoli
di kabupaten Banggai Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai Etnis Dampelas berdiam di kabupaten Donggala
Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai
Tarian Tradisional : Tari Lumense, Tari Pule Cinde, Tari Torompio,Tari Dero Poso
Rumah Adat : Rumah Pewaris
Senjata Tradisonal : Pasatimpo
Pakaian Adat : Nggembe
Lagu Daerah : Tondok Kadadingku, Tope Gugu.
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang saat ini sedang berusaha melakukan perubahan. Sulawesi
Tenggara terdiri dari empat belas kabupaten yakni, kabupaten Kolaka, kabupaten Kolaka Utara,kabupaten Kolaka
Timur, kabupaten Konawe, kabupaten Bombana, kabupaten Muna, kabupaten Muna Barat, kabupaten Buton,
kabupaten Buton Utara, kabupaten Buton Tengah, kabupaten Buton Selatan, kabupaten Konawe Kepulauan,
kabupaten Wakatobi, dan kabupaten Konawe Selatan. Dari empat belas kabupaten itu terdiri dari beberapa
kecamatan yang dihuni oleh beragam suku diantaranya suku Tolaki sebagai suku asli di kota Kendari, Muna, Bugis,
Buton, Moronene, dan suku-suku dari kepulauan Wakatobi serta suku-suku yang ada di kota Kendari. Setiap suku
memiliki ciri khas adat istiadat dan tradisi yang berbeda-beda.
Tarian Tradisional : Tari Dinggu, Tari Balumpa, Tari Lumense, Tari Manguru
Rumah Adat : Rumah Istana Buton
Senjata Tradisonal : Keris
Pakaian Adat : Suku Tolaki
Lagu Daerah : Peia Tawa-Tawa, Tana Wolio, Wulele Sanggula.
Sulawesi Selatan
Suku/etnis Suku/etnis yang berada dan mendiami daerah Sulawesi Selatan ini sebenarnya tergolong banyak, namun
jika dilihat dari segi mayoritas penduduk hanya terdapat 3 kelompok etnis besar yang berada di daerah Sulawesi
Selatan. Diantaranya Makasar, Bugis, dan Toraja.
Begitu pula dalam pemakaian bahasa sehari-hari, memang ke-3 kelompok entis inilah yang terlihat lebih dominan
di antara banyaknya bahasa yang digunakan etnis minoritas yang ada di Sulawesi Selatan.
Suku yang mendiami Gorontalo adalah Suku Gorontalo. Suku Gorontalo menyebar di semua wilayah provinsi
Gorontalo khususnya di wilayah pesisir pantai dan kawasan perkotaan. Suku ini telah lama menghuni wilayah tanah
Gorontalo. Gorontalo berada di wilayah kerajaan islam sampai saat ini corak budaya dan tradisi islam masih sangat
kental pada corak budaya dan tradisi kehidupan masyarakat Gorontalo. Masyarakat Gorontalo berbicara dalam
bahasa Gorontalo. Selain bahasa Gorontalo, terdapat juga beberapa bahasa lain, yang sering dianggap sebagai dialek
117 bahasa Gorontalo, yakni bahasa Suwawa, bahasa Bolango dan bahasa Atinggola. Bahasa Gorontalo sendiri
sekarang banyak mengalami asimilasi dengan bahasa Manado (Melayu Manado) yang juga banyak diadopsi dalam
keseharian masyarakat Gorontalo
Maluku
Di mata masyarakat Ambon (Maluku), kebudayaan sangat berkaitan dengan adat istiadat dan kepercayaan.
Pada umumnya penduduk Maluku telah beragama Nasrani dan Islam. Meskipun begitu, mereka masih percaya
akan roh-roh yang harus dihornati dan diberi makan, minum, dan tempat tinggal yang disebut dengan Baileu ( rumah
adat maluku), agar tidak menjadi gangguan bagi mereka yang hidup di dunia ini. Orang-orang pun diwajibkan
melakukan upacara terlebih dahulu sebelum memasuki baileu dengan melalui perantara antara manusia dengan
roh-roh nenek moyang. Selain itu juga harus berpakaian adat berwarna hitam dengan saputangan merah yang
dikalungkan pada bahu. Dalam baileu terdapat pamili yaitu batu yang dianggap keramat (berkekuatan gaib) yang
besarnya kira-kira dua meter persegi. Batu itu digunakan sebagai altar tempat kurban-kurban dan sajian.
Dalam keyakinan religi mereka masih mempercayai hal-hal yang akan membawa bencana bagi yang tidak
menjalankannya. Misalnya menjalankan upacara bersih desa, yang mencakup bangunan-bangunan baileu, rumah-
rumah dan pekarangan. Bila tidak dilakukan dengan baik maka orang bisa jatuh sakit, kemudian mati. Seluruh desa
bisa terjangkit penyakit atau panennya gagal.
Maluku Utara
Maluku Utara adalah satu provinsi bagian Timur Indonesia yang menyimpan potensi sumberdaya wisata dilihat dari
keanekaragaman budaya, pesona alam dan peradaban sejarah. Perjalanan sejarah masaa lalu Maluku Utara
memiliki empat kerajaan terpenting di Nusantara, yaitu kerajaan Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo.
Maluku Utara terkenal sebagai pusat penghasil rempah-rempah sejak sekitar abad ke-15 memunculkan
interaksi perdagangan yang menghadapkan Maluku Utara dengan bangsa-bangsa lainnya. Cengkeh pada saat itu
merupakan komoditas perdagangan yang banyak dicari oleh para pedagang dari luar. Untuk menghindari persaingan
perdagangan dibangunlah prinsip-prinsip kerukunan kekeluargaan di antara para raja.
Prinsip kerukunan kekeluargaan ini digambarkan dalam suatu mitos sebagaimana yang tercantum dalam
Hikayat Ternate yang ditulis oleh Naidah pada abad ke-19. Menurut mitos itu, menjadi keempat kerajaan tersebut
merupakan keturunan seorang ulama dari Timur Tengah bernama Jafar Sadek yang menikah dengan seorang
bidadari, setempat Nur Sifa. Kerukunan keempat kerajaan tersebut mulai pecah dan berubah menjadi persaingan
ketika Portugis dan Spanyol datang di Maluku Utara. Pada tahun 1512, Ternate bekerjasama dengan Portugis
sementara Tidore bekerjasama dengan Spanyol.
Papua itu dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Papua pegunungan atau pedalaman, dataran tinggi dan
Papua dataran rendah dan pesisir. Pola kepercayaan agama tradisional masyarakat Papua menyatu dan menyerap
ke segala aspek kehidupan, mereka memiliki suatu pandangan dunia yang integral yang erat kaitannya satu sama lain
antar dunia yang material dan spiritual, yang sekuler dan sacral dan keduannya berfungsi bersama-sama.
Kelompok suku asli di Papua baik itu di Propinsi Papua dan Papua Barat terdiri dari 25 suku, dengan bahasa yang
masing-masing berbeda. Suku-suku tersebut antara lain:
Arfak Korowai
Ansus Mandobo/Wambon
Amungme Mee
Asmat Meyakh, mendiami Kota Manokwari
Ayamaru Moskona, mendiami daerah Merdei
Bauzi Muyu
Biak Nafri
Dani Sentani, mendiami sekitar danau Sentani
Empur Souk
Enggros Tobati
Fuyu Waropen
Hatam Wamesa
Iha