Anda di halaman 1dari 10

JURNAL PENELITIAN ETNOGRAFI PAPUA

KEBUDAYAAN SUKU IMEKO

Disusun Oleh Kelompok 2 :

1. Thia Iriani Safira 201961201082


2. Rahmadana Sabilah 201961201114
3. Nurhalizah Kilbaren 201961201105
4. Agustina Bame 201961201097
5. Olfina Asmuruf 201961201119
6. Idelete Maituman 201961201106
7. Cristi Samallo 201961201086
8. Reinatoh Antoh 201761201174

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG FAKULTAS


EKONOMI PROGRAM STUDI MANAJAMEN

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman
etnik/suku bangsa dan budaya, serta kekayaan dibidang seni, dan sastra. Semua
sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa dan agama secara keseluruhan
merupakan potensi nasional. Papua adalah salah satu diantara pulau-pulau di
Indonesia yang memiliki berbagai macam suku bangsa, salah satunya suku
IMEKO.
Suku IMEKO sendiri terdiri dari empat sub suku yaitu Inanuatan,
Matemani, Kais dan Kokoda. Kota Sorong dihuni beberapa masyarakat pendatang
dan tentunya masyarakat asli Papua. Masyarakat asli Papua ini terdiri dari ratusan
bahkan lebih suku-suku yang berbeda. Meskipun mereka sama-sama suku asli
Papua namun kondisi masing-masing suku ini amatlah berbeda. Yang paling
mencolok adalah Suku Kokoda. Suku Kokoda awalnya bermukim di sekitar area
bandara namun karena alasan perluasan area bandara tersebut sehingga mereka
menjadi korban penggusuran dan direlokasi ke tempat yang sangat tidak layak.
Mereka direlokasi ke lahan gambut yang tentunya mendatangkan banyak masalah
baru. Misalnya kesulitan akses air bersih dan munculnya berbagai macam penyakit.
Secara umum, Papua sangat terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang
melimpah. Keberlimpahan sumber daya alam tersebut bertolak belakang dengan
kehidupan masyarakatnya. Lebih dari 80% masyarakat Papua tergolong miskin
atau sangat miskin.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Asal Usul dan letak geografis Suku Imeko ?


2. Bagaimana Populasi dan Penyebaran Suku Imeko ?
3. Bagaimana sistem reiligi dan kepercayaan Suku Imeko ?
4. Seperti apakah sistem kekerabatan pada Suku Imeko ?
5. Apa mata pencarian masyarakat Suku Imeko ?
6. Alat tradisonal dari Suku Imeko ?
7. Apa Bahasa yang digunakan Suku Imeko ?
8. Bagaimana sistem pengetahuan yang dimiliki oleh suku Imeko ?
9. Seperti apa kesenian yang dimiliki suku Imeko ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk menyelesaikan tugas kampus dalam mata kuliah Etnografi Papua


2. Agar membantu pembaca untuk mengetahui kebudayaan yang terdapat pada
suku Imeko
3. Sebagai sumber referensi untuk mengetahui kebudayaan Suku Imeko
4. Untuk ikut menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASAL USUL DAN LETAK GEOGRAFIS SUKU IMEKO

Secara letak geografis suku IMEKO berada pada Sorsel yang terletak yang
letak geografis nya pada 01°00′- 02°30′ LS dan 131°00′ – 133°00′ BT, dan berada
pada ketinggian 0–1.362 m dpl. Daerah terendah berada di sepanjang garis pantai
Laut Seram yang meliputi wilayah suku IMEKO senidri yaitu Distrik Kokoda,
Inanwatan, Teminabuan, Kais dan Seremuk

Karakteristik wilayah bervariasi, yaitu: dataran tinggi yang merupakan daerah


pegunungan dan lereng-lereng (pedalaman, ± 65%) serta dataran rendah, rawa-rawa,
dan pantai (35%). Penyebaran wilayah tersebut adalah sebagai berikut:

 Daerah pegunungan; tersebar di distrik: Ayamaru, Ayamaru Timur, Mare,


Aifat, Aifat Timur sebagian Aitinyo dan Sawiat.
 Daerah dataran rendah; tersebar di distrik: Teminabuan, Seremuk (sebagian),
Wayer, Moswaren, sebagian Aitinyo.
 Daerah pantai dan rawa, tersebar di distrik : Inanwatan, Kais, Kokoda, dan
sebagian Seremuk

Suku IMEKO sendiri terdiri dari empat sub suku yaitu Inanuatan, Matemani,
Kais dan Kokoda. Kota Sorong dihuni beberapa masyarakat pendatang dan tentunya
masyarakat asli Papua. Masyarakat asli Papua ini terdiri dari ratusan bahkan lebih
suku-suku yang berbeda. Meskipun mereka sama-sama suku asli Papua namun
kondisi masing-masing suku ini amatlah berbeda. Yang paling mencolok adalah Suku
Kokoda.

Suku Kokoda adalah suku lokal yang bermukim di wilayah Provinsi Papua
Barat. Pemukiman Suku Kokoda tersebar di dua lokasi besar, yaitu di Kelurahan
Klasabi, Distrik ManKota Sorong dan daerah IMEKO (Inanuatan, Matemani, Kais,
dan Kokoda). Suku Kokoda yang tinggal di Kota Sorong umumnya sudah mulai
mengenal penggunaan teknologi, mengingat lokasi perkampungan mereka juga
bersebalahan dengan lapangan terbang DEO, Kota Sorong. Sementara itu, Suku
Kokoda yang tinggal di daerah IMEKO masih hidup dengan cara tradisional,
seperti menokok sagu dan mencari ikan di dalam sungai atau kali dengan
menggunakan alat berupa tangguh ayang yang dianyam dari pelepah sagu. Letak
perkampungan itu sendiri sangat sulit dijangkau, baik dijangkau melalui jalur laut,
darat, dan udara. Secara geografis, mereka merasakan dua musim, yaitu musim
panas dan musim hujan. Ketika musim panas tiba, Suku Kokoda akan mengalami
kekurangan air. Namun demikian, mereka akan menggali sumur sedalam mungkin
sampai kemudian menemukan sumber air. Hal itu telah berlangsung secara turun
temurun.

2.2 Populasi dan Penyebaran Suku Imeko

Suku Kokoda adalah suku lokal yang bermukim di wilayah Provinsi Papua
Barat. Pemukiman Suku Kokoda tersebar di dua lokasi besar, yaitu di Kelurahan
Klasabi, Distrik ManKota Sorong dan daerah IMEKO (Inanuatan, Matemani, Kais,
dan Kokoda). Secara garis besar, jumlah penduduk Kokoda yang bertempat di
Kelurahan Klasabi berjumlah 6.528 jiwa pada tahun 2010. Di kota Sorong ibu kota
Papua Barat, suku Kokoda menempati wilayah pesisir pantai dan daerah
pegunungan. Komunitas ini tersebar di empat lokasi teritori Kota Sorong dan satu
lokasi di Kabupaten Sorong, yaitu di Km. 7 dekat Bandara Domine Edward Osok,
Km. 8 yang menjadi pusat atau induk dari suku Kokoda yang berada di wilayah
Sorong, Rufei km.3, Viktori Km. 10, dan Makbusun SP 3 yang menempati wilayah
di luar keramaian kota. Adapun penelitian ini dilakukan pada masyarakat yang
berada dikompleks Kokoda kilometer delapan, yang biasa dikenal Km. 8 yang
merupakan wilayah pesisir pantai. Sekalipun terletak pada pinggiran kota, namun
kompleks Kokoda agak terisolir dari suku Papua sendiri.

2.3 Sistem Religi dan Kepercayaan

Pada awalnya mulanya suku kokoda sendiri belum memiliki agama yaitu
animisme hanya melakukan ritual khusus yang disebut dalam bahasa kokoda adalah
Magaomo. Magaomo adalah istilah khusus tentang ritual pesta atau jamuan makan
bagi suku Kokoda. Manifestasi Magaomo adalah wujud simbolik dari keberagamaan
suku kokoda terkait dengan peralihan tahap seseorang seperti kegiatan yang berkaitan
dengan kelahiran,khinatan, dan pernikahan. Pada awalnya ritual magaomo merupakan
ritual yang bersifat animisme di mana pesta makan-makan lebih didasarkan karena
ketaatan kepada roh-roh nenek moyang. Seiring dengan masuknya Islam, magaomo
bergeser nilainya dari jenis makanannya hingga simbol pemaknaan ritualnya. Di
masyarakat suku Kokoda, hampir semua perayaan peralihan tahap, kelahiran,
khitanan, dan pernikahan berciri utama magaomo.

Datang nya Islam sendiri terbawah dari pengaruhnya Kesultanan Tidore pada
tahun 1960-an Islam pertama kali menginjakan kaki di tanah Papua melalui
Kesultanan Tidore dan pengaruh dari perdangangan antar Kesultanan dengan Papua.
Setelah Islam datang di masyarakat Kokoda, budaya ini tidak dihapus melainkan
terakulturasi dengan ajaran Islam sehingga dibagian tertentu dari ritual ini telah
terjadi elaborasi dengan nilai-nilai Islam. Suku Kokoda adalah suku yang mayoritas
beragama Islam, sehingga suku ini dikenal juga sebagai suku muslim. Suku ini adalah
masyarakat atau penduduk asli-pribumi- Papua. Sebahagian kecil saja dari mereka
yang menjadi penganut Kristiani. Keberadaan suku ini menjadi unik karena
merupakan suku asli Papua yang beragama Islam. Keislaman suku ini tanpa diawali
atau didahului oleh agama lain seperti pada orang Jawa yang sebelum Islam masuk
mereka beragama Hindhu. Suku Kokoda mengislamkan diri setelah mereka menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme.

2.4 Sistem kekerabatan Suku Kokoda

Marga bagi suku Kokoda sendiri sangat penting. Mereka masih menjaga dan
dan memegang erat hubungan kekerabatan. Dalam kekerabatan suku Kokoda sendiri
sangat tertutup dan hanya berbaur dengan sesama Suku.

2.5 Sistem Pencarian Suku Kokoda

Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai penjual batu karang dan penjual
kayu. Batu karang mereka dapat dilaut mereka pecahkan kemudian dijual di pinggir
jalan, sama halnya dengan kayu mangi-mangi (bakau) yang mereka cari dan dapatkan
di pulau mereka potong-potong kemudian mereka jual yang berfungsi sebagai tiang
bendera dan kayu bakar bagi masyrakat. Adapun yang juga berprofesi sebagai
nelayan
2.6 Alat Tradisional Suku Kokoda

a. Alat tradisional yang yang sudah ditemukan dan digunakan untuk suku
Kokoda sendiri dalam menokok sagu yaitu dalam bahasa Kokoda
disebut Kaomo sudah ditemukan dan digunakan oleh suku Kokoda
yang terbuat dari kayu mange-mange biasa ditemukan disekitar pesisir
pantai dari suku Kokoda.

b. Alat yang digunakan berikut adalah panah, selain menokok sagu suku
Kokoda juga kerap berburuh dan dengan mengunakan panah yang
terbuat dari Pohon sagu dan anak panahnya sendiri terbuat dari
pelepah pohon sagu yang dikeringkan.

2.7 Bahasa Suku Kokoda

Bahasa Yamueti dituturkan oleh masyarakat di Kampung BTN, Kelurahan


Klasabi, Distrik Manoi, Kabupaten Kota Sorong, Provinsi Papua Barat. Bahasa
Yamueti merupakan bahasa relik dari bahasa yang ada di Distrik Kokoda, Inanwatan,
dan Puragi Saga. Menurut pengakuan penduduk, penutur bahasa Yamueti adalah suku
Kokoda yang berpindah dari Distrik Kokoda, Kabupaten Sorong Selatan ke Kota
Sorong lebih dari 50 tahun.

Titara = Rumah adat Suku Kokoda


Bejo = parang

Suami = Nabeni

Istri = Kaenu

Eme = orang Kokoda

Eme Nigeyo = Salam

Eme dora = orang Kokoda

Kau = Adi

Saya = Nedi

2.8 Sistem Pengetahuan

Suku Kokoda juga diberkahi dengan kekayaan alam berupa tanaman obat-
obatan. Terhitung ada 70 spesies tanaman yang mereka gunakan sebagai obat-obatan
tradisional. Jumlah tersebut meliputi 67 genus dan 41 familia tumbuhan obat. Familia
tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional yaitu Fabaceae
dan Euphorbiaceae. Selama ini, telah terbukti bahwa spesies tanaman obat tersebut
terbukti mampu mengobati 73 jenis keluhan penyakit. Keluhan yang paling banyak
dialami masyarakat suku Kokoda antara lain: badan pegal-pegal, luka luar, dan
tambah darah. Bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan
baku obat oleh suku Kokoda adalah daun (50%). Cara meramu dengan merebus
adalah yang paling sering dilakukan oleh masyarakat suku Kokoda .

Salah satu hasil alam yang telah ditemukan suku oleh Kokoda yaitu Pohon
yang digunakan dalam penyakit suku Kokoda yaitu buahnya serupa mangga dan kulit
nya tebal hitam, dan getah dari pohon tersebut bisa digunakan dalam mengobati
penyakit paru-paru, muntah darah,berak darah dan lain-lain untuk nama pohon nya
tersebut yaitu Kayu Susu dalam Kokoda disebut Yogi

2.9 Kesenian Suku Kokoda

 Seni yang dilakukan saat penyambutan tamu terhormat yaitu penabuhan


tifagong, tarian goyang panta dan digigit oleh tetua suku
 Tari Kasuari terdiri dari 6 orang, 3 orang sebagai pemain alat musik dan 3
orang sebagai penari
 Tari Tewadar
 Tarian Tumbu Tanah, Tari Tumbuh Tanah dikenal hampir sebagian besar
kelompok suku yang tersebar di wilayah Kepala Burung tanah besar Papua
dengan berbagai varian gerak tari, lagu serta aksesoris berbeda.
Tarian ini juga memiliki sebutan sesuai dengan kelompok suku masing-
masing. Misalnya pada masyarakat sekitar wilayah Sorong seperti orang
Maybrat, orang Tehit, orang Moi, dan kelompok suku IMEKO yang
menyebut dengan tari Srar sedangkan masyarakat Arfak menyebut dengan
tarian Tumbu tanah.
DAFTAR PUSTAKA

"15 Tarian Papua Beserta Asal Daerahnya"


selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5648795/15-tarian-
papua-beserta-asal-daerahnya

http://digilib.uinsby.ac.id/14126/4/Bab%201.pdf

Rais, M. (2011). Islam dan Kearifan Lokal (Dialektika Faham dan Praktik

Keagamaan Komunitas KokodaPapua Dalam Budaya Lokal). Jurnal


Hikmah, 8 (1).

Anda mungkin juga menyukai