2021
BAB 1
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Secara letak geografis suku IMEKO berada pada Sorsel yang terletak yang
letak geografis nya pada 01°00′- 02°30′ LS dan 131°00′ – 133°00′ BT, dan berada
pada ketinggian 0–1.362 m dpl. Daerah terendah berada di sepanjang garis pantai
Laut Seram yang meliputi wilayah suku IMEKO senidri yaitu Distrik Kokoda,
Inanwatan, Teminabuan, Kais dan Seremuk
Suku IMEKO sendiri terdiri dari empat sub suku yaitu Inanuatan, Matemani,
Kais dan Kokoda. Kota Sorong dihuni beberapa masyarakat pendatang dan tentunya
masyarakat asli Papua. Masyarakat asli Papua ini terdiri dari ratusan bahkan lebih
suku-suku yang berbeda. Meskipun mereka sama-sama suku asli Papua namun
kondisi masing-masing suku ini amatlah berbeda. Yang paling mencolok adalah Suku
Kokoda.
Suku Kokoda adalah suku lokal yang bermukim di wilayah Provinsi Papua
Barat. Pemukiman Suku Kokoda tersebar di dua lokasi besar, yaitu di Kelurahan
Klasabi, Distrik ManKota Sorong dan daerah IMEKO (Inanuatan, Matemani, Kais,
dan Kokoda). Suku Kokoda yang tinggal di Kota Sorong umumnya sudah mulai
mengenal penggunaan teknologi, mengingat lokasi perkampungan mereka juga
bersebalahan dengan lapangan terbang DEO, Kota Sorong. Sementara itu, Suku
Kokoda yang tinggal di daerah IMEKO masih hidup dengan cara tradisional,
seperti menokok sagu dan mencari ikan di dalam sungai atau kali dengan
menggunakan alat berupa tangguh ayang yang dianyam dari pelepah sagu. Letak
perkampungan itu sendiri sangat sulit dijangkau, baik dijangkau melalui jalur laut,
darat, dan udara. Secara geografis, mereka merasakan dua musim, yaitu musim
panas dan musim hujan. Ketika musim panas tiba, Suku Kokoda akan mengalami
kekurangan air. Namun demikian, mereka akan menggali sumur sedalam mungkin
sampai kemudian menemukan sumber air. Hal itu telah berlangsung secara turun
temurun.
Suku Kokoda adalah suku lokal yang bermukim di wilayah Provinsi Papua
Barat. Pemukiman Suku Kokoda tersebar di dua lokasi besar, yaitu di Kelurahan
Klasabi, Distrik ManKota Sorong dan daerah IMEKO (Inanuatan, Matemani, Kais,
dan Kokoda). Secara garis besar, jumlah penduduk Kokoda yang bertempat di
Kelurahan Klasabi berjumlah 6.528 jiwa pada tahun 2010. Di kota Sorong ibu kota
Papua Barat, suku Kokoda menempati wilayah pesisir pantai dan daerah
pegunungan. Komunitas ini tersebar di empat lokasi teritori Kota Sorong dan satu
lokasi di Kabupaten Sorong, yaitu di Km. 7 dekat Bandara Domine Edward Osok,
Km. 8 yang menjadi pusat atau induk dari suku Kokoda yang berada di wilayah
Sorong, Rufei km.3, Viktori Km. 10, dan Makbusun SP 3 yang menempati wilayah
di luar keramaian kota. Adapun penelitian ini dilakukan pada masyarakat yang
berada dikompleks Kokoda kilometer delapan, yang biasa dikenal Km. 8 yang
merupakan wilayah pesisir pantai. Sekalipun terletak pada pinggiran kota, namun
kompleks Kokoda agak terisolir dari suku Papua sendiri.
Pada awalnya mulanya suku kokoda sendiri belum memiliki agama yaitu
animisme hanya melakukan ritual khusus yang disebut dalam bahasa kokoda adalah
Magaomo. Magaomo adalah istilah khusus tentang ritual pesta atau jamuan makan
bagi suku Kokoda. Manifestasi Magaomo adalah wujud simbolik dari keberagamaan
suku kokoda terkait dengan peralihan tahap seseorang seperti kegiatan yang berkaitan
dengan kelahiran,khinatan, dan pernikahan. Pada awalnya ritual magaomo merupakan
ritual yang bersifat animisme di mana pesta makan-makan lebih didasarkan karena
ketaatan kepada roh-roh nenek moyang. Seiring dengan masuknya Islam, magaomo
bergeser nilainya dari jenis makanannya hingga simbol pemaknaan ritualnya. Di
masyarakat suku Kokoda, hampir semua perayaan peralihan tahap, kelahiran,
khitanan, dan pernikahan berciri utama magaomo.
Datang nya Islam sendiri terbawah dari pengaruhnya Kesultanan Tidore pada
tahun 1960-an Islam pertama kali menginjakan kaki di tanah Papua melalui
Kesultanan Tidore dan pengaruh dari perdangangan antar Kesultanan dengan Papua.
Setelah Islam datang di masyarakat Kokoda, budaya ini tidak dihapus melainkan
terakulturasi dengan ajaran Islam sehingga dibagian tertentu dari ritual ini telah
terjadi elaborasi dengan nilai-nilai Islam. Suku Kokoda adalah suku yang mayoritas
beragama Islam, sehingga suku ini dikenal juga sebagai suku muslim. Suku ini adalah
masyarakat atau penduduk asli-pribumi- Papua. Sebahagian kecil saja dari mereka
yang menjadi penganut Kristiani. Keberadaan suku ini menjadi unik karena
merupakan suku asli Papua yang beragama Islam. Keislaman suku ini tanpa diawali
atau didahului oleh agama lain seperti pada orang Jawa yang sebelum Islam masuk
mereka beragama Hindhu. Suku Kokoda mengislamkan diri setelah mereka menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme.
Marga bagi suku Kokoda sendiri sangat penting. Mereka masih menjaga dan
dan memegang erat hubungan kekerabatan. Dalam kekerabatan suku Kokoda sendiri
sangat tertutup dan hanya berbaur dengan sesama Suku.
Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai penjual batu karang dan penjual
kayu. Batu karang mereka dapat dilaut mereka pecahkan kemudian dijual di pinggir
jalan, sama halnya dengan kayu mangi-mangi (bakau) yang mereka cari dan dapatkan
di pulau mereka potong-potong kemudian mereka jual yang berfungsi sebagai tiang
bendera dan kayu bakar bagi masyrakat. Adapun yang juga berprofesi sebagai
nelayan
2.6 Alat Tradisional Suku Kokoda
a. Alat tradisional yang yang sudah ditemukan dan digunakan untuk suku
Kokoda sendiri dalam menokok sagu yaitu dalam bahasa Kokoda
disebut Kaomo sudah ditemukan dan digunakan oleh suku Kokoda
yang terbuat dari kayu mange-mange biasa ditemukan disekitar pesisir
pantai dari suku Kokoda.
b. Alat yang digunakan berikut adalah panah, selain menokok sagu suku
Kokoda juga kerap berburuh dan dengan mengunakan panah yang
terbuat dari Pohon sagu dan anak panahnya sendiri terbuat dari
pelepah pohon sagu yang dikeringkan.
Suami = Nabeni
Istri = Kaenu
Kau = Adi
Saya = Nedi
Suku Kokoda juga diberkahi dengan kekayaan alam berupa tanaman obat-
obatan. Terhitung ada 70 spesies tanaman yang mereka gunakan sebagai obat-obatan
tradisional. Jumlah tersebut meliputi 67 genus dan 41 familia tumbuhan obat. Familia
tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional yaitu Fabaceae
dan Euphorbiaceae. Selama ini, telah terbukti bahwa spesies tanaman obat tersebut
terbukti mampu mengobati 73 jenis keluhan penyakit. Keluhan yang paling banyak
dialami masyarakat suku Kokoda antara lain: badan pegal-pegal, luka luar, dan
tambah darah. Bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan
baku obat oleh suku Kokoda adalah daun (50%). Cara meramu dengan merebus
adalah yang paling sering dilakukan oleh masyarakat suku Kokoda .
Salah satu hasil alam yang telah ditemukan suku oleh Kokoda yaitu Pohon
yang digunakan dalam penyakit suku Kokoda yaitu buahnya serupa mangga dan kulit
nya tebal hitam, dan getah dari pohon tersebut bisa digunakan dalam mengobati
penyakit paru-paru, muntah darah,berak darah dan lain-lain untuk nama pohon nya
tersebut yaitu Kayu Susu dalam Kokoda disebut Yogi
http://digilib.uinsby.ac.id/14126/4/Bab%201.pdf
Rais, M. (2011). Islam dan Kearifan Lokal (Dialektika Faham dan Praktik