NPM : 2040403035
Jurusan : Akuntansi Lokal A2
Mata Kuliah : pengantar sosial ekonomi dan budaya kawasan perbatasan
b. Budaya bahari
Sangir, Sangil, Sangiresse adalah nama etnis yang hidup di Indonesia
dan Phlipina Selatan. Etnis ini sudah sejak purbakala dikenal oleh bangsa-
bangsa luar karena memeliki kehebatan dalam mengarungi lautan. Suku
bangsa ini memiliki banyak kerajaan seperti terungkap dalam buku Kakawin
Negara Kertagama eleh Empu Prapanca pada tahun 1365 disebut
Udamakataraya dan pulau-pulaunya dalam terjemahan Moh. Etnis ini
dikenal sebagai suku bangsa pelaut yang terkenal sejak jaman purba-kala
karena keberaniannya mengarungi lautan. Dalam bahasa sangir Tagharoa
berati laut bebas juga berarti laut secara keseluruhan dalam hal ini merujuk
pada saat ketika bumi ini belum terbagi dalam beberapa benua atau lautan
disebut Benua Pagea dan lautan disebut Panthalusso. Laut disebut juga
dalam bahasa Sasahara dengan Badoa, Boba, Elise laut yang tidak dalam
sehingga nampak terumbuh karang, saat ini laut disebut dengan Laude atau
Sasi merujuk pada air asin. Ombak dalam bahasa sangir disebut Lua yaitu
ombak yang pecah dipinggiran pantai, Bentare menunjuk pada ombak yang
pecah dipermukaan air laut dalam , Belade = gelombang yang besar pecah
di lautan luas, Birorong = gelombang yang tidak pecah dilaut antara boba
yaitu laut yang bening kebiru-biruan yang dalam dan elise laut dangkal
sehing tampak terumbu karang, sedangkan arus laut disebut Selihe. Bahasa
Sasahara adalah bahasa Sangihe yang dipakai khusus oleh pelaut sewaktu
berlayar, dan juga dipakai sebagai bahasa Sastra.
Kerabat berdasarkan hubungan darah bagi semua etnik yang ada di Desa
Durian ikatannya begitu kuat. Di samping itu juga terlihat adanya beberapa
keluarga yang merawat anak usia balita yang bukan anak kandungnya.
Mereka selalu membantu tetangganya yang sedang kerepotan, sekalipun
tanpa diberitahu terlebih dahulu. Begitujuga etnik Gorontalo yang
berkecukupan selalu menampung etnik Gorontalo yang sedang
berkekurangan, sebagai contoh, keluarga Haliu-Olii yang berkekurangan
hidupnya ditampung oleh keluarga Taher-Haliu yang berkecukupan.
Jadi boleh dikatakan bahwa buruh-buruh di desa ini hanya sedikit sekali
yang menganggur. Ada saja yang mesti dikerjakan oleh buruh itu, seperti
membersihkan rumput, menunggu ladang, memetik kelapa atau
membersihkan pohon kelapa. Dalam hubungan kerja antara buruh clan
petani pemilik tidak lagi memandang itu etnik mana yang terpenting mau
bekerja clan tenaganya dapat dipakai. Talaud maka anak gadis tersebut
harus menjadi kerabat yang akrab.
Hal ini khusus orang tua bila sudah terjadi perkawinan,langsung menjadi
kerabat yang dekat. Warga yang berlainan etnik setelah menjalani
pernikahan yang sangat dituntut adalah bahwa salah satu dari kedua orang
itu harus ada yang mengalah. Biasanya pihak perempuan yang selalu
mengikuti jejak lelakinya. Sangir Talaud dan rondonuwu etnik Minahasa,
kemudian keluarga Etnik yang memeluk agama kristen baik kristen GMIM,
kristen GPDI maupun kristen katolik sekalipunjumlahnya relatiflebih sedikit
namun suasana kristiani di desa durian sangat terasa.
Di samping ibadah resmi yang dilakukan setiap hari minggu pagi di
gereja terdapat ibadah khusus yang bernama ibadah persekutuan wanita
kaum ibu kristen GMIM maupum kristenGMIM dan umat kristen GPDI pada
waktu yang sama, yaitu pada hari sabtu pukul 19.00 Wita. Di samping itu
pula umat kristiani menerima pembinaan melalui ibadah pagi pukul 06.00
Wita dan ibadah sore pukul 18.00 Wita melalui sound sistym yang terdapat
disetiap gereja. Ibadah ini dilaksanakan oleh pemimpin umat yang disebut
pendeta. Lain halnya dengan para pemeluk agama Islam, walaupun jumlah
pengikut Islam di Desa Durian ini cukup besar, namun demikian pembinaan
yang dilakukan belum nampak menonjol.
Mereka tidak membedakan tamu asal etnik, agama clan pangkat yang
terpenting tamu itu clapat membawa cliri. Bagi tamu yang berasal clari luar
Sulawesi Utara, mereka menyecliakan makanan bersifat nasional, yang
berarti dapat dimakan orang yang beragama kristen maupun Islam. Begitu
juga bahasa yang digunakan aclalah bahasa Indonesia.