Anda di halaman 1dari 9

TUGAS UTS

SOSIOLOGI MASYARAKAT SUNGAI


Dosen Pengampu :

Arif Rahman Hakim, S.S, M.A.

Disusun Oleh :

LAHFA NADIYAH RAHMANA (1910415220011)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
BANJARMASIN
2020

TUGAS :

Membuat essay ringan tentang kearifan lokal dan pengetahuan lokal berdasarkan hasil
wawancara.
Kebudayaan Masyarakat Barito Utara

Narasumber :

1. Puspo Pristiwantoro (33 th)


ASN Disbudparpora Barito Utara

2. Ahsan Nadia Ramadhana (19 th)


Mahasiswi UNISKA
Penduduk Barito Utara

3. Akhmad Fadhil Azzahran (18 th)


Mahasiswa UMY
(Putra Pariwisata Barito Utara 2018 dan
Putra Pariwisata Kalimantan Tengah (2) 2019)

Pendahuluan

Berbicara tentang kearifan lokal tentunya pada setiap daerah pastinya memiliki
perbedaan,kekhasan,dan keunikan yang beragam dan berbeda-beda. Meskipun tidak menutup
kemungkinan bisa terdapat kesamaan antara daerah satu dengan lainnya. Kebudayaan asli
pada suatu daerah adalah hal yang menjadi icon atau identitas daerah tersebut. Sebagai
contohnya yang berasal dari kebudayaan Jawa yaitu Wayang. Rata-rata orang bahkan yang
bukan berasal dari dalam negeri, mengenal Suku Jawa karena Wayangnya. Yang mana telah
menjadi icon yang paling melekat bagi masyarakatnya.

Disini saya akan membahas tentang kearifan lokal dan pengetahuan lokal pada masyarakat
daerah saya, yaitu yang terletak di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan
Tengah. Masyarakat Barito Utara mayoritas bersuku Dayak, Suku Dayak sendiri sangat
banyak ragamnya, terutama di Muara Teweh terdapat Suku Dayak Taboyan, Dayak
Bakumpay, Dayak Ot Danum, Dayak Bayan, Dayak Ma’anyan, Dayak Ngaju, dan lain
sebagainya. Saya sendiri pun bersuku Dayak, lebih tepatnya Dayak Bakumpay. Mengapa
saya menjadikan masyarakat kota dan kebudayaan daerah saya sebagai bahan kajian?
Disamping karena lokasi penelitian berada di daerah saya sendiri, dimana lebih mudah
mendapatkan informasi langsung dari masyarakat asli. Saya juga ingin memperkenalkan
kearifan lokal daerah saya yang mungkin belum terlalu diketahui banyak orang, disamping
itu pengetahuan lokal dari masyarakat daerah juga saya kaji guna memperkuat opini dan
menambah wawasan lokal saya berdasarkan penjelasan dari beberapa masyarakat. Karena
itulah saya memutuskan memilih kearifan lokal dan pengetahuan lokal Kota Muara Teweh
sebagai tema atau bahasan pada tugas UTS mata kuliah “Sosiologi Masyarakat Sungai”.

Pembahasan

Kabupaten Barito Utara dalam kebudayaannya dibagi menjadi dua, yaitu budaya
pedalaman dan budaya pesisir. Budaya pedalaman adalah kearifan lokal asli daerah, yang
dimana suku yang berada di dalamnya adalah Suku Dayak asli yang masih berpegang teguh
pada budaya asli yang bersifat animisme dan dinamisme. Upacara adatnya seperti wara,
tiwah, badongkoy, mangarungut dan tari-tarian adat khas pedalaman seperti tari balian dan
lain sebagainya. Dari segi bahasa pun, masyarakat pedalaman menggunakan bahasa dayak
asli seperti Dayak Taboyan, Dayak Bayan, Dayak Ngaju, Dayak Ma’anyan dan lain
macamnya. Dan dari segi agama, masyarakat pedalaman mayoritas memeluk agama Hindu
Kaharingan. Banyak masyarakat pedalaman yang berada di daerah pedalaman tinggal di
Rumah Betang. Dalam Rumah Betang, biasanya dihuni oleh beberapa kepala keluarga,
namun satu suku. Jika berbicara tentang kebudayaan pesisir atau melayu, dimana budayanya
sudah mengalami akulturasi dengan budaya Islam maka hal tersebut memiliki keterkaitan
dengan Suku Dayak Bakumpay dan Banjar. Hal ini tak dapat dilepaskan pada kehidupan
masyarakat Kalimantan Tengah, terutama yang berada di Das Barito pasti mengalami
akulturasi dan asimilasi dengan budaya-budaya bakumpay dari Marabahan dan juga dari
Banjarmasin. Inilah yang menjadikan bahasa yang diakui di Barito Utara adalah bahasa
Dayak Taboyan dan Dayak Bakumpay. Masyarakat Dayak Bakumpay sendiri mayoritas
beragama Islam, dan dalam penggunaan bahasa sehari-hari pada masyarakatnya ada yang
menggunakan bahasa Bakumpay atau Banjar. Upacara adatnya sendiri tentu bernuansa
islami, diantaranya ada Hadrah, Japen, dan Baayun Maulid. Dalam pelaksanaan upacara
adatnya sendiri, meski ada yang berbau mistis namun masyarakat pesisir selalu mengait-
ngaitkan dengan unsur islami terutama dalam doa-doanya.

Meskipun terdapat dua budaya besar yang sangat berbeda terutama dalam segi
keagamaan, namun masyarakat Barito Utara dapat hidup berdampingan dengan damai dan
tidak pernah terdapat perselisihan diantara dua kebudayaan ini. “Saking high tolerance nya
disini, tidak menutup kemungkinan kalo orang pemegang adat pesisir pergi ke acara wara
atau balian, bahkan banyak orang Islam yang nyanyi dongkoy dan tidak mustahil juga orang
pedalaman datang ke acara Baayun Maulid serta pernah juga sebagai contoh Ibu Irma Iriani
yang mana beliau adalah pemegang adat pedalaman Taboyan tapi ketika acara tari pesisir
beliau menjadi vokalis yang menjapennya dalam acara itu. Begitu juga Mas Waway dia
seorang muslim pemegang adat pesisir dia juga ketika acara tari pedalaman bernyanyi
karungut dan sangiang dan lain sebagainya yang merupakan budaya pedalaman. Uniknya
disitu, tidak ada garis pembatas antara budaya pedalaman dan pesisir semua membaur.”
Tegas Mas Puspo.

Barito Utara sendiri dikenal dengan sebutan “Kota Barito” kata Barito sendiri disini
sebenarnya juga adalah motto daerah yang merupakan singkatan dari Bersih, Aman, Rapi,
Indah, Tertib, dan Optimal. Selain itu, faktor lainnya dikenal dengan “Kota Barito” karena
daerahnya sebagian besar dialiri oleh Sungai Barito. Sungai Barito merupakan salah satu
sungai di Barito Utara dan merupakan yang terbesar di kota saya. Sungai Barito juga
memiliki peranan yang sangat penting pada masyarakatnya, terutama bagi masyarakat yang
tinggal di pesisir Sungai Barito yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai nelayan. Cara
nelayan mencari ikan di daerah Barito Utara pun memiliki cara beberapa cara khusus yang
mungkin agak berbeda dengan nelayan di daerah lain, yaitu merengge dan malunta. Begitu
cara masyarakat Barito Utara memberi sebutannya, di Sungai Barito pun terdapat keramba-
keramba ikan seperti ikan patin dan lainnya yang merupakan tempat budidaya ikan yang
dilaukan nelayan daerah sini. Sungai Barito juga berfungsi sebagai transportasi jalur air,
apalagi pada zaman dulu jalur air adalah jalur utama dalam transportasi. Sungai sendiri
memiliki pengaruh penting terhadap kebudayaan masyarakat Barito Utara. Pada zaman dulu
hampir semua aktivitas dilakukan di sungai oleh masyarakatnya, mulai dari mencuci, mandi,
bahkan minum pun dari air sungai. “Dulu bahkan upacara adat seperti mandi-mandi untuk
tujuan-tujuan tertentu dan seserahan-seserahan kecil sering dilakukan di Sungai Barito” ucap
Mas Puspo. Sekilas info, dulu di dalam hutan Sungai Barito dulu terdapat peradaban dan adat
istiadat anak dalam sungai yang kini telah hilang karena ditinggalkan oleh masyaraktnya,
hingga yang tersisa adalah “Kebudayaan Dongkoy”. Sekarang banyak upacara adat
kedaerahan dilakukan di pingggir sungai, dan itu dilakukan saat air sungai surut, budaya itu
disebut sawalan yang dilakukan di Gosong. Gosong sendiri merupakan wilayah pinggiran
sungai yang berupa pasir, pasir ini muncul ketika air sungai surut.

Namun sekarang upacara adat atau kedaerahan yang dilakukan di Sungai Barito sudah
berkurang, karena airnya semakin mengeruh yang dimana kini di dalamnya terdapat banyak
zat berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan. Sehingga sekarang fungsi sungai lebih
banyak hanya sebagai transportasi jalur air. Namun masih ada acara kedaerahan yang
dilakukan di Sungai Barito dan pesisirnya seperti pada saat hari jadi Kota Muara Teweh, itu
disebut sebagai “Festival Iya Mulik Bengkang Turan” dilakukan lomba dayung, jukung hias,
melamang, dan acara kedaerahan lain di pinggir sungai. “Jukung itu sendiri adalah sejenis
sampan atau perahu kecil yang tidak memiliki atap, beberapa ada yang menggunaan mesin
dan ada yang tidak.” Jelas Ahsan. Lamang sendiri mulanya merupakan makanan untuk
persembahan dan acara adat, namun sekarang diperlombakan untuk terus melestarikan dan
mengenalkannya pada generasi muda. “ Ada juga yang namanya Besei Kambe, dimana dalam
satu perahu kecil ada satu kelompok begitu juga dengan jukung lainnya, seperti tarik tambang
namun dilakukan dengan perahu.” tambah Fadhil.

Penutup
Begitulah kearifan lokal yang ada di daerah Barito Utara, sangat unik dan beragam. Dari
pengetahuan lokal masyarakat daerah tadi kita dapat mengetahui dan belajar banyak tentang
budaya Barito Utara dan peranan sungai dalam berbagai aspek kehidupan terhadap
masyarakatnya. Sungai yang merupakan sumber kehidupan tentunya sangat erat dan tak bisa
dipisahkan keterkaitannya dengan manusia terutama bagi masyarakat yang hidup di
lingkungan sungai. Sebagai generasi muda dan penerus bangsa hendaknya terus melestarikan
dan mempelajari lebih banyak tentang budaya kita, karena terutama seperti di Muara Teweh
yang mana tidak terdapat bukti konkret seperti prasasti yang menyebabkan tidak ada
patokannya. Hal inilah yang menuntut agar generasinya terus melestarikan dan mengenalkan
kepada generasi berikutnya agar tidak hilang termakan zaman. Karena sangat sayang sekali
jika budaya yang luar biasa ini harus hilang begitu saja, padahal budaya menunjukkan
kearifan dan identitas daerahnya.

Para narasumber saya juga tak lupa menyematkan pesan kepada siapa saja yang membaca
tulisan ini, pertama dari Mas Puspo “ Budaya itu harus dijaga agar generasi masa depan bisa
mengenali budayanya sendiri. Karena hanya Barito Utara saja menyimpan budaya yang
sangat luar biasa sekali. Saya harap para anak-anak muda dapat menambah kesadaran
mengenai pentingnya mempelajari budaya lokal yang menjadi identitas daerah, terutama pada
zaman sekarang sedikit anak-anak muda yang mau mempelajari atau mendalami budaya
daerah karena dianggap klasik.” “Sudah jadi tugas kita generasi penerus untuk terus
melestarikan dan menyebarkan serta memperkenalkan budaya kita kepada dunia, agar budaya
itu tidak punah tergerus oleh waktu. Karena jika bukan kita generasi muda lalu siapa lagi.”
Tutur Fadhil. “Daerah kita kaya akan budaya dan kita harus bangga akan itu, sebagai bentuk
penghargaan kita semualah yang memegang tugas penting untuk melestarikan budaya
tersebut.” Ucap Ahsan.

Sekian essai ringan dari saya, mohon maaf jika terdapat kekurangan atau ketidaksesuaian.
Semua yang saya tuliskan berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber dan berdasarkan
pengetahuan saya. Saya harap dari tulisan saya ini dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan bagi siapapun yang membacanya.

Anda mungkin juga menyukai