Anda di halaman 1dari 56

M.

Basrowi

i
Kesenian Masyarakat Pesisir
Oleh : M. Basrowi

Editor : Sulistiono
Lay out : Hery
Perwajahan: Hery
Ilustrator : Hery
Sampul : Gatot

Buku ini dilayout menggunakan program Adobe Page Maker 7.0,


Adobe Photoshop CS, dengan font georgia 12 pt.

ISBN :
978-979-053-105-5

Cetakan Tahun : 2009


Penerbit :
CV. Pamularsih
Jl. Srengseng raya No. 126
Kembangan - Jakarta Barat
Telp/Fax. (021) 5842613

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

ii
Masyarakat pesisir secara geografis berada dan tinggal disepanjang
daerah pantai utara Pulau Jawa. Sebagian besar masyarakat pesisir
memiliki latar belakang budaya dan kesenian yang berbeda dengan
masyarakat lainnya. Kesenian masyarakat pesisir yang cukup terkenal
diantaranya tari topeng, tari lengger, tari gandrung, baritan, dan masih
banyak lagi.
Buku Kesenian Masyarakat Pesisir ini mengajak kita mengenal
masyarakat pesisir dan kesenian daerah yang berkembang disana. Kita
dapat mengenal kesenian daerah Cirebon, Pati, Pekalongan, Pemalang,
Indramayu, Jepara dan Kudus dengan membaca buku ini. Mengenal
kesenian daerah, khususnya kesenian masyarakat pesisir membuat
generasi muda semakin mencintai kesenian bangsa sendiri.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam buku ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik membangun dari pembaca sangat diharapkan
untuk penyempurnaan buku ini.

Penyusun,

iii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv

1 Pendahuluan 1

2 Tipikal Masyarakat Pesisiran 4

3 Kesenian Masyarakat Pesisir 8

4 Upaya Melestarikan Kesenian Masyarakat Pesisiran 48

Daftar Pustaka 51

Glosarium 52

iv
1
Pendahuluan

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut,


dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin
laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh
vegetasinya yang khas. Sementara, batas wilayah pesisir ke arah laut
mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua
(continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh
proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air
tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah
pesisir yang khas seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral
reef), padang lamun (seagrass), hutan mangrove, hutan rawa, dan bukit

Kesenian Masyarakat Pesisir


1
pasir (sand dune) tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir
sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari
wilayah yang membentuk tipe-tipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir
yang berhubungan dengan tepi benua yang meluas (trailing edge)
mempunyai konfigurasi yang landai dan luas. Ke arah darat dari garis
pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan ke arah laut terdapat
paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan dengan
tepi benua patahan atau tubrukan (collision edge), dataran pesisirnya
sempit, curam dan berbukit-bukit, sedangkan jangkauan paparan
benuanya ke arah laut juga sempit.
Masyarakat pesisir sebagian besar merupakan masyarakat nelayan
memiliki karakteristik berbeda dengan masyarakat lainnya. Perbedaan
ini dikarenakan keterkaitannya yang erat dengan karakterstik ekonomi
wilayah pesisir, latar belakang budaya, kesenian, serta ketersediaan sarana
dan prasarana penunjang.
Kehidupan rakyat pesisiran selalu memiliki tradisi yang kuat dan
mengakar. Pada hakikatnya tradisi tersebut bermula dari keyakinan rakyat
setempat terhadap nilai-nilai luhur nenek moyang, atau bahkan bisa jadi
bermula dari kebiasaan atau permainan rakyat biasa yang kemudian
menjadi tradisi luhur. Mungkin orang-orang yang dulu hidup di wilayah
pesisiran tidak mengira bahwa tradisi tersebut hingga kini menjadi sebuah
kesenian.
Jika kita dilihat dari segi lingkungan tempat masyarakat itu tinggal,
dapat kita bedakan ke dalam tiga kategori berikut.
1. Masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan.
2. Masyarakat yang tinggal di daerah dataran.
3. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisiran.
Secara historis masyarakat Jawa dapat dibedakan menjadi tiga tipe,
yaitu nagarigung, mancanegari, dan pesisiran.
Masyarakat nagarigung ialah masyarakat yang enkulturasi dan proses
sosialisasinya berada dan tinggal di seputar kota Solo dan Yogyakarta. Mereka

Kesenian Masyarakat Pesisir


2
disebut tiyang negari (orang negeri). Peradaban yang hidup di daerah
negarigung ini merupakan peradaban orang Jawa yang dahulunya berakar
dari keraton. Ciri dari masyarakat ini, di antaranya mengutamakan kehalusan
(baik bahasa maupun kesenian).
Masyarakat mancanegari memiliki kemiripan-kemiripan dengan
masyarakat negarigung dalam hal tutur bahasa dan keseniannya,
meskipun kualitasnya tidak sebaik atau sehalus peradaban keraton.
Mancanegari ini merupakan suatu sebutan untuk daerah-daerah di luar
kota Solo dan Yogyakarta. Masyarakat yang hidup dalam peradaban ini
disebut sebagai tiyang pinggiran (orang pinggiran).
Sedangkan masyarakat pesisiran adalah suatu daerah atau wilayah
kebudayaan yang pendukungnya adalah masyarakat yang proses
sosialisasinya berada dan tinggal di sepanjang daerah pantai utara pulau
Jawa, yang lebih dikenal dengan tiyang pesisiran. Bahasa sebagai alat
komunikasi dan interaksi di antara warga masyarakat pesisir, lebih terlihat
kasar (dibanding dengan masyarakat Jawa pedalaman), yaitu dengan
penggunaan bahasa Jawa Ngoko/Madya. Karena yang dipentingkan
adalah pada pesan yang mereka ingin sampaikan sehingga terasa spontan
dan langsung bukan kepada dan bagaimana menyampaikan. Hal ini ada
kaitannya dengan cara mereka memperlakukan diri dan orang lain.
Dengan arena kehidupan yang ditekuni yakni pasar (berdagang), dan
faham keagamaan yang menekankan pada konsep kesejajaran. Strata
sosial dilihat lebih pada alasan keagamaan dan bukanlah status sosial itu
sendiri.

Kesenian Masyarakat Pesisir


3
2
Tipikal Masyarakat Pesisiran

Masyarakat Pesisir secara geografis adalah masyarakat yang mendiami


daerah atau wilayah kebudayaan yang pendukungnya adalah masyarakat
yang proses sosialisasinya berada dan tinggal di sepanjang daerah pantai
utara Pulau Jawa, yang dikenal dengan tiyang pesisiran.
Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki kekayaan perairan yang
amat luas, dari ujung Sumatra hingga Papua tak lepas dari deretan perairan
yang menjadi mata pencaharian serta tempat tinggal masyarakat pesisir.
Tak terkecuali daerah pantura Pulau Jawa yang akan menjadi fokus dari
tulisan ini. Pantai Utara Pulau Jawa yang di antaranya mencakup sebagian
wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan daerah
yang terkenal sebagai penghasil kuliner laut. Sebut saja diantaranya udang
ebi, kerupuk kulit ikan serta makanan ringan lainnya. Satu keuntungan
lain yang dimiliki kabupaten/kota di daerah pesisir adalah potensi

Kesenian Masyarakat Pesisir


4
alamnya. Lihat saja, dari mulai Pantai Widuri, Pantai Purwahamba,
Pantai Sigandu, Pantai Ujung Negoro, hingga Pantai Pelabuhan di
Semarang sepanjang Pulau Jawa.

Daerah pesisir berpotensi menjadi daerah wisata


Sumber: www.wordpress.com

Secara umum keindahan pantai merupakan kekayaan alam serta


kekayaan nyata bagi wilayah administratif yang memilikinya. Demikian
pula daerah pesisir, ketika sebuah potensi alam dikembangkan menjadi
daerah wisata oleh pemerintah setempat, maka ada kompensasi yang
menyertainya. Modernisasi yang terjadi di sekeliling daerah pantai, sebut
saja fasilitas penginapan, jalan, rumah makan serta banyak fasilitas
pendukung lain mengundang masyarakat dari berbagai tempat untuk
datang dan mengadu nasib. Banyak pendatang yang memenuhi wilayah
pesisir hanya untuk sekedar berbagi sepetak rumah dengan penduduk
lainnya. Akibatnya percampuran budaya terjadi antara pendatang dan
penduduk asli.

Kesenian Masyarakat Pesisir


5
Masyarakat pesisir Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan
menempati strata sebagai masyarakat golongan ekonomi menengah ke
bawah, sebab yang logis adalah sebagian besar nelayan Indonesia hanyalah
buruh nelayan atau nelayan tradisional yang kalah bersaing dengan banyak
nelayan modern lainnya dari luar negeri. Keberadaan mereka tetap
mendominasi meskipun pendapatan yang diperoleh tidaklah lebih banyak
dari nelayan modern yang berjumlah lebih sedikit.

Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan


kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena di dalam habitat pesisir
terdapat banyak kelompok kehidupan masyarakat di antaranya:
a) Masyarakat Nelayan Tangkap
Masyarakat nelayan tangkap adalah kelompok masyarakat pesisir
yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.
Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan
tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Kedua kelompok
ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan
jangkauan wilayah tangkapannya.

Masyarakat pesisir sebagian besar bermatapencarian sebagai nelayan


Sumber: www.images.google.co.id

Kesenian Masyarakat Pesisir


6
b) Masyarakat Nelayan Pengumpul.
Masyarakat nelayan pengumpul/bakul adalah kelompok masyarakt
pesisir yang bekerja di sekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.
Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui
pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya
dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawa ke pasar-pasar lokal.
Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat
pesisir perempuan.
c) Masyarakat Nelayan Buruh
Masyarakat nelayan buruh adalah kelompok masyarakat nelayan yang
paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari
mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu
kehidupan mereka. Mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang
memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai
buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan
penghasilan yang kecil.
d) Masyarakat Nelayan Tambak
Masyarakat nelayan tambak adalah masyarakat nelayan pengolah, dan
kelompok masyarakat nelayan buruh.

Kesenian Masyarakat Pesisir


7
3
Kesenian Masyarakat Pesisir

Kesenian masyarakat pesisir lahir dan berkembang di dalam


masyarakat pesisiran yang memilikinya. Berikut akan diuraikan kesenian
masyarakat pesisiran yang berada di daerah Cirebon, Pai, Pekalongan,
Banyuwangi, Pemalang, Indramayu, Jepara, dan Kudus.

A. Kesenian Masyarakat Cirebon


Kesenian khas masyarakat Cirebon diantaranya tari topeng, sintren,
dan kesenian gambyung.

1. Tari Topeng
Tari topeng merupakan salah satu tarian tradisional yang ada di
Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena setiap sang penari beraksi

Kesenian Masyarakat Pesisir


8
selalu menggunakan topeng.
Pada awalnya, tari topeng
diciptakan oleh sultan Cirebon
yang cukup terkenal, yaitu
Sunan Gunung Jati. Ketika
Sunan Gunung Jati berkuasa di
Cirebon, terjadilah serangan
oleh Pangeran Welang dari
Karawang. Pangeran ini sangat
sakti karena memiliki pedang
Sumber: www.1.bp.blogspot.com
Curug Sewu. Melihat kesaktian
sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya
walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana.
Akhirnya, sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran
Welang itu dengan cara pertunjukan kesenian.
Berawal dari keputusan itulah mulailah terbentuk suatu kelompok tari,
dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal,
akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan
pedang Curug Sewu itu sebagai pertanda cintanya. Bersamaan dengan
penyerahan pedang itulah, akhirnya Pangeran Welang kehilangan
kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati. Pangeran
itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang
ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran
Graksan. Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih
dikenal dengan nama tari topeng dan masih berkembang hingga sekarang.
Dalam tarian ini biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga
kali, yaitu topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng
warna merah. Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang
ditabuh pun semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang
diperankan. Tarian ini diawali dengan formasi membungkuk, formasi ini
melambangkan penghormatan kepada penonton dan sekaligus pertanda
bahwa tarian akan dimulai. Setelah itu, kaki para penari digerakkan

Kesenian Masyarakat Pesisir


9
melangkah maju-mundur yang
diiringi dengan rentangan tangan
dan senyuman kepada para
penontonnya.
Gerakan ini kemudian
dilanjutkan dengan membelakangi
penonton dengan menggoyangkan
pinggulnya sambil memakai topeng
berwarna putih, topeng ini
menyimbolkan bahwa pertunjukan
pendahuluan sudah dimulai. Setelah
berputar-putar menggerakkan
tubuhnya, kemudian para penari itu
berbalik arah membelakangi para
penonton sambil mengganti topeng
Sumber: www.wordpress.com
yang berwarna putih itu dengan
topeng berwarna biru. Proses serupa juga dilakukan ketika penari berganti
topeng yang berwarna merah. Uniknya, seiring
dengan pergantian topeng itu, alunan musik yang
mengiringinya maupun gerakan sang penari juga
semakin keras. Puncak alunan musik paling keras
terjadi ketika topeng warna merah dipakai para
penari.
Setiap pergantian warna topeng itu
menunjukkan karakter tokoh yang dimainkan,
misalnya warna putih. Warna ini melambangkan
tokoh yang punya karakter lembut dan alim.
Sementara itu, topeng warna biru, warna itu
menggambarkan karakter sang ratu yang lincah dan
anggun. Kemudian yang terakhir, warna merah
Sumber: www.lh5.ggpht.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


10
menggambarkan karakter yang berangasan (temperamental) dan tidak
sabaran. Setiap busana yang dipakai oleh penari biasanya selalu memiliki
unsur warna kuning, hijau dan merah yang terdiri dari toka-toka, apok,
kebaya, sinjang, dan ampreng.
Tarian ini biasanya akan dipentaskan ketika ada acara-acara hajatan
sunatan, kepemerintahan, perkawinan, maupun acara-acara rakyat
lainnya.

2. Kesenian Gembyung
Seni gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali
di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian terbang yang
hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang,
gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang
dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di
Cirebon. Kesenian gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-
upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban
dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Untuk pastinya
kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu pasti.
Yang jelas kesenian gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian
terbang hidup cukup lama di daerah tersebut. Gembyung merupakan jenis
musik ensambel yang didominasi oleh alat musik yang disebut waditra.
Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian gembyung
yang tidak menggunakan waditra tarompet.

Sumber: www.img442.imageshack.us.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


11
Setelah berkembang menjadi gembyung, tidak hanya eksis
dilingkungan pesantren, karena pada gilirannya kesenian ini pun banyak
dipentaskan di kalangan masyarakat untuk perayaan khitanan,
perkawinan, bongkar bumi, mapag sri, dan lain-lain. Pada
perkembangannya, kesenian ini banyak dikombinasikan dengan kesenian
lain. Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian gembyung telah
dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-
lagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan
gembyung. Kesenian gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak
terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya.
Kesenian gembyung seperti ini dapat ditemukan di daerah Cibogo,
Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Alat musik kesenian gembyung
Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro,
kempling telu dan kempling papat), Bangker dan Kendang. Lagu-lagu yang
disajikan pada pertunjukan gembyung tersebut antara lain
Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar. Busana
yang dipergunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang
biasa dipakai untuk ibadah salat seperti memakai kopeah (peci), Baju
Kampret atau kemeja putih, dan kain sarung.

3. Sintren
Salah satu tradisi lama rakyat pesisiran Pantai Utara (Pantura) Jawa
Barat, tepatnya di Cirebon, adalah sintren. Kesenian ini kini menjadi
sebuah pertunjukan langka bahkan di daerah kelahiran sintren sendiri.
Sintren dalam perkembangannya kini, paling-paling hanya dapat
dinikmati setiap tahun sekali pada upacara-upacara kelautan selain
nadran, atau pada hajatan-hajatan orang gedean.
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber kalangan seniman
tradisi Cirebon, sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an, nama
sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun katanya sintren
adalah nama penari yang masih gadis yang menjadi staring dalam
pertunjukan ini.

Kesenian Masyarakat Pesisir


12
Kesenian sintren (akhirnya bukan lagi permainan), terdiri dari para
juru kawih/sinden yang diiringi dengan beberapa gamelan seperti buyung,
sebuah alat musik pukul yang menyerupai gentong terbuat dari tanah liat,
rebana, dan waditra lainnya seperti kendang, gong, dan kecrek.
Sebelum dimulai, para juru kawih memulai dengan lagu-lagu yang
dimaksudkan untuk mengundang penonton. Syairnya begini:
Tambak tambak pawon
Isie dandang kukusan
Ari kebul-kebul
wong nontone pada kumpul.
Syair tersebut dilantunkan secara berulang-ulang sampai penonton
benar-benar berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan Sintren. Begitu
penonton sudah banyak, juru kawih mulai melantunkan syair berikutnya,
Kembang trate
Dituku disebrang kana
Kartini dirante
Kang rante aran mang rana
Di tengah-tengah kawih di atas, muncullah sintren yang masih muda
belia. Seorang sintren haruslah seorang gadis, kalau Sintren dimainkan oleh
wanita yang sudah bersuami, maka pertunjukan dianggap kurang pas.

Sumber: www.lh5.ggpht.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


13
Kemudian sintren diikat dengan tali tambang mulai leher hingga kaki,
sehingga secara syariat, tidak mungkin sintren dapat melepaskan ikatan
tersebut dalam waktu cepat. Lalu sintren dimasukkan ke dalam sebuah
carangan (kurungan) yang ditutup kain, setelah sebelumnya diberi bekal
pakaian pengganti. Gamelan terus menggema, dua orang yang disebut
sebagai pawang tak henti-hentinya membaca doa. Dengan asap kemenyan
mengepul juru kawih terus berulang-ulang nembang.
Gulung gulung kasa
Ana sintren masih turu
Wong nontone buru-buru
Ana sintren masih baru

Sumber: www.images.google.co.id

Yang artinya menggambarkan kondisi sintren dalam kurungan yang


masih dalam keadaan tidur. Namun begitu kurungan dibuka, sang Sintren
sudah berganti dengan pakaian yang serba bagus layaknya pakaian yang
biasa digunakan untuk menari topeng, ditambah lagi sang Sintren
memakai kacamata hitam.

Kesenian Masyarakat Pesisir


14
Sintren kemudian menari secara monoton, para penonton yang
berdesak-desakan mulai melempari Sintren dengan uang logam, dan begitu
uang logam mengenai tubuhnya, maka Sintren akan jatuh pingsan. Sintren
akan sadar kenbali dan menari setelah diberi jampi-jampi oleh pawang.
Secara monoton sintren terus menari dan penonton pun berusaha
melempar dengan uang logam dengan harapan sintren akan pingsan. Di
sinilah salah satu inti seni sintren. Jika ada yang melempar dengan uang
logam dan kena tubuh sintren pasti pingsan. Setelah bangun kembali, sang
penari sintren pun meneruskan kembali tariannya sampai jatuh pingsan
lagi ketika ada uang logam yang mengenai tubuhnya. Konon, ketika menari
tersebut, pemain sintren memang dalam keadaan tidak sadar alias
kerasukan. Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang
sintren berada dibawah alam sadarnya atau hanya sekadar untuk lebih
optimal dalam pertunjukan yang jarang tersebut. Terlepas dari ada
tidaknya unsur magis dalam kesenian ini, tetap saja kesenian ini cukup
menarik untuk disaksikan.
Ketika hal ini ditanyakan pada sintrennya usai pertunjukan, mengaku
tidak sadarkan diri apa yang ia perbuat di atas panggung, meskipun
sesekali terasa juga tubuhnya ada yang melempar dengan benda kecil.
Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang sintren
berada di bawah alam sadarnya atau hanya sekadar untuk lebih optimal
dalam pertunjukan yang jarang tersebut. Seorang mantan sintren yang
enggan disebut namanya mengatakan, ia pernah jadi sintren dan benar-
benar sadar apa yang dia lakukan di atas panggung, namun lantaran
tuntutan pertunjukan maka adegan pingsan harus ia lakukan.

Tempat Penyajian Sintren


Tempat yang digunakan untuk pertunjukan kesenian sintren adalah
arena terbuka. Maksudnya berupa arena pertunjukan yang tidak terlihat
batas antara penonton dengan penari sintren maupun pendukungnya. Hal
ini dimaksudkan agar lebih komunikatif dengan dibuktikan pada saat acara
balangan dan temohan, dimana antara penonton dan penari sintren

Kesenian Masyarakat Pesisir


15
terlihat menyatu dalam satu pertunjukan dengan ikut menari setelah
penonton melakukan balangan pada penari sintren.

Waktu Penyajian
Pegelaran sintren semula disajikan pada waktu sunyi dalam malam
bulan purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi
kalau dipentaskan pada malam kliwon, karena dikandung maksud bahwa
sintren sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang
menjelma menyatu dengan penari sintren. Namun demikian pada saat
sekarang ini pertunjukan sintren dapat dilaksanakan kapan saja baik siang
maupun malam hari tidak tergantung pada malam bulan purnama.

Busana Sintren
Busana yang digunakan penari sintren dulunya berupa pakaian
kebaya (untuk atasan) sekarang ini menggunakan busana golek.
Busana kebaya ini lebih banyak dipakai oleh wanita yang hidup di
desa-desa sebagai busana keseharian. Adapun macam-macam busana
yang lain sebagai pelengkap busana penari sintren dapat diuraikan
berikut ini.
1. Baju keseharian, yang dipakai sebelum pertunjukan kesenian sintren
berlangsung.
2. Baju golek, adalah baju tanpa lengan yang biasa dipergunakan dalam
tari golek.
3. Kain atau jarit, model busana wanita Jawa.
4. Celana Cinde, yaitu celana tiga perempat yang panjangnya hanya
sampai lutut.
5. Sabuk, yaitu berupa sabuk lebar dari bahan kain yang biasa dipakai
untuk mengikat sampur.
6. Sampur, berjumlah sehelai/selembar dililitkan di pinggang dan
diletakkan di samping kiri dan kanan kemudian ditutup sabuk atau
diletakkan di depan.

Kesenian Masyarakat Pesisir


16
7. Jamang, adalah hiasan yang dipakai di kepala dengan untaian bunga
melati di samping kanan dan kiri telinga sebagai koncer.
8. Kaos kaki hitam dan putih, seperti ciri khas kesenian tradisional lain
khususnya di Jateng.
9. Kacamata hitam, berfungsi sebagai penutup mata karena selama
menari, sintren selalu memejamkan mata akibat kerasukan “trance”,
juga sebagai ciri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik/
mempercantik penampilan.
Fungsi dari Kesenian Sintren dapat dijelaskan berikut ini.
1. Sebagai sarana hiburan masyarakat.
2. Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat.
3. Digunakan untuk keperluan upacara-upacara ritual seperti: bersih
desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nadzar, ruwatan dan
pernikahan.
4. Untuk memeriahkan peringatan hari-hari besar, seperti hari ulang
tahun kemerdekaan, hari jadi.

4. Kesenian Tarling Cirebon


Tarling merupakan kesenian khas dari wilayah pesisir timur laut Jawa
Barat (Indramayu-Cirebon dan sekitarnya). Bentuk kesenian ini pada
dasarnya adalah pertunjukan musik, namun disertai dengan drama
pendek. Nama "tarling" diambil dari singkatan dua alat musik dominan:
gitar akuistik dan suling. Selain kedua instrumen ini, terdapat pula
sejumlah perkusi, saron, kempul, dan gong. Awal perkembangan tarling
tidak jelas. Pada tahun 1960-an pertunjukan ini sudah dinamakan "tarling"
dan mulai masuk unsur-unsur drama.

Sejarah Tarling Cirebonan


Bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai utara (pantura),
terutama Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, kesenian tarling

Kesenian Masyarakat Pesisir


17
telah begitu akrab. Alunan bunyi yang dihasilkan dari alat musik gitar
dan suling, seolah dapat menghilangkan beratnya beban hidup yang
ditanggung. Lirik lagu dan kisah yang diceritakan di dalamnya, juga
mampu memberikan pesan moral yang mencerahkan dan menghibur.

lirik lagu dalam kesenian tarling memberikan pesan moral


Sumber: www.3.bp.blogspot.com

Meski telah begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat, tak


banyak yang mengetahui bagaimana asal-usul terciptanya tarling. Selain
itu, tak juga diketahui dari mana sebenarnya kesenian tarling itu terlahir.
Namun yang pasti, tarling merupakan kesenian yang lahir di tengah
rakyat pantura, dan bukan kesenian yang 'istana sentris'. Oleh karena
itu, tarling terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan
tidak terikat ritme serta tatanan tertentu sebagaimana seni yang lahir
di tengah 'istana'.

Melodi Kota Ayu dan Melodi Kota Udang


Sebelum 'resmi' bernama tarling, kesenian ini dikenal dengan sebutan
'melodi kota ayu' di Kabupaten Indramayu, dan 'melodi kota udang' di
Cirebon. Pada 17 Agustus 1962, ketua Badan Pemerintah Harian (BPH,

Kesenian Masyarakat Pesisir


18
sekarang DPRD) Kabupaten Cirebon, menyebut kesenian itu dengan
sebutan tarling.
Nama tarling itu diidentikkan dengan asal kata 'itar' (gitar dalam
bahasa Indonesia) dan suling (seruling). Versi lain pun mengatakan bahwa
tarling mengandung filosofi “yen wis mlatar kudu eling” (jika sudah
berbuat negatif, maka harus bertobat).
Asal tarling mulai muncul sekitar tahun 1931 di Desa Kepandean,
Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Saat itu, ada seorang komisaris
Belanda yang meminta tolong kepada warga setempat yang bernama Mang
Sakim, untuk memperbaiki gitar miliknya. Mang Sakim waktu itu dikenal
sebagai ahli gamelan.
Usai diperbaiki, sang komisaris Belanda itu ternyata tak jua
mengambil kembali gitarnya. Kesempatan itu akhirnya dipergunakan
Mang Sakim untuk mempelajari nada-nada gitar, dan membandingkannya
dengan nada-nada pentatonis gamelan.
Hal itu pun dilakukan oleh anak Mang Sakim yang bernama Sugra.
Bahkan, Sugra kemudian membuat eksperimen dengan memindahkan
nada-nada pentatonis gamelan ke dawai-dawai gitar yang bernada
diatonis.
Karenanya, tembang-tembang (kiser) Dermayonan dan Cerbonan
yang biasanya diiringi gamelan, bisa menjadi indah dengan iringan petikan
gitar. Keindahan itupun semakin lengkap setelah petikan dawai gitar
diiringi dengan suling bambu yang mendayu-dayu.
Alunan gitar dan suling bambu yang menyajikan kiser Dermayonan
dan Cerbonan itu pun mulai mewabah sekitar dekade 1930-an. Kala itu,
anak-anak muda di berbagai pelosok desa di Kabupaten Indramayu dan
Kabupaten Cirebon, menerimanya sebagai suatu gaya hidup.
Bahkan pada 1935, alunan musik tarling juga dilengkapi dengan kotak
sabun yang berfungsi sebagai kendang, dan kendi sebagai gong. Kemudian
pada 1936, alunan tarling dilengkapi dengan alat musik lain berupa
baskom dan ketipung kecil yang berfungsi sebagai perkusi.

Kesenian Masyarakat Pesisir


19
Biasanya, panggung dalam pementasan tarling hanya berupa tikar
yang diterangi lampu patromak (saat malam hari).
Kesenian tarlingnya juga biasa dilengkapi dengan pergelaran drama.
Adapun drama yang disampaikannya itu berkisah tentang kehidupan
sehari-hari yang terjadi di tengah masyarakat. Akhirnya, lahirlah lakon-
lakon seperti Saida-Saeni, Pegat Balen, maupun Lair Batin yang begitu
melegenda hingga kini. Bahkan, lakon Saida-Saeni yang berakhir tragis,
selalu menguras air mata para penontonnya.
Di Kabupaten Indramayu pun muncul sederet nama yang
melambungkan tarling hingga ke berbagai pelosok daerah. Di antara nama
itu adalah Jayana, Raden Sulam, Carinih, Yayah Kamsiyah, Hj Dariah,
dan Dadang Darniyah. Pada dekade 1950-an, di Kabupaten Cirebon
muncul tokoh tarling bernama Uci Sanusi.
Kemudian pada dekade 1960-an, muncul tokoh lain dalam blantika
kesenian tarling, yakni Abdul Ajib yang berasal dari Desa Buyut,
Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, dan Sunarto Marta Atmaja,
asal Desa Jemaras, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon.
Seni tarling saat ini memang telah hampir punah. Namun, tarling
selamanya tidak akan bisa dipisahkan dari sejarah masyarakat pesisir
pantura Dermayon dan Cirebon.

B. Kesenian Laesan Masyarakat Bajomulyo


Kabupaten Pati
Kesenian laesan adalah salah satu kesenian tradisional kerakyatan yang
merupakan hasil ekspresi estetis masyarakat dengan fenomena trance
didalamnya. Di dalam trance inilah muncul simbol-simbol yang tersirat
dalam pertunjukan laesan, yang kemudian oleh penonton diwujudkan
menjadi pola-pola kelakuan masyarakat Bajomulyo.
Kesenian laesan mempunyai bentuk ekspresi estetis yang terdapat
dalam bagian berikut.

Kesenian Masyarakat Pesisir


20
1) Bagian awal pertunjukan, inti pertunjukan dan bagian akhir
pertunjukan.
2) Unsur-unsur pendukung pertunjukan meliputi perlengkapan pentas,
gerak tari, iringan, rias, busana, dan ruang pentas.
3) Simbol-simbol yang membentuk makna dalam proses interaksi
simbolik meliputi dupa, sesaji, nyanyian pengiring, makna trance
dalam laesan.
4) Saran yang disampaikan dalam kesenian laesan perlu dikemas kembali
supaya menjadi lebih baik. Kesenian laesan ini perlu dilestarikan dan
diwariskan kepada generasi berikutnya untuk menghindari
kepunahan.
Laesan adalah sebuah kesenian rakyat yang tumbuh di daerah Pesisir
yang merupakan perpaduan antara nyanyian dan tarian. Laesan berubah
menjadi laisan karena adanya dialek pada masyarakat setempat. Apabila
ditinjau secara morfologis, laisan berasal dari kata lais yang mendapat
akhiran –an. Lalis artinya “mati” dan –an berarti “ seperti atau seolah-
olah mati”. Lalis dapat berubah menjadi lais karena adanya proses
perubahan dimana sebuah kata kehilangan suatu silabe atau suku kata
ditengah-tengahnya. Kata lalis kehilangan satu suku kata sehingga menjadi
lais.
Dalam pementasan laesan, penari utama dilakukan oleh seorang laki-
laki yang disebut lais. Apabila tarian ini ditarikan oleh seorang pria maka
disebut dengan laesan sebaliknya apabila tarian ini ditarikan oleh seorang
perempuan disebut Sintren. Pementasan kesenian laesan selalu
menggunakan magi. Apabila ditinjau dari tata cara pementasan tari laesan,
yang didahului dengan membakar kemenyan dan mengundang Bidadari,
dapat diperkirakan bahwa tindakan ini merupakan sisa-sisa upacara
religius yang berubah fungsinya menjadi kesenian tradisional.
Untuk menjadi pemeran utama dalam kesenian laesan tidak
memerlukan ilmu tertentu. Dengan kata lain kemampuan itu datang
dengan sendirinya. Kemampuan itu datang secara turun-temurun dari

Kesenian Masyarakat Pesisir


21
generasi tua ke generasi penerusnya. Akan tetapi, tidak semua orang
mampu menjadi pelaku utama dalam kesenian laesan ini karena
kemampuan tersebut bukanlah sebuah ilmu yang dapat dipelajari seperti
halnya sihir atau ilmu sulap, tetapi datang dengan sendirinya hanya cukup
dengan hening cipta di tengah kepulan asap kemenyan di dalam kurungan.
Kesenian laesan juga mempunyai seorang pemimpin yang bertugas
untuk mengatur segala apa saja selama proses pertunjukan berlangsung.
Tugas seorang pemimpin adalah mempersiapkan kebutuhan laesan,
misalnya mengantar laes ke tengah arena pertunjukan untuk
menjalankan tugasnya sebagai laes. Seorang pemimpin pertunjukan
laesan belum tentu menjadi pawang, tetapi tugasnya adalah membakar
kemenyan, menyediakan sesaji, mengomando iringan serta nyanyian
agar laes bisa menjadi trance (melakukan perbuatan di luar kemampuan
manusia biasa).
Bentuk kesenian laesan sangat sederhana baik dalam garapan maupun
cara melakukannya, namun keindahannya tetap menjadi pertimbangan
dalam penyajiannya. Ekspresi estetis masyarakat Bajomulyo yang
dituangkan melalui media kesenian laesan tercermin dalam tata urutan
penyajiannya yang meliputi aspek-aspek urutan penyajian, dan unsur-
unsur pendukung kesenian laesan.
Urutan penyajian pertunjukan kesenian laesan dimulai dari bagian
awal pertunjukan, bagian pertunjukan itu sendiri dan bagian akhir
pertunjukan.

Bagian Awal Pertunjukan


Pertunjukan laesan dimulai dengan membakar kemenyan terlebih
dahulu. Setelah pemimpin pertunjukan membakar kemenyan dan asapnya
mulai mengepul, baru kemudian dimasukkan ke dalam kurungan yang
sudah dibalut dengan kain. Disamping itu, nyanyian pembukaan juga
mulai diperdengarkan dengan tujuan untuk mengundang perhatian
penonton agar datang untuk melihatnya.

Kesenian Masyarakat Pesisir


22
Lagu-lagu yang dinyanyikan misalnya Kembang Manggar, Kembang
Gedhang, Kembang Anggrek, Rujak Cengkir, Rujak Uni, Rujak Nanas, dan
masih banyak lagu-lagu yang dinyanyikan kelompok penembang sampai
penonton berdatangan memenuhi arena pertunjukan. Nyanyian-nyanyian
tersebut mempunyai nilai yang bermacam-macam yang ditujukan bagi
penonton pertunjukan kesenian laesan.

Bagian Pertunjukan
Setelah penonton berkumpul dan perlengkapan pentas sudah siap,
maka pemimpin pertunjukan menjemput pelaku utama laesan untuk
memasuki arena pentas. Kemudian pemimpin pertunjukan mengambil
sesaji yang ada di pinggir untuk dibawa ke tengah arena pentas. Laes
(pelaku utama) masuk ke tengah arena pementasan kemudian duduk
di tengah arena pertunjukan dengan menghadap ke timur dalam
keadaan hening dan berkonsentrasi penuh sebelum ditutup dengan
kurungan.
Bersamaan dengan mengalunnya lagu, kurungan yang sudah penuh
dengan asap dari kemenyan ditutupkan pada laes (pelaku utama) tersebut
yang dilanjutkan dengan nyanyian untuk mendatangkan roh Bidadari. Roh
bidadari didatangkan dengan maksud agar laes menjadi trance, yaitu
melakukan perbuatan di luar kemampuan manusia biasa.
Nyanyian yang berupa mantra dalam kesenian laesan itu dinyanyikan
secara bersama-sama oleh sekelompok penembang dengan harapan
kekuatan gaib yang ada di alam gaib turun di dunia. Setelah bidadari
datang, pelaku utama (laes) memberitahu pemimpin pertunjukan dengan
memberi isyarat kurungan digerak-gerakan. Apabila kurungan bergerak-
gerak, merupakan pertanda pelaku laesan sudah mulai trance, maka
kurungan segera dibuka. Dalam keadaan mata terpejam, pelaku tersebut
berdiri dan berjalan kesana kemari mengitari arena pertunjukan.
Gerakan yang dilakukan oleh laes bukan atas kemauannya sendiri
melainkan karena adanya roh yang memasuki tubuhnya. Setelah dianggap
cukup dinikmati oleh penonton, laes yang masih dalam keadaan trance

Kesenian Masyarakat Pesisir


23
dimasukkan lagi ke dalam kurungan sebagai tanda pergantian atraksi
selanjutnya.
Pertunjukan laesan mempunyai beberapa atraksi yang ditampilkan
secara acak atau tidak berurutan, tetapi sesuai dengan kemauan atau
permintaan laes. Setiap atraksi yang akan dilakukan disampaikan kepada
pemimpin pertunjukan agar disampaikan kepada penembang (penyanyi)
dan penabuh instrumen (gamelan). Atraksi-atraksi yang biasa ditampilkan
oleh seorang laes (pelaku utama), antara lain Bandan, Uculana Bandan,
dan Permainan Keris.
Dalam atraksi bandan (diikat), laes yang masih dalam kurungan
kemudian diberi seutas tali yang panjangnya kira-kira lima meter oleh
pemimpin pertunjukan. Kemudian pemimpin pertunjukan meminta
kepada penembang agar lagunya berganti dengan lagu bandan (permainan
tali). Di dalam kurungan, laes (pelaku utama) mengikat tubuhnya sendiri
dengan tali tersebut. Setelah kurungan bergerak-gerak, pemimpin
pertunjukan membuka kurungan agar laes dapat dilihat penonton.
Ternyata dalam keadaan mata terpejam, seluruh tubuh laes terikat tali
mulai dari leher, badan dan kedua tangannya. Posisi ikatan kedua tangan
berada di belakang tubuh.
Maksud dari atraksi ini untuk menunjukkan bahwa yang mengikat
tubuh Laes dengan bentuk ikatan demikian adalah bidadari bukan Laes
itu sendiri.
Setelah dianggap cukup memuaskan penonton, laes dimasukkan
kembali ke dalam kurungan untuk melakukan proses melepaskan
ikatan tali yang ada di tubuhnya. Proses melepaskan ikatan tali tersebut
diiringi dengan lagu tertentu. Selama kurang lebih lima menit, para
penembang menyanyi dengan khidmat dan serempak, setelah itu
kurungan dibuka. Tampaklah laes sudah terbebas dari ikatan tali yang
melilit tubuhnya. Selanjutnya laes menari mengitari arena pertunjukan
dengan mata terpejam untuk kemudian melakukan permainan
berikutnya.

Kesenian Masyarakat Pesisir


24
Dalam atraksi permainan keris, pelaku utama (laes) diberi sebilah
keris. Laes dalam keadaan tidak sadar menusukkan keris pada tubuhnya
sendiri, antara lain pada paha, perut dan dahi. Anehnya meski ditusuk,
tubuh laes tersebut tidak terluka sedikitpun. Persyaratannya adalah
menggunakan keris yang bukan luk, karena keris yang mempunyai luk
mudah patah apabila ditusukkan pada tubuh laes. Apabila keris yang
diberikan pada Laes masih memiliki kekuatan gaib maka keris tersebut
akan hilang pada waktu dipegang oleh laes selama trance (melakukan
perbuatan di luar kemampuan manusia biasa).

Bagian Akhir Pertunjukan


Sebagai penutup seluruh rangkaian pertunjukan laesan, pemimpin
pertunjukan mengembalikan laes agar sadar seperti semula. Kemenyan
yang ada di tepi arena pentas dikipasi lagi agar asapnya keluar. Setelah
asapnya mengepul, ditutup lagi dengan kurungan, agar asap tersebut
memenuhi kurungan. Kemudian laes dimasukkan lagi ke dalam
kurungan yang sudah penuh asap kemenyan. Kembalinya bidadari ke
surga, ditandai dengan sadarnya kembali laes, dan selesailah keseluruhan
pertunjukan kesenian laesan.

C. Kesenian Masyarakat Pekalongan


Pekalongan Utara adalah sebuah kecamatan di Kota Pekalongan,
Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kota Kecamatan Pekalongan Utara
terletak di Kelurahan Panjang Wetan.
Wilayah Kecamatan Pekalongan Utara adalah wilayah pesisir pantai
utara (Laut Jawa), sehingga sebagian wilayahnya yang berdekatan dengan
pantai seringkali mengalami rob (air laut pasang). Wilayah yang sering
mengalami bencana rob antara lain; Kelurahan Panjang Wetan, Panjang
Baru, Kandang Panjang, Krapyak Lor.

Kesenian Masyarakat Pesisir


25
Selain bencana rob, di Kecamatan Pekalongan Utara terdapat satu
kelurahan yang hampir setiap tahun tergenang banjir yaitu Kelurahan
Pabean. Hal ini karena kondisi tanahnya lebih rendah dibanding dengan
daratan di sekitarnya.
Kesenian dan kebudayaan masyarakat Pekalongan di antaranya
sebagai berikut.

1. Tari Sintren
Sintren adalah kesenian tradisional
masyarakat Pekalongan dan sekitarnya,
merupakan sebuah tarian yang berbau
mistis/magis yang bersumber dari cerita
cinta kasih Sulasih dan Raden
Sulandono. Tersebut dalam kisah bahwa
Raden Sulandono adalah putra Ki
Bahurekso dari perkawinannya dengan
Sumber: www.wordpress.com
Dewi Rantansari.

Dalam pertunjukan sintren, sang penari akan dimasuki roh bidadari


Sumber: www.wordpress.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


26
Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari
Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu
dari Ki Bahurekso. Akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa dan Sulasih
memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara
keduanya masih terus berlangsung melalui alam goib. Pertemuan tersebut
diatur oleh Dewi Rantansari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh
Sulasih, pada saat itu pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil
rohnya untuk menemui Sulasih, maka terjadilah pertemuan di antara
Sulasih dan Raden Sulandono.
Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti
dimasuki roh bidadari oleh pawangnya. Sintren diperankan seorang gadis
yang masih suci (perawan), dibantu oleh pawangnya dan diiringi gending
6 orang. Pengembangan tari sintren sebagai hiburan rakyat, kemudian
dilengkapi dengan penari pendamping dan pelawak.

2. Simtud Durrar
Simtud durrar merupakan kesenian tradisional yang bernapaskan
Islam dengan menggunakan rebana dan jidur sebagai alat musiknya.
Kesenian ini beranggotakan antara 15 orang hingga 20 orang, dengan
diiringi musik. Mereka melantunkan puji-pujian atau sholawatan sebagai
ungkapan syukur dan permohonan keselamatan dunia dan akhirat.

Simtud Durrar, kesenian yang


bernapaskan islam
Sumber: www.multiply.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


27
Kesenian ini biasa digunakan pada saat pembukaan acara hajatan
atau selamatan yang diselenggarakan oleh warga masyarakat Kota
Pekalongan yang dikenal dengan ketaatannya dalam menjalankan
perintah agama.

D. Kesenian Masyarakat Pesisir Banyumas


Kabupaten Banyumas adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Brebes di utara;
Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten
Kebumen di timur, serta Kabupaten Cilacap di sebelah selatan dan barat.
Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah terdapat di ujung utara
wilayah kabupaten ini.
Kabupaten Banyumas merupakan bagian dari wilayah budaya
Banyumasan, yang berkembang di bagian barat Jawa Tengah. Bahasa yang
dituturkan adalah bahasa Banyumasan, yakni salah satu dialek bahasa
Jawa yang cukup berbeda dengan dialek standar bahasa Jawa ("dialek
Mataraman") dan dijuluki "bahasa ngapak".
Di antara seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas yaitu wayang
kulit gagrag Banyumas dan begalan.

1. Wayang kulit gagrag Banyumas


Wayang kulit gagrag Banyumas yaitu
kesenian wayang kulit khas Banyumasan.
Terdapat dua gagrak (gaya), yakni Gragak
Kidul Gunung dan Gragak Lor Gunung.
Kekhasan wayang kulit gragak Banyumasan
adalah napas kerakyatannya yang begitu
kental dalam pertunjukannya.

Sumber: www.1.bp.blogspot.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


28
2. Begalan
Begalan adalah seni tutur tradisional yang dilaksanakan pada upacara
pernikahan. Kesenian ini menggunakan peralatan dapur yang memiliki
makna simbolis berisi falsafah Jawa bagi pengantin dalam berumah tangga
nantinya.

Kesenian begalan dilaksanakan pada upacara pernikahan


Sumber: www.3.bp.blogspot.com

Kesenian musik tradisional Banyumas juga memiliki kekhasan


tersendiri dibanding dengan kesenian musik Jawa lainnya. Kesenian musik
tradisional Banyumas di antaranya calung, kentongan, dan bongkel.

1. Calung
Calung adalah alat musik yang terbuat dari potongan bambu yang
diletakkan melintang dan dimainkan dengan cara dipukul. Perangkat
musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan
gamelan Jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem,
kenong, gong dan kendang.
Selain itu ada gong sebul. Dinamakan demikian karena bunyi yang
dikeluarkan mirip gong, tetapi dimainkan dengan cara ditiup (Bahasa
Jawa: disebul), alat ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran yang besar.

Kesenian Masyarakat Pesisir


29
Alat musik calung terbuat dari bambu
Sumber: www.farm4.static.flickr.com

Dalam penyajiannya, calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden.


Aransemen musik yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan,
gending gaya Banyumasan, Surakarta-Yogyakarta dan sering pula
disajikan lagu-lagu pop yang diaransemen ulang.

2. Kenthongan
Kenthongan adalah alat musik
yang terbuat dari bambu. Kenthong
adalah alat utamanya, berupa
potongan bambu yang diberi lubang
memanjang disisinya dan
dimainkan dengan cara dipukul
dengan tongkat kayu pendek.
Kenthongan dimainkan dalam
kelompok yang terdiri dari sekitar
20 orang dan dilengkapi dengan

Sumber: www.2.bp.blogspot.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


30
bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Dalam satu grup
kenthongan, kenthong yang dipakai ada beberapa macam sehingga
menghasilkan bunyi yang selaras.

3. Bongkel
Bongkel yakni peralatan musik tradisional sejenis angklung, namun
terdiri empat bilah berlaras slendro.

Masyarakat Banyumas juga memiliki seni tari yang khas. Adapun


kesenian tari-tarian khas Banyumasan di antaranya berikut ini.

1. Lengger

Sumber: www.duaberita.com.

Lengger merupakan tarian yang dimainkan oleh dua orang perempuan


atau lebih. Di tengah-tengah pertunjukan hadir seorang penari laki-laki
disebut badhud (badut/bodor). Tarian ini umumnya dilakukan di atas
panggung dan diiringi oleh alat musik calung.

2. Sintren
Sintren adalah tarian yang dimainkan oleh laki-laki yang mengenakan
baju perempuan. Tarian ini biasanya melekat pada kesenian ebeg. Di

Kesenian Masyarakat Pesisir


31
tengah-tengah pertunjukan biasanya pemain ditindih dengan lesung dan
dimasukan ke dalam kurungan, dimana dalam kurungan itu ia berdandan
secara wanita dan menari bersama pemain yang lain.

3. Aksimuda
Aksimuda merupakan kesenian bernapaskan Islam. Kesenian ini
berupa silat yang digabung dengan tari-tarian.

4. Angguk
Angguk yakni kesenian tari-tarian bernapaskan Islam. Kesenian ini
dilakukan oleh delapan pemain. Di mana pada akhir pertunjukan pemain
tidak sadarkan diri.

5. Aplang atau Daeng


Aplang atau daeng yakni kesenian yang serupa dengan angguk.
Kesenian ini dimainkan oleh remaja putri.

6. Buncis

Kesenian buncis diiringi dengan alat musik angklung


Sumber: www.banyumaskab.go.id

Kesenian Masyarakat Pesisir


32
Buncis yaitu paduan antara kesenian musik dan tarian yang
dimainkan oleh delapan orang. Kesenian ini diiringi alat musik angklung.

7. Ebeg

Sumber: www.2.bp.blogspot.com

Ebeg adalah kuda lumping khas Banyumas. Pertunjukan ini diiringi


oleh gamelan yang disebut bendhe.

D. Kesenian Masyarakat Pesisir Banyuwangi


Masyarakat pesisir Banyuwangi memiliki beberapa kesenian yang
cukup terkenal. Di antaranya ritual seblang, tari gandrung, dan masih
banyak lagi.

1. Ritual Seblang
Ritual Seblang adalah salah satu ritual masyarakat Using yang
hanya dapat dijumpai di dua desa dalam lingkungan kecamatan
Glagah, Banyuwangi, yakni desa Bakungan dan Olihsari. Ritual ini

Kesenian Masyarakat Pesisir


33
dilaksanakan untuk keperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa
tetap dalam keadaan aman dan tenteram. Ritual ini sama seperti ritual
sintren di wilayah Cirebon, jaran kepang, dan sanghyang di Pulau Bali.
Penyelenggaraan tari Seblang di dua desa tersebut juga berbeda
waktunya, di desa Olihsari diselenggarakan satu minggu setelah Idul Fitri,
sedangkan di desa Bakungan yang bersebelahan, diselenggarakan
seminggu setelah Idul Adha.

Sumber: www.hasansentot2008.blogdetik.com

Para penarinya dipilih secara supranatural oleh dukun setempat, dan


biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya.
Di desa Olihsari, penarinya haruslah gadis yang belum akil balik,
sedangkan di Bakungan, penarinya haruslah wanita berusia 50 tahun ke
atas yang telah mati haid (menopause).
Tari seblang ini sebenarnya merupakan tradisi yang sangat tua, hingga
sulit dilacak asal usul dimulainya. Namun, catatan sejarah menunjukkan
bahwa seblang pertama yang diketahui adalah Semi, yang juga menjadi
pelopor tari Gandrung wanita pertama (meninggal tahun 1973). Setelah
sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak Midah atau Mak Milah)
pun harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam usia kanak-
kanaknya hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi penari
gandrung.

Kesenian Masyarakat Pesisir


34
2. Tari Gandrung

Sumber: www.ksupointer.com

Gandrung Banyuwangi
berasal dari kata “gandrung”,
yang berarti ‘tergila-gila’ atau
‘cinta habis-habisan’ dalam
bahasa Jawa. Kesenian ini masih
satu genre dengan tari ketuk tilu
di Jawa Barat, tayub di Jawa
Tengah dan Jawa Timur bagian
barat, lengger di wilayah Sumber: www.3.bp.blogspot.com
Banyumas dan joged bumbung
di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari
bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).
Bentuk kesenian yang didominasi tarian khas Banyuwangi yang
terletak di ujung timur Pulau Jawa, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu
diidentikkan dengan gandrung. Masyarakat Banyuwangi sering dijuluki

Kesenian Masyarakat Pesisir


35
Kota Gandrung. Patung-patung penari gandrung dapat kita dijumpai di
berbagai wilayah Banyuwangi.
Tarian gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti
perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi
maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya.
Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul
21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).

3. Barong
Barong adalah salah satu kesenian yang tetap diminati di kabupaten
Banyuwangi. Hampir sama dengan Bali, barong kemiren juga mengandung
mistis, dimana diyakini bahwa orang yang menggerakkan barong dalam
keadaan tidak sadar alias kesurupan.

Sumber: www.lareosing.org

Kesenian ini cukup unik dan aman untuk dinikmati. Seni barong
tampil pada saat upacara adat desa seperti ider bumi, acara pernikahan
sebagai suguhan tontonan bagi para tamu undangan.

Kesenian Masyarakat Pesisir


36
4. Teater Janger
Teater Janger atau kadang disebut Damarwulan atau Jinggoan,
merupakan pertunjukan rakyat yang sejenis dengan ketoprak dan ludruk.
Pertunjukan ini hidup dan berkembang di wilayah Banyuwangi, Jawa
Timur serta mempunyai lakon atau cerita yang diambil dari kisah-kisah
legenda maupun cerita rakyat lainnya. Selain itu juga sama-sama
dilengkapi pentas, sound system, layar/tirai, gamelan, tari-tarian dan
lawak. Serta pembagian cerita dalam babak-babak yang dimulai dari
setelah Isya hingga menjelang Subuh.
Teater Janger Banyuwangi ini merupakan salah satu kesenian hibrida,
dimana unsur Jawa dan Bali bertemu jadi satu di dalamnya. Gamelan,
kostum dan gerak tarinya mengambil budaya Bali, namun lakon cerita
dan bahasa justru mengambil dari budaya Jawa.

Sumber: www.dotcomcell.com

Bahasa yang dipergunakan dalam kesenian ini adalah bahasa Jawa


Tengahan yang merupakan bahasa teater ketoprak. Namun pada saat
lawakan, digunakan bahasa Using sebagai bahasa pengantar. Lakon
ceritanya pun justru diambil dari Serat Damarwulan yang dianggap
penghinaan terhadap masyarakat Banyuwangi, yang anehnya malah
berkembang subur.

Kesenian Masyarakat Pesisir


37
5. Rengganis
Rengganis adalah kesenian drama tadisional yang berkembang di
Banyuwangi, diperkirakan berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Nama
tokoh yang diangkat dalam kesenian tersebut, antara lain Putri Rengganis
dan Prabu Roro seorang raja putri dan adipati Umar Moyo dari kerajaan
Guparman.
Sementara cerita yang diangkat dari kesenian "Rengganis"
diambil dari buku Serat Menak. Tokoh-tokoh yang populer dalam
kesenian Rengganis adalah Jemblung, abdi Umar Moyo, Lam Dahur
(kalau dalam pewayangan mirip Werkudoro), Pati Tejo Matal,
Jayengrono.
Selain unsur-unsur Islam yang sangat menonjol dalam kesenian
tersebut, juga ada kalimat-kalimat mantra yang sering diucapkan Umar
Moyo saat meminta kekuatan senjata pamungkasnya, yaitu Kasang
Tirto Nadi.
Setiap tokoh mempunyai karasteristik, seperti tokoh pewayangan.
Teknik pentas dan jejer, atau sampaikan seperti dalam wayang orang.
Setiap adegan, tokoh suatu kerajaan akan keluar bersama-sama. Kecuali
permaisuri, Raja dan para patih. Tari setiap tokoh juga mempunyai ciri
khas tersendiri, begitu juga gending musik pengiring.

E. Kesenian Masyarakat Pemalang


Masyarakat Pemalang memiliki beberapa kesenian yang sering
ditampilkan dalam acara-acara tertentu, yaitu jaran kepang, kuntulan,
baritan, dan krangkeng.

1. Jaran Kepang
Jaran kepang atau kuda lumping adalah jenis kesenian tradisional
yang umumnya dikenal di masyarakat Jawa Tengah. Kesenian ini

Kesenian Masyarakat Pesisir


38
merupakan jenis permainan yang menyertakan unsur magis karena
pada adegan tertentu pemainnya memainkan atraksi yang tidak
mungkin dilakukan manusia biasa seperti adegan makan pecahan
kaca.

Sumber: www.files.wordpress.com

Dari sejumlah kesenian Jaran Kepang yang ada di Jawa Tengah,


Pemalang mungkin memiliki beberapa kelebihan berupa inovasi seperti
adanya adegan cukup unik dimana dua atau tiga orang pemain dijadikan
manusia setengah robot yang bisa duduk atau berdiri mematung berjam-
jam lamanya.
Kesenian jaran kepang biasanya dipentaskan pada acara hajatan,
upacara hari besar nasional atau pun menyambut kunjungan tamu
resmi.

2. Kuntulan
Kesenian ini mulai dikenal masyarakat Pemalang pada sekitar awal
abad ke-20 yaitu pada saat di tanah air banyak muncul pergerakan
kebangsaan. Tokoh-tokoh masyarakat Pemalang saat itu tak mau
ketinggalan ikut dalam kancah perjuangan nasional. Dibentuklah
perkumpulan bela diri, khususnya pencak silat. Kegiatan bela diri ini ketika
itu selalu diiringi rebana dan pukulan bedug.

Kesenian Masyarakat Pesisir


39
Setelah kemerdekaan
kegiatan ini yang kemudian
di -kenalkan dengan nama
kuntulan tetap berlangsung
dan berubah dari alat
perjuangan menjadi sarana
hiburan. Kesenian ini
biasanya dipentaskan pada
acara peringatan hari besar
nasional, hajatan atau pun
menyambut tamu resmi.
Kesenian kuntulan tampak
Sumber: www.imamadhe.files.wordpress.com
menarik karena memadukan
jurus-jurus bela diri yang kelihatan artistik, dengan diiringi oleh
keindahan musik rebana dan bedug.

3. Baritan
Baritan atau sedekah laut merupakan prosesi melarung jolen ke
tengah laut yang dilaksanakan para nelayan sebagai upacara rasa syukur
atas hasil usaha menangkap ikan di laut. Baritan atau sedekah laut ini
diselenggarakan setiap tahun sekali pada Maulud, setiap Selasa atau
Jumat Kliwon.

Sumber: www.suaramerdeka.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


40
Sebelum upacara pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang dihadiri
para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait dengan
mengambil lokasi di tempat pelelangan ikan (TPI). Pembacaan doa dan
tahlil menyertai upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini
dapat berjalan lancar, selamat dan tidak menyimpang dari aturan agama.

4. Krangkeng
Krangkeng merupakan Kesenian tradisional yang dikenal oleh
masyarakat Pemalang sejak tiga abad silam. Berawal dari peristiwa
penyerbuan ke Batavia oleh laskar Mataram. Pemalang yang saat itu
termasuk dalam wilayah Mataram membantu laskar Sultan Agung dengan
mengirim prajurit-prajurit terbaiknya. Cara menghasilkan prajurit
tangguh saat itu ialah melatih para pemuda dengan ilmu kanuragan dan
olah keprajuritan. Caranya setiap latihan olah kanuragan selalu diiringi
musik atau tetabuhan.
Kegiatan latihan olah kanuragan yang diiringi musik kini masih terus
berlangsung, bahkan kian meluas. Materi yang ditampilkan kian
berkembang dan diperkaya berbagai jenis ketangkasan lainnya seperti
atraksi kekebalan tubuh dan keterampilan akrobatik. Olah kanuragan kini
telah beralih fungsi menjadi sebuah kegiatan kesenian dan tontonan yang
menarik. Inilah cikal bakal lahirnya kesenian krangkeng.

F. Kesenian Masyarakat Pesisir Utara Indramayu


Masyarakat pesisir Indramayu kaya akan kesenian yang menarik.
Beberapa kesenian yang cukup terkenal yaitu ngarot, nadran, genjring
akrobat, dan sebagainya.

1. Ngarot
Upacara adat ngarot merupakan salah satu upacara adat yang sejak
abad ke-16 sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakat Desa

Kesenian Masyarakat Pesisir


41
Lelea setiap menjelang
penggarapan sawah. Ngarot
atau Kasinoman dilaksanakan
setiap hari Rabu, minggu
keempat Bulan November.
Pelaku Ngarot adalah para
muda-mudi dengan kostum
yang khas dan aksesoris yang Sumber: www.images.google.co.id
gemerlap merupakan daya tarik
even pariwisata. Selain kesenian tradisional, tari topeng, ronggeng ketuk
yang digelar bersamaan, juga dimeriahkan pula dengan pasar malam yang
berlangsung selama seminggu.

2. Nadran
Merupakan mensyukuri
hasil tangkapan ikan,
mengharap peningkatan hasil di
tahun mendatang dan berdoa
agar tidak mendapat aral
melintang dalam mencari
nafkah di laut. Hal ini
merupakan maksud utama dari
Upacara Adat Nadran yang Sumber: www.kfk.kompas.com
diselenggarakan secara rutin setiap tahun. Selain upacara ritual adat,
kesenian tradisional serta pasar malam pun diselenggarakan selama
seminggu.
Umumnya Upacara Adat Nadran diselenggarakan antara bulan
Oktober sampai Desember yang bertempat di Pantai Eretan, Dadap,
Karangsong, Limbangan, dan Glayem. Upacara nadran ini juga diperingati
setiap masyarakat selain Indramayu.

Kesenian Masyarakat Pesisir


42
3. Tari Topeng Dermayon

Sumber: www.3.bp.blogspot.com

Tari topeng Dermoyan memiliki ciri yang berbeda dengan tari topeng
daerah lain. Ciri khusus tersebut di antaranya memiliki gerak tari yang
khas dan kostum yang berciri topeng spesifik.

4. Genjring Akrobat
Genjring akrobat merupakan salah satu
jenis kesenian tradisional masyarakat
Indramayu. Kesenian ini mempertunjukkan
akrobat atau atraksi dengan media tangga,
sepeda beroda satu dan sebagainya. Kesenian
genjring akrobat dalam penyajiannya diiringi
alat musik genjring atau rebana dengan
Sumber:
dilengkapi tari rudat. www.1.bp.blogspot.com

5. Sintren atau Lais


Sintren atau lais merupakan salah satu kesenian rakyat yang masih
tetap hidup dan berkembang di masyarakat pesisir terutama Pantai Utara.
Selain nuansa magis, kurungan ayam menjadi daya tarik kesenian Sintren
ini, juga alat musik yang sangat khas berupa buyung, kendi dan bumbung
atau batang bambu.

Kesenian Masyarakat Pesisir


43
G. Kesenian Masyarakat Jepara
Kesenian masyarakat Jepara yang cukup terkenal, di antaranya
emprak dan tari tayub.

1. Emprak
Emprak merupakan sendratari yang diiringi dengan musik slawatan
yang bercerita tentang kisah kelahiran Nabi Muhammad. Emprak boleh
dibilang merupakan suatu peragaan dari isi cerita yang ada dalam Kitab
Barzanji. Fungsi kesenian Emprak ini hanyalah sebagai hiburan atau
tontonan biasa. Kesenian ini lahir pada sekitar tahun 1927 di desa Pleret/
Mejing, Gamping, Sleman.
Penciptanya adalah Kyai Derpo, beliau adalah putra dan seorang abdi
dalem kraton yang bernama Dipowedono. Jumlah pemain kesenian ini
berkisar 30 orang yang terdiri dari 20 orang penari dan 10 orang pemain
alat musik atau pengiring. Pada mulanya penari Emprak terdiri dari laki-
laki semua, tetapi pada tahun 1950 mulai ada penari wanita. Mereka
berusia antara 15 tahun sampai dengan 35 tahun.
Kostum yang dipakai para pemain Emprak bersifat realistis dan
berorientasi ke Arab, sedangkan rias mukanya ada yang realistis, ada juga
yang tidak realistis. Kostum pemain terdiri dari serban, kupluk (peci) yang
berwarna merah atau hitam, sampur, kain, kemeja panjang, blangkon,
jubah dan lain-lainnya.
Warna kostum dan rias muka para pemain memiliki arti simbolis
sebagai berikut:
(1) warna merah pada rias muka dan kostum untuk watak angkara murka;
(2) warna putih pada rias muka dan kostum untuk watak suci;
(3) warna hitam untuk watak jujur,
(4) warna lorek menggambarkan watak yang meliputi ketiga watak
sebelumnya yaitu, angkara murka, suci dan jujur.

Kesenian Masyarakat Pesisir


44
Pertunjukan emprak ini berpedoman kepada Kitab Barzanji. Isi
ceritanya juga diambil dari Kitab tersebut. Pentas yang dipergunakan
berupa arena, yang biasanya adalah pendopo rumah-rumah penduduk
atau pendopo balai desa/kelurahan.
Disain lantai melingkar tetapi pada saat tertentu juga menggunakan
garis lurus. Alat musik yang dipakai adalah terbang yang berjumlah 6 buah,
dan alat musik yang dipakai pada Slawatan Maulud, yang terdiri dari
kendang (dodog dan beb), kenting, kempul, ketuk dan gong. Kadang-
kadang masih ditambah lagi dengan kentongan.
Pertunjukan biasanya diselenggarakan pada malam hari selama
kurang lebih 8 jam, dari jam 21.00 sampai jam 05.00. Pada masa lalu,
alat penerangan yang dipakai lampu triom (gantung) tetapi sekarang sudah
mempergunakan lampu petromak.

2. Tari Tayub
Tari Tayub atau acara Tayuban merupakan salah satu kesenian Jawa
yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip
dengan tari Jaipong dari Jawa Barat. Unsur keindahan diiikuti dengan
kemampuan penari dalam melakonkan tari yang dibawakan. Tari tayub
mirip dengan tari Gambyong yang lebih populer dari Jawa Tengah. Tarian
ini biasa digelar pada acara pernikahan, khitan serta acara kebesaran
misalnya hari kemerdekaan Republik Indonesia. Perayaan kemenangan
dalam pemilihan kepala desa, serta acara bersih desa. Anggota yang ikut
dalam kesenian ini terdiri dari sinden, penata gamelan serta penari
khususnya wanita. Penari tari tayub bisa dilakukan sendiri atau bersama,
biasanya penyelenggara acara (pria). Pelaksanaan acara dilaksanakan pada
tengah malam antara pukul 9.00-03.00 pagi. Penari tarian tayub lebih
dikenal dengan inisiasi ledhek.

Kesenian Masyarakat Pesisir


45
G. Kesenian Masyarakat Kudus
1. Seni Barongan
Pemeran utama seni Barongan Kudus
adalah Singo Barong yang jejuluk atau
bergelar Gembong Kamijoyo, menurut
kisahnya adalah putra pujan Mbak Dewi
Partinah. Sejak kecil Gembong Kamijoyo
dipelihara dan dibesarkan oleh Mbok Rondho Sumber: www.1.bp.blogspot.com
Dhadhapan di Hutan Lodoyo. Gembong
Kamijoyo yang menyerupai macan yang berpawakan besar berbulu doreng
tersebut memiliki keistimewaan dan kelebihan daripada hewan-hewan
lainnya, karena mampu tatajalma atau berbicara seperti manusia dan sakti
mandraguna.
Kehebatan Gembong Kamijoyo akhirnya terdengar oleh para punggawa
kerajaan Majapahit dan dilaporkan kepada Sang Prabu Brawijaya. Gembong
Kamijoyo akhirnya diserahkan atau nyuwito kepada Sang Prabu Brawijaya
di Majapahit. Gembong Kamijoyo kemudian diangkat menjadi Raja Hutan
di seluruh tanah Jawa dan diperbolehkan memangsa atau makan apa saja
yang menjadi Jatah Sang Bathara Kala. Dengan demikian Gembong
Kamijoyo seolah-olah menjadi jelmaan Bathara Kala.

2. Tari Kretek
Tari Kretek sendiri merupakan tari khas Ku-
dus yang menggambarkan proses produksi rokok
kretek, baik mulai dari memanen tembakau
sampai proses produksi rokok kretek. Dengan
membawa tampah sebagai salah satu intrumen
tarian, mereka melenggak-lenggok dengan iringan
musik yang khas untuk Tari Kretek.

Sumber: www.citizenimages.kompas.com

Kesenian Masyarakat Pesisir


46
4
Upaya Melestarikan Kesenian
Masyarakat Pesisiran

Karya seni merupakan hasil dari kebudayaan suatu masyarakat yang


tumbuh berakar serta didukung oleh anggota masyarakatnya. Melalui
kesenian, kebudayaan masyarakat dapat dikenal dan dipahami. Corak dan
bentuk seni budaya yang ada tidak dapat dipisahkan dari sejarah
pembentukan masyarakat itu sendiri beserta faktor-faktor lain yang
memengaruhinya termasuk di dalamnya pengaruh akulturasi, difusi dan
asimilasi dengan masyarakat dan budaya lain.
Dari beberapa sumber sejarah disebutkan bahwa kerajaan-kerajaan
di Nusantara merupakan jalur perdagangan dunia sejak abad 8 masehi,
terutama Pedagang dari Arab, Teluk Persia, India (Gujarat), Semenanjung
Asia Tenggara, Cina, dan beberapa negara Eropa. Hal ini disebabkan
keindahan alamnya, dan keramahan penduduk. Tidak sedikit di antara
mereka yang menikah dan beranak pinak, menetap hingga akhir hayatnya.

Kesenian Masyarakat Pesisir


47
Sambil berdagang, mereka juga menyebarkan agama dan kesenian
dari daerah asal mereka. Melalui kesenian tersebut mereka menyebarkan
agama sekaligus menghibur diri sambil mengenang daerah asal, dan
mempererat persaudaraan sesama anggota kelompok etnis mereka.
Benturan kepentingan yang dilatarbelakangi oleh berbagai budaya
tidak bisa dihindari. Melting Pot (percampuran kelompok etnik)
membuahkan dinamika kebudayaan baru. Budaya inilah yang merupakan
cikal bakal dari kehidupan bermasyarakat masa kini.
Belum lama ini kita dihadapkan pada masalah yang cukup
menghebohkan lantaran budaya atau kesenian tradisional negeri kita
tercinta ini dianggap telah dicuri oleh salah satu negeri tetangga. Diantara
kesenian itu adalah batik, angklung, tari-tarian, bahkan hingga lagu-lagu
rakyat. Pencurian budaya atau kesenian tradisional itu menimbulkan
amarah rakyat Indonesia yang tidak rela budaya mereka diakui sebagai
milik negara lain.
Namun permasalahan itu juga membuat kita tersentak bahwa selama
ini ternyata kita telah mengabaikan budaya tradisional sendiri sehingga
kecolongan oleh bangsa lain yang lebih pandai memanfaatkannya untuk
kepentingan mereka. Sebab kehidupan manusia sendiri tidak pernah statis
dengan seiringnya waktu akan selalu mengalami perubahan sosial
termasuk pula budaya dan kesenian.
Jika pada zaman dahulu perubahan budaya biasanya terjadi dalam
waktu lama, namun pada zaman yang kian modern berkat kemajuan
teknologi dan juga globalisasi dalam segala aspek kehidupan manusia di
bumi ini sehingga perubahan budaya terjadi cukup cepat. Tidak heran
jika di Indonesia pun terjadi kegamangan budaya dan kesenian karena
kedatangan budaya modern dari luar yang makin gencar.
Selain itu, generasi muda kita semakin kurang tertarik terhadap hal-
hal yang berbau tradisi karena mereka menganggapnya kuno, ketinggalan
zaman, dan hanya milik generasi tua belaka. Menghadapi keadaan itu,
pemerintah dan segenap kelompok masyarakat yang peduli sebenarnya

Kesenian Masyarakat Pesisir


48
tidak tinggal diam. Karena bagaimanapun budaya tradisional patut
dilindungi dan dilestarikan.
Melalui kesenian, identitas komunitas masyarakat bisa ditunjukkan.
Melalui festival, dengan penciptaan ruang dan waktu publik, negosiasi
antaridentitas dapat dibangun. Festival kesenian masyarakat pesisiran
diadakan dengan tujuan agar kesenian dalam masyarakat pesisiran tidak
punah. selain itu, bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat dari
luar daerah pesisiran agar mengenal kesenian yang sudah ada sejak zaman
dahulu.
Festival kesenian masyarakat pesisir merupakan lembaga bagi
penyelenggaraan demokrasi budaya. Semua lapisan masyarakat
memperoleh tempat untuk mempersembahkan kesenian dari setiap
wilayahnya sendiri.
Untuk menghadirkan kesenian yang membentang dari berbagai
daerah, kita justru dapat mengenalkan identitas lokal dan menciptakan
interaksi antarmasyarakat yang satu dan yang lainnya. Tujuan
diadakannya festival adalah untuk mencari bibit-bibit terbaik sekaligus
melestarikan serta meningkatkan prestasi kesenian sebagai warisan
budaya bangsa serta memberikan motivasi kepada semua grup kesenian
yang ada.

Festival Kesenian Tradisional


Festival kesenian tradisional diselenggarakan untuk memupuk dan
melestarikan nila-nilai seni budaya yang ada di daerah sehingga generasi
penerus bangsa tidak lupa akan kekayaan seni yang ada di Indonesia. Hal
ini perlu dilakukan, sehingga kesenian tidak akan diambil oleh negara
lain.
Festival kesenian daerah adalah momen yang sangat strategis dan
sangat penting dalam rangka meningkatkan pembinaan pelestarian
kesenian tradisional. Terlebih lagi dalam era globalisasi yang mau tidak
mau, suka tidak suka menimbulkan dampak positif maupun negatif. Saat
ini telah ada upaya-upaya dari pihak lain yang mengklaim kesenian

Kesenian Masyarakat Pesisir


49
tradisional bangsa Indonesia.
Hal tersebut menunjukkan
bahwa kita hampir terlena.
Dan menjadi lupa atas
pemilikan budaya bangsa
sehingga kurang pembinaan
dan pelestarian terhadap
budaya tersebut.
Keberadaan kesenian Sumber: www.images.google.co.id
tradisional yang ada dan telah berakar di masyarakat luas. Sebagai bangsa
yang besar dan sarat dengan budaya daerah, bangsa Indonesia memilki
potensi besar dalam persaingan budaya antarbangsa.
Oleh karena itu, kita diwajibkan merasa memiliki dan melestarikannya.
supaya tidak direbut oleh bangsa lain. Upaya pelestarian tradisional
sangatlah penting agar tetap berkembang sebagai ciri khas budaya
masyarakat Indonesia sebagai sarana perekat persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia pada umumnya.
Bagi para peserta dalam festival yang mendapat kejuaraan dapat
menjadi pemicu dan memacu untuk lebih maju pada event-event yang
lebih tinggi, dan bagi yang tidak menang, untuk dapat menerima dengan
ikhlas dan meningkatkan kualitasnya pada masa yang akan datang.

Kesenian Masyarakat Pesisir


50
Ensiklopedi Nasional indonesia. 2007. Jakarta: PT. Delta Pamungkas.
Mudzakir, Arif. 2009. RPUL Global. CV Aneka Ilmu: Semarang.
Internet:
http://www.ads.masbuchin.com/02/12/2009
http://www.beritacerbon.com/04/12/2009
http://www.beritajatim.com/02/12/2009
http://www.blesek.wordpress.com/05/12/2009
http://www.cirebonimigrasi.go.id.com/07/12/2009
http://www.eny-tari.blogspot.com/10/12/2009
http://www.id.wikipedia.org.com /02/12/2009
http://www.indramayucity.com/05/12/2009
http://www.infoanda.com/05/12/2009
http://www.kr.co.id.com/04/12/2009
http://www.openlibrary.org.com/07/12/2009
http://www.portalcirebon.blogspot.com/02/12/2009
http://www.smallcrab.com/07/12/2009
http://www.suarakarya-online.com/05/12/2009

Kesenian Masyarakat Pesisir


51
Glosarium
Akulturasi : Percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling
memengaruhi.
Apresiasi Seni : Kesadaran terhadap nilai seni dan budaya.
Bendhe : Gong kecil.
Daerah Pantura : Daerah yang terletak di wilayah pantai utara.
Difusi : Penyebaran kebudayaan dari satu pihak ke pihak lainnya.
Enkulturasi : Pembudayaan.
Etnis : Berkaitan dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau
kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu
karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya.
Globalisasi : Proses masuknya ke ruang lingkup dunia.
Kecrek : Bilah-bilah dari logam (besi), besarnya kira-kira setelapak
tangan dimainkan oleh dalang dengan ujung kakinya.
Kethoprak : Sandiwara tradisional Jawa, dengan iringan musik
gamelan, disertai tari-tarian dan tembang.
Ketuk : Alat musik gamelan Jawa, berbentuk seperti bonang, tetapi
lebih rendah dari bonang, berfungsi sebagai pemberi
tekanan dimusik gamelan.
Modernisasi : Proses pergeseran sikap dan metalitas sebagai warga
masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan
masa kini.
Negara Maritim : Negara kelautan.
Sosialisasi : Proses belajar seseorang anggota masyarakat untuk
mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat di
lingkungannya.
Status Sosial : Kedudukan seseorang dalam hubungan dengan masyarakat
disekelilingnya.
Strata Sosial : Lapisan masyarakat.

Kesenian Masyarakat Pesisir


52

Anda mungkin juga menyukai