Dibuat Oleh :
Shalmadinah Safitri ( 28 )
Geografi
Analisis yang dapat kita ambil pada gambar citra satelit Pantai Parangkusumo diatas
adalah pada Gambar paling atas bagian garis hijau adalah Hutan Pantai karena hutan ini berada
di dataran rendah dan hamper dekat dengan sepanjang pantai parangkusumo juga parangtritis ,
masyarakat juga memanfaatkan hutan ini sebagai wisata alam yang bernama wisata alam kelok
18 . lalu pada garis berwarna kuning terdapat pemukiman penduduk yang ada di sekitar dan
mayoritas penduduk memakai pakaian yang tipis karena cuaca di dataran rendah sangat panas
lalu banyak dari mereka bermata pencaharian sebagai seorang nelayan karena mereka dekat
pantai lalu petani garam karena mereka memanfaatkan air laut dan pedagang karena pantai
parangkusumo ini dikenal sebagai objek wisata yang paling ramai dikunjungi wisatawan .
Selanjutnya , pada garis biru adalah pantai parangkusumo , pantai ini menyimpan banyak sekali
mitos seperti Pintu masuk menuju Istana Nyu Roro Kidul . karena kepercayaan masyarakat
terhdap mitos ini , mereka mengadakan Beberapa tradisi seperti sedekah laut , untuk keselamatan
dan kesejahteraan masyarakat pesisir pantai lalu terdapat tradisi labuhan .
Pada Gambar ke 2 terdapat lingkaran orange yaitu Lokasi Makam Syekh Belabelu yang
dapat kita analisis adanya Agama Islam Kejawen di daerah tersebut lalu lingkaran merah
menunjukkan Gumuk Pasir yang pasti cuacanya panas dan mempengaruhi kebiasaan masyarakat
sekitar sebagai penduduk dataran rendah .
Akhirnya Danang pun tiba di tepi Pantai Parangtritis, tepatnya di Desa Pamancingan.Di
tempat itu Danang duduk dan bersemedi. Selama beberapa hari dia tidak makan dan tidak
minum. Hanya duduk di atas batu gilang sambil bersemedi. Aura atau hawa yang ditimbulkan
dari semedi Danang tersebut, sampai di kerajaan Kanjeng Ratu Kidul. Membuat penguasa pantai
selatan itu bertanya-tanya.
"Orang semedi itu kan panas, lantas Kanjeng Ratu Kidul kaget, kok hawanya di keraton panas,
ada apa?. Dia lalu mengutus Nyai Roro Kidul, untuk mengecek apa yang terjadi," papar Sarjini
atau Mas Wedono Sularso Jaladri. Nyai Roro Kidul pun mematuhi perintah sang ratu. Dia
bergegas menuju pantai, dan melihat bahwa ada seorang keturunan raja yang sedang bermeditasi
di pinggir pantai, yakni Danang Sutowijoyo. Melihat hal itu, Nyai Roro Kidul segera kembali ke
kerajaan, dan melaporkan hal yang dilihatnya pada Kanjeng Ratu Kidul. Kanjeng Ratu Kidul
kemudian menemui Danang Sutowijoyo, dan menanyakan tujuannya bersemedi.Danang
merampungkan semedinya, kemudian dia menjelaskan pada Kanjeng Ratu Kidul, bahwa dirinya
membutuhkan bantuan dari Ratu Kidul, untuk membangun kerajaan Pajang.
Istilah tanah Jawa dipakai untuk tidak menyebut pulau Jawa karena di pulau Jawa ada
budaya-budaya yang bukan termasuk dalam sub budaya Jawa seperti budaya Sunda (Jawa Barat)
dan Betawi (Jakarta). Istilah Kejawen dipakai oleh masyarakat untuk menyebut budaya dan
tradisi di eks kerajaan Mataram Islam baik yang berada di Yogyakarta (Kasultanan dan
Pakualaman) maupun Surakarta (Kasunanan dan Mangkunegaran).Dari kedua wilayah inilah
maka kemudian tradisi Kejawen berkembang. Istilah Islam dipakai dalam tradisi Kejawen
sebagai identitas tersendiri yang berbeda dengan identitas Islam puritan maupun identitas Jawa.
Islam Kejawen adalah agama Islam yang telah beradaptasi dengan kultur dan tradisi Nagari
Agung yang kemudian dapat menciptakan sebuah identitas penggabungan antara budaya Jawa
dan Islam menjadi religiusitas Islam dengan warna Jawa. Budaya Islam Kejawen merupakan
bentuk sinkretisme firman suci dengan kultur lokal sehingga Islam Kejawen merupakan salah
satu bentuk fenomena keberagamaan yang sarat dengan muatan muatan tradisi religius yang
bercorak mistis. Warna mistik Islam dalam kultur Islam Kejawen begitu kental dalam fenomena
keberagamaan masyarakat Jawa. Ini tidak bisa dilepaskan dari peranan para Wali era Demak dan
sesudahnya dalam menyebarkan dakwah islam secara kultural.
Bahasa yang digunakan pada masyarakat pesisir pantai ini adalah bahasa jawa atau lebih ke
basa jawa karma alus karena di daerah ini masih berbentuk pemerintahan kerajaan kraton , jadi
masih kental akan keaslian budaya lokalnya .
4
1.6. Pengaruh Kebudayaan
Salah satu kebudayaan yang terdapat di Pantai Parangkusumo adalah Tradisi Labuhan
Parangkusumo .Ritual ini sebagai respon perusakan perlengkapan tradisi labuhan atau sedekah
laut di Pantai Baru, Bantul oleh sekelompok orang bercadar, Jumat
Sebelumnya, lima tumpeng dan berbagai hasil bumi didoakan secara Islam di pendopo kompleks
Cepuri di utara pantai. Situs ini konon lokasi semadi para raja Mataram dan tempat bertemu
dengan Ratu Pantai Selatan.Sebagian nasi kemudian dibagikan ke peserta dan warga yang
menyesaki untuk menyaksikan ritual tradisi itu. Mereka menikmati nasi gurih yang disuguhkan
di atas daun pisang sebagai bentuk rasa syukur. Makan bersama ini disebut kembul bujana.
Upacara kemudian bergeser dan duduk di pasir pantai. Empat puluhan orang menyusun formasi,
ada yang menghadap kain hitam dan makanan sesaji yang akan dilarung. Lalu para pengawal
yang membawa payung besar, hingga barisan perempuan berkebaya putih dengan kain warna
merah dan putih yang berkibar-kibar di tengah kencangnya angin pantai selatan.
Di sisi mereka, pemain gamelan mengiringi pemimpin ritual yang melagukan tembang Macapat
tentang "enyahnya angkara murka". Mereka kemudian bergerak ke bibir pantai sambil terus
melantunkan doa dalam bahasa Jawa sambil menebarkan serpihan bunga mawar merah dan
putih.Setelah ombak dirasa makin deras hingga menerjang paha, sesaji diserahkan ke petugas
SAR berpelampung yang membawa baki-baki makanan itu makin ke tengah samudera.
Upacara ini dinamai Labuhan Mantra Luhur Budaya Nuswantara dan bukan ritual tradisi
setempat atau agenda Keraton Yogyakarta. Penyelenggaranya adalah Aliansi Masyarakat
Pelestari Budaya dan Gerakan Masyarakat Yogya Melawan Intoleransi.“Dengan labuhan ini kita
mohon kepada Tuhan agar peristiwa seperti kemarin (perusakan sedekah laut di Pantai Baru)
tidak terulang,” kata ketua pelaksana acara ini Lestanto Budiman.
Sebelum labuhan di Parangkusumo mereka menyambangi Polda DIY. Setelah itu, digelar pula
ritual “Lampah Prihatin” yakni berjalan mundur dengan menutup mata dari Pagelaran Keraton
hingga Titik Nol Kilometer, pusat Kota Yogyakarta. Mereka menuntut kasus perusakan sedekah
laut dituntaskan.
Selain kebudayaannya kebiasaan masyarakat disana juga berbeda dengan kita masyarakat
dataran tinggi . Seperti , mereka memakai pakaian yang lebih tipis karena berada di daerah
dataran rendah , Mereka masih percaya akan mitos nyi roro kidul sehingga muncul agama islam
kejawen , lalu mata pencaharian mereka yang sesuai dengan kondisi geografis disana , lalu juga
pengaruh terhadap bahasa jawa karma karena bentuk pemerintahan yang masih kerajaan kraton .
Jadi Kondisi Geografis sangat mempengaruhi Kebiasaan masyarakat .