Anda di halaman 1dari 6

Makalah

Letak Geografis Kebudayaan


PANTAI PARANGKUSUMO

Dibuat Oleh :

Alfa Yuniar Nur Ilmah ( 05 )

Aulia Aisy Nurwasita ( 08 )

Aulia Ayus Saida ( 09 )

Qur'aini Diva Ayu Rosalia ( 24 )

Shalmadinah Safitri ( 28 )

Vira Salsa Rahmadaniah ( 30 )

Geografi

Ilmu Pengetahuan Sosial ( 3 )

SMA Negeri 2 Malang


1.1. Analisis Cira Satelit Pantai Parangkusumo

Analisis yang dapat kita ambil pada gambar citra satelit Pantai Parangkusumo diatas
adalah pada Gambar paling atas bagian garis hijau adalah Hutan Pantai karena hutan ini berada
di dataran rendah dan hamper dekat dengan sepanjang pantai parangkusumo juga parangtritis ,
masyarakat juga memanfaatkan hutan ini sebagai wisata alam yang bernama wisata alam kelok
18 . lalu pada garis berwarna kuning terdapat pemukiman penduduk yang ada di sekitar dan
mayoritas penduduk memakai pakaian yang tipis karena cuaca di dataran rendah sangat panas
lalu banyak dari mereka bermata pencaharian sebagai seorang nelayan karena mereka dekat
pantai lalu petani garam karena mereka memanfaatkan air laut dan pedagang karena pantai
parangkusumo ini dikenal sebagai objek wisata yang paling ramai dikunjungi wisatawan .
Selanjutnya , pada garis biru adalah pantai parangkusumo , pantai ini menyimpan banyak sekali
mitos seperti Pintu masuk menuju Istana Nyu Roro Kidul . karena kepercayaan masyarakat
terhdap mitos ini , mereka mengadakan Beberapa tradisi seperti sedekah laut , untuk keselamatan
dan kesejahteraan masyarakat pesisir pantai lalu terdapat tradisi labuhan .

Pada Gambar ke 2 terdapat lingkaran orange yaitu Lokasi Makam Syekh Belabelu yang
dapat kita analisis adanya Agama Islam Kejawen di daerah tersebut lalu lingkaran merah
menunjukkan Gumuk Pasir yang pasti cuacanya panas dan mempengaruhi kebiasaan masyarakat
sekitar sebagai penduduk dataran rendah .

1.2. Latar Belakang


Dalam legenda, kata Mas Wedono Sularso Jaladri, Kanjeng Ratu Kidul atau ratu penguasa
pantai selatan, memiliki hubungan khusus dengan raja-raja Kerajaan Mataram dan
Pajang.Hubungan antara Raja-raja Mataram dan Pajang itu diawali dengan pernikahan batin
antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Danang Sutowijoyo, yang merupakan anak kandung Ki
Ageng Pamanahan.Dikisahkan bahwa saat itu Danang Sutowijoyo berniat membangun kerajaan
Pajang dan menjadi raja di sana. Usaha Danang Sutowijoyo sudah dilakukan selama beberapa
tahun, tapi hasilnya nihil.Dalam pembangunan kerajaan tersebut, banyak pekerjanya yang tiba-
tiba meninggal dunia. Hal itu membuat Danang hampir putus asa.

Dalam keresahannya, Danang Sutowijoyo kemudian menghubungi kakeknya atau eyangnya,


yakni Ki Juru Mertani, untuk meminta bantuan. Sebagai orang yang bijak dan memiliki ilmu
kanuragan yang tinggi, Ki Juru Mertani mencoba memberikan solusi, dengan cara menyarankan
pada Danang Sutowijoyo, agar mengikuti aliran air sungai Opak. Nantinya setelah rakit berhenti
di suatu tempat, Danang Sutowijoyo harus bermeditasi dan tidak boleh membatalkan
meditasinya sebelum ada pertolongan yang datang. Danang Sutowijoyo melaksanakan saran dari
Ki Juru Mertani. Dengan menggunakan rakit, dia menyusuri sungai Opak.

Akhirnya Danang pun tiba di tepi Pantai Parangtritis, tepatnya di Desa Pamancingan.Di
tempat itu Danang duduk dan bersemedi. Selama beberapa hari dia tidak makan dan tidak
minum. Hanya duduk di atas batu gilang sambil bersemedi. Aura atau hawa yang ditimbulkan
dari semedi Danang tersebut, sampai di kerajaan Kanjeng Ratu Kidul. Membuat penguasa pantai
selatan itu bertanya-tanya.
"Orang semedi itu kan panas, lantas Kanjeng Ratu Kidul kaget, kok hawanya di keraton panas,
ada apa?. Dia lalu mengutus Nyai Roro Kidul, untuk mengecek apa yang terjadi," papar Sarjini
atau Mas Wedono Sularso Jaladri. Nyai Roro Kidul pun mematuhi perintah sang ratu. Dia
bergegas menuju pantai, dan melihat bahwa ada seorang keturunan raja yang sedang bermeditasi
di pinggir pantai, yakni Danang Sutowijoyo. Melihat hal itu, Nyai Roro Kidul segera kembali ke
kerajaan, dan melaporkan hal yang dilihatnya pada Kanjeng Ratu Kidul. Kanjeng Ratu Kidul
kemudian menemui Danang Sutowijoyo, dan menanyakan tujuannya bersemedi.Danang
merampungkan semedinya, kemudian dia menjelaskan pada Kanjeng Ratu Kidul, bahwa dirinya
membutuhkan bantuan dari Ratu Kidul, untuk membangun kerajaan Pajang.

Mendengar penjelasan Danang, Ratu Kidul menyatakan bersedia membantunya membangun


kerajaan. Tapi, Kanjeng Ratu Kidul membuat perjanjian dengan Danang Sutowijoyo, bahwa
yang dibantu olehnya bukan hanya Danang Sutowijoyo, tapi juga anak dan keturunannya.
Setelah Danang menyanggupi, Kanjeng Ratu Kidul pun membantunya, dan mereka berdua
menikah secara batin dengan Danang Sutowijoyo. Dengan adanya perjanjian itu, Kanjeng Ratu
Kidul bukan hanya menjadi istri batin untuk Danang Sutowijoyo saja, tetapi juga untuk anak dan
keturunannya, yang menjadi Raja Mataram. Saat ini mitos tentang Kanjeng Ratu Kidul dan
kerajaannya, dipercaya bukan hanya menguasai pantai Selatan Yogyakarta, tapi juga sampai ke
Jawa Barat dan Jawa Timur .

1.3. Agama Dan Bahasa


Agama yang kemungkinan besar dianut oleh masyarakat di sekitar Pantai Parangkusumo
adalah Islam Kejawen karena disana terdapat beberapa tradisi seperti labuhan dan sedekah laut .
Juga masyarakat masih percaya dengan mitos setempat jadi dapat dipastikan banyak tokoh
masyarakat yang menganut agama ini . Islam Kejawen secara sosio-kultural adalah merupakan
sub kultur dan bagian dari budaya Jawa. Kebudayaan Jawa sendiri dalam pengertian yang lebih
luas meliputi sub kultur-sub kultur yang ada di tanah Jawa, seperti budaya Pesisiran (Pantura),
Banyumasan, dan budaya Nagari Agung.

Istilah tanah Jawa dipakai untuk tidak menyebut pulau Jawa karena di pulau Jawa ada
budaya-budaya yang bukan termasuk dalam sub budaya Jawa seperti budaya Sunda (Jawa Barat)
dan Betawi (Jakarta). Istilah Kejawen dipakai oleh masyarakat untuk menyebut budaya dan
tradisi di eks kerajaan Mataram Islam baik yang berada di Yogyakarta (Kasultanan dan
Pakualaman) maupun Surakarta (Kasunanan dan Mangkunegaran).Dari kedua wilayah inilah
maka kemudian tradisi Kejawen berkembang. Istilah Islam dipakai dalam tradisi Kejawen
sebagai identitas tersendiri yang berbeda dengan identitas Islam puritan maupun identitas Jawa.
Islam Kejawen adalah agama Islam yang telah beradaptasi dengan kultur dan tradisi Nagari
Agung yang kemudian dapat menciptakan sebuah identitas penggabungan antara budaya Jawa
dan Islam menjadi religiusitas Islam dengan warna Jawa. Budaya Islam Kejawen merupakan
bentuk sinkretisme firman suci dengan kultur lokal sehingga Islam Kejawen merupakan salah
satu bentuk fenomena keberagamaan yang sarat dengan muatan muatan tradisi religius yang
bercorak mistis. Warna mistik Islam dalam kultur Islam Kejawen begitu kental dalam fenomena
keberagamaan masyarakat Jawa. Ini tidak bisa dilepaskan dari peranan para Wali era Demak dan
sesudahnya dalam menyebarkan dakwah islam secara kultural.

Bahasa yang digunakan pada masyarakat pesisir pantai ini adalah bahasa jawa atau lebih ke
basa jawa karma alus karena di daerah ini masih berbentuk pemerintahan kerajaan kraton , jadi
masih kental akan keaslian budaya lokalnya .

1.4. Mata Pencaharian


Karena berada di wilayah pesisir pantai , banyak masyarakat yang bermata pencaharian
sebagai Nelayan karena hasil laut yang dihasilkan di Pantai Parangkusumo sendiri juga
melimpah . Lalu ada yang bekerja sebagai petani garam yang dikumpulkan dari laut lalu diolah
menjadi garam dapur Dan Pedagang , karena Parangkusumo terkenal akan keindahan pantai nya
mereka memanfaatkan momen tersebut sebagai penghasil keuntungan banyak yang berdagang
makanan , penyewaan wahana lalu pedagagang oleh – oleh atau kerajinan khas parangkusumo
dan masih banyak lagi .

4
1.6. Pengaruh Kebudayaan
Salah satu kebudayaan yang terdapat di Pantai Parangkusumo adalah Tradisi Labuhan
Parangkusumo .Ritual ini sebagai respon perusakan perlengkapan tradisi labuhan atau sedekah
laut di Pantai Baru, Bantul oleh sekelompok orang bercadar, Jumat
Sebelumnya, lima tumpeng dan berbagai hasil bumi didoakan secara Islam di pendopo kompleks
Cepuri di utara pantai. Situs ini konon lokasi semadi para raja Mataram dan tempat bertemu
dengan Ratu Pantai Selatan.Sebagian nasi kemudian dibagikan ke peserta dan warga yang
menyesaki untuk menyaksikan ritual tradisi itu. Mereka menikmati nasi gurih yang disuguhkan
di atas daun pisang sebagai bentuk rasa syukur. Makan bersama ini disebut kembul bujana.
Upacara kemudian bergeser dan duduk di pasir pantai. Empat puluhan orang menyusun formasi,
ada yang menghadap kain hitam dan makanan sesaji yang akan dilarung. Lalu para pengawal
yang membawa payung besar, hingga barisan perempuan berkebaya putih dengan kain warna
merah dan putih yang berkibar-kibar di tengah kencangnya angin pantai selatan.
Di sisi mereka, pemain gamelan mengiringi pemimpin ritual yang melagukan tembang Macapat
tentang "enyahnya angkara murka". Mereka kemudian bergerak ke bibir pantai sambil terus
melantunkan doa dalam bahasa Jawa sambil menebarkan serpihan bunga mawar merah dan
putih.Setelah ombak dirasa makin deras hingga menerjang paha, sesaji diserahkan ke petugas
SAR berpelampung yang membawa baki-baki makanan itu makin ke tengah samudera.
Upacara ini dinamai Labuhan Mantra Luhur Budaya Nuswantara dan bukan ritual tradisi
setempat atau agenda Keraton Yogyakarta. Penyelenggaranya adalah Aliansi Masyarakat
Pelestari Budaya dan Gerakan Masyarakat Yogya Melawan Intoleransi.“Dengan labuhan ini kita
mohon kepada Tuhan agar peristiwa seperti kemarin (perusakan sedekah laut di Pantai Baru)
tidak terulang,” kata ketua pelaksana acara ini Lestanto Budiman.
Sebelum labuhan di Parangkusumo mereka menyambangi Polda DIY. Setelah itu, digelar pula
ritual “Lampah Prihatin” yakni berjalan mundur dengan menutup mata dari Pagelaran Keraton
hingga Titik Nol Kilometer, pusat Kota Yogyakarta. Mereka menuntut kasus perusakan sedekah
laut dituntaskan.
Selain kebudayaannya kebiasaan masyarakat disana juga berbeda dengan kita masyarakat
dataran tinggi . Seperti , mereka memakai pakaian yang lebih tipis karena berada di daerah
dataran rendah , Mereka masih percaya akan mitos nyi roro kidul sehingga muncul agama islam
kejawen , lalu mata pencaharian mereka yang sesuai dengan kondisi geografis disana , lalu juga
pengaruh terhadap bahasa jawa karma karena bentuk pemerintahan yang masih kerajaan kraton .
Jadi Kondisi Geografis sangat mempengaruhi Kebiasaan masyarakat .

Anda mungkin juga menyukai