Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

Kapita Selekta Kebudayaan Sul-Selbar


UPACARA MAULID DI CEKOANG TAKALAR SUL-SEL
Dosen Pengampu : Drs. Abdul Rasyid Rahman, M. Ag.
DR. Edward L. Poelinggomang

Disusun Oleh :
MUHAMMAD AFIF MARUF (F81115301)
ANDI SYAHRUL AKBAR (F81115303)
GAMALIEL (F81115304)
FITRIANA (F81115016)
SITTI SULAEHA (F81115305)

JURUSAN ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

Maudu Lompoa Cikoang


A.

Pengertian.
Maudu Lompoa Cikoang merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan
ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di bulan Rabiul Awwal berdasarkan kalender
hijriah. Acara ini digelar untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Perayaan
keagamaan masyarakat di Cikoang yang sarat dengan nilai-nilai budaya terus dilestarikan
turun temurun. Tapi dari sekian banyak tradisi itu, perayaan Maulid Nabi ini adalah tradisi
yang dipegang teguh masyarakat Desa Cikoang Laikang Kabupaten Takalar, Sulsel sejak
tahun 1621. Dan hingga saat ini Maudu Lompoa merupakan tradisi termegah dan
membutuhkan prosesi terlama. Tradisi yang dilakukan sebagai wujud kecintaan masyarakat
kepada Nabi Muhammad SAW itu, tidak pernah alpa dilakukan, kendati pernah suatu ketika
masyarakat Desa Cikoang dilanda kemiskinan dan kelaparan, berpakaian compang-camping,
dan hanya memakan umbi pisang. Untuk membuat hidangan khas pada puncak acara Maudu
Lompoa, prosesnya butuh waktu lama.

Gambar 1.1 : Prosesi Acara Maudu Lompoang

Maudu Lompoa adalah upacara yang dilaksanakan sekali setahun pada setiap Rabiul
Awal (12 Rabiul Awal) untuk memperingati hari kelahiran nabi Besar Muhammad SAW atau
biasa juga disebut sebagai Maulid Nabi (Saleh, 1996). Sebenarnya peringatan maulid nabi
juga dilaksanakan oleh seluruh warga diberbagai daerah di Sulawesi Selatan, akan tetapi

pelaksanaan Maudu Lompoa yang dilaksanakan di Cikoang kabupaten Takalar ini, memiliki
keunikan tersendiri.
Keunikan upacara maulid di daerah Cikoang tidak hanya sekedar perayaan untuk
memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, akan tetapi mengandung makna yang lebih
dalam yaitu tentang falsafah hidup yang erat kaitannya dengan kejadian alam semesta dan
permulaan penciptaan roh manusia atau lebih dikenal dengan konsep Nur Muhammad (Saleh,
1996). Selain perayaan Maudu Lompoa dilaksanakan dengan besar-besaran yang tidak hanya
dihadiri oleh komunitas sayyid yang ada di Cikoang akan tetapi juga dihadiri oleh sayyidsayyid yang ada diluar daerah (Yuliana, 2004). Pelaksanaannya pun menelan biaya yang tidak
sedikit, karena berbagai aksesoris atau perlengkapan dalam pelaksanaan perayaan maulid
harus dipersiapkan oleh masing-masing keluarga. Seperti yang dikatakan oleh Saleh (1996)
bahwa upacara pelaksanaan Maudu Lompoa mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cikoang. Apalagi masyarakat Cikoang
mayoritas adalah petani dan nelayan yang memiliki tingkat ekonomi yang cukup rendah.

B. Demografi Alam dan Masyarakat Desa Cikoang


Cikoang adalah salah satu desa yang terletak di pesisir selatan Kecamatan
Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Desa Cikoang merupakan dataran
rendah yang berada pada ketinggian 50 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah
555,49 Ha. Penduduk asli Cikoang adalah suku Makassar. Desa ini dihuni oleh penduduk asli
suku Makassar dan kaum Sayyid. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Makassar.
Penduduknya mayoritas memeluk agama Islam sebagai keyakinan mereka. Jumlah penduduk
sekitar 2444 jiwa dengan 574 kepala keluarga. Mata pencarian utama masyarakat Cikoang
adalah bercocok tanam, membuat garam, mengelola tambak ikan, dan sebagai nelayan
(Pemerintah Desa Cikoang, 2002). Jarak antara Desa Cikoang dengan Ibukota Kecamatan
Mangarabombang 8 km, dari Ibukota Kabupaten Takalar 15 km, dan ke Kotamadya
Makassar 52 km (Pemerintah Kabupaten Takalar, 2001).
Desa Cikoang mempunyai dua macam iklim yaitu iklim basah dan iklim kering
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ujung Pandang, 1983/1984). Desa Cikoang
termasuk daerah beriklim tropis (kering), hal ini disebabkan letak daerahnya berada di pesisir

pantai. Desa Cikoang juga memiliki sebuah sungai yang bermuara ke laut. Masyarakat
setempat menyebut sungai itu sesuai dengan nama desa tersebut, yaitu Sungai Cikoang. Di
pinggir sungai inilah setiap tahun masyarakat Cikoang memuja dan mengagungkan Nabi
Muhammad SAW yang dikenal sebagai ritual agama Maudu Lompoa.
Tradisi pada setiap tahunnya, akhir bulan Rabiul Awal, puluhan perahu kayu berisi telur
maulid dan berhias kain serta sarung berjejer rapih di tepi sungai Cikoang, alunan tabuh
gendang tak henti hentinya mengiringi para perias telur warna warni, masyarakat segala umur
padat memenuhi jalan yang hanya selebar 3 meter ini, hingga nyaris sulit untuk bergerak.
Namun inilah bentuk suka cita bentuk pengorbanan, tiba tiba hujan membubarkan keceriaan
para penonton, sebagian berlari mencari tempat berteduh di rumah-rumah penduduk sekitar,
tapi lain halnya dengan para pembopong perahu, gununga telur serta kain warna warni
berguncang guncang, lebih dari 20 orang pemuda Cikoang dengan penuh semangat dan
keceriaan mengangkat perahu menuju tepi sungai cikoang, entah keringat atau air hujan yang
menetes dari masing masing pemuda, semua tak terasa, yang ada hanya rasa semangat, gotong
royong dan pengabdian
Tradisi ini sudah merupakan wisata religi tahunan bagi masyarakat Takalar, terlihat
banyaknya penonton yang berdatangan dari berbagai penjuru Takalar, selain itu terlihat pula
banyak pengunjung dari luar takalar, misalnya dari Kota Makassar bahkan adapula wisatawan
mancanegara. Desa Cikoang, terletak di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan, berjarak sekitar 55 kilometer Kota Makassar, dapat ditempuh sektar 2 jam
perjalanan. Peristiwa itu merupakan puncak peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW dan
di Takalar dikenal dengan nama Maudu Lompoa (Maulid Besar). Perahu berhias telur itu
menjadi ciri perayaan Maulid di Cikoang, Takalar.

Gambar 1.2 : Persiapan Bahan Acara

C. Asal Mula Maudu Lompoa

Sejarah Maudu' Lompoa Cikoang, Takalar MAUDU' Lompoa (maulid besar) adalah
prosesi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diisi dengan berbagai kegiatan
ritual. Tradisi ini ditujukan untuk menanamkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan
keluarganya
Maka dari itu secara temurun tradisi ini dipelihara keluarga Sayyid Al'-Aidid. Kehadiran
tradisi Maudu' Lompoa di Cikoang diawali dari kedatangan Sayyid Djalaluddin bin Muhammad
Wahid Al' Aidid. Beliau adalah seorang ulama besar asal Aceh, cucu Sultan Iskandar Muda
Mahkota Alam, keturunan Arab Hadramaut, Arab Selatan, dan konon katanya ia masih
merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW yang ke-27. Sayyid Djalaluddin Al' Aidid tiba di
kerajaan Gowa-Makassar pada abad 17, masa pemerintahan Sultan Alauddin. Beliau kemudian
diangkat menjadi Mufti kerajaan. Putra Mahkota kerajaan Gowa oleh Sayyid Djalaluddin diberi
nama Muhammad al-Baqir I Mallombassi Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin.
Diberitakan bahwa Syekh Yusuf berguru kepadanya selama 3 tahun dan atas petunjuknya
kemudian Syekh Yusuf diberangkatkan ke Timur Tengah untuk memperdalam ilmunya. Salah
satu bukti yang menunjukkan bahwa beliau berasal dari Aceh adalah naskah-naskah agama yang
beliau bawa. Naskah tersebut merupakan karangan-karangan Nuruddin ar-Raniriy, yaitu
Akhbarul Akhirah dan Ash-Shiratal Mustaqim. Sampai sekarang naskah-naskah tersebut masih
digunakan oleh anak keturunan beliau di Cikoang dan telah disalin berulang-ulang. Kedatangan
beliau ke Sulawesi Selatan, seperti dikutip Abd Majid Ismail dari Andi Rasdiyanah Amir, dkk
dalam Bugis-Makassar dalam Peta Islamisasi, 1982, merupakan gelombang lanjutan dari proses
Islamisasi kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar sesudah periode Dato' ri Bandang.
Ketika masa Pemerintahan Sultan Hasanuddin di wilayah Kerajaan Gowa, Seorang Said
Djalaluddin datang ke Kerajaan Gowa untuk semakin memperluas Penyebaran Agama Islam di
Wilayah Timur. Sebelum mendarat ke Kerajaan Gowa, beliau terebih dahulu ke Banjarmasin
untuk menyebarkan Islam juga. Namun pada saat tiba di Kerajaan Gowa, ternyata masyarakat
pada saat itu sedang dalam keadaan yang panas dengan perselisihan dan peperangan melawan
Penjajah. Melihat Gowa sedang berkecamuk, maka ia pun membantu kerajaan Gowa untuk
melawan penjajah-penjajah tersebut.
Berdasarkan Sejarah, Said Djalaluddin ini mengawini seorang Anak Raja Gowa yang
bernama Acara Dg. Tamani. Sementara Sultan Hasanuddin sibuk untuk menyelesaikan
peperangan melawan Belanda, setelah lama di Kerajaan Gowa membantu Gowa untuk melawan
Belanda, selanjutnya ia pamit untuk melanjutkan pejalanannya, dan ada beberapa suruhan Raja
Gowa untuk mengikutinya. Pada saat tiba di laut Said Djalaluddin di lihat melemparkan air
dilaut yang selanjutnya air tersebut berubah menjadi Tikar/permadani. Kemudia Ia menaiki
permadani tersebut hingga sampai di wilayah Desa Cikoang. Di Muara sungai Cikoang, ada 2

orang Towarani Cikoang yang bernama Bunrang dan Ranrang yang sedang mencari ikan, pada
saat itu melihat di muara sungai sebuah cahaya kapal besar yang mendekatinya, saat semakin
dekat, ternyata hanya terlihat sebuah perahu kecil, dan semakin dekat lagi terlihat menjadi
seorang lelaki sedang duduk diatas permadaninya bersama dengan sebuah ceret. Dan selanjutnya
Bunrang dan Ranrang menghampiri Said Djalaluddin dan menaikkannya pada muara sungai
Cikoang.
Setelah Said Djalaluddin berada di Desa Cikoang, ia senantiasa menyebarkan Islam secara murni
di sana, dan salah 1 diantaranya merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan
melaksanakan kegiatan Maulid setiap Bulan Rabiul Awal (Mulai 12-akhir Rabiul Awal). Yang
mana ia menganjurkan agar peayaan maulid ini dilaksanakan secara khusyu yang tujuannya
tidak lain adalah untuk meghormati & menghargai derajat dan mencintai Raulullah Saw.
Selanjutnya, seala hal yang dipersiapkan dalam kegiatan maulid ini bagi masyarakat itu memiliki
sebuah makna tersendiri.
Dalam kegiatan Mauludu Lompoa ini, ternyata tidak hanya dihadiri oleh orang-orang dari
Desa Cikoang saja, tapi karena keunikan yang dimiliki oleh Perayaan Maulid ini, dimana
kegiatannya dilaksanakan di Muara Sungai, makabanyak dari daerah-daerah lain yang juga
terlibat dalam kegiatan ini. Bukan hanya orang-orang Sulawesi Selatan, bahkan dari luar
sulawesi selatanpun banyak yang sering mengikutinya.
D. Mitos yang Berkembang pada Kegiatan Mauludu Lompoa
Mitos yang berkembang dalam kegiatan ini adalah Dimana pada saat Said Djalaluddin
menuju ke Cikoang, Ia dilihat oleh 2 orang Towarani Cikoang yang bernama Bunrang dan
Ranrang, yang mana pada awalnya terlihat cahaya dengan bentuk sebuah kapal yang sangat
besar, semakin mendekat semakin terlihat kecil seperti perahu, dan semakin dekat lagi terlihat
menjadi seorang Pria yang sedang duduk terpaku diatas sebuah pemadani yang didekatnya
terdapat sebuah ceret.
Selain itu mereka juga meyakini bahwa sebenarnya Maulid itu adalah sebuah keharusan
yang harus mereka laksanakan, sebagaimana sebuah Hadits yang diriayatkan oleh Bukhari
Muslim Sangat meugilah umatku setelah aku meninggal, karena akan menjadi penghuni neraka
hamba-hambaku yang tidak pernah melihatku. Selanjutnya Ali Bin Abi Thalib mengatakan,
Ya... Rasulullah sungguh telah rusaklah umatmu, apalah gunanya kami adalah umat jika kami
harus masuk kedalam neraka. Wahai Ali, tidak demikian. Maksudnya begini Barangsiapa yang

setelah aku wafat nantinya dan mereka senantiasa merayakan maulidku sebagaimana ia seperti
menatap wajah saya selama saya masih hidup, maka ia akan dijauhakan dari api neraka, dan saya
akan duduk bersama dengan mereka disurga kelak. Tambah pula, mereka juga meyakini bahwa
5 Rukun Islam itu adalah hal wajib yang dilaksanakan dalam Hubungan Manusia langsung
kepada Allah Swt. Sedangkan Maulid Nabi (Mauludu Lompoa) merupakan salah satu wujud
kontak antara manusia dengan Rasulullah Saw. Yang tidak lepas dari keterkaitannya dengan
Taqwa kepada Allah Swt.
Mengingat karena tujuan utama kegiatan ini adalah untuk senantiasa menghormati
Rasulullah Saw. Sebagaimana Firman Allah yang berbunyi :
Artinya :
Sesungguhnya Allah, dan Para Malaikat senantiasa bersalawat kepada Nabi (Muhammad Saw),
Hai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu kepada Nabi Saw.
Maka dalam perayaan Mauludu Lompoa, itu dititik beratkan pada menyampaikan banyak
Salawat kepada Rasulullah Saw., setelah itu selanjutnya dilanjutkan dengan acara Mauludu
kandre, dimana makanan-makanan yang ada, diberikan kepada fakir miskin sebagai prioritas.
E. Langkah Kerja Mauludu Lompoa
Mauludu Lompoa sudah menjadi kebiasaan yang sangat mendarah daging pada
masyarakat Desa Cikoang Kab. Takalar, yang setiap mulai tanggal 12 Rabiul awal atau sampai
hari terakhir rabiul awal dalam tiap ahunnya terus dilaksanakan oleh masyarakat, bahkan sangat
banyak masyarakat meyakini bahwa setelah mereka melaksanakan keiatan Mauludu Lompoa,
kegiatan tidak selesai begitu saja, namun nilai-nilai yang terkandung didalamnya harus terus
dilaksanakan masyarakat hingga tiba pelaksanaannya ditahun yang akan datang. Nilai-nilai yang
dimaksud itu semua termaktubkan didalam segala hal yang perlu disiapkan dalam kegiatan
Mauludu Lompoa, yakni :
1. Beras yang telah ditumbuk, melambangkan sebagai Syariat Islam.
2. Ayam, melambangkan sebagai Hakikat
3. Kelapa, melambangkan Tarikat,
4. Bakul, Melambangkan sebagai Marifat Persiapan Maudu' Lompoa
Secara detail, semua bahan dan perlengkapan upacara maulud Lompoa ini dipersiapkan
dalam beberapa prosesi:

Ajene-jene Sappara: Prosesi awal yang wajib dilakukan oleh masyarakat Cikoang yang
akan melakukan Maudu Lompoa. Proses ini hanya dilakukan pada tanggal 10 Bulan
Syafar setiap tahunnya, dalam proses mandi ini dipimpin oleh Anrong Guru yang diikuti
oleh ribuan warganya dengan tujuan atau dipercaya dapat membersihkan jiwa dan raga
dari najis.
Annyongko Jangang: Proses menangkap dan mengurung ayam yang akan digunakan
dalam acara Maudu Lompoa. Proses mengurung ayam ini berlangsung selama 40 hari 40
malam dan bertujuan untuk menghindari atau membersihkan ayam dari kotoran-kotoran
yang mengandung najis baik makanannya maupun tempatnya.
Angnganang Baku: Proses membuat tempat menyimpan makanan yang akan digunakan
dalam Maudu Lompoa. Bakul tersebut dari daun lontar, proses ini tidak boleh dilakukan
oleh wanita haid serta pembuatannya hanya boleh berlangsung dalam bulan Syafar.
Anggalloi Ase : Proses menjemur padi. Dalam proses ini padi dijemur dalam lingkaran
pagar untuk menghindarkan padi dari sentuhan najis yang dibawa oleh binatang. Proses
ini hanya boleh berlangsung pada bulan Rabiul Awal.
Adengka Ase: Proses menumbuk padi hanya dilakukan pada bulan Rabiul Awal. Dalam
proses ini tidak diperbolehkan menggunakan mesin melainkan hanya menggunakan
lesung.
Ammisa Kaluku: Proses mengupas kelapa, dimana kelapa yang akan dikupas harus
kelapa yang utuh, dalam pengertian tidak cacat dan sebisa mungkin berasal dari kebun
sendiri serta dipanjat sendiri. Dalam pengupasannya harus di tempat yang bersih dan
terhindar dari najis.
Ammolong Jangang: Proses penyembelihan ayam harus menggunakan pisau yang tajam
serta wajib hukumnya menghadap ke Kiblat, tempat yang digunakan untuk menyembelih
ayampun haruslah dikelilingi pagar agar terhindar dari najis.
Pamatara Berasa: Proses memasak beras tetapi tidak sampai menjadi nasi siap saji
(setengah matang) ini dimaksudkan agar beras/nasi tersebut tidak mudah basi.
Ammonei Baku: Proses mengisi Bakul dengan nasi setengah matang, ayam goring, telur
masak. Dalam mengisi bakul diharamkan bagi wanita haid, dan mengisinya dengan doadoa tertentu.
Annodo Bayao: Proses menghias telur dengan warni-warni tertentu agar tampak menarik
dan diberi pegangan dari bambu yang diruncingkan. Tujuan kegiatan ini agar telur dapat
berdiri tegak di atas bakul sekaligus untuk memperindah penampakan bakul.
ARate: Kegiatan Arate adalah menyanyikan puji-pujian dalam bahasa Al-Quran (Bahasa
Arab) yang bertujuan untuk mengucap syukur dan terima kasih kepada Allah SWT dan
serta Nabi Muhammad SAW atas limpahan berkah dan rezeki yang diterimanya sekaligus
sebagai doa keselamatan. Proses ini dipimpin oleh Anrong Guru.
Julung-Julung/Kandawari: Kedua tempat ini adalah tempat untuk menyimpan baku
maudu yang telah dirateki yang mana diartikan sebagai perumpamaan kendaraan Nabi
Muhammad SAW., dalam perjalanan Isra Miraj yang bernama Rafa Rafing.
-Julung-julung adalah tempat yang berbentuk perahu dan memiliki tiang atau kaki.
-Kandawari adalah tempat yang berbentuk segi empat yang juga mempunyai kaki.

Secara rinci Persiapan-persiapan upacara Maudu' Lompoa di Cikoang diawali dengan


menyediakan ayam, beras, minyak kelapa, telur, julung-julung (perahu), kandawari, bembengan,
panggung upacara dan lapangan upacara. Sebulan sebelum 12 Rabiul Awal, sekitar tanggal 10

Shafar, ayam-ayam itu telah disiapkan di dalam kurungan yang dimaksudkan agar ayam-ayam
itu tidak lagi makan barang najis. Setiap orang sekurang-kurangnya satu ekor ayam yang sehat.
Setelah tiba masa peringatan, ayam-ayam itu disembelih oleh anrongguru (tokoh dari keluarga
Sayyid) yang memimpin prosesi upacara tersebut. Beras yang digunakan harus diproses sendiri,
yaitu ditumbuk pada lesung yang sudah dibersihkan. Lesung itu harus dipagari dan tidak boleh
rapat ke tanah. Orang yang menumbuk itupun tidak boleh menaikkan kakinya di atas lesung.
Sedang padi yang ditumbuk harus dijaga baik-baik, tidak boleh sebiji pun jatuh ke tanah.
Ampasnya harus dikumpul baik-baik pada tempat yang tidak mudah kena kotoran sampai
selesainya dibaca Surat Rate' (Kitab Maudu') Kitab yang menceritakan kelahiran Nabi sampai
riwayat datangnya Islam yang dibawa oleh Sayyid Jalaluddin.

Gambar 1.3 : Menghias Perahu

Menurut Dg Bantang, dalam setiap orang ukurannya harus 4 liter yang bermakna bahwa
setiap manusia terdiri atas empat segi atau kejadian manusia terdiri dari 4 asal, yaitu tanah, air,
angin dan api. Bakul yang digunakan terbuat dari daun lontar yang berukuran minimal untuk 4
liter beras dan 1 ekor ayam untuk satu orang. Ukuran bakul bertingkat-tingkat sesuai banyaknya
jumlah keluarga atau pengikut. Karena itu, siapa yang besar bakulnya biasanya itulah yang
paling banyak keluarganya dan ramai maulidnya diliahat dari pengaruhnya dan paling banyak
ana' gurunna (muridnya). Minyak kelapa yang digunakan harus diproses sendiri dan dibuat
khusus hanya untuk acara tersebut, jadi tidak boleh digunakan selain untuk kebutuhan acara itu.
Kecuali bila upacaranya telah selesai. Sabuk dan tempurungnya harus dikumpulkan pada tempat
yang tidak ternoda atau dibakar atau ditimbun di tanah agar tidak terkena najis. Telur yang
digunakan direbus terlebih dahulu lalu ditusuk pada ujung bambu yang sudah dipecah-belah
kecil dan runcing dan ditancapkan di atas bakul. Selain itu, dibuat julung-julung (perahu) dari
bambu atau kayu dengan dua buah tiang layar, penuh dengan kain yang berwarna-warni sebagai
layar dan bendera (perlambang datangnya ajaran kebenaran dari Nabi yang dibawa oleh Sayyid
Jalaluddin).

Perahu itu bertiang empat yang agak tinggi sehingga bentuknya mirip dengan panggung.
Pada bagian belakang perahu itu biasanya ditempeli uang kertas Rp 5.000,- atau Rp 10.000,-

Dalam satu keluarga yang mampu harus membuat satu perahu, sedang keluarga yang kurang
mampu biasanya berkelompok beberapa keluarga untuk satu perahu. Sedangkan kandawari,
burung merak dan bembengan dibuat berbentuk segi empat dan bertiang empat kemudian
ditempatkan di darat saja. Selain itu, dibuat juga sebuah panggung kayu yang dipasangi tenda. Di
atas panggung inilah dilaksanakan inti acara Maudu' Lompoa, yaitu zikkiri' (berisi syair-syair
pujaan kepada Rasulullah saw).
Memaknai semua barang-barang yang dipersediakan tersebut tentunya kita dapat
berkesimpulan bahwa antara Beras, ayam, dan Kelapa, itu sebagai lambang pemersatu jiwa
islami yang selanjutnya akan dituangkan pada wadah yang disebut Marifat yang dalam hal ini
disimbolkan dengan bakul. Meskipun kegiatan ini sifatnya kedaerahan, ternyata anggaran dari
kegiatan ini selalu dibantu oleh beberapa sponsor. Sebut saja seperti PT. Gudang garam

Gambar 1.4 : Arak-arakan menuju lokasi acara

Apapun selanjutnya mengenai langkah kerja yang dilakukan pada kegiatan Mauludu
Lompoa adalah sbb :
1. Mempersiapkan semua bahan yang akan dikumpulkan pada acara.
2. Menempatkan semua barang-barang tersebut pada Bakul dengan membaca doa khusus.
3. Semua bakul masyarakat diletakkan pada sebuah arak-arakan (bembengang/junjungeng) dengan
membaca doa khusus yng dibacakan oleh seorang Guru Spiritual.
4. Kegiatan Arate (Semacam dzikir dan salawat Nabi).
5. Acara Mauludu Lompoa.
6. Makanan dibagikan kepada yang pantas menerima.

Gambar 1.5 : Persiapan Bahan Upacara

Pelaksanaan Upacara Tahap Awal


Maudu Lompoa Cikoang, adalah pesta keagamaan masyarakat Cikoang yang sarat
dengan nilai-nilai budaya, yang terus dilestarikan turun-temurun. Pelaksanaan Maudu Lompoa
mempunyai ritual-ritual dan prosesi adat yang dilaksanakan selama 40 hari sebelum puncak
acara pesta. Adapun prosesi Ritual Maudu Lompoa, antara lain:
1) Ammone baku (mengisi bakul) Orang yang berhak mengisi bakul adalah perempuan yang
suci dari hadas dan najis (selalu berwudhu), sebagai berikut: Mengisi bakul dengan nasi
setengah masak Membungkus ayam dengan daun pisang lalu dimasukkan ke dasar bakul
Menutup permukaan bakul dengan daun pisang atau daun kelapa muda Telur-telur yang
sudah ditusuk dengan bambu yang sudah dibelah-belah kecil, ditancapkan di atas nasi (bakul)
2) Ammode baku (menghiasi bakul) Yang dihiasi bukan bakul, melainkan tempat di mana bakul
itu akan dimuat dengan bermacam-macam warna dari dari berbagai hiasan berharga. Hiasanhiasan ini menjadi ukuran tingkat kemampuan sosial pemiliknya. Karena itulah, sebagian
orang biasanya menjual sesuatu untuk memperoleh biaya memperbesar kanre maudu (nasi
Maulid).
Setelah itu, dimulailah prosesi di lapangan. Tahap-tahap pelaksanaan upacara di
lapangan meliputi:
1) Angngantara kanre Maudu (mengantar persiapan Maulid) Lokasi maudu adalah di tepi
Sungai Cikoang. Pada pagi hari tanggal 29 Rabiul Awal setiap tahun segala persiapan dan
peralatan diantar ke sana oleh masing-masing pemiliknya dengan doa tersendiri.
2)

Pannarimang kanre Maudu (penerimaan nasi Maulid) Penerimaan ini dilakukan oleh guru
yang memimpin upacara itu, dengan membakar dupa dan duduk bersila menghadap kiblat
sambil membaca doa agar persembahannya itu diterima dan menyenangkan Rasulullah SAW.

3)

Rate (pembacaan syair pujian pada Rasulullah SAW dan keluarganya) Arate (inti acara)
artinya membaca kisah atau syair-syair pujian terhadap Rasulullah SAW dan keluarganya

dengan lagu dan irama tersendiri yang amat khas dan menyentuh hati. Acara ini biasanya
berlangsung sekitar dua jam. Kitab Rate ini merupakan karya besar Sayyid Jalaluddin
Al`Aidid dan menjadi inti ajaran-ajarannya dalam tarekat Nur Muhammad. Setelah
berakhirnya acara ini, maka selesailah inti acara maudu.
4)

Pattoanang (Istirahat) Yaitu jamuan undangan yang disediakan sesudah selesai upacara inti.
Jamuan yang dihidangkan di-buat sendiri oleh penyelenggara acara tersebut dan para
undangan/peserta dapat menikmati makanan dan minuman dengan ramah. Pelaksana acara
mera-sa lega karena telah melaksanakan pengabdian yang sangat berat tapi mulia kepada Nabi
Muhammad saw.

5) Pambageang Kanre Maudu (Pembagian Nasi Maulud) Setelah semua acara berlangsung,
maka para tamu yang akan bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing dibagikan makanan
(kanre maudu) sebagai berkah dari hadrat Nabi oleh penyelenggara, menurut tingkatan sosial
di dalam masyarakat. Upacara Maudu' Lompoa mempunyai kesan dan pengaruh batin yang
luar biasa.

Gambar 1. 6 : Arak-arakan (bembengeng/junjungeng)

Selanjutnya, ternyata ada beberapa pandangan lain masyarakat tentang ujuan daripada
kegiatan ini selain yang telah diutaraka pada subbab sebelumnya, yakni :
a.

Memperbaiki akhlak

b. Mengajari manusia ke jalan yang benar


c.

Mengembangkan mata pencaharian masyarakat-masyarakat kecil

Anda mungkin juga menyukai