Anda di halaman 1dari 15

TRADISI NYADAR DI DAERAH PINGGIR PAPAS, DESA KEBUNDADAP

BARAT KECAMATAN SARONGGI


KABUPATEN SUMENEP

TUGAS BAHASA INDONESIA

MAKALAH

Oleh:
Rofika Dwi Putri
absen, XII

MADRASAH ALIYAH AQIDAH USYMONI


TARATE PANDIAN SUMENEP
TAHUN 2017
TRADISI NYADAR DI DAERAH PINGGIR PAPAS, DESA KEBUNDADAP
BARAT KECAMATAN SARONGGI
KABUPATEN SUMENEP

TUGAS BAHASA INDONESIA

MAKALAH

disusun untuk memenuhi tugas mata Bahasa Indonesia dengan


Guru Pengajar: Bapak Hendri Hadiyanto, S.pd,. M.pd.i

Oleh:
Rofika Dwi Putri
Absen, XII

MADRASAH ALIYAH AQIDAH USYMONI


TARATE PANDIAN SUMENEP
TAHUN 2017
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Tradisi Nyadar di Daerah Pinggir
Papas, Desa Kebundadap Barat Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep ini dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia.
Dalam penulisan makalah ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Guru Bapak Hendri Hadiyanto, S.pd,. M.pd.i
2. teman-teman kelas XII yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya para siswa dan menambah pengetahuan pembaca.

Jember, Oktober 2017

Penulis
Rofika Dwi Putri

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PRAKATA ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 1
1.3 Manfaat ....................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI .......................................................................... 3
2.1 Pengertian Tradisi ...................................................................... 3
2.2 Pengertian Tradisi Nyadar ........................................................ 3
2.3 Sejarah Tradisi Nyadar ............................................................. 4
2.4 Pelaksanaan Tradisi Nyadar ..................................................... 6
2.5 Tempat Pelaksanaan Tradisi Nyadar ....................................... 7
BAB 3. PENUTUP .......................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 10
3.2 Saran ............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Madura adalah sebagai wilayah kepulauan yang terletak di sebelah timur pulau
Jawa, terbagi atas empat kabupaten yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan
Sumenep. Madura bukanlah daerah yang tidak berpotensi sama sekali, di kabupaten
Sumenep yang berasal dari kata Songennep, tepatnya di desa Pinggir Papas terdapat
tempat sebagai penghasil garam. Berkat para leluhur daerah tersebut dikenal sebagai
penghasil garam dan karena itu di daerah Pinggir Papas terdapat tradisi budaya yang
dikenal dengan tradisi Nyadar.
Upacara adat Nyadar merupakan bentuk ungkapan rasa terima kasih kepada leluhur
masyarakat, yaitu Anggasuto yang telah memberikan pengetahuan bagaimana cara
memanfaatkan tanah Pinggir Papas yang tandus dengan cara membuat talangan yang
kemudian menjadi garam. Dibalik itu semua terdapat nilai-nilai yang terkandung
didalamnya. Kondisi lahan di wilayah tersebut tidak cocok untuk kegiatan pertanian.
Hal tersebut pulalah yang menjadikan masyarakat daerah tersebut menjadi petani garam
sebagai kegiatan ekonomi masyarakanya. Rasa syukur masyarakat Pinggir Papas
terhadap kondisi tersebut diwujudkan dalam upacara adat Nyadar. Upacara budaya
tersebut berfungsi sebagai media sosial, yaitu merupakan media untuk mengutarakan
pikiran, pesan, kepentingan dan kebutuhan hajat hidup orang banyak. Pesan, harapan,
nilai atau nasehat yang disampaikan melalui upacara itu mendorong masyarakat untuk
mematuhi warisan dari para leluhurnya. Selain itu, upacara adat Nyadar berfungsi
sebagai media interaksi sosial atau kontak sosial antar warga masyarakat serta sebagai
norma dan pengendali sosial dalam masyarakat tersebut. Nilai, aturan, dan norma yang
terdapat dalam upacara nyadar tidak hanya berfungsi sebagai pengatur perilaku antar
individu dalam masyarakat, tetapi juga menata hubungan manusia dengan alam
lingkungannya terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Para pelajar dan khususnya masyarakat Sumenep sendiri mampu mengetahui dan
menjelaskan tentang tradisi Nyadar dan tentunya dapat mengikuti tradisi Nydar sebagai wujud
rasa syukur.
1.2.2 Tujuan Khusus
1
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu siswa mampu memperoleh gambaran dan
menjelaskan tentang :
a. Pengertian Tradisi
b. Pengertian Tradisi Nyadar
c. Sejarah Tradisi Nyadar
d. Pelaksanaan Tradisi Nyadar
e. Tempat Pelaksanaan Tradisi Nyadar
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh yaitu, mahasiswa dapat memahami tentang :
a. Pengertian Tradisi
b. Pengertian Tradisi Nyadar
c. Sejarah Tradisi Nyadar
d. Pelaksanaan Tradisi Nyadar
e. Tempat Pelaksanaan Tradisi Nyadar

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Tradisi


Tradisi (bahasa Latin : traditio, artinya diteruskan) menurut artian bahasa adalah sesuatu
kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik, yang menjadi adat kebiasaan, atau yang
diasimilasikan dengan ritual adat atau agama. Atau dalam pengertian yang lain, sesuatu yang
telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Biasanya
tradisi ini berlaku secara turun temurun baik melalui informasi lisan berupa cerita, atau
informasi tulisan berupa kitab-kitab kuno atau juga yang terdapat pada catatan prasasti-
prasasti. Menurut Funk dan Wagnalls seperti yang dikutip oleh muhaimin tentang istilah
tradisi di maknai sebagai pengatahuan, doktrin, kebiasaan, praktek dan lain-lain yang
dipahami sebagai pengatahuan yang telah diwariskan secara turun-temurun termasuk cara
penyampai doktrin dan praktek tersebut. Lebih lanjut lagi Muhaimin mengatakan tradisi
terkadang disamakan dengan kata-kata adat yang dalam pandangan masyarakat awam di
pahami sebagai struktur yang sama. Dalam hal ini sebenarnya berasal dari bahasa arab, adat
(bentuk jamak dari adah) yang berarti kebiasaan dan dianggap bersinonim dengan Urf,
sesuatu yang dikenal atau diterima secara umum.
Tradisi adalah kesamaan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun
masih ada hingga kini dan belum dihancurkan atau dirusak. Tradisi dapat di artikan sebagai
warisan yang benar atau warisan masa lalu. Namun demikian tradisi yang terjadi berulang-
ulang bukanlah dilakukan secara kebetulan atau disengaja. Dari pemaham tersebut maka
apapun yang dilakukan oleh manusia secara turun temurun dari setiap aspek kehidupannya
yang merupakan upaya untuk meringankan hidup manusia dapat dikatakan sebagai tradisi
yang berarti bahwa hal tersebut adalah menjadi bagian dari kebudayaan. Secara khusus tradisi
oleh C.A. van Peursen diterjemahkan sebagai proses pewarisan atau penerusan norma-norma,
adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta.
2.2.Pengertian Tradisi Nyadar
Berbicara masalah kebudayaan, di Madura tepatnya di desa Pinggir Papas, Sumenep
memiliki kebudayaan yang masih melekat dan dilestarikan oleh masyarakatnya sampai
sekarang yaitu upacara Nyadar. Nyadar (upacara adat) adalah kekayaan tradisi masyarakat
petani garam desa Pinggir Papas. Nyadar dilakukan di sekitar komplek makam leluhur,

3
disebut juga asta, yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan nama Bujuk Gubang.
Upacara Nyadar merupakan salah satu ritual adat penyerahan sesajen yang tujuannya
diantaranya agar masyarakat setempat tetap ingat asal-usul masyarakatnya dan tetap
bersahabat dengan alam, sarat dengan pesan moral dan nilai-nilai etika. Semua kandungan
tersebut oleh pemimpin upacara adat disampaikan dengan sangat tepat dan menyentuh dengan
menggunakan medium bahasa Madura. Upacara Nyadar mempunyai makna selamatan atau
syukuran. Upacara Nyadar sudah dilakukan sejak ditemukannya garam di daerah Pinggir
Papas. Oleh karena itu sudah sepantasnya dan menjadi kewajiban masyarakat desa Pinggir
Papas untuk menghormati dan melaksanakan tradisi leluhurnya.

Dengan merujuk pada beberapa teori, dapat dikatakan bahwa Nyadar merupakan tradisi,
yakni adat istiadat yang sudah dilakukan turun temurun oleh masyarakat Pinggir Papas.
Sedangkan secara teknis merujuk kepada tradisi dengan maksud menjaga, menghormati serta
memelihara warisan nenek moyang yang sudah ada. Nyadar dapat dikatakan sebagai sebuah
peristiwa sosial yang telah menjadi wadah masyarakat Pinggir Papas dan sekitarnya untuk
mengekspresikan wujud ungkapan terima kasih dan rasa syukur terhadap segala nikmat yang
telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Dapat disimpulkan bahwa Nyadar bisa diartikan
sebagai adat istiadat atau tradisi bagi masyarakat. Untuk itu masyarakat Pinggir Papas selalu
melaksanakan ritual tradisi Nyadar tiap tahunnya, karena masyarakat di sisni berpendapat
bahwa tradisi Nyadar merupakan warisan nenek moyang yang patut dilestarikan.

2.3. Sejarah Tradisi Nyadar


Sebagai salah satu Kabupaten di Madura, Sumenep merupakan daerah yang kaya akan
seni tradisi, baik yang berupa seni profan maupun yang bersifat ritual. Keberagaman wilayah
dan penduduknya dengan aneka sumber penghidupan penduduknya telah menimbulkan
berbagai bentuk keseneian yang khas. Bila dunia pertanian, kemudian memunculkan kesenian
kerapan Sapi maka dalam masyarakat petani garam di daerah Pinggir Papas mengenal tradisi
Upacara Adat Nyadar.
Asal-usul dari tradisi upacara nyadar yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Pinggir
Papas tidak lepas dari tokoh yang bernama Anggasuto. Menurut masyarakat tradisi nyadar
bukan hanya sebuah penghormatan kepada leluhur (Anggasuto), akan tetapi sebagai wujud
terima kasih karena sebagai pembuat garam pertama sehingga dengan melaksanakan upacara
nyadar masyarakat berharap dapat memperoleh keselamatan dan panen selanjutnya lebih baik.

4
Anggasuto merupakan salah satu sisa balatentara Bali yang kalah perang dengan kerajaan
Sumenep yang masih hidup dan melarikan diri ke desa Pinggir Papas dengan teman-teman
balatentara-nya yang masih hidup. Mereka mendapatkan pengampunan dari Raja sumenep
untuk tinggal di desa Pinggir Papas dan sejak itulah Anggasuto dan teman-temannya menjadi
cikal bakal dan tokoh masyarakat di desa Pinggir Papas. Awalnya desa Pinggir Papas
merupakan daerah yang sangat tandus. Hal ini disesuaikan dengan keadaan geografis desa
Pinggir Papas karena letaknya di dataran rendah dan berbatasan dengan laut, seringnya air
laut menggenangi desa Pinggir Papas sehingga tidak memiliki sumber air bersih, maka tidak
cocok untuk dijadikan pertanian di bidang agraris oleh masyarakat. Keadaan yang seperti itu,
masyarakat tidak mampu mengelolah dan memanfaatkan lahan yang ada karena tidak didasari
oleh pengetahuan untuk mengelolah lahan yang tandus dan seringnya tergenang oleh air laut.
Anggasuto dikatakan sebagai cikal bakal oleh masyarakat desa Pinggir Papas karena telah
memberikan pengetahuan bagaimana mengelolah lahan yang tandus dan digenangi oleh air
laut menjadi sumber kehidupan dan kesejahteraan masyarakat desa Pinggir Papas sekitar
tahun 1568-an. Awal Anggasuto menemukan endapan air laut yang berupa kristal dan
ternyata adalah garam, hal ini tentunya Anggasuto dibekali adanya pengetahuan tentang
garam. Anggasuto dengan cermat mempelajari proses pengkristalan air laut tersebut dengan
keyakinannya bahwa garam ini nantinya memberikan sumber kehidupan bagi masyarakat,
maka Anggasuto mencoba membuat garam dari air laut. Proses pembuatan awal, Anggasuto
membuat enam kotak yang berisi air laut. Keesokan harinya pada salah satu kotak itu ada
warna putih yang mengendap dan mengkristal. Keadaan yang seperti itu berlanjut sehingga
keenam kotak tersebut menjadi warna putih yang mengendap dan menkristal. Jadi semua
kotak yang dibuat oleh Anggasuto semuanya berhasil. Penggaraman rakyat sampai sekarang
ini terdiri dari enam kotak sebagai syarat penggaraman.
Masyarakat desa Pinggir Papas meyakini apabila penggaraman tidak terdiri dari enam
kotak maka hasil dari penggaraman tidak berhasil. Seterusnya dari kejadian tersebut,
Anggasuto bersama-sama masyarakat setempat membuat talangan. Beliau kemudian berkata
bahwa kalau bulan depan atau dalam berikutnya air laut dalam talangan itu dapat menjadi
garam lagi,beliau akan melakukan Nyadhar (selamatan tasyakuran). Ternyata usaha tersebut
tidak sia-sia air laut yang ada dalam talangan menjadi garam. Atas peristiwa-peristiwa
tersebut masyarakat Pinggir Papas mengakui bahwa Anggasuto sebagai penemu garam, yaitu
sebagai ilmuwan yang mampu mengamati dan memberi pelajaran kepada masyarakat desa

5
Pinggir Papas mengenai cara memproduksi garam. Sejak abad XVI pembuatan garam di
Madura dimulai.
Manfaat diadakannya Upacara Nyadar merupakan upacara untuk mensyukuri rizki dan
wujud terima kasih terhadap Anggasuto sebagai pembuat garam pertama (leluhur penemu
teknik pembuatan garam) sehingga dengan melaksanakan upacara nyadar masyarakat
berharap dapat memperoleh keselamatan dan panen selanjutnya lebih baik. Selain itu upacara
nyadar juga dilakukan untuk melanjutkan tradisi yang dilakukan oleh leluhurnya (budaya
turun-temurun).
2.4. Pelaksanaan Tradisi Nyadar
Pelaksanaan dari upacara nyadar yang dilakukan oleh masyarakat Pinggir papas, apabila
dikaji lebih dalam, hal tersebut bukan hanya semata-mata asal usul dari upacara nyadar
sebagai wujud penghormatan pada leluhurnya, tetapi ada hal yang sangat penting lagi untuk
dikaji yang kaitannya dengan mempertahankan konservasi Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini
dapat dilihat bahwa di tengah tanah penggaraman ada makam para leluhur masyarakat desa
Pinggir Papas. Makam tersebut oleh masyarakat dikeramatkan sehingga tidak ada masyarakat
yang berani menggusur makam tersebut.
Makam bagi masyarakat bukan hanya sekedar mengubur mayat, akan tetapi makam
adalah tempat yang dikeramatkan karena disitu dikuburkan jasad orang keramat. Antara tanah
dengan roh leluhurnya tidak dapat dipisahkan, karena roh leluhur oleh masyarakat
mempunyai kompetensi mengawasi dan memberi perlindungan kepada keturunannya dan
sekaligus mempunyai saham atas tanah sehingga penjualan tanah dianggap dengan menjual
roh leluhurnya, maka tanah tersebut harus dijaga. Untuk memperkuat kesakralan tersebut
masyarakat desa Pinggir Papas selalu merayakan upacara nyadar.
Penentuan waktu pelaksanaan Nyadar berdasar musyawarah para pemuka adat, yang
masih merupakan keturunan dari leluhur Anggasuta. Ada beberapa syarat sehubungan dengan
pelaksanaan Nyadar. Syarat tersebut terdapat kaitan dengan peringatan Maulid Nabi. Yang
pertama, pelaksanaan upacara tidak diperkenankan diadakan sebelum tanggal 12 Maulid dan
ketentuan harinya harus dilaksanakan hari jumat dan sabtu. Kedua, selamatan yang tidak
boleh melebihi besarnya selamatan yang diadakan untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW. Dan syarat yang lain adalah para peserta upacara Nyadar terlebih dahulu
diwajibkan untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dari syarat tersebut selain
mengindikasikan bahwa Nyadar tumbuh dan berkembang setelah Islam masuk. Selain itu juga

6
mengimplikasikan bahwa penghormatan terhadap leluhur mereka tidak boleh melebihi
penghormatan terhadap Rasulullah.
Upacara Nyadar di desa Kebundadap Barat Kecamatan Saronggi merupakan acara rutin
yang dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yaitu:
1. Bulan Juli merupakan Nyadar pertama
2. Bulan Agustus merupakan Nyadar kedua
3. Bulan September merupakan Nyadar ketiga
2.5.Tempat Pelaksanaan Tradisi Nyadar
Adapun praktik/pelaksanaan nyadar terbagi atas tiga tahapan, yaitu pelaksanaan nyadar
pertama dan kedua dilakukan di sekitar pemakaman embah Anggasuto. Dan Nyadar ketiga
dilaksanakan di rumah masing-masing warga Pinggir Papas khususnya. Pelaksanaan tradisi
Nyadar dipimpin oleh Embah Kasa selaku ketua adat dan empat orang berdasarkan asal
muasal leluhurnya. Para pemimpin itu dibantu oleh seorang penghulu yang dilantik pada saat
dilaksanakan upacara nyadar. Mereka juga dibantu oleh juru doa.
Dari masing-masing kegiatan upacara Nyadar dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nyadar Pertama ( Hari Jumat )
Kegiatan Nyekar (ziarah) ke kompleks pemakaman Anggosuto dilakukan pada pukul
16.00 WIB dengan melewati dua jalur; kepala suku dengan perangkatnya harus berjalan kaki
dan menyeberangi sungai Sarokah. Masyarakat umum boleh menaiki kendaraan.
Setelah sampai di lokasi upacara di desa Kebundadap, kaum wanitanya menyiapkan
tungku untuk memasak di malam harinya. Pimpinan adat disebut Jhuke berpakain gamis
warna putih, sebelas orang pengiringnya berpakaian warna hitam dan empat orang lainnya
berpakaian Racok Saebu.
Selanjutnya masing-masing anggota masyarakat menyerahkan sari berisi bunga, uang
dan bedak kepada penghulu. Bunga itu oleh istri para penghulu akan dibawa ke kompleks
pemakaman diiringi dengan pembakaran kemenyan. Salah seorang penghulu membaca doa
tahlil, kemudian kembang tersebut di kumpulkan dan diberikan kepada peserta upacara untuk
ditaburkan diatas makam. Mereka yakin siapa yang lebih dulu meletakkan bunga diatas
makam, maka hajat orang tersebut akan segera dikabulkan. Salah satu penanda bahwa seorang
tersebut telah mengikuti upacara, dibelakang telinga atau di dahiinya ditandai dengan bedak
cair. Penanda ini dipercaya bisa menghindarkan dari gangguan mahkluk halus. Selesai
upacara mereka kembali ke kelompok masing-masing dan suamu isteri mempersiapkan tiga
tungku untuk memasak. Sekitar pukul tujuh malam, nasi yang telah masak dituangkan diatas

7
tikar dan didinginkan. Para suami menyiapkan panjeng dalam bentuk tumpeng yang dihiasi
telur dadar, ayam goreng dan ikan bandeng.
Upacara hari kedua dinamakan Upacara Knoman. Sekitar pukul 05.00 WIB tumpeng
ditaruh di bawah pohon asam di sekitar kompleks pemakaman dan kemudian salah seorang
penghulu menghitung panjheng dengan membacakan mantra, konon dengan cara ini para
penghulu bisa mengethaui anggota masyarakatnya yang tidak hadir mengikuti upacra. Mereka
yang tidak hadir wajib mengadakan upacara Nyadar di rumahnya. Mereka memberikan
laporan kepada pimpinan masing-masing dan kemudian pimpinan kelompok membawa
kinangan (tempat sirih) diletakkan ditempat ia duduk. Lalu pembacaan doa selesai, nasi di
panjheng dimakan bersama. Sisa nasi di panjheng akan dibawa pulang dan dibagikan kepada
tetangga yang tidak mengikuti upacara. Sisanya lagi kemudian sedikit demi sedikit karak
tersebut ditaburkan dengan nasi yang mereka makan setiap hari.
2. Nyadar Kedua
Upacara Nyadar kedua dilaksanakan sebulan setelah Nyadar pertama. Bentuk
upacaranya tidak jauh berbeda dengan nyadar yang pertama. Bedanya , pada nyadar kedua
senjata milik Pangeran anggosuto di keluarkan dari pasarean. Senjata tersebut terdiri dari
Abinan (keris) dan Kodik Perangshang yang diambil dari juru doa pada hari sabtu sebelum
tiba shubuh. Kedua senjata tersebut dibawa ke pintu gerbang kompleks pemakaman, setelah
dibacakan doa, senjata tersebut dikembalikan ketempat semula.
3. Nyadar Ketiga
Pelaksanaan Nyadar ketiga sama dengan perlengkapan pada nyadar sebelumnya,
hanya nyadar ketiga dilaksanakan di pasarean ke empat tokoh yang dipatuhinya. Pada upacara
yang ketiga akan dibacakan Layang Jati suara dan Layang Sempurnaning Sembah, secara
serentak dibaca di tiap pasarean yang dipimpin dua orang, seorang sebagai pembaca dan
seorang lagi memberikan makna layang yang dibacakan. Kegiatan ini dilakukan malam hari
sampai waktu menjelang shubuh.
Layang Jati suara dan Layang sempurnaning sembah, berisikan pengetahuan mengenai
tindak dan perilaku sebagai seorang hamba Allah. Naskah tersebut ditulis diatas daun lontar.
Usai pembacaan layang , juru baca menyerahkan naskah kepada penghulu dan
memberitahukan kepada ketua adat bahwa pembacaan layang selesai dilakukan.
Hari yang ditetapkan untuk pelaksanaan upacara itu adalah hari Jumat (hari pertama)
dan Sabtu (hari kedua). Penentuan tanggal pelaksanaan menjadi tanggung jawab penghulu,

8
lalu ia melapor pada ketua adat dan keputusan disahkan dalam upacara perembukan
(musyawarah).

9
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tradisi di maknai sebagai pengatahuan, doktrin, kebiasaan, praktek dan lain-lain yang
dipahami sebagai pengatahuan yang telah diwariskan secara turun-temurun termasuk cara
penyampai doktrin dan praktek tersebut. Tradisi terkadang disamakan dengan kata-kata adat
yang dalam pandangan masyarakat awam di pahami sebagai struktur yang sama. Nyadar
merupakan tradisi, yakni adat istiadat yang sudah dilakukan turun temurun oleh masyarakat
Pinggir Papas. Sedangkan secara teknis merujuk kepada tradisi dengan maksud menjaga,
menghormati serta memelihara warisan nenek moyang yang sudah ada. Nyadar dapat
dikatakan sebagai sebuah peristiwa sosial yang telah menjadi wadah masyarakat Pinggir
Papas dan sekitarnya untuk mengekspresikan wujud ungkapan terima kasih dan rasa syukur
terhadap segala nikmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Upacara Nyadar di desa
Kebundadap Barat Kecamatan Saronggi merupakan acara rutin yang dilaksanakan tiga kali
dalam setahun, yaitu bulan Juli merupakan Nyadar pertama, bulan Agustus merupakan
Nyadar kedua, dan bulan September merupakan Nyadar ketiga. Adapun praktik/pelaksanaan
nyadar terbagi atas tiga tahapan, yaitu pelaksanaan nyadar pertama dan kedua dilakukan di
sekitar pemakaman embah Anggasuto. Dan Nyadar ketiga dilaksanakan di rumah masing-
masing warga Pinggir Papas khususnya.
3.2 Saran
a. Bagi siswa
Bagi siswa diharapkan lebih dapat mengetahui tradisi khusunya di daerahnya sendiri, dan
dapat meningkatkan pengetahuannya tentang tradisi Nyadar, serta asal muasa tradisi
tersebut.
b. Bagi masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuannya tentang tradisi Nyadar,
serta memperhatikan dan ikut serta dalam pelaksanaan tradisi Nyadar.

10
DAFTAR PUSTAKA

C.A. van Peursen. 1998. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisisus.

Hotimah, Hosnor. 2007. Ritual Tradisi Nyadar dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial
Warga Desa Pinggir Papas di Madura. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. . [Diakses pada tanggal 23 Oktober 2017]
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8632/1/HOSNOR%20CHOTI
MAH-FUF.pdf

Imam, Ahmad Khairi. Upacara Adat Nyadar (Telaah Sosial Masyarakat Pesisir Sumenep).
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. [Diakses pada tanggal 23 Oktober 2017]
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&ua
ct=8&ved=0ahUKEwj-
qvHmgYfXAhVKQ48KHaoSD6kQFghNMAk&url=http%3A%2F%2Fejournal.unesa.ac.
id%2Farticle%2F9960%2F94%2Farticle.doc&usg=AOvVaw27grFz_iSvwIO3lUj_oawp

Muhaimin AG, 2001. Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret Dari Cerebon, Terj.
Suganda. Ciputat: PT. Logos wacana ilmu. [Diakses pada tanggal 23 Oktober 2017]
http://digilib.uinsby.ac.id/370/4/Bab%202.pdf

Piotr Sztompka. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Grup

Wikipedia. [Diakses pada tanggal 23 Oktober 2017]


https://id.wikipedia.org/wiki/Nyadar_(upacara_adat)

11

Anda mungkin juga menyukai