telusuri
SEP
27
POLITIK ISLAM HINDIA BELANDA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN PENELITIAN 4
D. SISTEMATIKA PENULISAN 5
BAB II PEMBAHASAN 6
E. APA ITU POLITIK ISLAM HINDIA BELANDA 6
F. Siapa Snouck Hurgronje ? 7
G. APA DASAR PEMIKIRAN S.H.MENGENAI (P.I.H.B) 12
H. APA Pemikiran Snouck Hurgronje Tentang Islam
di Indonesia 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada mulanya orang-orang belanda yang beragama Kristen protestan dating ke kepulauan
nusantara tidak ada kaitannya dengan masalah hukum agama mereka mendara di banten pada
tahun 1596 bergabung dengan portugis , inggris dan spanyol untuk memburu keuntungan terutama
rempah-rempah, komoditi yang laku di pasaran eropa
Sedang agama nasrani pembawa pertama kali oleh portugis dan spaanyol ke wilayah Maluku pada
tahun 1552
Menurut bushar Muhammad, penjajah belanda sebelum datang ke Indonesia mengira
bahwa di Indonesia(hindia belanda) waktu itu masih hutan belantara penuh dengan satwa tanpa
hukum di dalamnya namun yang ia lihat ternyata tiddak demikian mereka menyaksikan bahwa di
hindia belanda sudah ada hukum yang berlaku yaitu hukum agama dar masing-masing agamanya
seperti islam, hindu dan nasrani (di Maluku) di samping hukum adat mereka, hukum islam telah
menjadi hukum yang di taati oleh umat islam di Indonesia bahkan sudah menjadi hukum nasional
pada kerajaan islam mataram(1613-17645 M) di bawah sultan agung.
Keadaan ini menyebabkan kegiatan mereka tidak bias terhindar dari terjadinya persetujuan dengan
masalah agama islam yang di anut oleh sebagian besar bangsa Indonesia. Bagi penjajah belanda
umat islam Indonesia merupakan musuh dari penghambat dari kepentingan mereka. H Aqib
suminto dalam hal ini menulis :
“keinginan keras pemerintah hindia belanda untuk tetap berkuasa di hindia belanda
mengharuskan mereka untuk menemukan politik islam yang tepat, karena sebagian besan
penduduk kawasan ini beragama islam. Dalam perang menaklulan bangsa Indonesia
selama sekian lama, belanda menemukam perlawanan keras justru dari pihak-pihak raja-
raja islam terutama, sehingga tidaklah mengherankan bila kemudian islam di anggap
sebagai ancaman yang harus di kekang dan di tempatkan di bawah pengawasan yang
ketat”
politik islam hindia belanda tidak bias di pisahkan dari perang yang di mainkan oleh seorang
penasihat pemerintah hindia belanda (1899—1906) yang bernama C. Snouck Hurgronje (1857—
1936). C. Snouck Hurgronje memperoleh gelar Doctor dalam bidang sastra sempit (1880)pada
usia yang relative masih muda. Dia mendalami bahasa arab dan hukum islam, kawin dengan
seorang putrid penghulu dia pernah bermukim di mekah selama 1 tahun (28 agustus 1884 s/d 1
agustus 1885. Mengaku beragama islam dengan nama ABDUL GAFFAR dan menyamar sebagai
dokter dan tukang potret namun samarannya terbongkan dan selanjutnya dia di usir dari mekah.
Politik islam hindia belanda menemukan bentuknya setelah kedatangan C. Snouck Hurgronje pada
akhir abad ke 19. Ia berhasil memberikan alternative jalan keluar pada pemerintahan hindia
belanda dalam mengahadapi orang islam C. Snouck Hurgronje memberikan saran agar pemerintah
hindia belanda bersikap netral terhadap kepentingan agama(ibadah ritual) agama. Mereka
memberikan fasilitas untuk kegiatan ibadahnya namun tetap harus bersikap tegas terhadap
perlawanan orang-orang islam tersebit. Kebijakan ini di buat untuk memebangun ketentraman
hidup beragama, khususnya orang-orang islam agar tidak mengganggu pemerintahan hindia
belanda. Politik islam C. Snouck Hurgronje di dasarkan atas anggapan pemisahan antara agama
dan Negara(politik). Agama di pahami secara sempit sebatas kegiatan ibadah ritual saja.
Sedangkan kegiatan politik di pandangnya bukan kegiatan agama.
Snouck Hurgronje sebagai arsitek politik islam hindia belanda mengetahui pengetahuan cukup
luas tentang agama islam Indonesia ia berhasil melawan ketakutan belanda terhadap islam paling
tidak untuk sementara.
Dan ternyata dalam perkembangan selanjutnya ternyata pendapat dan saran Snouck Hurgronje
tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi umat islam di hindia belanda, umat islam dalam
melaksanakan agamanya ternyata tidak mengabaikan kegiatan politik karena memang masalah
politik masuk dalam agama islam
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa ITU POLITIK ISLAM HINDIA BELANDA
2. Siapa Snouck Hurgronje ?
3. APA DASAR PEMIKIRAN S.H.MENGENAI (P.I.H.B)
4. APA Pemikiran Snouck Hurgronje Tentang Islam di Indonesia
BAB I Pendahuluan
Bab yang ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, maksud
dan tujuan, serta sistematika penulisan
BAB II Pembahasan
Dalam bab ini menguraikan tentang mengetahui apa itu politik islam hindia
belanda dan seluk beluknya
BAB II
PEMBAHASAN
Perlawanan dari bangsa Indonesia yang mayoritas dari agama islam terhadap agama penjajah
dengan agama nasrani ini menyebabkan penjajah mengambil sikap dalam menghadapi agama
islam tersebut bagi kepentingan penjajah
Christiaan Snouck Hurgronje merupakan tokoh peletak dasar kebijakan “Islam Politiek” yang
merupakan garis kebijakan “Inlandsch politiek” yang dijalankan pemerintah kolonial Belnda
terhadap pribumi Hindia Belanda. Konsep strategi kebijakan yang diciptakan Snouck terasa lebih
lunak dibanding dengan konsep strategi kebijakan para orientalis lainnya, namun dampaknya
terhadap umat Islam terus berkepanjangan bahkan berkelanjutan sampai dengan saat ini.
Berdasarkan konsep Snouck, pemerintah kolonial Belanda dapat mengakhiri perlawanan rakyat
Aceh dan meredam munculnya pergolakan-pergolakan di Hindia Belanda yang dimotori oleh umat
Islam. Pemikiran Snouck -berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya- menjadi landasan dasar
doktrin bahwa “musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai Agama, melainkan Islam sebagai
Doktrin Politik”.
Konsep Snouck berlandaskan fakta masyarakat Islam tidak mempunyai organisasi yang
“Hirarkis” dan “Universal”. Disamping itu karena tidak ada lapisan “Klerikal” atau
kependetaan seperti pada masyarakat Katolik, maka para ulama Islam tidak berfungsi dan
berperan pendeta dalam agama Katolik atau pastur dalam agama Kristen. Mereka tidak dapat
membuat dogma dan kepatuhan umat Islam terhadap ulamanya dikendalikan oleh dogma yang ada
pada Al-Qur’an dan Al-Hadits -dalam beberapa hal memerlukan interprestasi- sehingga
kepatuhan umat Islam terhadap ulamanya tidak bersifat mutlak.
Tidak semua orang Islam harus diposisikan sebagai musuh, karena tidak semua orang Islam
Indonesia merupakan orang fanatik dan memusuhi pemerintah “kafir” belanda. Bahkan para
ulamanya pun jika selama kegiatan Ubudiyah mereka tidak diusik, maka para ulama itu tidak akan
menggerakkan umatnya untuk memberontak terhadap pemerintah kolonial Belanda. Namun disisi
lain, Snouck menemukan fakta bahwa agama Islam mempunyai potensi menguasai seluruh
kehidupan umatnya, baik dalam segi sosial maupun politik.
Snouck memformulasikan dan mengkategorikan permasalahan Islam menjadi tiga bagian, yaitu ;
bidang Agama Murni, bidang Sosial Kemasyarakatan, bidang Politik. Pembagian kategori
pembidangan ini juga menjadi landasan dari doktrin konsep “Splitsingstheori”.
Pada hakikatnya, Islam tidak memisahkan ketiga bidang tersebut, oleh Snouck diusahakan agar
umat Islam Indonesia berangsur-angsur memisahkan agama dari segi sosial kemasyarakatan dan
politik. Melalui “Politik Asosiasi” diprogramkan agar lewat jalur pendidikan bercorak barat dan
pemanfaatan kebudayaan Eropa diciptakan kaum pribumi yang lebih terasosiasi dengan negeri dan
budaya Eropa. Dengan demikian hilanglah kekuatan cita-cita “Pan Islam” dan akan
mempermudah penyebaran agama Kristen.
Dalam bidang politik haruslah ditumpas bentuk-bentuk agitasi politik Islam yang akan membawa
rakyat kepada fanatisme dan Pan Islam, penumpasan itu jika perlukan dilakukan dengan kekerasan
dan kekuatan senjata. Setelah diperoleh ketenangan, pemerintah kolonial harus menyediakan
pendidikan, kesejahteraan dan perekonomian, agar kaum pribumi mempercayai maksud baik
pemerintah kolonial dan akhirnya rela diperintah oleh “orang-orang kafir”.
Dalam bidang Agama Murni dan Ibadah, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan, maka
pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran
agamanya. Pemerintah harus memperlihatkan sikap seolah-olah memperhatikan agama Islam
dengan memperbaiki tempat peribadatan, serta memberikan kemudahan dalam melaksanakan
ibadah haji.
Sedangkan dibidang Sosial Kemasyarakatan, pemerintah kolonial memanfaatkan adat kebiasaan
yang berlaku dan membantu menggalakkan rakyat agar tetap berpegang pada adat tersebut yang
telah dipilih agar sesuai dengan tujuan mendekatkan rakyat kepada budaya Eropa. Snouck
menganjurkan membatasi meluasnya pengaruh ajaran Islam, terutama dalam hukum dan
peraturan. Konsep untuk membendung dan mematikan pertumbuhan pengaruh hukum Islam
adalah dengan “Theorie Resptie”. Snouck berupaya agar hukum Islam menyesuaikan dengan
adat istiadat dan kenyataan politik yang menguasai kehidupan pemeluknya. Islam jangan sampai
mengalahkan adat istiadat, hukum Islam akan dilegitimasi serta diakui eksistensi dan kekuatan
hukumnya jika sudah diadopsi menjadi hukum adat.
Sejalan dengan itu, pemerintah kolonial hendaknya menerapkan konsep “Devide et Impera”
dengan memanfaatkan kelompok Elite Priyayi dan Islam Abangan untuk meredam kekuatan Islam
dan pengaruhnya dimasyarakat. Kelompok ini paling mudah diajak kerjasama karena ke- Islaman
mereka cenderung tidak memperdulikan “kekafiran” pemerintahkolonial Belanda.
Kelompok ini dengan didukung oleh konsep “Politik Asosiasi” melalui program jalur
pendidikan, harus dijauhkan dari sistem Islam dan ajaran Islam, serta harus ditarik kedalam orbit
“Wearwenization”. Tujuan akhir dari program ini bukanlah Indonesia yang diperintah dengan
corak adat istiadat, namun Indonesia yang diper-Barat-kan. Oleh karena itu orang-orang Belanda
harus mengajari dan menjadikan kelompok ini sebagai mitra kebudayaan dan mitra kehidupan
sosial.
Kaum pribumi yang telah mendapat pendidikan bercorak barat dan telah terasosiasikan dengan
kebudayaan Eropa, harus diberi kedudukan sebagai pengelola urusan politik dan administrasi
setempa. Mereka secara berangsur-angsur akan dijadikan kepanjangan tangan pemerintah kolonial
dalam mengemban dan mengembangkan amanat politik asosiasi.
Secara tidak langsung, asisiasi ini juga bermanfaat bagi penyebaran agama Kristen, sebab
penduduk pribumi yang telah berasosiasi akan lebih mudah menerima panggilan misi. Hal itu
dikarenakan makna asosiasi sendiri adalah penyatuan antara kebudayaan Eropa dan kebudayaan
pribumi Hindia Belanda. Asosiasi yang dipelopori oleh kaum Priyayi dan Abangan ini akan
banyak menuntun rakyat untuk mengikuti pola dan kebudayaan asosiasi tersebut.
Pemerintah kolonial harus menjaga agar proses transformasi asosiasi kebudayaan ini seiring
dengan evolusi sosial yang berkembang dimasyarakat. Harus dihindarkan, jangan sampai
hegemoni pengaruh dimasyarakat beralih kepada kelompok yang menentang program peng-
asosiasi-an budaya ini.
Secara berangsur-angsur pejabat Eropa dikurangi, digantikan oleh pribumi pangreh praja yang
telah menjadi ahli waris hasil budaya asosiasi hasil didikan sistem barat. Akhirnya Indonesia akan
diperintah oleh pribumi yang telah ber-asosiasi dengan kebudayaan Eropa.
Konsep-konsep Snouck tidak seluruhnya dapat dijalankan oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda, sehingga tak seluruhnya dapat mencapai hasil yang maksimal. Namun setidaknya selama
itu telah mampu meredam dan mengurangi aksi politik yang digerakkan oleh umat Islam. Pada
akhirnya, umat Islam pula yang menjadi motor penggerak gerakan kemerdekaan Indonesia di
tahun 1945.
Tanggal 12 Maret 1906 Snouck kembali ke negeri Belanda. Ia diangkat sebagai Guru Besar
Bahasa dan Sastra Arab pada Universitas Leiden. Disamping itu ia juga mengajar para calon-calon
Zending di Oestgeest. Snouck meninggal dunia pada tanggal 26 Juni 1936, diusianya yang ke 81
tahun.
Kebesaran Snouck selalu dikenang, dialah ilmuwan yang dijuluki `dewa” dalam bidang
Arabistiek-Islamologi dan Orientalistik, salah satu pelopor penelitian tentang Islam, Lembaga-
Lembaganya, dan Hukum-Hukumnya. Ia “berjasa” menunjukkan “kekurangan-kekurangan”
dalam dunia Islam dan perkembangannya di Indonesia. Di Rapenburg didirikan monumen
“Snouck Hurgronjehuis” untuk mengenang jasa-jasanya dan kebesarannya. Christiaan Snouck
Hurgronje, tokoh penting peletak dasar kebijakan “Islam Politiek” merupakan “Pembaratan
Islam Pribumi” kini diteruskan oleh para pewarisnya di Indonesia yang dikenal sebagai
cendekiawan Islam Liberal Indonesia.Dan ternyata dalam perkembangan selanjutnya ternyata
pendapat dan saran Snouck Hurgronje tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi umat islam di
hindia belanda, umat islam dalam melaksanakan agamanya ternyata tidak mengabaikan kegiatan
politik karena memang masalah politik masuk dalam agama islam
BAB III
PENUTUPAN
I. KESIMPULAN
Setelah kita lakukan pengamatan data ternyata dapat kita ketahui
a. Snouck Hurgronje adalah tokoh yang sangat kontroversial. Disanjung dipuja sebagai
sarjana Islam yang cemerlang, tetapi juga dicaci maki sebagai seorang ahli muslihat yang hendak
menghancurkan Islam dari dalam dengan pura-pura masuk Islam. Betapapun diakui oleh semua
pihak bahwa pemerintah Belanda baru mempunyai garis kebijaksanaan tentang Islam didaerah
jajahannya yang bernama Hindia Belanda (Indonesia) setelah Snouck Hurgronje menjadi
penasehat pemerintah dalam hal-hal yang berkaitan dengan Islam.
Dan ternyata dalam perkembangan selanjutnya ternyata pendapat dan saran Snouck Hurgronje
tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi umat islam di hindia belanda, umat islam dalam
melaksanakan agamanya ternyata tidak mengabaikan kegiatan politik karena memang masalah
politik masuk dalam agama islam
SARAN
Kita sebagai mahasiswa harus benar-benar mempejari sejarah-sejarah islam hindia belanda
karena selain memperluas pengetahuan kita juga dapat mengetahui sejarah awal ketidak
harmonisan antara umat islam dengan umat nasrani
DAFTAR PUSTAKA
-- Usman, suparman, Prof. Dr. M.A, S.H, 2002, Hukum Islam, Jakarta selatan: gaya media
pratama Jakarta
- indrayogi.multiply.com
- http://ajip-rosidi.com/esai-bahasa-indonesia/snouck-hurgronje-dan-h-hasan-mustapa
- http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=10681
Diposting 27th September 2015 oleh Unknown