Anda di halaman 1dari 57

KETRAMPILAN DALAM

ASUHAN KEPERAWATAN
 KEMAMPUAN DALAM KOMUNIKASI
KEPERAWATAN
 PEMERIKSAAN FISIK

Pahami keseluruhan situasi klien

Informasi lengkap : masa lalu, saat
ini & potensi masalah klien (Gordon,
1987;1994)

klien sebagai sumber informasi
primer.

Sumber informasi sekunder
Kemampuan komunikasi
 Komunikasi Intrapersonal
Digunakan untuk berpikir, belajar, merenung,
meningkatkan motivasi, introspeksi diri.
 Komunikasi Interpersonal

Digunakan untuk meningkatkan hubungan


interpersonal, menggali data atau
masalah, menawarkan gagasan, memberi dan
menerima informasi.
Komunikasi terapeutik
 komunikasiterapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna
terapeutik bagi klien dan dilakukan
oleh perawat (helper ) untuk membantu
klien mencapai kembali kondisi yang
adaptif dan positif.
PEMERIKSAAN FISIK
 Tindakan
yang dilakukan oleh perawat untuk
mendapatkan informasi tentang kondisi fisik
pasien
– Head to toe
– Sistematis
– Memerlukan keahlian khusus
– inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
 Dibutuhkan keahlian tersebut latihan terus-menerus
dalam “mengajar mata untuk melihat, jari untuk meraba
dan telinga untuk mendengar.
Inspeksi
 Perawat melakukan anamnesis dengan melihat tubuh
pasien dengan menggunakan pendekatan sistematik.
 Perawat memperhatikan hal-hal tertentu mengenai
pasiennya :
– Penampilan umum
– Keadaan gizi
– Habitus tubuh
– Simetri
– Sikap tubuh dan gaya berjalan
– Cara berbicara
Palpasi

 Penggunaan sensasi taktil denganmelakukan


perabaan untuk menentukan ciri-ciri suatu
system organ.
– Misalnya : meraba arteri radialis untuk
pemeriksaan tekanan darah, atau menghitung
denyut nadi.
 Mengetahui adanya kelainan pada suatu sistem
organ
Perkusi
 Pemeriksaan dengan menggunakan sensasi
taktil (jari tangan)/suatu alat (ketukan
dilakukan pada suatu daerah yang diperiksa)
untuk mendapatkan bunyi (normal/kelainan).
– Misalnya : perkusi daerah abdomen, jantung,
perkusi reflek patela
Auskultasi
 Mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh
organ dalam.
 Teknik ini memberikan informasi mengenai
patofisiologi suatu organ.
– Misalnya : mendengar suara paru, mendengar
denyut nadi sistol diastol saat pengukuran TD
dengan menggunakan stetoskop
Hal-hal yang perlu disiapkan dalam
pemeriksaan fisik :
 Persiapan alat :
– Stetoskop
– Spigmomanometer
– Oto – oftalmoskop
– Lampu senter kecil / light tes pen
– Palu refleks
– Garputala
– Peniti atau sekotak jarum
– Pita pengukur
– Kartu pemeriksa ketajaman visual
– Spatula lidah, lidi kapas, sarung tangan, kassa.
 Mencuci tangan
 Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien,
dan menggunakan tangan kanan.
 Menjaga privacy pasien, pemeriksaan
harusnya dilakukan dengan membuka daerah
yang akan diperiksa saja, tanpa membuka
daerah lain yang tidak perlu.
 Tetap berkomunikasi dengan pasien
 Pasien dengan kondisi khusus (penyakit
menular : hepatitis, AIDS), perlu
dipersiapkan alat tambahan seperti sarung
tangan.
PEMERIKSAAN FISIK
MELIPUTI ;
 KEADAAN UMUM
– Menilai keadaan sakit pasien dan hasil inspeksi
umum terhadap penderita dapat dilaporkan sebagai
berikut :
 Pasien tampak sakit berat

 Pasien tampak sakit sedang

 Pasien tampak sakit ringan

 Pasien tampak tidak sakit


 MENILAI TANDA-TANDA VITAL
– Mengukur Tekanan Darah
– Menghitung nadi
– Mengukur Suhu tubuh
– Menghitung pernafasan
 MENILAI TINGKAT KESADARAN
– Compos mentis
– Apatis
– Somnolent
– Sopor
– Soporkoma
– Koma
 PEMERIKSAAN SISTEMIK
– Head to toe
Keadaan Rambut & Higiene Kepala

 warna

 mudah rontok,

 kulit kepala kotor,


 berbau

 lesi seperti vesicular pustule, crusta


karena
varicela, dermatitis, jamur atau pedagogis
Kulit
 Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan
inspeksi dan palpasi
– Inspeksi
 Hygiene kulit

 Kelainan-kelainan pada kulit .... (transp)


 Palpasi
– kehangatan kulit, (dingin-hangat-demam),
– kelembaban
– Texture kulit  halus, lentur, kasar
– Turgor  cubitan ringan. Bila lambat kembali ke
keadaan semula, menunjukkan turgor turun pada
pasien dehidrasi.
– Edema : Pitting edema / Non pitting edema
 Mata

– Palpebrae : edema, ptosis


– Sklera dan Konjungtiva : ikterus , anemis
– Tekanan bola mata/tekanan intraokuler (T.I.O)
– Pupil Dan Refleks Cahaya : isokor, mengecil bila
disinari
– Visus/ ketajaman penglihatan : Optotype Snellen
yang dipasang pada jarak 6 meter dari penderita. Teknik
pemeriksaan : pasien diminta menyebut huruf/angka
yang ditunjuk oleh pemeriksa.
– Kemampuan menyebut sampai deretan huruf yang
mana tercantum ditepi Optotype Snellen :
 Visus mata Emetrop diberi angka 6/6

 Visus 6/60 hanya bisa menghitung jari-jari dari jarak 6


meter
 Visus 6/300 hanya bisa melihat gerak jari-jari dari jarak
6 meter
 Visus 6/tak terhingga hanya bisa melihat terang-gelap

 Mata buta/anopsia tidak bisa melihat terang sama


sekali.
 Hidung
– Diperiksa septum hidung, ditengah atau tidak,
– ada benda asing, secret hidung, jernih, purulent,
perdarahan, peradangan mucosa, polip.
– Pemeriksaan ini menggunakan speculum hidung
atau pasien diminta membesarkan rongga
hidungnya.
 Telinga
– Memeriksa canalis : bersih, berserumen atau
bernanah.
– Membrane tympani : memantulkan refleks cahaya
politzer pada penyinaran lampu senter.
– Pemeriksaan fungsi pendengaran : tes Rinne,
Weber, dan Swabach, dengan menggunakan
garputala.
 Test Rinne (garputala 256 Hz) :
– Penala digetarkan, tangkainya ditempelkan pada poros. Mastoidens,
saat suara tidak terdengar pindahkan pada muka liang telinga, bila
suara masih terdengar berarti Rinne (+). Rinne positif bisa berarti tuli
perseptif, sedangkan tuli konduktif memberi hasil Rinne (-).

 Test Weber (garputala 512 Hz)


– Penala digetarkan tangkainya ditempelkan pada garis tengah kepala.
Pasien diminta menyebutkan sisi telinga mata yang lebih keras
mendengar. Jawaban bias salah satu terdengar lebih keras atau sama
keras. Satu sisi lebih keras disebut lateralisasi ke kiri atau ke kana. Bila
lebih keras dikiri bisa berarti 2 hal :
 Telinga kiri tuli konduktif
 Telinga tuli perseptif
Sama keras bisa pula berarti 3 hal :
 Kedua telinga normal
 Kedua telinga tuli konduktif
 Kedua telinga tuli perseptif
 Test Schwabach
– membandingkan hantaran suara antara pemeriksa
dengan pasien. Syarat pemeriksa pendengarannya normal.
Setelah penala digetarkan, ditempelkan pada poros.
Martoideus pasien, segera saat tidak terdengar suara pasien
memberi tanda. Lalu segera pindahkan penala ke poros.
Martoideus pemeriksa, bila masih terdengar, dikatakan
scwabach pasien memendek (lebih pendek dari
pendengaran pemeriksa). Bila urutan pemeriksaan dibalik
hasilnya tetap memendek, berarti ada gangguan pada
system cochlea pasien (tuli perseptif).
 Mulut, Gigi, Lidah
– Pemeriksaan dengan menggunakan tongue
spatel yang dibungkus kassa
– Rongga mulut : bau mulut, stomatitis.
– Gigi : karang gigi, carries, perdarahan, gigi palsu,
keadan gusi
– Lidah : kotor, tepi lidah yang hiperemik
 Leher
– Kelenjar getah bening : pembesaran
– Kelenjar thyroid : palpasi dua tangan dari arah
belakang, jari-jari meraba permukaan kelenjar dan
pasien diminta menelan.
– Kaku kudu : adanya iritasi/rangsangan meningeal
– JVP : peningkatan
 Thoraks
– Untuk memeriksa daerah thorax, diperlukan
ingatan kembali tentang garis-garis imaginer :
 Linea mid-sternalis

 Linea sternalis

 Linea medio-clavicularis

 Linea axilaris anterior, media, dan posterior

 Linea scapularis

 Linea vertebralis

 Angulus Ludovici, Angulus Costae,dan Areus Costae.

– Pemeriksaan thorax dilakukan secara berurutan


meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
 Inspeksi
– bentuk thorax
– Terdengar stridor/inspirasi/expirasi
– frekuensi pernapasan (12 – 20x/menit).
– pola/irama pernapasannya, apakah teratur, periodic
Cheynes Stokes, Kussmaul (cepat-dalam), hiperventilasi
atau irama satu-satu pada pasien sebelum meninggal.
– ada tidaknya dyspnea
 Tanda-tanda retraksi intercostalis

 tanda-tanda retraksi supra sternal

 pernapasan cuping hidung


 D’effort inspirasi, seperti pada difteria.

 D’effort expirasi, seperti pada asma bronchiate, dan orthopnoe,


lebih nyaman bernapas pada posisi duduk.
 Palpasi
– Vokal-fremitus
 Perkusi
– mengetuk di dinding dada dicelah intereostal.
 Sonor adalah suara perkusi jaringan paru yang normal
 Redup adalah suara perkusi jaringan yang lebih padat :
Pneumonia.
 Pekak adalah suatu perkusi jaringan yang padat seperti
pada : BrPn
 Hypersonor/ tympani adalah suara perkusi pada daerah
yang lebih berongga kosong seperti : asma kronik
– Perkusi dilakukan dengan cara membandingkan
kiri-kanan pada setiap daerah permukaan thorax.
 Auskultasi
– mendengarkan suara pada dinding thorax dengan
menggunakan stetoskop, caranya : pasien diminta
bernapas cukup dalam dengan mulut terbuka dan
letakkan stetoskop secara sistematik dari atas
kebawah dengan membandingkan kiri-kanan.
– Ada tiga suara yang didengar pada pemeriksaan
auskultasi :
 Suara napas (Vesiculer, Broncho-vesicular, Bronchial)

 Suara ucapan (tujuh puluh tujuh....)

 Suara tambahan
 Vesicular, suara napas vesicular terdengar disemua lapangan
paru yang normal. Bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih
panjang dari expirasi.

 Broncho-vesicular, suara napas broncho-vesicular terdengar


didaerah percabangan bronchus dan trachea. Jadi sekitar
sternum dan region intercapular, nadanya sedang lebih kasar
dibandingkan vesicular, inspirasi sama panjang dengan
expirasi.

 Bronchial, suara panas bronchial terdengar trachea (leher) dan


supra Strenal noch. Bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih
pendek dibandingkan dengan expirasi.
 Suara tambahan
– Pada pernapasan normal tidak didapati suara
tambahan. Suara tambahan menunjukkan ada
kelainan.
– Macam-macam suara tambahan :
– Rales, bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket
saat saluran-saluran halus pernapasan
mengembang pada inspirasi : (Pneumoria- TBC).
 Ronchi, ciri khas ronchi adalah nada rendah dan sangat kasar
terdengar baik pada inspirasi maupun expirasi. Ciri lain ronchi
adalah akan hilang bila pasien disuruh batuk. Ronchi terjadi
apabila terkumpulnya cairan mucus dalam trachea atau
bronchus-bronchus besar (misalnya oedem paru)
 Wheezing, adalah bunyi musical terdengar “ngiii…ik” atau
pendek ngiik. Yang bisa didapat pada fase inspirasi atau
expirasi, bahkan biasanya lebih jelas pada expirasi. Wheezing
terjadi karena ada exudat lengket tertiup aliran udara dan
bergetar nyaring. Biasanya, didapat pada bronchitis acut. Bila
hanya terdengar pada fase expirasi, ini akibat udara melewati
celah sempit bronchial.
 Pleural Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar “kering”
persis seperti suara gosokan amplas pada kayu. (Catatan : rales
dan ronchi terdengar “basah” karena seperti gemericik cairan).
Pleural friction-rub terjadi karena peradangan pleura,
terdengar sepanjang fase pernafasan (inspirasi sepenuhnya).
Paling jelas suara ini terdengar didaerah posterolateral bawah
dinding thorax.
 Jantung
– Inspeksi
 ictus cordis yaitu denyutan dinding thorax karena
pukulan ventrikel kiri pada dinding thorax. Bila normal,
akan berada di ICS-5 pada linea medio clavikularis kiri
selebar 1 cm saja.

– Palpasi
– Pada ictus cordis, Hitung frekuensi jantung / heart rate (HR)
– frekuensi jantung (HR) selama 1 menit penuh serta diamati
teratur tidaknya denyut jantung. Kemudian membandingkan
HR dengan frekuensi nadi yang telah kita hitung sebelumnya.
 Perkusi
– batas-batas jantung, karena daerah jantung terdengar pekak.

 Auskultasi
– Mula-mula gunakanlah sisi membrane dengan tekanan kuat untuk mendengar
nada-nada yang lebih tinggi, kemudian sisi bell dengan tekanan ringan untuk
mendengar nada-nada yang lebih rendah.

– Bunyi jantung (BJ)


 BJ adalah bunyi menutupnya katup Mitral dan Trikuspidalis
 BJ H adalah bunyi menutupnya katup Aorta dan Pulkuspidalis
 Ada lima tempat mendengar BJ untuk empat buah katup :
 Katup Aorta/A di ICS-2 linea sternalis kanan untuk BJ II-A
 Katup Pulmonalis/P di ICS-2 linea sternalis kiri dan ICS-3 linea sternalis kiri untuk
untuk BJ II-P
 Katup Tricuspidalis/T di ICS-4 linea sternalis kiri untuk BJ I-T
 Katup Mitral/M di ICS -5 linea medio-clavicularis kiri (apex) untuk BJ I-M
 Pada keadaan normal BJ II (A dan P) dan BJ I (T dan M) adalah bunyi tunggal. Bila
pasien disuruh inspirasi dalam, bisa terjadi bunyi terbelah (split) pada BJ II karena
pada inspirasi dalam tekanan intra thorakal berkurang, darah lebih banyak ke paru-
paru, artinya atrium kanan dan ventrikel kanan memompa lebih banyak darah ke
paru-paru. Bila tetap terdengar split pada saat inspirasi maupun ekspirasi, ini
merupakan tanda yang cukup spesifik untuk ASD atau stenosis katup P.
 Bunyi jantung III/BJ III (kalau ada)
– BJ III terdengar sesudah BJ II dengan jarak cukup jauh, namun tidak melewati separuh
fase diasnotic, nadanya rendah (sehingga lebih jelas dengan sisi bell). Pada anak-anak
dan orang muda, bukan merupakan kelainan jantung. Pada orang dewasa/tua yang
disertai tanda dan gejala payah jantung lain, seperti oedem, dyspnea, BJ III merupakan
tanda yang khas. Suara/irama BJ pada decompatiocordis kiri disebut Irama pacu
kuda/Gallop rhythm.
– Irama pacu kuda/gallop rhythm adalah BJ III timbul akibat getaran derasnya pengisian
diasnotic dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang sudah membesar, darah jatah ke ruang
lebar kemudian timbul getaran.

 Fase sistolik dan fase diastolic


– Fase sistolik yaitu fase antara BJ I dan BJ II
– Fase diastolic yaitu fase antara BJ II dan BJ I berikutnya
– Fase diasnotic lebih lebar/lama dari pada fase sistolik dengarkan baik-baik apakah
didapat suara-suara tambahan pada fase sistolik, fase diasnotic atau kedua-duanya. Suara
tambahan ini disebut Bising Jantung = Murmur

 Bising Jantung/Murmur
– Murmur adalah fibrasi/getaran yang terjadi didalam jantung atau pembuluh darah besar
yang diakibatkan oleh bertambahnya arus turbulensi darah. Arus darah yang normal
adalah stream line.
– Bila darah melewati celah yang sempit terjadilah arus turbulensi, hal inilah yang
menimbulkan bising
 Abdomen

– Pada pemeriksaan abdomen kita harus mengingat


pembagian daerah abdomen menurut :
 9 Regio
– Epigastrica
– Hipocondrica
– Umbilicalis
– Lumbalis kiri – kanan
– Hipogastriea
– Iliaca (=inguinal kiri-kanan)
 4 Kwadran -
– Kwadran kanan atas
– Kwadran kiri atas
– Kwadran kanan bawah
– Kwadran kiri bawah
 Khusus pemeriksaan abdomen urutannya
adalah inspeksi, auskultasi, barulah palpasi
dan perkusi, karena palpasi dan perkusi bisa
menyebabkan meningkatnya frekuensi dan
intensitas peristaltic usus sebelum diperiksa.
 Inspeksi
– Bentuk
– bendungan pembuluh darah vena dikulit abdomen.
– benjolan-benjolan/masa. Laporkan bentuk dan
letaknya.

 Auskultasi

– Di daerah epigastrium dan 4 kwadran abdomen.


– peristaltic usus (5 – 35 x/menit). Borborygmi (GE).
Peristaltic yang berkurang : ileus paralitik. peristaltic
negative : setelah 5 menit tidak terdengar bunyi
peristaltic sama sekali (pasien post operasi).
 Palpasi
– tanyakan apakah ada bagian perut pasien yang
terasa nyeri (spontan) tanpa palpasi, sebab bila
pasien menyatakan ada, daerah tersebut harus
dipalpasi terakhir. Palpasi abdomen dimulai
dengan palpasi umum terhadap keseluruhan
dinding abdomen untuk mencari tanda nyeri umum
(peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari
dengan perabaan ada/tidaknya masa/benjolan
(tumor, faeces). Periksa juga turgor kulit perut
untuk menilai hidrasi pasien. Sesudah itu
periksalah dengan tekanan pada region Iliaca
(Adnexitis, KET), barulah kita secara khusus
melakukan palpasi hepar dan lien.
 Palpasi Hepar
– Tehnik palpasi hepar dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari
kwadran kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama napas
dan gembungan perut, dan berupayalah merasakan sentuhan tepi hepar
pada tepi jari telunjuk. Pembesaran hepar menuju arah inferior. Pada
keadaan normal hepar berada dibelakang arcus-costa sehingga tidak
teraba.
– Apabila hepar dapat diraba, dibuat deskripsi sebagai berikut :
 .Ukuran hepar dari tepi bawah arcus costa (dalam cm atau lebar jari)
 .Perabaan keras, lunak atau biasa
 .Tepi hepar : tajam atau tumpul
 .Permukaan rata atau berbenjol-benjol
 .Nyeri tekan atau tidak.
– Hepar membesar pada keadaan-keadaan :
 Bendungan karena dekomp cordis
 Malnutrisi
 Gangguan fungsi hati hati/radang hati (hepatitis, Thypoid fever, malaria,
dengue, tumor hepar dan sebagainya)
 Hepar yang teraba 1 jari pada bayi dan anak-anak merupakan keadaan
yang sering ditemui, hal ini bukan berarti suatu pembesaran hepar.

 
 Palpasi Lien
– Teknik palpasi lien dengan cara bi-manual (=2 tangan), jari-jari tangan
kiri mengangkat dengan cara mengait dinding perut kiri atas arah
belakang, sedangkan jari-jari tangan kanan berupaya meraba lien dari
arah depan abdomen kiri atas, mencari/meraba lien yang ditandai
dengan adanya incissura linalis. Pembesaran lien mengikuti arah garis
yang melewati umbilicus menuju kwadran kanan bawah abdomen.
Lien membesar didapat pada Thypoid fever. Dengue fever, Leucemia,
dan lain sebagainya. Harus hati-hati melakukan palpasi pada lien yang
membesar karena mengakibatkan rupture lien.

 Palpasi titik Mc Burney


– Titik Mc Burney berada pada batas sepertiga luar dan dua pertiga
dalam dari garis imaginer yang menghubungkan umbicilus dengan
SIAS kanan. Pada radang akut Appendix akan didapat nyeri tekan dan
nyeri lepas, yaitu rasa nyeri timbul saat daerah ini ditekan maupun
dengan mendadak dilepaskan.
 Perkusi
– Perkusi dilakukan dengan cara yang sama seperti perkusi thorax. Suara
perkusi abdomen yang normal adalah tympani. Masa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, ascites, vesika urinaria, masa
tumor). Perkusi dilakukan pada semua kwadran.
– Pada pemeriksaan penderita ascites : cairan dalam rongga perut berada
dibawah, perkusi dimulai dari tengah abdomen dengan posisi pasien
terlentang, menyusuri dinding abdomen, terus ke lateral abdomen.
Perubahan suara dari tympani menjadi pekak merupakan batas cairan
ascites yang ada. Kemudian pasien dipindah posisi berbaring miring.
Maka daerah lateral abdomen yang semula pekak setelah berada diatas
akan menjadi tympani karena cairan berpindah, sebaliknya daerah
umbilicus menjadi pekak, hal ini disebut shifting dullness. Perkusi
ginjal dilakukan didinding abdomen belakang pada costo-vertebral.
Dengan dialasi telapak tangan kiri, kita lakukan perkusi dengan sisi
ulnar kepalan tangan kanan. Pada peradangan/infeksi saluran kemih
akan didapat tanda nyeri pada perkusi.
 Kelenjar limfe inguinal, Genetalia dan anus
– Kelenjar limfe inguinal diperiksa dengan palpasi, teraba
membesar, nyeri tekan atau tidak, pembesaran dan nyeri
merupakan petunjuk adanya infeksi dari daerah tungkai,
kelamin, atau metastase tumor testis/prostate.

– Pemeriksaan genetalia externa


 Pria :
– Diperiksa apakah kulit sekitar kelamin mengalami infeksi/jamur/kutu
(pediculosispubis)
– Testis kiri kanan, ada/tidak, hidrocele, radang (orchitis)
– Mulut uretra; discharge nanah (GO)
– Ulcus dicorona glandis
– Phymosis (preptium tidak bisa ditarik)
– Lesi herpes, condyloma acuminate
– Keganasan
– Wanita :
 Bila tersedia, pemeriksaan sebaiknya dilakukan diatas meja
ginekolog, bila tidak lakukan dengan posisi anatomi. Amati vulva
secara keseluruhan adakah prolapsus uteri, amati secret vaginal :
– Normal-jernih-tidak gatal
– Lochea rubra sampai 3 hari post partum
– Lochea alba – 9 hari post partum
– Coklat : mungkin monilia/candida
– Putih mucoid : infeksi stafilokokus
– Streptokokus
– Putih berbusa : trichomonas vaginalis
– Kuning kehijauan, lengket : GO

 Pemeriksaan anus
– Anus diperiksa bersamaan dengan genetalia pada wanita. Pada pasien
laki-laki, posisi pasien berbaring miring dengan lulut terlipat
menempel diperut/dada.
– Diperiksa adanya : haemoroid externa, fissure, fistula, tanda
keganasan
 Lengan dan Tungkai (ekstremitas)
– Pemeriksaan oedema
– Menilai rentang gerak (ROM = Range of Motion)
– Uji kekuatan otot
 Diawali dengan memeriksa Tonus Otot (ketegangan
otot). Trofi otot (ukuran otot) dengan cara inspeksi
palpasi. Bandingkan antara kiri dan kanan.
 Kekuatan otot dinilai dengan angka 0 - 5 :

– Menilai refleks-refleks fisiologik


– Mencari refleks patologik
 KEKUATAN OTOT
– 0 :Otot sama sekali tidak mampu bergerak tampak
berkontraksipun tidak,bila lengan/tungkai dilepaskan akan
jatuh 100% pasif.
– 1:Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada
tahanan sewaktu jatuh.
– 2 :Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan
gaya gravitasi saja, tapi dengan sentuhan akan jatuh.
– 3 : Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong
tetapi tidak mampu melawan tekanan/mendorong dari
pemeriksa.
– 4 : Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain
– 5 : Kekuatan utuh
 Payudara pada pasien wanita
– Inspeksi
 Bentuk

– Palpasi
 Lengan kanan pasien ditopang dengan kiri pemeriksa, tangan
kanan
pemeriksa melakukan palpasi pada setiap kwadran mamae pasien dan
fossa axilarisnya. Hal-hal yang perlu diperiksa adalah :
– Ukuran massa, diuraikan dalam centimeter, dan posisinya dicatat (ekor,
atas luar, atas dalam, bawah luar, bawah dalam)
– Bentuk massa
– Delimitasi, apakah mempunyai tepi yang jelas, seperti pada kista? Atau
difus seperti pada karsinoma?
– Kosistensi, karsinoma sekeras batu, kista lebih elastis
– Mobilitas lesi. Apakah lesi itu dapat digerakkan dengan bebas,
sedangkan karsinoma biasanya biasanya melekat pada kulit, otot
dibawahnya atau dinding dada.
 Columna Vertebralis
– Pasien pada posisi duduk, membelakangi
pemeriksa
– Inspeksi
 Amati bentuk dan susunan Columna Vertebralis akan
adanya kelainan-kelainan seperti scoliosis, kyposis,
lordosis, spina bivida.

– Palpasi
 Tekanlah prosesus spinosus dari cervical sampai
lumbo sacral mencari tanda nyeri yang mungkin
didapat, seperti pada pasien HNP.
 Uji Saraf Cranial
 Uji saraf cranial sudah merupakan pemeriksaan khusus
neurologik yang rutin bagi pasien penyakit saraf.
 Nervus I Olfactorius-penghidu
– Fungsi penghidu diperiksa dengan bau-bauan seperti terasi,
tembakau, wangi-wangian, dengan mata tertutup pasien
diminta untuk menyebutkan aroma apa yang dicium.
 Nervus II Opticus-penglihatan
– Digunakan kartu Snellen yang dipasang pada jarak 6 meter
dari pasien. Visus ditentukan dengan kemampuan membaca
jelas deretan huruf-huruf yang ada.
– Diperiksa dengan pemeriksaan visus terhadap setiap mata.
 Nervus III Okulomotorius
– Diperiksa dengan meminta pasien membuka dan menutup
kelopak mata, memeriksa refleks pupil terhadap cahaya, refleks
akomodasi dan diameter pupil.
 Nervus IV Troclearis
– Diperiksa dengan meminta pasien menggerakkan bola mata
kearah atas dan bawah.
 Nervus V Trigeminus
– Diperiksa dengan meminta pasien membuka dan menutup
rahang, menggerakkan rahang lateral, memeriksa refleks,
cornea, sensori wajah dengan memberi rangsang nyeri (jarum),
suhu (panas atau dingin), texture (kain, kertas, wool).
 Nervus VI Abducens
– Diperiksa dengan meminta pasien untuk
menggerakkan bola mata kearah lateral.
 Nervus VII Fasialis
– Diperiksa dengan meminta pasien untuk
menggerakkan otot-otot wajahnya, dan memberi
rangsang rasa pada 2/3 lidah anterior (asam, manis,
asin) dan minta pasien untuk menyebutkan dengan
mata tertutup.
 Nervus VIII Vestibulokoklearis
– Fungsi keseimbangan dengan tes Romberg;
penderita berdiri tegak dengan mata tertutup, bila
pasien terhuyung-huyung dan jatuh artinya
keseimbangan tidak baik (tes Romberg positif).
Keseimbangan juga diperiksa dengan berdiri satu
tumit atau berjalan pada garis lurus.

 Nervus IX & X Glosopharygeus & Vagus


– Diperiksa letak uvula, ditengah atau deviasi serta
kemampuan menelan pasien.
 Nervus XI Accessorius
– Diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu
kiri dan kanan dan gerakan kepala ke kiri dan
kanan.

 Nervus XII Hipoglosus


– Diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah
pada posisi lurus, gerakan lidah mendorong pipi
kiri dan kanan dari arah dalam.
 WASSALAM ……………….

Anda mungkin juga menyukai