Anda di halaman 1dari 10

Budaya Lampung

Budaya, bahasa, rumah adat, pariwisata dan adat istiadat Lampung.

'Ngumbai Lawok' Teluk Semaka

Orang menyebut "Lebaran" campur "Agustusan" untuk menggambarkan suasana sekitar


dermaga pelabuhan laut dan tempat pelelangan ikan (TPI) Pasar Madang, Kotaagung,
selama tiga hari itu. Ratusan kapal motor dan perahu tradisional ikut ambil bagian dalam
pesta nelayan, yang dikenal dengan ruwatan laut atau larung atau ngumbai lawok 2009.

Ribuan masyarakat nelayan itu mengekspresikan rasa suka citanya dengan mengibarkan
ratusan umbul-umbul dan menghiasi perahu-perahu mereka dengan aneka dekorasi
warna-warni.
Pesta laut tahunan ini merupakan perwujudan dari rasa syukur nelayan Teluk Semaka
atas berkah yang mereka dapatkan selama ini. Diawali dengan doa dan istigasah,
pergelaran wayang golek semalam suntuk, lalu hiburan orkes dangdut. Puncak acara ada
pada Kamis (19-11), yakni larung dongdang yang berisi sesaji dan kepala kerbau di
Karang Kuku, suatu tempat di tengah perairan Teluk Semaka. Tempat itu dipercaya
sebagai tempat bersemayam penunggu laut Teluk Semaka.
Ritual ngelarung kepala kerbau lengkap dengan sesaji, antara lain makanan, minuman,
kue, rokok, uang, kembang, dan ayam itu menjadi puncak pesta nelayan ruwatan laut
Teluk Semaka 2009. Dan menjadi daya tarik bagi para nelayan dan warga lainnya di
Kotaagung dan sekitarnya. Juga kehadiran pengunjung dari luar yang juga ingin
menyaksikan rangkain ritual dalam pesta laut ini.
Wayang Golek pada Rabu (18-11) membawakan lakon khusus yang diperuntukan bagi
pesta laut. Kemudian, di puncak lakon, sesaji utama berupa kepala kerbau dan sesaji yang
diletakkan di dalam dongdang, di arak keliling oleh sekelompok muda-mudi berpakaian
adat khas nusantara. Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan, wakil Bupati Sujadi
Saddad, Dandim 0424/Tanggamus Letkol Kav. Robert Owen Tambunan, Kapolres
AKBPD Deny Pujianto dan para pejabat ikut berpartisipasi.
Dongdang ini kemudian dibawa oleh kapal utama, diringi ratusan kapal motor dan perahu
nelayan yang penuh penumpang di belakangnya, mengihasi laut Teluk Semaka yang hari
itu tenang dan damai. Pengunjung dari luar boleh menumpang dan berbaur dengan
perahu lain jika ingin ikut melarung sasaji ke tengah laut. Arak-arakan ini menjadi
prosesi yang dinilai sakral dalam rangkaian ritual pesta laut ini.
Karang Kuku berada sekitar 10 mil dari PPI Pasar Madang. Di situ, ritual penglepasan
sesaji pun dilaksanakan. Setelah dilepas, ribuan nelayan yang sudah siap dengan alat
timba memperebutkan sesaji dan air yang bercampur darah dari kepala kerbau.
Suasanapun menjadi riuh-rendah, kapal-kapal pun berbenturan satu sama lain. Bahkan,
ada nelayan yang jatuh ke dalam laut. Setelah itu, kemudian semua kapal pun beranjak
kembali ke muara meninggalkan dengan ikhlas sesaji tersebut.
Sesaji yang didapat dipercaya membawa berkah serta keberuntungan. Para nelayan juga
menyirami kapal-kapal mereka dengan air laut di sana, sebagai simbol kapal mereka
dicuci bersih untuk menghadapi hari esok yang lebih cerah. Dengan acara selamatan dan
syukuran ini bagi para nelayan dan masyarakat luas, secara batin membawa rasa tenang
melaut untuk mencari ikan.
Setelah penglepasan sesaji, di sekitar tempat lelang rangkaian acara masih tetap
berlangsung. Hiburan muusik dangdut yang diselenggarakan sponsor, menghibur para
pengunjung yang masih memadati lokasi. Selama prosesi ruwatan laut ini, nelayan
memilih libur melaut dan tidak ada aktivitas jual beli ikan di pelelangan selama pesta
berlangsung.
Pesta laut ini cukup sakral jika direnungi. Selain mempertahankan warisan budaya dan
adat istiadat, pesta ini mengandung pesan dan pelajaran tentang arti penting dari
bersyukur, kebersamaan, kekeluargaan antarwarga (nelayan), gotong royong dan
berbagai sisi positif lainnya.

Daya Tarik Wisata

Sudah menjadi tradisi tahunan para nelayan mengungkapkan syukur dan terima kasih
kepada Sang Mahakuasa atas keberhasilan dan keselamatan dalam menangkap ikan dari
laut melalui pesta laut. Tokoh masyarakat nelayan Teluk Semaka, H.M. Nasir Ambo Ase,
mengungkapkan pesta nelayan diikuti warga pesisir, sehingga menjadi sangat meriah.
"Syukuran nelayan ini sudah menjadi pesta tradisional nelayan Teluk Semaka," kata dia.
Teluk Semaka merupakan salah satu pelabuhan dagang terkenal sejak zaman kolonial
Belanda di pantai barat Lampung. Teluk Semaka juga menjadi pelabuhan terapung bagi
kapan tanker dan supertanker yang khusus minyak mentah dan LPG.
Setiap hari Teluk Semaka selalu ramai oleh aktivitas bongkar muat, baik hasil perikanan
maupun hasil bumi dari Pulau Tabuan, dan pesisir Tanjung China serta Belimbing di
Lampung Barat. Selain itu, Teluk Semaka adalah sebuah daerah tujuan wisata, dengan
pantai sebuah teluk yang luas dan pemandangan alamnya yang indah.
Sepanjang pesisir ini memang memesona. Debur ombak panjang bergulung-gulung tiada
henti, berpadu hutan lebat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, julang Gunung
Tanggamus nan biru, dan Teluk Semaka dengan sunset-nya adalah anugerah indah yang
sayang dilewatkan.
Laut yang biru dengan kekayaan hayati di dalamnya menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan berkunjung Teluk Semaka. Ikan blue marline dan lumba-lumba juga hidup di
Teluk Semaka ini.
Tahun depan, jika Anda berkesempatan untuk menyaksikan pesta laut atau pesta nelayan
itu, sebaiknya jangan melewatkan berbagai objek wisata di sepanjang pesisir Teluk
Semaka. Antara lain kegiatan bongkar muat di pelabunan laut Kotaagung, kesibukan
nelayan di TPI Pasar Madang, pantai Terbaya, pantai Curug, pantai Batu Balai, pantai
Harapan Way Gelang, pantai Sawmil, dan sebagainya. n SAYUTI/M-1

8 tradisi / budaya masyarakat lampung pesisir way lima

Kebiasaan Ngarak Maju Atau Budaya Ngarak


Dalam adat perkawinan pada Masyarakat Adat Lampung Pesisir dikenal istilah Ngarak
Maju. Ngarak menurut istilah adalah Arak-arakan, sedangkan Maju adalah Pengantin.
Maka Ngarak Maju adalah Adat arak-arakan pengantin Lampung yang dilakukan di
tempat pihak pengantin pria, sebagai pertanda bahwa si pria telah resmi menikahi dengan
si wanita (pengantin perempuan).

Dalam tradisi ngarak tersebut unsur yang terpengaruh Budaya Islam adalah penggunaan
alat musik Rabana sebagai alat musik pengiring arak-arakan dan pelantunan Salawat dan
Syair Arab yang dikenal dengan istilah Zikir Lama dan Zikir Baru. Demikian juga pada
saat pengantin telah tiba di rumah pihak pengantin pria (setelah diarak), maka pihak
keluarga si Pria menyambut rombongan Arakan tersebut dengan melantunkan Syair Arab
Lail (ciptaan Imam Maliki).

2. Adat Manjau Pedom


Adat Manjau Pedom adalah Adat bertamu untuk menginap di rumah pihak wanita oleh
pihak keluarga pria yang dilakukan setelah prosesi ijab kabul. Hal yang ditekankan dalam
Adat Manjau Pedom ini adalah menjalin hubungan silaturahmi antara keluarga pihak
mempelai, sehingga terjalin hubungan saudara yang kuat dan saling tolong menolong
antar kedua keluarga.

3. Cempala Khua Belas

Dalam peraturan bujang gadis dikenal istilah Cempala Khua Belas, dimana hal ini
mengatur tentang pergaulan bujang gadis dan barang siapa yang melanggar aturan Adat
tersebut maka akan diberi sangsi. Dalam aturan tersebut tersurat akan adanya pengaruh
hukum Islam yang mengatur hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim, aturan
pergaulan hidup bermasyarakat, serta aturan kesopanan dan kesusilaan.

4. Alat Musik dan Kesenian

Pemakaian alat musik dan kesenian yang terpengaruh Budaya Islam adalah Alat musik
Rabana, Gitar Tunggal, Gitar Gambus dan Piul (Biola). Alat tersebut digunakan pada saat
prosesi adat atau pun pada saat pertunjukan kesenian pada pesta perkawinan. Sehingga
kita kenal hingga saat ini kesenian Orkes Gambus Lampung yang telah muncul sejak
tahun 1970-an.

5. Acara Betamat

Betamat berasal dari kata tamat (selesai), tetapi menurut makna adalah membaca
sebagian ayat-ayat Alquran (Juz Amma) pada malam hari yang biasanya dilakukan pada
saat Khitanan dan Perkawinan. Dalam acara Betamat juga dilakukan pengarakan dari
tempat guru ngaji anak-anak atau bujang gadis yang akan melakukan betamat.

6. Acara Khatam Al-Quraan

Acara Khataman Al-Quraan biasanya dilakukan oleh beberapa orang (biasanya kaum
bapak dan bujang) di rumah kerabat seseorang yang meninggal, yang biasnya dilakukan
(dapat diselesaikan) selama 7 hari disamping acara Tahlilan. Pada zaman dulu, Acara
Khataman Al-Quraan dilakukan juga pada saat Acara Sebambangan, yang dilakukan di
rumah pihak laki-laki setelah wanita yang dibambangkan menginap 1 hari di rumah
kepala adat. Acara ini dilakukan kira-kira sampai 3 7 hari oleh bujang-gadis,
menungggu keluarga pihak wanita menyusul untuk memberi persetujuan kepada calon
mempelai.

7. Acara Marhabanan

Acara Marhabanan adalah acara syukuran dengan membaca Kitab Bersanzi yang
dilakukan oleh kaum bapak atau bujang dalam memberi nama seorang bayi. Acara ini
dilakukan biasanya pada malam hari di rumah keluarga atau kakek si bayi. Disamping
memberi nama seorang bayi, dilakukan juga pemberian kenamongan bayi tersebut (Baca:
Adat Namong dalam Masyarakat Adat Way Lima).

8. Tradisi Masyarakat yang lain

Dalam masyarakat banyak tradisi yang masih bertahan dilakukan karena masih dianggap
baik dan tidak bertentangan dengan agama, antara lain:

1) Ruahan bersedekah dengan mengundang tetangga dekat guna memanjatkan doa bagi
para saudara mumin dan muslim yang telah meninggal dunia serta untuk muslimi dan
mukminin yang masih hidup, terutama mendoakan para arwah keluarga si pengundang,
karena itu disebut ruahan (berasal dari kata (ruh). Biasanya dalam undangan tersebut
dihidangkan sedikit makanan dan minuman.

2) Tabuh Beduk. Beduk sangat besar fungsinya bagi kehidupan masyarakat di kampung.
Beduk tidak boleh dibunyikan sembarang waktu, karena akan menimbulkan kericuhan
masyarakat bila dibunyikan tidak sesuai dengan kepentingannya.

Macam-macam tabuh beduk itu antara lain:

a. Tabuh beduk untuk menunjukkan waktu shalat, di bunyikan pada tiap waktu shalat (5
waktu).

b. Tabuh beduk pada waktu shalat Jumat, di bunyikan 2 x, yaitu jam 11 untuk persiapan,
dan 11.30 untuk segera berkumpul.

c. Tabuh beduk untuk menunjukkan waktu shalat tarawih, khusus bulan Ramadhan, di
bunyikan dengan nada khusus, sekitar jam 7 sampai jam 7.30 malam.

d. Tabuh beduk bulangekh, di bunyikan sehari menjelang bulan Ramadhan.

e. Tabuh beduk menjelang lebaran bulan Romadhon (Idul Fitri).


BudayaLampung merupakan perpaduan antara 3 Budaya Dunia yaitu Budaya Cina,
Budaya India dan Budaya Arab (Referensi Anjak Seandanan)
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT
LAMPUNG PESISIR BANDAR LIMA KECAMATAN
CUKUHBALAK
GEOGRAFIS

Di ujung selatan Sumatera, sepanjang pantainya terjal, diselang-selingi oleh lembah sempit yang
dilingkari bukit-bukit, hijau penuh tanaman: cengkeh, dan beraneka pohon buah-buahan.
Lautnya tenang bagai kaca, bak talam emas yang digelar bila sore tiba. Bukit-bukit itu nampak
biru dari kejauhan. dan di bawah bukit-bukit itu sungai-sungai yang berliku, jernih airnya, subur
tanahnya.

Di sanalah sekelompok manusia telah memilih tempat tinggal, hidup dengan anugerah Tuhan
yang melimpah, tanah subur dengan musim buah-buah yang silih berganti. Mereka bercocok
tanam dan bertani. Pada waktu-waktu senggang menanti panen, ada yang berdagang dan tak
sedikit yang menjadi nelayan, memancing dan menjala. Dan Tuhan tak henti-hentinya
mengucurkan rezeki; musim buah berganti musim cengkeh, lalu menyusul musim-musim: ikan,
siput, rebon, udang dan cumi.
Kampung-kampung itu memanjang dari hilir ke mudik mengikuti lekuk-liku tepi-tepi sungai
berlembah sempit, Kumpulan kampung-kampung itu berupa marga dan dari beberapa marga
terciptalah satu pemerintahan Kecamatan.
Kecamatan ini telah berdiri sejak zaman Belanda Kecamatan Cukuhbalak. Batas-batas
wilayahnya:
1. Sebelah barat berbatasan dengan Batubalai/wilayah Kecamatan Kotaagung.
2. Sebelah timur dengan Lengkukai/wilayah Kecamatan Padangcermin.
3. Sebelah selatan dengan lautan Indonesia dan sebuah pulau, Pulau Tabuan yang masih
termasuk wilayah Kecamatan Cukuhbalak.
4. Sebelah utara dengan Tanjungsiom batas kecamatan Pardasuka.
Wilayah kecamatan yang merupakan daerah marga ini terdiri dari beberapa kampung. Marga
merupakan daerah adat yang dikepalai oleh Kepala Adat yang menguasai beberapa suku adat
(sabatin), Sabatin dikepalai oleh Penyimbang Batin yang membawahii beberapa kelompok yang
lebih kecil (suku), sedang kampung dikepalai oleh Kepala Kampung selaku pemerintah Republik
Indonesia, di bawah Camat.

Dalam wilayah Kecamatan Cukuhbalak terdiri dari lima 5 Marga:


1. Makhga Putih, sebagai ibukota Kecamatan Cukuhbalak terletak di Putihdoh. Marga putih
terdiri dari 7 kampung: Putihdoh, Tanjungbetuah, Banjakhmanis, Pampangan, Kacamakhga,
Sawangbalak, dan Kakhangbuah.
2. Makhga Pakhtiwi, terdiri dari 10 kampung, yaitu: Sukapadang, Kejadian Lom/Luah, Gedung,
Banjakhnegekhi, Sukakhaja, Tanjungkhaja, Tanjungjati, Waikhilau dan Tengokh.
3. Makhga Kelumbayan, terdiri dari 7 kampung: Negekhikhatu, Pekonsusuk, Pekonunggak,
Penyandingan, Paku, Napal, Lengkukai.
4. Makhga Badak, hanya terdiri dari satu kampung Badak, karena penduduknya banyak
berpindah ke tempat lain (ke Wayawi Kedondong dll).
5. Makhga Limau, terdiri dari 7 kampung, yaitu; Kukhipan, Padangkhatu, Banjakhagung,
Tegineneng, Pekonampai, Antakhbekhak, Tanjungsiom.

Jumlah penduduk wilayah ini dalam sensus sampai dengan tahun 1978, sekitar 30155 jiwa,
terdiri dari 10288 jiwa laki-laki dewasa, dan 10124 jiwa perempuan dewasa, 4980 anak laki-laki,
dan 4699 anak perempuan. Jumlah kampung sebanyak 32 buah membawahi 75 kepala suku yang
terdiri dari 5388 kepala keluarga. Agama penduduk asli 100% beragama Islam.
Catatan: Sejak otonomi daerah digalakkan, beberapa marga dikembangkan menjadi Kecamatan,
sehingga kini telah berdiri: Kecamatan Kelumbayan, Kecamatan Limau, Kecamatan Pertiwi dan
Kecamatan Pulau, dan Kecamatan Cukuhbalak yang beribukota di Putihdoh.

SEJARAH

Asal-usul penduduk kecamatan Cukuhbalak serta sejarah berdirinya kampung-kampung di


wilayah kebandaran Lima Kecamatan Cukuhbalak adalah diawali oleh menyebarnya para
bangsawan dari reruntuhan Kerajaan Besar Skalabkhak yang terletak di sekitar Liwa Lampung
Utara, terkenal dengan sebutan Tanohunggak. Kerajaan Skalabkhak yang besar di Lampung di
samping Kerajaan Talangbawang itu belum didapat data yang pasti kapan dan bagaimana
lenyapnya. Diperkirakan adalah akibat perluasan Kerajaan Sriwijaya yang berkedudukan di
Palembang.
Bekas-bekas dan pengaruh kerajaan ini masih sangat berkesan di kalangan penduduk suku
Lampung, karena kerajaan ini tidak lenyap begitu saja, melainkan berganti menjadi kerajaan-
kerajaan kecil yang berbentuk keratuan (kedatuan) sebagai sumber adat yang masih berlaku
sampai sekarang di daerah Lampung.

Keratuan-keratuan yang terkenal antara lain:


1. Keratuan Puncak, ibukotanya sekitar Sangukpatcak di lingkungan ibukota Skalabkhak.
2. Keratuan Pugung, ibukotanya Pugung Mengandung Sukadana, Lampung Tengah, Lampung
Selatan, dan sampai daerah-daerah sekitar Tanjungtua.
3. Keratuan Balau, ibokotanya terletak di Gunung Jualang di daerah Timur Kota Tanjungkarang.
4. Keratuan Pemanggilan Keratuan ini ibukotanya di sekitar hilir kota Martapura (sekarang
termasuk daerah/wilayah Propinsi Sumatera Selatan). Keturunannya tersebar di sekitar Sungai
Komering (Sumatera Selatan), Krue, Liwa, dan sekitarnya (Lampung Barat), Teluk Semangka
(Tenggamus), Telukbetung, Kalianda (Lampung Selatan). Meskipun keturunannya tersebar dan
terpencar-pencar namun mempunyai satu rumpun bahasa yaitu bahasa Lampung Pesisir. sebab
itu, ada persamaan antara bahasa Komering dan bahasa Lampung Pesisir utara di Krue dan
sekitarnya serta Lampung Pesisir selatan di wilayah Lampung Selatan dan sekitarnya.
Dilihat dari sejarahnya, Cukuhbalak termasuk Keratuan Pemanggilan
karena terletak di daerah Teluk Semangka, begitu juga bahasanya
memakai bahasa Lampung Pesisir (Lampung Pesesekh).
Dalam Kecamatan Cukuhbalak terdapat lima Kebandaran terkenal
dengan sebutan Pesesekhlima atau Bandakhlima karena kebandaran
ini berjumlah Lima dan terletak di pesisir (di pantai lautan).

Pesta Sakura | Ajang Silaturahmi di Lampung Barat

Hari raya Idul Fitri sudah dekat. Di Lampung Barat ada tradisi unik mewarnai hari raya tersebut yaitu
Pesta Sakura. Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, Masyarakat
Lampung Barat biasanya meluapkan kegembiraan dengan menyelenggarakan ajang silaturahmi dalam
bentuk pesta Sakura, juga saat yang tepat bertemu para sahabat serta para kerabat guna melepas rindu.
Teristimewa bagi mereka yang lama tidak pulang kampung.

Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1432H, Radio Mahameru FM Liwa mencatat ada beberapa pekon akan
melaksanakan ajang silaturahmi dengan menggelar Pesta Sakura,diantaranya adalah 31 Agustus 2011/1
Syawal 1432H di pekon Kenali kecamatan Belalau, kemudian tanggal 1 September 2011/ 2 Syawal 1432
H di pekon Gunung Sugih kecamatan Balik Bukit, 3 Syawal di pekon Canggu kecamatan Batu Brak dan 4
Syawal di Kelurahan Pasar Liwa kecamatan Balik Bukit dan beberapa pekon lainnya.

Sakura yang di maksud dalam adat kebiasaan di Lampung Barat adalah Topeng yang biasa dibuat oleh
masyarakat setempat dari bahan kayu yang diukir menyerupai wajah manusia.
Hanya saja sangat disayangkan seiring dengan dinamika perkembangan zaman beberapa atraksi yang
memeriahkan Pesta Sakura seperti atraksi pencak silat, Hadra yang melantukan sastra klasik seperti
Muayak,Ngehahado dan Hahiwang sudah kalah dengan meriahnya Hiburan Orgen Tunggal. (foto Duta
Suhanda, @MahameruFMLiwa Lampung Barat ) PESTA SAKURA SEBAGAI SIMBOL
KOMUNIKASI TRADISIONAL

Nov 26

Posted by azzuralhi
Oleh MASAGUS TOMI AREDHO*

Pada Masyarakat Lampung Barat, pesta sakura sudah dikenal seluruh masyarakatnya sebagai
pesta budaya tradisional yang dilaksanakan setelah hari raya Idul Fitri biasanya selama 7 hari,
setiap hari bergantian dari Pekon ke Pekon yang lainnya. Pesta sakura dalam pandangan secara
umum kegiatan ini hampir sama dengan pentas teater luar ruang dengan pelaku adalah
masyarakat, dimana gambaran kegiatan budaya ini adalah identik dengan kemenangan,
kebebasan dan kegembiraan sebagai ungkapan jiwa manusia untuk berkreasi dan berekspresi.

Tujuan diadakannya pesta sakura ini adalah untuk meluapkan kemenangan, kebebasan, dan
kegembiraan setelah menjalankan ibadah puasa ramadhan.dan ajang silahturahmi bersama
seluruh masyarakat Pekon. Pesta sakura ini dilakukan tidak menetap tempatnya, melainkan
berpindah-pindah, dari satu Pekon ke Pekon lainnya. Dalam bersakura, seseorang menggunakan
kelengkapan busana sebagai penutup identitasnya. Secara khusus dalam kelengkapan busana,
yakni topeng yang digunakan pesakura terbagi dua, yakni helau dan kamak yang menyimbolkan
makna tertentu. Dalam bahasa Indonesia, helau artinya bagus, sedangkan kamak artinya kotor
atau buruk.

Pesta sakura merupakan salah satu bentuk dari komunikasi tradisional, karena pesta sakura
merupakan suatu acara adat yang berlangsung lama secara turun temurun pada masyarakat Pekon
Canggu Kabupaten Lampung Barat. Acara tersebut berbeda dari masyarakat lainnya, karena
disebabkan oleh ciri-ciri khas sistem masyarakat yang bersangkutan beserta tata nilai
kebudayaan berbeda dengan masyarakat (suku lainnya).

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah simbol komunikasi apa saja yang ada dalam pesta
sakura (sekura) sehingga dapat dikatakan sebagai simbol komunikasi tradisional pada
masyarakat Lampung Barat. Penulisan ini bertujuan untuk memaparkan pesta sakura sebagai
simbol komunikasi tradisional pada masyarakat Lampung Barat. Penulisan ini tergolong kedalam
penelitian kualitatif dengan menggunakan interaksionis simbolik sebagai metodenya. Untuk
pengumpulan datanya menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi.
Sumber informasinya diambil dengan cara purposive sampling, karena anggota sampel yang
dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian.

Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa pesta sakura sudah ada sejak lama secara turun
menurun. Pesta sakura dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri yang dilaksanakan berpindah-
pindah selama satu minggu, dimulai dari satu Pekon ke Pekon lainnya. Selain itu, pesta sakura
saat ini dipakai pada saat memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17
Agustus.

Dalam pelaksanaan pesta sakura seluruh masyarakat saling berkomunikasi, karena pesta sakura
diadakan setelah Hari Raya Idul Fitri yang oleh masyarakatnya dijadikan sebagai ajang
silaturrahmi kepada sesama tetangga, teman, maupun saudara. Selain itu, pesta sakura juga
sebagai ajang perkenalan dan hiburan. Kelengkapan busana, secara khusus topengnya,
menyimbolkan makna tertentu. Didalam bersakura, topeng yang digunakan ada yang berupa kain
dan juga berupa kayu. Bila yang terbuat dari kain menyimbolkan kebaikan atau bagus,
sedangkan yang terbuat dari kayu menyimbolkan jahat atau kotor.

Ngumbai Lawok Mencuci Laut di Lampung

Ngumbai Lawok (Mencuci Laut) adalah ritual tradisi masyarakat Lampung sebagai
ungkapan rasa terima kasih kepada penguasa laut sekaligus ajang silaturahmi antarwarga
pesisir.
Meskipun gerimis rintik-rintik, warga Kampung Sungai Burung, Kecamatan Dente Teladas,
Kabupaten Tulangbawang, Lampung, tetap bersukacita layaknya orang yang sedang menyiapkan
pesta.
Pasalnya, hari itu, Kamis 20 Oktober 2011, selain ada peresmian balai desa, juga digelar
Ngumbai Lawok. Inilah tradisi pesta laut yang selalu dinanti warga untuk mendapatkan berkah.
Upacara yang dianggap sebagai wujud rasa syukur ini diselenggarakan setahun sekali oleh warga
Sungai Burung dan sekitarnya. Wargayang sehari-hari menjadi nelayan itubergotong royong
menyiapkan ritual Ngumbai Lawok berupa kepala kerbau dan kelengkapannya untuk dilarung ke
laut. Sesudah ritual usai, warga bersilaturahmi dengan makan bersama sambil menikmati pentas
hiburan.
Tradisi Ngumbai Lawok, selain sebagai wahana puja, juga merupakan jalan silaturahmi bagi
masyarakat pesisir Lampung. Ada benang merah hubungan ke atas dan kepada sesama.
Tradisi Sekura, Kemeriahan Hari Raya di Balik Pesta Topeng

Topeng merupakan salah satu ragam kesenian yang tidak dapat dipisahkan dari khazanah budaya
tradisional Lampung. Seni topeng asli Lampung telah berkembang sejak provinsi paling timur di
Pulau Sumatera ini berada di bawah Kesultanan Banten. Secara garis besar, ada beberapa jenis
seni topeng yang berkembang di Lampung. Salah satunya adalah tradisi sekura yang berasal dari
daerah pesisir barat Lampung.

Sekura merupakan jenis topeng yang digunakan dalam perhelatan pesta sekura. Seseorang dapat
disebut ber-sekura ketika sebagian atau seluruh wajahnya tertutup. Penutup wajah dapat berupa
topeng dari kayu, kacamata, kain, atau hanya polesan warna. Untuk menambah kemeriahan
acara, sekura bisa dipadukan dengan berbagai busana dengan warna-warna meriah atau
mencolok.

Pesta sekura merupakan perhelatan rutin yang diadakan oleh masyarakat Kabupaten Lampung
Barat. Pesta rakyat ini selalu diadakan ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri. Dalam acara ini,
peserta acara diwajibkan mengenakan topeng dengan berbagai karakter dan ekspresi. Pesta
sekura merupakan wujud ungkapan rasa syukur dan suka cita menyambut hari yang suci.

Dalam pesta sekura, berbagai kalangan ikut terlibat aktif dan berbaur menjalin kebersamaan.
Setiap peserta dapat membawa berbagai makanan yang didapat dari hasil silaturahmi berkeliling
dari rumah ke rumah. Makanan ini kemudian disantap secara bersama-sama dengan para peserta
lainnya dalam suasana yang hangat. Pesta sekura menjadi ajang silaturahim dan menjalin
keakraban antartetangga. [Ardee/IndonesiaKaya]

Anda mungkin juga menyukai