Anda di halaman 1dari 6

Tema : Tradisi dan Adat Budaya Setempat

M

enyelami Tradisi dan Budaya di Bumi Panrita Kitta

arimpa Salo’ ”
Bhinneka Tunggal Ika merupakan sembonyan negeri Indonesia yang memiliki arti
berbeda-beda tetapi tetap satu, yang tertulis pada lambang Negara Garuda Pancasila,
semboyan ini secara resmi dijadikan semboyan negara dan dituangkan dalam pasal 36A
Undang-Undang Dasar 1945. Bhineka Tunggal Ika menjadi prinsip yang melandasi
kerukunan dan persatuan di Indonesia, menghargai keberagaman suku, agama, ras, dan
budaya sebagai sumber kekayaan bangsa. Salah satu arti dan makna Bhineka Tunggal Ika
yaitu Kekayaan budaya dan keunikan yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia yang
terdiri dari berbagai tradisi, bahasa, kesenian, dan adat istiadat yang berbeda.

Dalam masyarakat, budaya dan manusia tidak dapat dipisahkan karena keduanya
memiliki hubungan yang dikenal sebagai "dwitunggal". Tidak ada budaya yang tidak dapat
berkembang menjadi bagian dari masyarakat, dan sebaliknya, tidak ada masyarakat yang
tidak memiliki budaya. Dari beribu-ribu tradisi dan Adat Budaya yang tersebar di Indonesia,
salah satu kabupaten yang kaya akan tradisi dan Adat Budaya yaitu Kabupaten Sinjai
Provinsi Sulawesi Selatan.

Kabupaten Sinjai atau biasa disebut Bumi Panrita Kitta yang terletak di pesisir
selatan Sulawesi Selatan, dengan ibu kota berada di Sinjai Utara. Wilayah ini dikelilingi oleh
pemandangan yang memukau, meliputi bentang alam pengunungan, perbukitan hijau, dan
sawah yang subur, pantai berpasir putih serta pulau-pulau yang indah. Kealamiannya masih
terlihat seperti, Air Terjun Kembar di Sinjai Borong, Wae Pella di Sinjai Tengah dijadikan
tempat wisata, bukit Gojeng yang terletak di Sinjai Utara. Peninggalan masa penjajahan, juga
mempengaruhi keindahan kawasan wisata yang berdiri di pusat kota Benteng
Balangnipa. Kita tidak melupakan benda-benda purbakala yang bisa ditemukan di
Bulupoddo. Kekayaan budaya Sinjai juga menjadi kebanggaan Indonesia.
Namun, kekayaan Kabupaten Sinjai tidak hanya terbatas pada keindahan alamnya,
tetapi juga pada kekayaan budayanya. Masyarakat Sinjai mempertahankan tradisi dan adat
budaya mereka dengan bangga. Mereka menjaga dan melestarikan warisan budaya yang telah
diwariskan dari generasi ke generasi. Adapun tradisi dan budaya kabupaten Sinjai yang telah
tercatat pada Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yakni Marimpa Salo’ , Mappogau Si-
hanua, Mappogau Hanua, Tari Ma'dongi, Maddui' Aju, Perjanjian Topekkong, Pasang Baju
Karampuang, Tari Burung Alo, Rumah Adat Karampuang, Massulo.

Marimpa Salo’
Salah satu tradisi dan adat budaya
yang menarik di Bumi Panrita Kitta yaitu
Tradisi dan Adat Budaya yakni
“Marimpa Salo ” dalam bahasa bugis
Sinjai diartikan dengan menghalau ikan
di sungai. Salah satu warisan budaya
leluhur di Kabupaten Sinjai yang
bermakna ungkapan rasa syukur warga
usai panen laut dan hasil tani yang
melimpah, ritual menghalau ikan dari hulu ke muara sungai, yang merupakan adat dan tradisi
masyarakat yang telah diletastarikan sejak dahulu oleh masyarakat pesisir di Kabupaten
Sinjai mempunyai tradisi yang dilaksanakan setiap tahun secara besar-besaran dan waktunya
telah ditetapkan yaitu setiap tanggal 10 Oktober. Tradisi ini dilaksanakan secara bergantian
setiap tahun oleh dua Desa yaitu Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur dan Desa Bua
Kecamatan Tellulimpoe. Tradisi yang dilaksanakan disungai Appareng merupakan warisan
leluhur dari dua Desa yang hanya dipisahkan oleh sungai yang menjadi tempat pelaksanan
tradisi. Meskipun berbeda Kecamatan, namun masyarakat di dua Desa ini selalu rukun dan
lebih mengedepankan kerja sama setiap kali melaksanakan tradisi Marrimpa Salo dan tetap
melaksanakan kesepakatan bersama dimana warga dua Desa ini menanggung biaya
pelaksanaan tradisi secara bergiliran.
Tradisi Marimpa Salo’ dirayakan oleh masyarakat yang berdiam di bagian
pesisir pantai Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur dan pantai Desa Bua Kecamatan
Tellelimpoe, yang setiap tahunnya dirayakan dengan menghalau ikan dari hulu sampai
ke muara sungai sembari para warga menghalau ikan tradisi ini juga dibarengi dengan
penampilan tarian appadekko yang menunjukkan upacara masyarakat para nelayan,
menyantap hasil dari tangkapan ikan, selain dari itu juga dilakukan adu
ketangkasan pencak silat. Sebagai bentuk kebahagian masyarakat pesisir yang menikmati
hasil tangkapan para nelayan selama setahun telah berikhtiar mencari rezeki di lautan
lepas. Saat matahari di ufuk timur telah terbit maka itu tandanya warga harus bersiap
siap menggelar acara. Dipesisir sungai Bua yang menjadi tempat digelarnya pesta
adat dan ratusan warga ikut serta memeriahkan acara adat ini dengan cara menghalau
ikan dari hulu hingga ke muara. Kemudian gendang dimainkan sebagai tanda bahwa
semua warga didesa tersebut dipanggil untuk berkumpul dan mempersiapkan diri untuk
mengikuti pelaksanaan pesta adat Marimpa Salo. Kemudian beberapa nelayan
memulai menghias perah-perahunya dengan memakai daun kelapa muda yang
nantinya perahu-perahu tersebut akan dipakai untuk menghalau ikan-ikan dari hulu
hingga ke muara.

Persiapan Tradisi Marimpa Salo’


Tudang Sipulung atau duduk bersama dilaksanakan segenap masyarakat sebelum
terlaksananya Tradisi Marimpa Salo’ untuk melakukan musyawarah yang membahas
tentang persiapan pelaksanaan tradisi Marimpa Salo’ serta membahas tugas untuk
masyarakat yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaan Marimpa Salo’ yang terdiri dari :
 Arung atau Kepala Desa merupakan pengambil keputusan tertinggi dalam pelaksaan
tradisi dan merupakan orang yang diberi kepercayaan oleh masyarakatnya untuk
mengawasi kegiatan Marimpa Salo’ .
 Gella atau Kepala Kampung dan To Matoa atau Pemuka Masyarakat merupakan orang-
orang yang mengatur pelaksaan dilingkungan partai yang yang diawasi langsung oleh
Arung.
 Kampung Lolo orang-orang yang merencanakan, mempersiapkan mengatur segala sesu-
atunya untuk pelaksanaan pesta dan bertanggung jawab atas keberhasilan acara.

 Pabelle merupakan orang-orang yang bertuugas menyiapkan perlengkapan pesta di atas


laut.
 Ponggawa lopi merupakan pengendali atau pengendali perahu pemimpin,
 Sawi merupakan awak perahu
 Sanro atau dukun (pemimpin adat) ikut serta mendamaikan ritual dalam proses ma'rimpa
salo.
 Paggenrang adalah komponen penabuh di atas perahu.
 Paddareheng atau padawa-dawa merupakan orang-orang yang menyiapkan komsumsi
yang akan disantap secara bersama-sama oleh para partisipan dalam pelaksanaan Marimpa
Salo’)
 Pemerintah dan masyarakat.

P rosesi Marimpa Salo’

Setiap perayaan memiliki


rangkaian acara yang berbeda,
termasuk Marimpa Salo’ yang
memiliki prosesi dengan tahapan-
tahapan khusus. Setelah semua
persiapan telah selesai, langkah
selanjutnya adalah menyiapkan segala
perlengkapan yang akan digunakan
dalam pelaksanaan tradisi Marimpa
Salo’ . Perlengkapan tersebut meliputi perahu (Lopi), tempat ikan (Belle), alat penangkapan
ikan (Rompong), jaring (Lanra), tenda, bambu untuk membuat Walasuji, dan daun kelapa
yang masih muda. Pada hari pelaksanaan Marimpa Salo’ , acara dimulai dengan tabuhan
gendang tradisional di muara sungai Desa Bua sebagai isyarat bahwa acara Marimpa Salo’
akan dimulai, dan warga desa dipanggil untuk berkumpul dan bersiap mengikuti acara tradisi
tersebut. Sambil gendang dimainkan, para nelayan mulai menghiasi perahu mereka dengan
menggunakan daun kelapa. Perahu-perahu yang telah dihiasi tersebut akan digunakan untuk
menghalau ikan dari hulu hingga ke muara sungai Desa Bua.

Selain itu, acara juga diiringi dengan berbagai tarian seperti Tari Maddongi, Tari
Mappadekko, Tari Pangguna Salo, dan Tari Massulo Uwae untuk memotivasi masyarakat
agar berpartisipasi dengan semangat dalam tradisi Marimpa Salo’ . Para Pabelle menurunkan
puluhan perahu, sementara warga diantar oleh Ponggawa Lopi dan Awak Perahu menuju hulu
sungai. Setelah itu, perahu-perahu diatur sesuai lebar sungai dan dipasang jaring dan
rompong. Ponggawa Lopi naik ke perahu dan menarik tali pengingat jaring dan rompong
hingga ke muara sungai, dan acara inti pun dimulai. Masyarakat meyakini bahwa sebelum
acara Tradisi Marimpa Salo’ dimulai, tabuhan gendang tradisional dilakukan terlebih dahulu
untuk mengingatkan ikan-ikan agar tidak pergi jauh. Dua perahu saling menarik jaring
menuju muara sungai, kemudian Belle (tempat penangkapan ikan) diletakkan di bagian
muara sungai. Para Parrimpa (penghalau) berada di sisi Belle ketika ikan sudah masuk ke
dalam perangkap, lalu Belle ditutup. Setelah ikan-ikan berhasil masuk ke dalam perangkap,
para warga turun ke Belle untuk mengambil ikan dengan menggunakan jala, yang selanjutnya
akan dimasak oleh paddareheng atau pandawa-dawa yang bertugas mengolah ikan tersebut.
Ikan-ikan yang berhasil ditangkap kemudian diolah seperti dimasak atau dibakar, dan
disajikan kepada masyarakat dan tamu-tamu yang hadir, dan dimakan bersama dengan
berbagai makanan lainnya yang telah disiapkan oleh paddareheng, seperti burasa, onde-onde,
sokko, gogoso, dan berbagai jenis makanan lainnya. Perayaan Tradisi Marimpa Salo’ tidak
hanya melibatkan warga Desa Bua dan sekitarnya, tetapi juga melibatkan dan dimeriahkan
oleh seluruh Pemerintah Kabupaten Sinjai.

Kesimpulan

Kabupaten Sinjai atau sering disebut Bumi Panrita Kitta terletak di Provinsi Sulawesi
Selatan, yang dianggap sebagai salah satu kabupaten kaya akan tradisi dan adat budaya. Salah
satu tradisi yang menarik adalah "Marimpa Salo’ ," yang merupakan ritual menghalau ikan
dari hulu ke muara sungai. Tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan
dilaksanakan setiap tahun oleh dua desa di Sinjai. Kabupaten Sinjai di Provinsi Sulawesi
Selatan merupakan daerah yang kaya akan tradisi dan adat budaya, dengan salah satu tradisi
yang menonjol yaitu Marimpa Salo’ . Tradisi ini mencerminkan pentingnya menjaga dan
melestarikan warisan budaya serta nilai-nilai kerukunan dan persatuan dalam masyarakat
Sinjai. Kekayaan budaya Sinjai juga menjadi kebanggaan bagi Indonesia

Biodata Penulis :

Dian Febrina,S.H., lahir pada 21 Februari 1995 di Makassar, Sulawesi Selatan, Penulis
meruapak anak bungsu dari empat bersaudara, merupakan Alumni Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, Pada tahun 2021 bergabung di Kejaksaan Repulik Indonesia dan
sekarang mengambang tugas sebagai Jaksa Fungsional dan merupakan anggota luar biasa
Ikatan Adhyaksa Darmakarini Daerah Sulawesi Selatan.

Anda mungkin juga menyukai