Anda di halaman 1dari 3

1.

Mandi Safar Ritual Tolak Bala


Rabu (15/11/2017), Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, melalui Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kab.Kotim, melaksanakan kegiatan tradisi budaya “Mandi Safar” di Sungai Mentaya.
Kegiatan ini dipusatkan di lokasi Icon Patung Jelawat, namun saat pelaksanaan Mandi Safar
dipusatkan di Dermaga Habaring Hurung Sampit. Untuk memeriahkan acara tersebut, panitia juga
menggelar berbagai lomba yaitu, lomba melukis dan mewarnai, lomba fashion show anak dan remaja,
lomba tari daerah, bazar kue tradisional serta lomba maulid al habsyi.
Mandi Safar merupakan tradisi budaya yang sudah ada sejak dulu. Tradisi ini yaitu mandi bercebur
di Sungai Mentaya sebagai simbol membersihkan diri sekaligus harapan agar diri bersih dan terhindar
dari hal-hal yang tidak baik.
Tradisi Mandi Safar biasanya dilaksanakan pada Rabu terakhir di bulan Safar. Tradisi ini dipimpin
oleh seorang tokoh adat, dengan melakukan semacam ritual menggunakan daun sawang yang
selanjutnya digunakan warga saat bercebur ke sungai. Setelah berdoa bersama, warga kemudian
beramai-ramai mandi bercebur di sungai mentaya.

2. Ritual Mandi Safar


Ritual Mandi Safar tetap terjaga dan menjadi aset budaya daerah serta nasional. Berdasarkan
catatan yang ada, prosesi Mandi Safar ini adalah tradisi warisan nenek moyang yang berasal dari Bugis.
Bagi sejumlah warga, mandi Safar ini merupakan ritual untuk meminta kepada Sang Kuasa agar
terhindar dari bahaya, penyakit dan mensucikan diri dari dosa dengan menceburkan diri ke laut.
Masyarakat yang akan mengikuti prosesi mandi Safar, sebelum menceburkan diri ke laut, telah
membekali diri dengan daun Sawang yang diikat di kepala atau di pinggang.
Daun Sawang tersebut sebelumnya diberikan doa atau rajah oleh sesepuh atau alim ulama
setempat.
Menurut kepercayaan, pemakaian Daun Sawang itu agar orang yang mandi terjaga
keselamatannya dari segala gangguan baik dari gangguan binatang maupun makhluk halus.
Untuk di Tanjabtim, ritual Mandi Safar dipusatkan di Desa Air Hitam Laut Kecamatan Sadu,
merupakan deerah yang memiliki potensi besar akan objek wisata alam maupun budaya.
Desa Air Hitam Laut juga merupakan salah satu pintu masuk kawasan Taman Nasional Berbak
(TNB) yang memiliki potensi ekowisata dengan berbagai jenis flora dan fauna.
Selain itu, Desa Air Hitam laut juga sangat dekat dengan pantai Cemara yang memiliki pantai pasir
putih dengan hutan cemara laut yang spesifik.
Pantai itu memiliki panjang sekitar 20 kilometer dan lebar antara 20-30 meter dengan
kedalaman kurang dari lima meter. Saat ombak tenang, pantai atau laut di pulau itu sangat cocok
untuk sarana olahraga pantai seperti selancar atau memancing.
3. Mandi Safar, Jejak Tradisi Sufi di Pesisir Jambi
Liputan6.com, Jambi - Ribuan warga di pesisir timur Jambi, tepatnya di Desa Air Hitam Laut,
Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Provinsi Jambi, Rabu pagi, 15
November 2017, menyemut di pinggir pantai setempat. Sejumlah tokoh juga hadir saat itu.
Bagi warga pesisir timur Jambi, Rabu itu adalah hari spesial. Di mana menjadi Rabu terakhir di
bulan Safar atau bulan kedua tahun Hijriah. Hari itu, warga bersiap untuk menceburkan diri bersama-
sama di Pantai Babussalam. Oleh warga setempat, tradisi itu diberi nama mandi Safar.
Di Kabupaten Tanjabtim, mandi Safar sudah rutin dilaksanakan setiap tahun. Bahkan, tradisi itu
sudah menjadi ikon daerah, Bupati Tanjabtim, Romi Haryanto bersama Wakil Gubernur Jambi, Fachrori
Umar juga ikut memeriahkan tradisi yang disebut-sebut warisan ulama sufi itu.
Menurut Bupati Romi Haryanto, mandi Safar adalah kearifan lokal warga Tanjabtim. Di mana
inti dari tradisi itu adalah doa agar terhindar dari malapetaka. Sebelum mandi di laut bersama-sama,
warga terlebih dahulu menggelar doa.
“Ini sudah menjadi acara tahunan dan masuk jadwal wisata budaya di Kabupaten Tanjabtim,"
ujar Romi.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jambi, Fachrori Umar mengaku sangat mendukung agar ritual
mandi Safar terus dilestarikan. Ia berharap, kegiatan itu bisa memancing minat wisatawan untuk
datang ke Provinsi Jambi.
"Ditambah air laut di Desa Air Hitam Laut ini sangat jernih. Pemandangannya bagus," ucap
Fachrori.
Saipul, salah seorang panitia mengatakan, warga yang datang tidak hanya berasal dari
Kabupaten Tanjabtim. Banyak juga warga yang sengaja datang dari luar kabupaten. Mereka ingin
melihat langsung tradisi turun-temurun yang terus dilestarikan hingga saat ini.
Warga yang ingin ikut prosesi mandi Safar terlebih dahulu dibekali daun sawang yang diikat di
kepala dan pinggang. Daun sawang bentuknya memanjang dengan warna hijau tua. Daun ini dikenal
sebagai daun sakral yang biasa digunakan untuk memercik air pada saat upacara sakral ataupun
sebagai sarana penolak bala.
Sebelum digunakan untuk mandi, daun tersebut sudah terlebih dahulu diberi doa-doa dari para
sesepuh atau alim ulama di Tanjabtim, Jambi. Menurut kepercayaan warga setempat, pemakaian daun
sawang itu agar orang yang mandi terjaga keselamatannya dari segala gangguan baik dari gangguan
binatang maupun makhluk halus.
Allah Turunkan 320 Ribu Bencana di Rabu Terakhir Bulan Safar?

Arah - Dalam kitab "Al-Jawahir al-Khoms", Syech Kamil Fariduddin as-Syukarjanji di halaman ke 5,
disebutkan pada tiap tahun hari rabu terakhir di bulan Safar, Allah akan menurukan 320.000 bala bencana ke
muka bumi. Hari itu akan menjadi hari-hari yang paling sulit di antara hari-hari dalam satu tahun.
Dalam kitab tersebut, disunahkan kita untuk mendirikan salat pada hari tersebut sebanyak 4 rakaat
dimana tiap rakaatnya membaca surat Alfatihah, dan surat al-Kautsar 17 kali, kemudian al-Ikhlas 4 kali, surat
al-Falaq dan an-Nass masing-masing satu kali.
Dalam bukunya “Kanzun Najah was-Suraar fi Fadail al-Azmina wasy-Syuhaar“, Syech Abdul Hamid al-
Quds, Imam Besar Masjidil Haram mengatakan,
“Banyak Awliya Allah yang mempunyai Pengetahuan Spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 ribu
penderitaan (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.”
Hari ini dianggap sebagai hari yang sangat berat dibandingkan hari-hari lain sepanjang tahun. Beberapa ulama
mengatakan bahwa ayat Alquran, “Yawma Nahsin Mustamir” yakni “Hari berlanjutnya pertanda buruk”
merujuk pada hari ini.
Dalam budaya Jawa (kekhalifahan/kerajaan mataram Islam) tradisi Rabu terakhir bulan Safar ini di
akomodir dalam tradisi Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan. Berbagai macam aktivitas islami hadir dalam
tradisi Rebo wekasan di masyarakat Jawa, dari mulai berkumpul untuk tahlilan (zikir bersama), berbagi
makanan baik dalam bentuk gunungan maupun selamatan, sampai salat Sunnah lidaf’il balaa bersama.
Salat sunnah memohon ampun dari bala bencana (lidaf’il balaa) jamak dilakukan oleh pengikut Jamiyyah
Nahdlatul Ulama di Indonesia dan dunia. Walau dalam khasanah pemikiran NU sendiri salat ini diterima
dengan baik dan memodifikasi/meluruskan ajaran Islam-kejawen yang memelencengkannya menjadi Sholat
Rebo Wekasan. KH.Hasyim Asy’arie pendiri NU juga pernah berfatwa, tidak boleh mengajak atau melakukan
salat Rebo wekasan karena hal itu tidak ada syariatnya.
KH.Mustofa Bisri (Gus Mus) berfatwa kalau di kampung-kampung masih ada orang yang menjalankan
salat Rebo wekasan, ya niatnya saja yang harus diubah. Jangan niat salat Rebo wekasan, tapi niat salat sunat
saja, atau niat salat hajat walau hajatnya minta dijauhkan dari bala’, pokoknya jangan niat salat Rebo wekasan
karena memang tida ada dasarnya.

Anda mungkin juga menyukai