Rambu Solo'
Rambu Solo’/Aluk Rampe Matampu’ merupakan rangkaian upacara yang menyangkut kematian
dan pemakaman manusia. Upacara dilaksanakan setelah lewat tengah hari, sinar matahari mulai
terbenam menunjukkan kedukaan atas kematian/pemakaman manusia. Ritual/kurban
persembahan dari upacara ini dilakukan di sebelah barat tongkonan. Rambu Solo’/Aluk Rampe
Matampu’ dianggap sebagai upacara untuk menyempurnakan kematian seseorang. Saat perayaan
upacara ini, ada berbagai persembahan yang diberikan oleh masyarakat kepada para dewa dan
leluhur. Saat diselenggarakan, orang yang datang ke upacara tersebut akan memberikan kerbau
atau babi kepada keluarga yang berduka sebagai tanda ikatan darah. Selain itu, ada berbagai
persembahan yang dipersembahkan kepada para leluhur bermakna sebagai permohonan agar
mendapatkan berkat dan berbagai kebutuhan hidup di dunia.
2. Ma' Nene
Ma’ Nene, begitulah nama ritual ini dikenal. Ritual ini merupakan kegiatan mengenang dan
membersihkan jasad para leluhur yang sudah ratusan tahun meninggal dunia. Sebutan
masyarakat suku Toraja pada acara mengenang leluhur ini adalah ma’nene atau ma’putu’ dalam
artian bahasa Indonesia yaitu “membungkus kembali". Walaupun sudah tidak banyak yang
melakukan ritual ini, tapi di beberapa daerah seperti Lembang Bululangkan Kecamatan Rinding
Allo yang masih melaksanakannya secara rutin yaitu 3 tahun sekali. Berdasarkan hasil
wawancara dengan seorang informan mengenai persepsi ma’ nene yang menganut aluk todolo
bahwa: Prosesi dari ritual Ma’ Nene dimulai dengan para anggota keluarga yang datang ke
Patane untuk mengambil jasad dari anggota keluarga mereka yang telah meninggal. Patane
merupakan sebuah kuburan keluarga yang bentuknya menyerupai rumah. Lalu setelah jasad
dikeluarkan dari kuburan, kemudian jasad itu dibersihkan. Pakaian yang dikenakan jasad para
leluhur itu diganti dengan kain atau pakaian yang baru. Biasanya ritual ini dilakukan serempak
satu keluarga atau bahkan satu desa, sehingga acaranya pun berlangsung cukup panjang. Setelah
pakaian baru terpasang, lalu jenazah tersebut dibungkus dan dimasukan kembali ke Patane.
Rangkaian prosesi Ma’ Nene ditutup dengan berkumpulnya anggota keluarga di rumah adat
Tongkonan untuk beribadah bersama. Ritual ini biasa dilakukan setelah masa panen berlangsung,
kira-kira di bulan Agustus akhir. Pertimbangannya karena pada umumnya para keluarga yang
merantau ke luar kota akan pulang ke kampungnya, sehingga semua keluarga dapat hadir untuk
melakukan prosesi Ma’ Nene ini bersama-sama.
Gowa juga memiliki upacara adat, yaitu Accera Kalompoang, yang diadakan setiap hari raya
Iduladha. Tujuan dari upacara ini adalah sebagai persembahan untuk Kerajaan Gowa dan
diadakan selama dua hari berturut-turut. Dalam upacara adat Sulawesi Selatan ini, ditandai
dengan kerbau yang disembelih, juga pemanggilan leluhur. Pada hari kedua, upacara dilakukan
dengan mengambil air dari sebuah sumur yang ada di Katangka, Gowa dan air ini kemudian
diarak oleh masyarakat sekitar yang memakai pakaian adat.
4. Rambu Tuka'
Rambu Tuka'/Alluk Rampe Matallo merupakan upacara-upacara dalam rangka syukuran atas
keselamatan dan kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya. Dilaksanakan pada saat sinar
matahari naik di sebelah timur tongkonan.
5. Katto Bokko
Kali ini ada upacara adat yang dilakukan oleh Kerajaan Marusu yang ada di Maros, yakni Katto
Bokko. Upacara ini digelar setiap tahun sebagai ungkapan rasa syukur ketika masa panen tiba.
Upacara ini dilakukan dengan cara pergi bersama-sama menuju sawah adat, atau yang biasa
disebut sebagai torannu. Masyarakat akan berjalan beriringan dengan memakai pakaian adat
Bugis-Makassar. Hasil panen yang sudah didapat kemudian diikat, dihias, dan diarak. Jika hasil
panen sudah terkumpul, akan dilakukan upacara adat yang dipimpin oleh seorang pemangku
adat.
7. Sisemba
8. Mappalili
Tradisi Mappalili yakni upacara sebagai tanda untuk memulai menanam padi, sekaligus
ungkapan rasa syukur masyarakat Bugis atas limpahan rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa yang
diterima selama setahun penuh. Menurut bahasa, Mappalili artinya menjaga susuatu yang akan
mengganggu atau menghancurkannya. Dalam ritual adat Tradisi Mappalili adabenda pusaka
yang dicuci atau dibersihkan selama setahun sekali, yakni berupa bajak sawah yang digunakan
dalam ritual adat Mappalili. Mappalili dilaksanakan setiap tahun antara bulan November-
September. Ritual ini dijalankan oleh para pendeta Bugis Kuno yang dikenal dengan sebutan
bissu. Upacara ini di lakukan oleh kumunitas bissu yang ada di wilayah Kabupaten Bone,
Pangkap, Soppeng, dan Wajo.
9. Mappadekko