Anda di halaman 1dari 42

BAB III

BERBAGAI UPACARA ADAT DI SOPPENG


SEBELUM MASUKNYA ISLAM
A. Upacara Pertanian
Dalam hubungannya dengan pertanian upacara-upacara dapat
dijumpai di Kabupaten Soppeng berbagai peristiwa sejak mulai
turun sawah (mappammula), menurunkan benih (map-pano bine)
sampai kepada waktu panen.
Untuk mengetahui adat istiadat tersebut maka penulis akan
kemukakan sebagai berikut :
1. Upacara yang dilakukan ketika mulai turun sawah (mappammula ).
Kondisi musim di Soppeng membawa inflikasi terhadap adanya
tradisi turun sawah di sekitar bulan Pebruari / Maret, namun
demikian tidak begitu mudah menetapkan suatu waktu yang
disepakati bagi pelaksanaan upacara mappammula. Sesuai
dengan sifatnya yang dianggap urgen dan dibesar-besarkan
sehingga penentuan waktu tersebut tidak jarang menjadi sebab
munculnya

perselisihan

atau

bahkan

pertumpahan

darah,

khususnya pada zaman terjadinya kesenjangan pemerintahan


tersebut ternyata telah menimbulkan kekacauan di dalam
kehidupan masyarakat luas, hal mana mencapai puncaknya di
sekitar abad-abad ke- XVI atau awal tahun 1300. Hal ini dapat
ditemukan dalam dokumentasi Kandep P dan K Kabupaten
Soppeng yang mengatakan :
Masa inilah yang dikenal dalam lintasan sejarah daerah- daerah
di

Sulawesi

Selatan,

sebagai

masa

"Sianre

balei

tauwe",

maksudnya masa kesenjangan pemerintahan dan kevakuman

hukum. Demikian berlakulah hukum rimba, di mana kekuatan


golongan dan kekuatan otot menjadi ukur an satu-satunya bagi
setiap

individu,

untuk

mempertahankan

hidup

dan

kehidupannya Terjadi penindasan saling rebut pengaruh dan


kekuasaan

di

kalangan

masyarakat

dengan

mengandalkan

kekuatan otot dan kelompok masing-masing.


Permulaan penggarapan sawah pada waktu yang disepakati
harus dimulai dari sawah Adat setiap kampung yang merupakan
bagian-bagian tertentu. Dari sawah-sawah yang ada, yang sejak
dulu ditetapkan oleh penghulu-penghulu Adat sebagai sumber
penghidupan raja atau pemerintah setempat dan selanjutnya
setelah itu barulah secara umum para petani boleh memulai
menggarap

sawahnya

masing-masing

sesuai

waktu

yang

dikehendakinya. Pada upacara mappammula biasanya berlangsung satu pola tata cara tertentu yang harus diikuti dengan
teratur. Pada upacara tersebut masih dalam persiapan seperti
yang dikemukakan oleh penghulu Adat sebagai berukut:
Ketika sampai waktu yang telah disepakati bersama sebagai hari
permulaan turun sawah maka pada hari itu diadakan pesta
besar-besaran di mana raja mengundang penguasa-penguasa
tetangga mereka bersama seluruh rakyat nya untuk menghadiri
upacara mappammula pada sawah Adat Dalam upacara tersebut
dihadirkan segala alat-alat kebesaran yang ada dalam kerajaan
tersebut seperti tombak keris, alat pembajak dan alat-alat lain
yang biasa dipergunakan untuk pertanian. Sehubungan dengan
upacara tersebut juga diadakan pertunjukan yang dinamakan
"Mag- giri" yakni dengan menekankan sebilah keris pada sebahagian anggota badan oleh seorang yang biasanya dipanggil
"Bissu" yang merupakan seorang tertentu dalam kerajaan. Kalau
kita memperhatikan kuatnya tekanan keris itu pada anggota

badan maka tidaklah masuk akal kalau "Bissu" tadi tidak terluka
dan hal itu menunjukkan bahwa upacara yang mereka lakukan
pada waktu itu mendapat restu dari Dewata SeuwwaE (Tuhan
yang maha Esa). Upacara ini ditutup dengan pesta makan
bersama, dan pelaksanaan dari upacara tersebut sepenuhnya
diatur oleh seorang yang bertanggung jawab dalam urusan
rumah

tangga

Istana/

Soraja

yang

dikenal

dengan

nama

"Jennang"
Akan tetapi dampak dan perkembangan ilmu dan teknologi
telah membawa bentuk lain dari upacara mappammula itu.
2. Upacara menabur benih (mappano bine).
Seperti halnya mappammula maka kebersamaan dalam waktu
menabur benih yang merupakan hal yang mutlak. Upacara ini diawali dengan mengeluarkan padi dari. lumbung yang telah ditetapkan sebagal calon benih untuk selanjutnya. digugurkan dari
tangkai, dengan mempergunakan kaki (irese),

Kegiatan ini di-

sebut Madesse di mana para pekerjanya disuguhi dengan makanan khas berupa bubur beras yang dicampur dengan santan
dan gula merah. Dalam hal ini terjadi simbolisme bahwa dengan
kombinasi dari bahan-bahan itu akan membawa dampak positif
terhadap pertumbuhan dan pemanfaatan padi pada masa yang
akan datang.
Gabah tersebut kemudian dimasukkan dalam keranjang untuk
direndam dalam air selama satu atau dua hari. Ketika calon benih
tersebut

berada

kembali

di

rumah

(detelah

direndam)

diadakanlah upacara maddoja bine yaitu diadakan upacara begadang semalam suntuk di saat malam penaburan benih dengan
mengadakan pembacaan riwayat meong palo karellae atau biasa
disebut sure' bine.

Tidak terdapat keseragaman dalam hidangan maddoja bine itu di


antara satu kampung dengan kampung yang lainnya dan ini
didasarkan atas landasan historis yang berbeda ketika Sang Hian
Seri datang di suatu tempat seperti ketika datang di Langkeme
dan Kalempang menurut kepercayaan mereka dijamu dengan
kue-kue maka dalam upacara maddoja bine di daerah tersebut
makanan yang dihidangkan adalah berupa kue- kue. Lain halnya
di Amessangeng dan Bunne atau Bulu Matanre Sang Hian Seri
dijamu dengan ketan yang dicampur dengan air gula merah
(palopo) sehingga pada kedua kampung tersebut dihidangkan
palopo pada upacara maddoja bine.
Bibit yang telah direndam dan disimpan di rumah biasanya
bermalam sampai dua malam untuk selanjutnya diangkat oleh
petani ke persemaian untuk ditabur dengan diantar oleh isteri
pak tani.
Pada saat mulai diantar bibit ini ke tempat persemaian orangorang tua di rumah berdoa dengan ucapan Akkellu peppeko
mulao abbulu rompeko murewe. Kata ini diucapkan berulang
kali dan setiap selesai dijawab oleh pembawa benih dengan
semoga diterima do'amu, maksudnya mudah-mudahan engkau
pergi untuk membawa hasil yang menguntungkan.
Bekal makanan yang dibawa oleh petani tatkala mengantar
benih tersebut ke persemaian juga saling berbeda antara satu
kampung dengan kampung lainnya yang juga disebabkan oleh
kepercayaan mereka tentang bekal disertakan kepada Sang Hian
Seri ketika meninggalkan suatu kampung atau suatu tempat
tersebut seperti di Langkemme dan Kalempang ketika Sang Hian
Seri pergi berbekal nasi ketan dan telur maka petani di kampung
ini apabila berangkat untuk menabur benih dibekali dengan nasi
ketan dan telur. Lain halnya dengan di Lajjoa ketika pergi dibekali

dengan kue-kue oleh karena menurut kepercayaan mereka Sang


Hian Seri ketika pergi dibekali dengan makanan tersebut.
Demikian pula di Pattojo dan Lebbae'oleh karena Sang Hian Seri
ketika pergi dibekali dengan nasi dan telur maka pak tani waktu
pergi menabur benih dibekali dengan nasi dan telur.
Salah satu kebiasaan sebelum mereka menaburkan benih ialah
mengambil segernggam lumpur "kemudian dicampur dengan
benih yang akan ditabur dan inilah yang merupakan taburan
yang pertama kepersemaian. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya
memperkuat kedua unsur tersebut.
3. Menanam Padi.
Penanaman padi diawali dengan mencabut benih terlebih
dahulu. Biasanya pencabutan benih dilakukah pada malam hari.
Dan keesokan harinya baru ditanam secara bersama-sama atau
dengan gotong royong. Pada saat penanaman padi tidak terlalu
banyak upacara-upacara seperti halnya dengan penaburan
benih, hanya biasa berhubungan dengan masalah waktu atau
hari-hari yang ditentukan tidak dengan sembarang waktu.
4. Upacara yang dilaksanakan pada waktu panen.
Dalam masa antara pemindahan benih ke sawah sampai
panen upacara-upacara yang dilakukan ada banyak hal dilakukan
oleh ibu peteni seperti, pada masa padi mulai berkembang atau
beranak (anaddara) oleh ibu petani dilakukan "mappassili" yakni
mula-mula dibuat ramuan yang terdiri dari daup-daunan yang
bercampur

dengan

air

kelapa

(passili)

yang

kemudian

dipercikkan pada padi di setiap sudut sawah dan selanjutnya


praktek yang seperti ini diulangi lagi pada masa padi mulai
berbuah.

Di samping upacara-upacara yang berkaitan dengan tanaman


ada

juga

upacara-upacara

yang

berkaitan

dengan

usaha

pertanian yakni "maccera rakkala" dan "mabbissa lobo. Upacara


maccera rakkala ini dilaksanakan ketika periode pembajakan
telah

selesai.

Perangkat

upacara

ini

meliputi

pengadaan

makanan yang sebelum di hidangkan di gantungkan pada


tahduk. Kerbau dan alat-alat pembajak yang telah dipergunakan
dalam mengolah sawah. Upacara ini dimaksudkan sebagai
pengantar bagi kerbau yang akan kembali ke hutan dan sekaligus merupakan pernyataan terima kasih dan doa agar kerbau
tersebut selalu dalam keadaan sehat sampai pada musim turun
sawah pada masa berikutnya.
Sedangkan

upacara

"mabbissa

lobo

(mencuci

lumpur)

dilaksanakan setelah selesai penanaman padi. Upacara ini merupakan tanda kesyukuran dari petani dan keluarganya atas
telah selasainya mereka melaksanakan pekerjaannya dengan
baik dan selamat.
Adapun upacara-upacara yang berkaitan dengan panenan
ialah upacara yang dilakukan langsung oleh isteri petani dengan
memilih bagian-bagian tertentu dari sudut sawah yang tersubur.
Hal ini merupakan tafaul agar pada musim panen berikutnya,
padi yang tersubur itulah yang sekurang-kurangnya menjadi
standar.
Masa panenan tergantung dari banyaknya tenaga yang
digunakan, Setelah masa panen usai dilaksanakanlah upacara
maccera rakkapeng". Hidangan khas dalam upacara ini meliputi
tepung beras ketan dari hasil panen baru yang dicampur dengan
kelapa dan gula mereh (bedda) onde-onde dan dange dan lainlain. Bersamaan dengan itu pula padi hasil panen dimasukkan ke
dalam lufnbung padi .

Suatu upacara yang sifatnya kollektif dan dilakukan setelah


selesai panen ialah Plappadendang yang biasanya dilakukan
pada setiap Kampung dengan menggunakan lesung. Upacara
Plappadendang ini dilakukan dengan cara menumbuk padi yang
baru dipanen, tetapi pekerjaan ini bukan dilakukan untuk menumbuk sesungguhnya tetapi yang diutamakan ialah irama alu
dan gaga gadis-gadis yang melakukannya Hal ini dilakukan
sebagai tanda Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berhasilnya para petani dalam usahanya pada priode (musim tanam)
yang baru dilamai pada arena yang seperti ini biasanya
dimamfaatkan para perjaka desa untuk mengintai dan mencari
calon isteri.
Upacara Mappadendang ini oleh pemerintah setempat dikembangkan dan dipergelarkan dalam bentuk pesta panen yang
lebih meriah di masa di dalamnya di samping acara padendang
yang merupakan acara inti juga diadakan berbagai macam acara
kesenian, lain seperti tari-tarian, deklamasi sanjak,makkaca- pi
dan lain-lainnya. Dengan demikian upacara ini memerlukan
waktu beberapa hari. Uniknya pada upacara meppadendang ini
bukan hanya petani yang terlibat akan tetapi juga melibatkan
segala unsyur dalam mesyarakat s diingga acara itu kelihatan
bukan hanya merupakan acara syukur tetapi lebih merupakan
pesta gembira yang senantiasa dinanti kedatangannya setiap
tahun.
B. Upacara Perkawinan.
Untuk sampai pada upacara Perkawinan di Soppeng ini
menjalani berapa proses Yaitu:
1. Mammanu-manu (Mappese-pese) .

Suatu siri (malu) bagi orang Bugis apabila lamarannya pada


seorang

gadis ditolak. Karena menurut paham mereka tidak

diterimanya lamarannya bukan saja berarti tidak ada


peluang hidup dengan gadis idaman akan tetapi juga merupakan
penghinaan. Kalau saja itu terjadi memungkinkan terjadi hal-hal
yang mendatangkan kekecewaan kedua belah pihak bahkan bisa
menimbulkan maut untuk mencegah kemungkinan . tersebut
dalam masyarakat Bugis disepakati adanya kegiatan rahasia
yang dalato bahasa Bugis disebut "Mammanu-manu".
Mammanu-manu adalah fase awal dari suatu perkawinan
yaitu mempelajari dan menelusuri secara informil kemungkinan
-kemungkinan dapat atau tidak dapatnya lamaran sang pria
diterima oleh keluarga wanita. Kegiatan dilakukan melalui
seoraog kurir ini bertugas mendekati keluarga sang wanita guna
mendapat informasi tentang wanita yang bersangkutan terutama
apakah wanita tersebut belum ada yang meminangnya. Pada
masa Mammanu'-manu' ini bukan hanya mencari informasi
tentang status seseorang gadis akan tetapi juga menyangkut
kekeluargaan secara keseluruhan. Dalam hal mammanu' manu'
ini kurir biasa menggunakan kata-kata sindiran seperti "Engkaro
wita manutta aga deppagaro taroi" artinya saya lihat kita punya
ayam apa belum ada yang memesan menyimpan. Dapat pula
lebih jelas dengan mengatakan "Engka rowita anaureku aga
deppaga tau bicara-bicarai" (ada saya lihat kemanakan saya
apakah belum ada orang yang menyebut- nyebutnya).
Jika pertanyaan itu dijawab dengan tujuan menolak maka
keluaga gadis menjawab dengan ungkapan elomuki pale
tamatengnge, napole marakkae naiyya makkalu (rupanya kita
berkeinginan sayangnya terlambat sehingga telah didahului
orang lain) Suatu penolakan tidaklah selalu demikian melainkan

masih banyak cara lain yang bervariasi yang semata-mata untuk


membuat orang yang datang tidak tersinggung, misalnya
mengemukakan alasan bahwa gadis tersebut masih terlalu muda
untuk berumah tangga atau dengan menunjuk keluarga terdekatnya

sendiri sebagai calonnya, sekalipun sebenarnya tidak

demikian.
2. Madduta (Massuro).
Jika dalam mammanu-manu' diperoleh suatu pengertian yang
jelas tentang keluarga wanita dan wanita tersebut belum ada
yang meminang serta jalan untuk terwujudnya suatu hubungan
perkawinan memang dibuka maka madduta atau massuro segera
dilakukan, kali ini dilakukan berbeda dengan yang pertama, kali
ini diadakan secara formal yakni mengutus beberapa orang
tertentu secara resmi menyampaikan lamaran.
Suatu lamaran tidak dengan langsung diterima atau ditolak
pada waktu itu akan tetapi biasanya pihak perempuan masih
meminta waktu untuk berunding dengan pihak kerabat terutama
nenek, pihak saudara ibu/bapak dan saudara-saudaranya.
3. Mappettu ada.
Barulah pada fase ini diberikan keputusan baik diterima
ataupun

ditolak,

kalau

lamaran

(diterima)

maka

lazimnya

kesempatan itu sekaligus dipergunakan untuk membicarakan


segala sesuatunya yang berkaitan dengan uang mahar
(sompa) dan uang belanja, serta waktu pelaksanaan
aqad nikah dan sebagai- nya, pokoknya segala sesuatunya
khususnya yang menyangkut ' tuntutan material harus tuntas
pada waktu mappettu ada ini, sehingga pada pembicaraan

berikutnya

tidak

lagi

menyangkut

persyaratan-persyaratan

material,
4. Makkutana esso,
Suatu hal yang tidak kurang pentingnya dalam pelaksanaan
suatu

perkawinan

ialah

"makkutana

esso"

konsekwen

ini

merupakan tahap pembicaraan di sekitar tehnis pelaksanaan


per kawinan itu sendiri seperti waktu pelaksanaan aqad nikah,
waktu naiknya pengantin, tentang berapa hari keramaian,
apakah harus lebih dari satu hari atau hanya satu hari, Juga pada
saat ini pakaian yang akan dipakai oleh kedua mempelai.
5. Mappacci (tudang penni).
Berdasarkan perhitungan yang cermat dan mendalam, maka
pada malam pesta perkawinan dilaksanakanlah "Mappacci"(Tudang Penni).
Pengertian "Mappacci" menurut orang Bugis ialah mappacci
berasal dari kata "Mapaccing" artinya membersihkan. Jadi
Wappacci

merupakan

suatu

tafaul

untuk

membersihkan/mensucikan calon mempelai.


"Mappacci" dilakukan pada malam pesta perkawinan sehingga
dikatakan pada malam itu, adalah "Wenni Mappacci" (Malam
daun pacar). Dimaksudkan malam daun pacar karena malam itu
memasukkan

daun

pacar

pada

genggaman

tangan

calon

mempelai.
Memasukkan daun pacar itu kepada genggaman tangan calon
pengantin

adalah

mempunyai

mengandung arti khusus pula.

tata

cara

tersendiri

dan

Orang-orang yang memasukkan daun pacar itu hanya : orangorang yang dianggap bertua (Pemuka Masyarakat) atau keluargakeluarga yang mempunyai keistimewaan.
Acara memasukkan daun pacar dilakukan secara begilir, pada
malam "Mappacci" disebut juga "Tudang penni"(duduk malam)
karena pada malam itu duduk bersama keluarga-keluarga atau
tamu-tamu untuk menyaksikan acara malam "Mappacci" dan
pada malam itulah disiapkan segala kebutuhan-kebutuhan yang
akan dipakai besok harinya pada puncak acara pesta perkawinan
seperti makanan-makan yang akan dihidangkan, barang-barang
yang akan dibawa ke rumah calon isterinya dan segala sangkut
paut yang ada hubungannya dengan acara pesta perkawinan,
Pelaksanaan perkawinan.
Ada dua kegiatan perinsip menurut adat yang biasa dilakukan
dalam rangkaian ini yaitu "Mappaenre Botting" dan "Mapparola",
Mappaenre Botting diawali dengan datangnya utusan dari pihak
perempuan (padduppa) ke pihak pengentin pria. Sesuai dengan
namanya maka dimengerti bahwa utusan ini datang untuk
memberikan informasi bahwa pihak pria sudah bisa datang ke
rumah calon pengantin-perempuan
Adapun tata cara pengaturan upacara Mappaenre botting ini
dapat dilihat sebagai berikut :
Kalau sirih pinang dan tukar cincin dilaksanakan bersamaan
dengan waktu diantarnya pengantin pria (Menrena Bottingnge)
maka urutan-urutan sebagai berikut:
Orang tua wanita dengan pakaian baju bodo yang hitam
(wajunyila).
Pakusu-kusu yang membawa passio (cincin pengikat),
Pallipa gaulu dengan membawa passampo,

Pallipa garusu dengan membawa hiasan-hiasan wanita seperti


bedak dan alat-alat make up lainnya,
Seorang pria tua dengan berpakaian lipa garusu dengan
membawa maskawin/mahar atau uang belanga yang di- Baerah
Soppeng dinamakan "Pangngolong Sompa" yang diiringi oleh
seorang pembawa payung,
Pengantin pria diiringi beberapa orang yang terdiri atas bali
botting, passeppi botting dengan beberapa pengiring lainnya
yang kalau kebetulan turunan bangsawan maka pengiringnya
membawa benda-benda kebangsawaf^ nan dari pengantin itu
sedang kalau sirih pinang/tukar cincin dilakukan terdahulu maka
urutan-urutannya sama saja kecuali pengngolong sompa dan
pengiring pengan- tingyang tejdiri dari bali botting lainnya tidak
membawa apa-apa.
Aqad nikah dilaksanakan pada saat yang tepat menurut waktu
dan teknik yang disepakati dan ini dilakukan oleh imam atau
penghulu atas nama orang tua sang pengantin wanita dan
segera setelah itu dilakukan acara "Makkarawa" (pertemuan
pertama dari pengantin laki-laki kepada isterinya). Dan isteri
yang akan ditemui biasanya berada dalam kamar atau kalambu
"tertutup serta dijaga oleh seorang atau lebih dari keluarga
terdekat pengantin wanita sehingga membuka kamar atau
kalambu

harus

dinamakan

ditebus

"Pattimpa

dengan

Boco"

menyerahkan

(Pembuka

uang

yang

kelambu).kemudian

setelah itu kedua mempelai diantar kembali ke tempat duduk


semula untuk duduk bersanding di hadapan tamu.
Sesuai upacara maka tinggallah pengantin pria menginap di
rumah pengantin perempuan yang biasanya ditemani oleh
beberapa orang kerabatnya. Pada malam pertama menginapnya

sang pengantin pria tadi di rumah wanita hak keluarga laki- laki
datang menjenguk dengan istilah "Massompek botting".
Dalam

pada

itu

acara

gembirapun

dimulai

dengan

mempertunjukkan permainan "Massobbu botting" (sang isteri


bersembunyi

Kemudian

sang

suami

mencari

atau

"mapparampa" (isteri tidur di bawa hamparan kain bersama


gadis-gadis

yang

lain)

kemudian

suaminya

menebak.

Keberhasilannya menebak berarti pihak perempuan didenda


dengan menyanyi atau tugas lain yang harus dilakukan oleh
pihak kelas demikian pula kalau laki-laki gagal, maka dia juga
harus didenda sesuai dengan permintaan pemenang.
Hal lain yang dilaksanakan dalam rangkaian pelaksanaan
perkawinan adalah "marola" yang diawali dengan datangnya
utusan pihak laki-laki ke rumah pihak perempuan dengan
maksud .menjemput pihak perempuan ke rumah laki-laki kalau
alamat mereka dapat dijangkau dalam waktu yang telatif tidak
lama. Akan tetapi jika alamat mereka berjauhan cukup di depan
rumah pengantin laki-laki, saja diadakan penjemputan yang
dilakukan oleh seorang ibu yang mewakili keluarga laki-laki.
Dalam acara ini sang penjemput tadi memberi sesuatu ke dalam
genggaman pengantin Perempua, jika yang digenggam itu
adalah rotan atau tali maka berarti ia memperoleh binatang
sebagai pemberian mertua dan apabila yang digenggam itu
adalah tanah maka pengantin perempuan memperoleh sebidang
tanah

apakah

sawah

atau

ladang,

pemberian

tersebut

dinamakan pappadduppa.
Setelah pengantin perempuan menerima pappadduppa ini
barulah rombongan pengantin laki-laki dipersilahkan naik/ masuk
ke rumah, malamnya pengantin perempuan bermalam di rumah
mertuanya Seperti halnya ketika pengantin pria bermalam

dirumah

isterinya

diadakan

acara

masubbu

bottin

atau

mapparampa maka demikianlah juga halnya, keluarga pihak


perempuan datang juga membesut (Massompe botting) dan
sekaligus diadakan juga seperti acara yang diadakan di rumah
pengantin perempuan.
Keesokan harinya menjelang pasangan pengantin kembali ke
rumah pengantin perempuan, diadakan acara mammatoa saat
mana

pengantin perempuan mempersembahkan pemberian

kepada mertuanya yang duduk secara terfetur di hadapannya


Pemberian semacam itu biasanya dalam bentuk sarung sutera
atau sarung palaikat. Mertua itu sendiri menerimanya secara
formalistis sebab terkadang pemberian itu tidak diambil, dan
kalau

diambil

dipilihnya

kwaliteit

yang

terendah,

bahkan

terkadang sang mertua menambah pemberian menantunya,


sebagai tanda sayang syukur atas pemberian itu.
Selesai acara mammatoa maka kedua mempelai diantar kembali ke rumah pengantin perempuan, di mana selanjutnya diadakan acara "mappasiewa ada" acara ini dilaksanakan lewat wadah
"Lawa kaluku lolo" (kelapa muda yang dicampur dengan gula
memerah) yang oleh pengantin perempuan disodorkan kepada
suaminya dengan ungkapan "Tanrei" (silahkan makan).
Mereka memerihkan tiga malam (mabbenni teliti) untuk
tinggal di rumah wanita dan kemudian ke rumah laki-1aki, menurut aturannya semalam saja mereka berada di rumah ini dan
besoknya kedua pengantin harus pulang lagi ke rumah wanita
guna melaksanakan "Siabbenning Tellu", pada pertukaran berikutnya waktu semalam diperlukan lagi bermalam di rumah lakilaki yang pada gilirannya berakhir di rumah perempuan untuk
seterusnya.
Upacara kelahiran Bayi.

Pada upacara kelahiran ini tidaklah dimaksudkan dengan


upacara kelahiran itu sekaligus akan tetapi terdapat upacaraupacara yang mengiringi tahap-tahap tertentu dari proses kehamilan seorang wanita apalagi bila disebut baru hamil pertama.
Bagi wanita semacam ini maka enam bulan umur kandungannya
harus dijemput dengan upacara "Mappanre To Mangideng"(memberi makan orang ngidam) , apakah Mappanre To Mangideng ini
benar-benar

berarti

memberi

makan

kepada

orang

hamil

tersebut kiranya tidaklah demikian, setidaknya adalah arti


khusus, akan tetapi justeru yang dilakukan adalah upacara
pemandian

wanita

hamil

tadi,

menyusui

suatu

kegiatan

mengurut perut orang yang sedang hamil oleh seorang dukun


beranak.
Umur kandungan tujuh atau delapan bulan merupakan titik
yang paling krisis dalam fase kehamilan seorang wanita sehingga
antara itu dilakukan lagi suatu upacara yang dikenal dengan
"Maccera babua" (selamatan bagi perut) nama "Maccera" itu
mengandung konotasi yang adanya keharusan mengalirkan darah binatang biasanya ayam atau kambing yang sekaligus akan
merupakan santapan bersama, apakah makanan dari upacaraupacara tersebut tidak secara jelas dan mudah dapat dimengerti
dengan sendirinya akan tetapi berdasarkan keterangan dari
sumber setempat dapat diketahui bahwa (Maksud dan tujuan dari dilakukannya upacara-upacara itu adalah sebagai permohonan
kepada

Dewata

SeuwaE

(Allah)

semoga

calon

ibu

yang

bersangkutan bersama kandungannya senantiasa memperoleh


keselamatan dan kemudahan sampai lahir.
Menurut

wataknya

upacara-upacara

tersebut

jauh

dari

krakteristik tradisi Islam, tetapi lebih merupakan salah satu

bentuk dari peninggalan tradisi pra Islam, sebagai salah satu


unsur dari pewarisan kultur sebelum Islam.
Adalah juga adat bagi mereka bahwa begitu anak lahir di
jemput dengan mengusapi bibirnya dengan madu yang selain
dimaksudkan sebagai obat bibir agar bibir selalu merah dan
senantiasa terhindar dari beramacam-macam penyakit juga lebih
dari itu terkandung suatu harapan agar dari bibir si anak tadi
senantiasa lahir kata-kata yang manis-manis dan terhindar dari
ucapan-ucapan yang jelek.
Harapan serupa di atas juga tersimbol dalam hal perlakuan
terhadap placenta, dengan memasukkannya ke dalam belanga
dengan campuran berbagai ramuan yang kemudian dibungkus
dengan celana dalam ayahnya untuk selanjutnya disimpan di
tempat yang ketinggian seperti gunung atau di atas pohon,
menurut Isettiri. Perlakuan itu adalah merupakan tafaul agar
kiranya anak yang bersangkutan, kelak dapat menjadi orang
yang terpandang.
Mappanololo atau Massukke lowong merupakan suatu upacara
yang dilakukan sehubungan kelahiran seorang anak di mana
pada hari itu sang ibu yang telah melahirkan turun mandi serta
sang bayi yang baru lahir dicukur dan diberi nama, Upacara ini
biasanya dilakukan pada hari ketujuh setelah melahirkan atau
hari-hari ganjil . setelah hari ketujuh. Dalam pelaksanaan
upacara tersebut mereka senantiasa terikat dengan kepercayaan
bahwa ada hari baik dan ada hari buruk khususnya bagi
masyarakat yang mempunyai aliran kepercayaan tertentu.
Kepercayaan kepada suatu hari baik dan buruk pada Kadar
tanggal tertentu bagi masyarakat tertentu meningkat menjadi
suatudogma yang ekstrim pada apa yang dikenal dengan "Waha
pitu" (Nahas tujuh) berarti bahwa semua urusan dan pekerjaan

berarti jelek dilakukan pada waktu itu. Selain Nahas tujuh juga
dikenal "Nahas Uleng" (Nahas Bulan) seperti 12 Muharam, 10
Safar dan sebagainya.
Demikian dalamnya paham seperti itu maka oleh mereka
sampai setiap pergeseran waktu dalam seharipun mempunyai
makna tersendiri yakni Ele, araweng, Tengnga Esso untuk
berbagai

pekerjaan

waktu-uaktu

itu

disifati

dengan

Maddara,towo, mate, malise dan lobbang".


Serangkaian dengan mappanololo ini maka diadakan pula
acara "Mappaenre tojang" (menaikkan anak di ayunan untuk
pertama kalinya). Pada acara ini di dahului melompatkan seekor
kucing dari ayunan tersebut, yang mana ayunan itu digantungi
dengan bermacam-macam makanan seperti ketupat dan leppeleppe. semua ini dilakukan dengan tujuan, tidak kurang dari
seperangkat simbol. Misalnya melompatkan kucing dari ayunan
diartikan sebagai harapan agar jatuhnya anak dari ayunan
(ka1au suatu ketika terjatuh) sama jatuhnya dengan seekor
kucing, hal ini adalah suatu contoh belaka untuk dapat mengerti
simbol-simbol yang lain.
Selanjutnya serentetan upacara-upacara yang senantiasa
mengawal anak dalam fase-fase tertentu dalam pertubuhannya
seperti setelah anak mencapai usia 40 hari, 100 hari, ketika
tumbuh giginya dan sebagainya.
Upacara Kematian.
Bahwa peristiwa mati adalah proses akhir dari mekanisme dan
siklus kehidupan manusia, oleh karenanya banyak masyarakat di
dunia memandang, mati sebagai fase yang paling krissis. Islam
sndiri memandang mati itu sebagai sesuatu yang sifatnya
absolut, tidak dapat di tawar-tawar ia laksana sebuah pintu yang
semua

makhluk

akan

melaluinya

betapapun

kuat

dan

berkuasanya. Untuk mereka yang hidup itu, mati ditempatkan


sebagai batu ujian tetapi juga guru tempat mengambil pelajaran,
Allah berfirman.dalam Surah Anbiya ayat 35 sebagai berikut :











Terjemahnya:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada kamilah kamu
dikembalikan.
Sebagai suatu peristiwa mati membaa orang kepada pola
perlakuan

tertentu

pertama

untuk

menghormati

martabat

makhluk manusia, kedua uihtuk menjamin keselamatannya


dalam era kematiannya itu. Memenuhi hal serupa itu berbagai
hal

dituntut

sebagai

pemenuhan-pemenuhan

yang

sengat

bervariasi berbagai macam pandangan tentang artimenuntut


pemenuha tuntutan situasi.
Adapun yang dimaksudkan itu adalah sebagai berikut :
Nanre Pappasellu (nasi penguburan) yaitu Upacara yang
diadakan oleh keluarga yang ditinggalkan pada hari pertama
sebelum

mayat

diberangkatkan

ke

kubur.

Pada

biasanya

Nenrepappasellu terdiri dari satu periuk nasi dan seekor ayam.


Kemudian diletakkan di depan pintu dan di pusat tiang rumah.
Ini dimaksudkan agar nasi tersebut merupakan bekal bagi
orang mati Cara memasak nasi ini tidak bisa terlalu baik
sehingga bagi keluarga yang makan juga tidak bisa memuji-muji
makanan tersebut. Harus bagi orang makan nasi itu senantiasa
mengcapkan bahua nasi ini/ayam ini tidak enak rasanya sebab
apabila nasi tersebut dipuji-puji berarti mengundang kematian.
Pada hari-hari selanjutnya tetap diusahakan makanan sampai

pada hari ketujuh, namun lauk pauknya tidak mesti ayam boleh
telur atau ikan menurut selera yang disenangi almarhum semasa
dia masih hidup,
Wenni Pitu (Malam ketujuh) yaitu merupakan acara penutupan
dari pada nanre es-so-essona dan pada saat ini biasanya
diadakan

secara

meriah

sehingga

terkadang

dilaksanakan

pemotongan kembing dan paling tidak dipotongkan beberapa


ekor ayam. Kemudian pada keesokan harinya para keluarga yang
di tinggalkan dan segenap orang lain mendatangi kuburan untuk
mengumpulkan batu nisan, namu belum dipasang dipasang
secara resmi. Acara pada malam ketujuh ini disebut dengan
Wenni pitu.
Setelah

wenni

pitu

dilaksanakan

situasi

keluarga

yang

berkabun kembali Snunyi dan nanti pada hari keempat puluh


dilaksanakan lagi upacara malam keempat puluhnya.
Wenni patappulo (malam keempat luluh), acara pada malam
keempat puluh tidak semeriah dengan acara Wenni pitu di
mana biasanya hanya dipotongkan seekor ayam atau beberapa
ekor ayam.
Acara pada malam keempat puluh ini tidak mengundang tamu
dari luar, hanya berkumpul saja beberapa anggota keluarga
terdekat.
Wenni seratu (malam keseratus) pada malam keseratus
biasanya bagi orang yang mgmpu dilaksanakan penyembelihan
kerbau dan acara ini dilaksanakan cukup meriah dengan
serangkaian permainan-permainan untuk menghibur keluarga
seperti manggaleceng yaitu memainkan batu-batu di atas
batang pisang yang dilubangi, sedangkan "Maggunrece adalah
memainkan batu-batu (menimang-nimang) batu di atas tikar

Dengan batu-batu tersebut akan dibawa pergi ke kubur sebagai


bahan batu nisan (di buat/di campurkan) dengan batu nisan.

BAB IV
BEBERAPA UPACARA ADAT DI SOPPENG
SESUDAH MASUKNYA ISLAM
Sebelum penulis membahas lebih lanjut tentang interaksi
islam dalam berbagai upacara adat masyarakat Soppeng, maka
terlebih dahulu penulis mencatat waktu masuknya Agama Islam
di Kabupaten Soppeng,
Menurut

sejarah,

peristiwa

pengislaman

di

Kabupaten

Soppeng terjadi dalam masa pemerintahan raja Soppeng ke XIV, yakni pada tahun 1609.
Namun akhirnya kerjaan-kerajaan Bugis yakni masing-masing
Sidenreng, Soppeng, Wajo dan akhirnya Bone memeluk Islam,
berturut-turut pada tahun 1609, 1610, dan 1611 M.
Adapun upacara-upacara adat sesudah masuknya Islam di
Kabupaten Soppeng, penulis akan kemukakan secara sistimatis
sebagai berikut:
A. Upacara Syukuran,

Suatu adat yang sudah membudaya di kalangan masyarakat


Soppeng

yaitu

jika

mereka,

berhasil

dalam

usahanya

ia

mengadakan upacara syukuran dalam bentuk pesta sebagai


tanda kegembiraan atas berhasilnya dalam suatu bidang usaha
itu. Umpamanya seorang mahasiswa yang berhasil menyelesaikan studinya pada perguruan tinggi, maka ia kembali mengadakan upacara syukuran di daerahnya, seorang pedagang
atau seorang pengusaha yang mendapat laba, maka segera mengadakan upacara syukuran.
Bahkan seorang petanipun kalau selesai panen dengan hasil
yang memuaskan biasanya juga mengadakan upacara syukuran.
Rasa syukur direalisasikan dalam bentuk pesta. Pada umumnya
pelaksanaan

syukuran

di

Kabupaten

Soppeng

diadakan

pemotongan kambing dan baca kitab barzanji.


Mensyukuri nimat Tuhan adalah suatu perbuatan yang mulia
dalam ajaran Islam. Al Imamu Al Ghazali mengatakan:
Bahwa ketahuilah kiranya, bahwa syukur itu termasuk dalam
jumlah kedudukan orang-drang yang berjalan kepada Allah dan
juga syukur itu tersusun dari ilmu, hal dan amal.
Ilmu itu pokok, lalu mewariskan hal. Dan hal itu mewariskan
amal. Maka adapun ilmu, yaitu mengenal nikmat dari yang
memberikan nikmat, dan hal, ialah:
Kesenangan yang berhasil dengan kenikmatan itu dan amal
ialah : tegak berdiri dengan apa yang menjadi maksud yang
memberikan

nikmat

dan

yang

disukainya.

Dan

amal

itu

bergantung dengan hati dengan anggota badan dengan lisan.


Namun dalam hal ini perlu diperhatikan motivasi yang
mendasari se hingga dilaksanakan upacara syukuran. Kadang
kala diadakan upacara syukuran hanya karena ada rasa ria, ingin

memperkenalkan bahwa ia berhasil dalam usahanya Demikian


juga yang melatar belakangi dilaksanakannya upacara tersebut
Melihat prektek-praktek yang berkembang dalam masyarakat,
banyak dilatar belakangi oleh faktor nadzar, Seorang melamar
pekerjaan bernadzar kalau diterima bekerja pada suatu instansi,
ia akan mengadakan upacara syukuran Dalam hal ini apa bila
ternyata

diterima,

maka

menjadi

kewajibanlah

baginya

melaksanakan sesuai apa yang dinadzarkan Apakah ia bernadzar


dengan menyembelih kambing atau kerbau Dan pelaksanaan
nadzar yang demikian itu kebanyakan dirangkaikan dengan
suatu acara mendatangi tempat-tempat yang dianggap kramat
dan di sanalah diadakan upacara syukuran sebagai layaknya
rekreasi,

tapi

mereka

itu

didasari

dengan

kepercayaan-

kepercayaan lain, bahwa dengan membawa sajian- sajian di


suatu tempat untuk memohon kepada Tuhan agar rezki semakin
bertambah Kepercayaan yang demikian itu sudah menyimpang
dari kebudayaan Islam. Adapun rangkaian-rangkaian upacara
syukuran biasanya diadakan acara "Majjenne-jenne" (siram
menyiram air) acara siram menyiram utamanya kalau syukuran
itu dilakukan di suatu permandian misalnya di permandian alam
Ompo. Hal baru yang masuk setelah masuknya Islam dalam
upacara syukuran ini ialah membaca berazanji dengan harapan
tanda syukur dan kebahagian yang mereka alami sama dengan
syukur dan kebahagian masa kegembiraan ummat Islam ketika
Nabi Muhammad lahir ke bumi ini. Upacara membaca barazanji
ini selalu diadakan di rumah sebelum ke tempat rekreasi, Salah
satu contoh pujian dalam barazanji mengatakan:
Artinya :

Setelah pujian-pujian, maka kami mengatakan yaitu penghulu


kita Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muttalib dan namanya
Syaebah Al Hamdi yaitu yang dipuja sifat-sifatnya.
Kitab barzanji tersebut dibaca oleh beberapa orang anggota
masyarakat

yang

sudah

terlatih

secara

bergilir.

Setelah

pembacaan kitab barzanji baru makanan dihidangkan dan makan


secara bersama-sama. Acara syukuran di Kabupaten Soppeng
dilakukan secara sederhana, tidak diadakan ceramah- ceramah
dan lain-lain sebagainya. Kebiasaan semacam ini merupakan
mereka seolah-olah suatu aturan dari Islam.
B. Upacara pertanian.
Keadaan upacara pertanian setelah masuknya agama Islam di
Kabupaten Soppeng tidak jauh berbeda dengan keadaan sebelum masuknya Islam. Adat dan tradisi yang sudah membudaya di
kalangan masyarakat, rupanya sulit dirobah secara spontanitas
Namun karena agama Islam yang mengandung ajaran paling
sempurna, maka Islam tumbuh dan berkembang menyebabkan
pelaksanaan upacara adat pertanian sedikit demi sedikit dapat
ditinggalkan bagi masyarakat yang sudah patuh terhadap ajaran
Islam, sedangkan masyarakat yang masih tetap mempetahankan
adabnya, pelaksanaan upacara pertanian masih saja dilanjutkan
sampai sekarang atau setidaknya bercampur baur dengan ajaran
Islam.
Intereraksi Islam dalam upacara pertanian ada dua hal yang
menonjol sedangkan yang lain-lain itu tetap dijalankan seperti
biasa.
Upacara yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Upacara Mappammulan atau upacara yang dilakukan ketika mulai turun sawah diawali dengan istilah "Mattudangtudangeng" (duduk bersama), maksudnya mengadakan
pertemuan para petani-petani di suatu tempat (biasanya di
sanggar tani) untuk memusyawarahkan upacara-upacara
yang akan dilaksanakan dalam rangka turun sawah yaitu
antara lain soal mulainya waktu membajak sawah, jenis
benih yang akan disemaikan, pupuk yang akan dipakai dan
sebagainya.

semuanya

itu

ditetapkan

pada

waktu

mattudang-tudangeng". Hal musyawarah adalah suatu


ajaran yang dibawa oleh Islam, Sebagaimana termuat
dalam Firman Allah dalam Surah Asy-syuraa ayat 38:





Terjemahnya:
Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi.) seruan
Tuhannya

dan

mendirikan

Shalat,

sedang

urusan

mereka

(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka


menafkahkan sebagjan dari rezki yang kami berikan kepada
mereka.
Masalah yang sering juga dibicarakan petani-petani waktu
"Mattudang - tudangen adalah masalah pengawasan tanah dan
air. Disepanjang pengairan, terutama bagi peladang-peladang
sering

tidak

penghijauan

menghiraukan
sehingga

anjuran

pohon

pemerintah

ditebang

tentang

seenaknya

yang

mengakibatkan terjadinya erosi dan membawa akibat yang lebih


vatal terhadap penggarap-penggarap sawah, Melihat kegiatan
seperti

ini

berarti

masyarakat

di

Soppeng

juga

sudah

terpengaruh pada ajaran pemeliharaan lingkungan. sebagai mana

yang

dikemukakan

oleh

Menteri

Kependudukan

dan

lingkungan Hidup Emil Salim dalam bukunya lingkungan hidup


dan pembangunan mengemukakan, Bahwa:
Salah satu proses yang mampu mematikan kondisi tanah dan
air adalah erosi; Erosi lazimnya ditimbulkan oleh pervuatan
manusia yang mengeloia-salah tanah yang ada, sehingga lahan
(soil) tidak bisa melakukan fungsinya sebagai unsur produksi,
media mengatur tanah air (hidrologis) dan media perlindungan
alam lingkungan (ekologis), Timbulnya erosi mencerminkan tidak
serasinya kelakuan.kehidupan manusia dengan lingkungan alam
sekitarnya.

sehingga

lahan

terhenti

dalam

menjalankan

fungsinya. dan ini menimbulkan kehancuran kesuburan tanah


dan air sehingga melahirkan Daerah mati.
Apabila sudah ada kata sepakat dalam musyawarah, maka
dimulailah

bekerja

sesuai

dengan

program

yang

sudah

ditetapkan. Acara permulaan turun sawah ini tidak lagi dimulai


dari sawah penghulu-penghul u adat. akan tetapi secara
keseluruhan sudah berhak menggarap sawahnya masing-ma sing petani.
Upacara "Maddoja bine", maksudnya acara yang dilakukan
pada

malam

penaburan

benih

Kalau

dahulunya

upacara

"Maddoja bine" dirangkaikan dengan pembacaan "Sure' bine"


atau yang dikenal dengan "meyong palo karellae", maka
sekarang berobah menjadi pembacaan kitab barzanji. Mengenai
pembudayaan "Sure bine" sudah jarang dijumpai di kalangan
petani-petani pada saat dilakukan acara "Maddoja bine" Acara
pembacaan kitab barzanji sudah membudaya di kalangan

masyarakat

Soppeng,

sehingga

setiap

acara-acara

yang

dianggap urgen dirangkaiankan dengan pembacaan barzanji.


Kemudian masalah-masalah makanan yang dihidangkan pada
acara Maddoja bine sudah jarang lagi "Palopo" tapi kebanyakan
nasi putih dan lauk pauknya seperti ayam, ikan dan lain-lain.
Setelah pembacaan barazanji selesai, serta telah menikmati
hidangan,

biasanya

acara

dilanjutkan

dengan

memainkan

permainan yang dapat membuat hadirin tidak mengantuk


sampai dini hari saat mana merupakan gilirannya diadakan
penaburan beni di sawah.
C. Upacara Perkawinan
Dengan masuknya Islam di Kabupateng Soppeng, maka
Upacara perkawian jauh berbeda dengan upacara perkawinan
sebelumnya. Apalagi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka upacara perkawinan
serba diwarnai oleh ajaran Islam.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan menyebutkan, bahwa :
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri': dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa?
Jika ditelusuri makna diktum diatas maka dikatakan bahwa
perkawinan itu sangat diperlukan oleh ummat manusia dalam
berkehidupan bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan tulisan yang
termuat dalam kitab Kifayatul Akhyar yang mengatakan sebagai
berikut :
Artinya:

Perkawinan menurut syari ialah ibarat tentang aqad yang


masyhur yang melengkapi, atas rukun-rukun dan syarat- syarat
serta dimutlakkan kepada aqad tentang watha.
Begitu pentingnya perkawinan, maka oleh Rasullullah dalam
hadisnya mengatakan:
Artinya:
Dari Abdullah Bin Masud, Ia berkata': telah bersabda
Rasulullah SAW. Kepada kami : Hal golongan orang-orang muda
siapa-siap dari kamu mampu kawin, hendaklah ia kawin karena
yang demikian lebih menundukkan pandangan mata dan lebih
memelihara kemaluan; dan barangsiapa tidak mampu, maka
hendaklah ia berpuasa karena ia itu pengebiri bagimu.
Mungkin dapat dikatakan bahwa usaha menjaga ketentraman
dan kestabilan dalam masyarakat perlu ada perkawinan, lebihlebih lagi jika kita simak tulisan yang menyatakan:
"Keluarga dalam bentuk yang peling sedarhana atau asasi
terdiri

atas

laki-laki

dan

perempuan,

hidup

dalam

ikatan

perkawinan, beserta masyarakatnya"


Berdasarkan kepada hal-hal tersebut di atas, maka sudah
dapat di paham /Pengertian perkawinan menurut Islam.
Dalam membahas upacara perkawinan ini penulis akan mulai
dari fase awal sampai seluruh rangkaian upacara perkawinan itu
selasai.

Fase-fase yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:


1. Acara "Mammanu-manu"

Fase

awal

dari

suatu

perencanaan

perkawinan

(mammanu- manu') pada dewasa ini tidak lagi seperti


dahulu kala.
Kenyataan dewasa ini acara "Mammanu-manu" tidak
mesti dilakukan dalam setiap pelaksanaan perkawinanhal ini disebabkan oleh adanya ikatan perjanjian dalam
pergaulan
belakang

di

ka langan

keluarga

muda

kedua

mudi,

be lah

sehingga

pihak

dan

latar
segala

imformasi, jauh sebelumnya sudah diketahui oleh kedua


belah pihak. Sehubungan dengan hal terse but muncul
istilah yang mengetakan "Riolo bottingngi tauwe elo
tomatoa

doita

tomatoa".

mato,

Maksudnya

makkukuae
dahulu

elota

orang

mato

kawin

doi

adalah

kehendak orang tua dengan uang si anak, sekarang


kehendak si anak dengan uang orang tua. Jadi dalam
acara mammanu-manu, ini pengaruh islam tidak begitu
nampak, tetapi yang sangat berpangaruh ialah faktor
perkembangan sosial.
2. Acara "madduta" (Meminang).
Peminangan dalam ilmu fi qhi disebut "Khitbah" artinya
Permintaan. Menurut istilah artinya ialah : Pernyataan
atau permintaan dari seorang laki-laki kepada seorang
wanita untuk mengawininya baik dilakukan oleh laki-laki
itu secara langsung ataupun dengan melalui perantara
pihak

yang

lain

yang

dipercayainya

sesuai

dengan

ketentuan-ketentuan agama.
Sebelum

melakukan

peminangan

siyasianya

seorang laki--laki menyelidiki terlebih dahulu mengenal


keadaan

wanita

yang

hendak

dipinangnya

guna

menjamin

kelangsungan

kehidupan

rumah

tangganya

kelak. Adapun yang sebaiknya diselidiki ter lebih dahulu


pada diri wanita itu antara lain : budi pekertinya dari
wanita itu yang akan dipinang; keadaan jasmaninya;
apakah wanita itu masih ada hubungan muhrim atau
tidak; apakah wanita yang akan dipinang itu akan serasi
dengan laki- laki tersebut, dan lain sebagainya,
Masyarakat kabupaten Soppeng sangat memperhatikan
tentang apakah wanita itu boleh dipinang atau haram
karna . tidak semua wanita itu bisa dikawini oleh, lakilaki.

Ada

yang

lamanya karena

tidak

bisa

dikawini

uatuk-

selama-

adanya hubungan darah, hubungan

semenda maupun hubungan susuan. dan ada pula yang


tidak beleh dikawini untuk sementara waktu. Hal ini
berlaku juga dalam peminangan, ada wanita yang boleh
dipinang dan adla yang tidak boleh dipinang.
Adapun wanita yang boleh dipinang adalah ::
a. Tidak ada halangan-halangan menurut ketentuan
syara' untuk dapat dikawini seketika, misalnya :
wanita yang tidak ada hubungan muhrim dengan
laki-laki yang hendak meminang, wanita yang tidak
dalam hubungan perkawinan dengan orang lain
atau wanita yang sedang men jalani iddah thalak
raji.
b. Wanita yang tidak sedang dipinang oleh laki-laki
lain,
Ada wanita yang haram dipinang secara berterus
terang

ataupun

secara

sindiran

dan

ada

pula

yang

haram

dipinang

se cara

terus

terang

tetapi

boleh

dipinang secara sindiran:


a. Wanita yang tidak boleh dipinang secara terus terang
ataupun sindiran Ialah :
1. Wanita yang sedang menjalani iddah talak raj'i,
karena wanita tersebut masih ada ikatan dengan
bekas suaminya
2. Wanita yang haram dipinang secara terus terang
tetapi boleh dipinang secara sindiran ialah;
a. Wanita yang sedang menjalani Iddah talak bain,
yaitu talak yang ketiga kalinya.
b. Wanita yang sedang menjalani iddah kematian.
Seorang laki-laki dilarang meminang seorang wanita
yang

sedang

dipinang

oleh

orang

lain,

sebelum

pinangan yang terdahulu ditolak atau peminang yang


terdahulu menginginkan,
Mengenai

pinangan

yang

dilakukan

oleh

masyarakat Soppeng sejalan dengan ketentuan tersebut


di atas. Hal ini membuktikan bahwa interaksi Islam
dalam masalah per kawinan sangat mempunyai peranan.
3. Mappettu ada.
Fase "Mappettu ada" dimaksudkan adalah. Fase yang
menentukan diterima atau ditolaknya

suatu lamaran

(pinangan) seorang laki-laki pada seorang perempuan.


Acara "Mappettu ada" yang masih berlangsung sekarang
sama saja dengan aca ra sebelum masuknya Islam.
4. Mappacci (tudang penni)

Pada

malam

pesta

perkawinan

diadakan

acara

"Mappacci" yang sering juga disebut dengan "Tudang


penni". Pada malam tersebut dilakukan pembacaan kitab
barzanji

atau

diistilahkan

dengan

"Massikiri

bunga"

yaitu membaca barzanji dengan lagu-lgu khusus yang


digunakan untuk malam pertama dari pesta perkawinan.
Diistilahkan "Massikiri Bunga" karena beberapa lembar
daun bunga yang diiris-iris kemudian ditabur setelah
pembacaan barzanji selesai Pada saat "Massikiri bunga"
penganting laki-laki duduk seorang sebagai layaknya
penganting

dengan

lengkap

pakaian

yang

disediakan

untuk

pakaian

pengantin.

sudah

Hal

ini

dimaksudkan untuk penghormatan kepada tamu-tamu


yang diundang. Apabila acara "Masikiri bunga" selesai,
maka

barulah

beberapa

dlaksanakan

kaum

acara

keluarga

"Mappacci"

pengantin

yaitu

laki-laki

memasukkan daun pacar dalam genggaman si pengantin


laki-laki. Pada malam "Mappacci" sudah mulai banyak
tamu-tamu dan terutama anggota masyarakat sudah
datang berkumpul menyaksikan acara "Mappacci" atau
tudang

penni.

Acara

ini

adalah

fase

awal

dari

pelaksanaan tehnis perkawinan. Jadi hanya merupakan


duduk pengantin (sendi rian) sebagai langka awal untuk
hari besoknya.
5. Pelaksanaan perkawinan.
Yang

dimaksudkan

pelaksanaan

perkawinan

dalam

skripsi ini - ialah tehnis jalannya perkawinan :


Pesta

perkawinan

Sebagai

dalam

Islam

disebut

walimah.,.

mana Hadis Nabi yang mengatakan:


Artinya;
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW. lihat pada
Abdurrahman bin Auf bekas kunings lalu bersabda: Apa
ini ? Ia jawab ya Rasulullah, saya kawin seorang perem puan dengan (maskawin) setimbang satu biji dari mas
Sabdanya

mudah-mudahan

Allah

berkati

bagimu.

Bikinlah walimah walaupun dengan seekor kambing .


Tata

cara

pelaksanaan

perkawinan,

pertama

penganting
perempuan menanti saat datangnya penganting laki-laki
ke rumah penganting perempuan sesuai waktu menurut
saat yang ditetapkan
ketika

melakukan

acara

Sianre

nanre",

Setelah

penganting laki-laki sudah datang di rumah penganting


perempuan, maka di laksanakanlah aqad nikah kemudian
selanjunya penganting duduk bersanding sebagai suami
isteri di hadapan undangan.
Acara yang dilakukan disaat mereka bersanding
adalah ceramah agama khutbah perkawinan (nasehat
perkawinan). Setelah nasehat perkawinan selesai baru
semua

tamu

pengantar

dan

segenap

penganting

Selanjutnya

kedua

penganting

laki-laki.

undangan

laki-laki

mampelai
Dan

demikian,

makan

berangkat

setibanya

di

juga

ber sama.
ke

rumah

rumah
sang

penganting laki-laki mereka duduk bersanding lagi, saat


mana ceramah (khutbah perkawinan ) diadakan juga
Setelah itu kedua mempelai diantar kembali ke rumah

penganting perempuan kemudian setelah itu beberapa


jumlah

barang

pappota

yaitu

dengan

membawa

sejumlah pemberian keluarga laki-laki dan setibanya di


rumah penganting perempuan mereka duduk bersanding
sejenak, kemudian di umumkan "pappota" yang diberikan
oleh

suaminya.

Perlu

dicatat

pula

bahwa

seketika

dilaksanakan antar mengantar ke rumah pengantin 1aki1aki/perempuan disertai dengan "Bosara" yaitu kalau
bangsawan delapan puluh jumlahnya, orang biasa dua
puluh bosara sedangkan "tau deceng " (orang baik-baik)
adalah

empat

diumumkan

puluh

maka

bosara.

kedua

pe

Setelah
nganting

pappota
membuka

pakaiannya (pakaian penganting) lalu diganti dengan


pakaian

biasa.

kembali

lagi

istilah

Kemudian

ke

"mabbenne

rumah

untuk

acara

penganting

tellu,

Dan

selanjutnya

laki-laki

kemudian

dengan

kembali

ke

rumah penganting perempuan "mabbenne tellu. Disaat


inilah berarti sudah selesai acara inti dari pelaksanaan
perkawinan.

Beberapa

hari

kemudian

be rangkatlah

keluarga pihak suami ke rumah menantu, barunya mem bawa sejumlah barang "Balanca Botting Paru (belanja
untuk penganting baru).
D. Upacara Kelahiran Bayi.
Setelah anak lahir dengan selamat, maka upacara
yangpenting
berarti

dilakukan

bulu

atau

ialah

rambut

upacara
anak

aqiqah.

yang

baru

Aqiqah
lahir

maksudnya ialah kurban yang disembelih berhubungan


lahirnya seorang anak,

sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara'.


Artinya:
Dari

Ayyub

dari

Ikrimah,

Bahwa

sanya

Nabi

SAW

mengaqiqahkan buat Hasan dan Husain, masing-masing


satu kibasy (kambing).
Upacara

aqiqah

yang

dilaksanakan

oleh

masyarakat

Soppeng adalah sesuai dengan Hadis tersebut di atas


hanya

biasanya

binatang

sembelihan

dilakukan

pemotongan kerbau. Namun pada dasarnya disertakan


dengan kambing.
Jadi jika lahir seorang anak, baik laki-laki maupun
perempuan

maka

orang

tuanya

berkewajiban

mengaqiqahkan anak nya itu baik dalam keadaan lapang,


maupun

dalam

kesempitan.

Rasulullah

melakukan

aqiqah itu pada hari ketujuh dari kela hiran cucunya.


Kebanyakan ulama berpendapat bahwa semua bi natang
yang dapat dijadikan binatang korban, yaitu unta, sapi,
kerbau, kambing dan domba dapat pula dijadikan bina tang aqiqah. Seang mazhab Maliki berpendapat bahwa
binatang aqiqah itu, ialah kambing dan domba. Mereka
tidak

menyebut

binatang-binatang

yang

lain.

Dasar

hukum pendapat mereka ini ialah perbuatan Rasulullah


S AW beliau mengaqiqahkan cucunya hasan dan Husain,
masing-masing
Ulama-Ulama

seekor
lainnya

kambing.
dapat

Pendapat

Malik

dikompromikan,

dan
yaitu

aqiqah yang paling baik ialah binatang kambing, sesuai


dengan perbuatan Rasulullah SAW. Dalam pada itu boleh
pula dijadikan binatang aqiqah semua binatang yang
boleh dijadikan binatang korbang. Ada dua Hadis yang
menerangkan

tentang

jumlah

bi natang

aqiqah

yang

disembelih untuk seorang anak, Hadis pertama ialah


Hadis

di

atas

Rasulullah

SAW

Dalam

Hadis

itu

mengakiqahkan

diterangkan
cucu

laki-laki

bahwa
beliau

yaitu Hasan dan Husain masing-masing dengan seekor


kambing Hadis kedua menerangkan bahwa seerang anak
laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing, sedang
anak perempuan diaqiqahkan seekor kambing hadis itu
Ialah:
Artinya;
Bari Ummu Kurzin, Ia berkata Aku mendengar Nabi
SAW Aqiqah anak laki-laki dua kambing yang bersamaan
dan buat anak perempuan satu kambing .
Imam Malik berpegang dengan Hadis pertama, karena
itu beliau berpendapat bahwa anak laki-laki dan anak
perempuan
dengan

masing-masing

seekor

kam bing,

mereka
sesuai

mengaqiqahkan

dengan

perbuatan

Rasulullah S AW, sedang Imam Syafi i dan Imam Hanbali


mengikuti Hadis kedua, karena itu beliau berpendapat
bahwa bagi anak laki-laki dua ekor kam bing sedang bagi
anak

perempuan

seekor

kambing,

Jumhur

fuqaha

berpendapat bahwa aqiqah itu hanya ' berlaku bagi


anak kecil saja, berdasarkan Hadis yang me ngatakan :
Artinya:
Dari Samurah bahwasanya Nabi S AW telah bersabda.
Tiap-tiap

seorang

anak

laki-laki

tergadai

dengan

aqiqahnya Disembelih (aqiqah) itu buat dia pada hari


yang ketujuhnya dan cukur dia dan dinamakan dia.

Sedang

sebahagian

fuqaha

berpendapat

bahwa

aqiqahitu boleh dilakukan setelah seseorang dewasa


Dari kedua pendapat ini dapat diambil kesimpulan
bahwa penyembelihan aqiqah yang paling baik ialah
dilakukan

pada

hari

ketujuh

dari

kelahiran

seorang

anak, sedang bagi orang yang belum diaqiqah, pada


masa kecilnya dapat diaqikahkan setelah umur-dewasa.
Perbuatan-perbuatan

yang

baik

dilakukan

pada

waktu anak baru lahir ada beberapa ketentuan sesuai


dengan Sunnah Nabi S AW :
a. Mengadzankan dan mengiqamatkan
Disunnatkan

mengadzankan

mengiqamatkan

anak

anak

perempuan

laki-laki

yang

baru

dan
lahir,

sehingga kata-kata yang pertama kali didengar oleh


seorang anak yang baru lahir itu adalah perkataan yang
baik

b. Memberi nama
Sunnah memberi nama berdasarkan Hadis tersebut di
muka.
Para Ulama Sepakat bahwa yang dijadikan nama itu
adalah

perkataan

yang

mempunyai

arti

yang

baik

seperti "Abdullah", Abdul Razak dan sebagainya dan


sepakat pula bahwa haram memberi nama yang dapat
dijadikan bahan olok- olokan dan caci maki
c. Mencukur rambut

Mencukur rambut adalah sunnah sekurang-kurangnya


menggunting sehelai rambut bersamaan pada

waktu

mengaqiqah dan waktu memberi nama. Dasar hukumnya


ialah Hadis Samurah di atas Menurut pendapat Imam
Malik,

di

hukumnya

samping

mencukur

bersedekah,

rambut

sunat

sekurang-kurangnya

pula

seharga

perak seberat rambut yang dipotong itu,


Sebagaimana yang telah diuraikan ini tentang upacara
kelahiran

bayi

membudaya
penulis

di

sepeti

diuraikan

diatas

sudah

kalangan masyarakat Soppeng,

mengatakan

bahwa

masyarakat

Jadi

Soppeng

beranggapan bahwa dalam hal upacara kelahiran bayi


sudah melaksanakan syariat Islam dan sudah ti dak lagi
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat
Islam,
E. UPACARA KEMATIAN.
Pada upacara kematian di Soppeng berbicara masalah
pengurusan jenazah dalam Islam, sehingga pembahasan
ini

meliputi

pembicaraan

dasar-dasar

penyelesaian

jenazah menurut Islam.


Menyelesaikan urusan jenazah termasuk perbuatan
tolong menolong, karena orang yang sudah mati tidak
akan berbuat lagi, maka orang yang ditinggalkan harus
segera

menolongnya

dalam

hal

menyelesaikan

menguburnya dan segala sangkut pautnya.

Allah berfi rman dalam surah Al-Maidah ayat 2 :

atau






Artinya :
Hai

orang-orang

melanggar

yang

syiar-syiar

beriman,

Allah,

dan

janganlah
jangan

kamu

melanggar

kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)


binatang-binatang

had-ya,

dan

binatang-binatang

qalaah-id dan ja ngan (pula) mengganggu orang-orang


yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
karunia

dan

keredhaan

dari

Tuhannya,

dan

apabila

kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah


berburuh.

Dan

janganlah

kepada

sesuatu

halangi

kamu

berbuat

kaum
dari

aniaya

sekali-kali

karena

masjidil

(kepada

kebencian

mereka
haram,

(mu)

menghalangmendorongmu

mereka).

Dan

tolong

menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya .
Pada akhir ayat tersebut di atas memerintahkan
tentang tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Menurut

penafsiran

yang

dikemukakan

oleh

Muhammad Jamal Munam yang dimaksud kebaikan dan


takwa adalah sebagai berikut:
Artinya :

Sesuatu

perbuatan

yang

dapat

menentramkan

jiwa

(perasaan).
Artinya:
Meninggalkan segala perbuatan dosa.
Dan hadits nabi SAW, yang berbunyi :
Artinya:
Dari Ibnu Musayyab, dari Abu Hurairah ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah SAW : Hak orang muslim atas
orang muslim ada lima, dan kami diceritakan Abdu Bin
Humaidi. Dikhabarkan kepada kami Abdurrazzak, dikha barkan Muammar dari Zuhri, dari Ibnu Musayyab dari
Abi Hurairah. berkata: Bersabda Rasulullah SAW ada
lima wajib bagi orang muslim terhadap saudaranya :
yaitu menjawab salam, menjawab orang yang bersin,
memenuhi

undangan,

menziarahi

orang

sakit

dan

mengantarkan jenazah.
Berdasarkan
bahwa

Hadis

mengantarkan

tersebut

jenazah

di

atas

termasuk

dipahami

salah

satu

kewajiban bagi orang Islam.


Menyelesaikan

urusan

jenazah

ialah

memandikan,

mengkapani, menyembahyangkan dan menguburkannya,


serta melaksa nakan dan memenuhi segala keperluankeperluan jenazah itu.
Beliau

(Nabi)

tidak

pernah

sembahyang

atas

jenazah orang yang membunuh dirinya dan atas orang


yang berkhianat dalam soal rampasan. Sesudah beliau

bersembahyang
jenazahnya

atas

simayit,

hingga

beliau

kekubur,

mengantarkan

berjalan

di

hadapan

jenazah.
Beliau

menyukai

supaya

yang

mengantarkan

jenazah, berjalan di belakang, jika ia berkendaraan, dan


berjalan

dekat

dengan

jenazah,

dibelakangnya,

di

mukanya, dikanannya atau dikirinya jika berjalan kaki.


Dan

beliau

menyuruh

su paya

mencepatkan

jalan

di

dalam mengantar jenazah itu. Jika beliau mengiringi


jenazah,

maka

beliau

tiada

duduk

sebelum

jenazah

diletakkan.
Yang disunnahkan kita sesudah menanam orang
mati ialah berhenti barang seketika untuk memohonkan
kepada

Allah

mengokohkan

supaya
jiwanya

mengampuni
dikala

dosa

menjawab

simati

dan

soal-soal

malaikat yang diajukan kepadanya. Jadi bukan hanya


menangis

meratap

sebab

yang

demikian

itu

adalah

perbuatan yang dilarang oleh Nabi. Setengah kebiasaan


Arab dizaman Jahiliah ialah meratap dan menyebutnyebut kebaikan orang yang telah mati.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Upacara-upacara

yang

dilakukan

masyarakat

Soppeng sebelum masuknya agama Islam, adalah


hanya berdasarkan da ri hasil budaya masyarakat
sendiri.
kepada

Mereka
suatu

mendatangkan

mendasarkan

peristiwa
manfaat

yang

akal

pikirannya

dianggap

tentang

da pat

kehidupannya.

Berdasarkan hasil pemikiran yang ditemukan itu


akhirnya menjadi kepercayaan yang dipelihara dan
dibudayakan masyarakat (generasi selanjutnya).
2. Bahwa

masuknya

agama

Soppeng

mempunyai

upacara

adat

upacara

Islam

intraksi

masyarakat,

perkawinan,

di

Kabupaten

terhadap
terutama

uppcara

berbagai
mengenai

kematian

dan

upacara kelahiran. Intraksi Islam terhadap upacara


tersebut

pada

dikalangan

prinsipnya

masya rakat.

sudah

membaur

Sedangkan

upacara

pertanian masih banyak kebudayaan lama tetap


dipelihara oleh petani-petani, sehingga bercampur
baur dengan ajaran Islam.
3. Bahwa strategis Kabupaten Soppeng sangat baik
dalam berbagai bidang, sehingga interaksi Islam
mudah

membudaya

dikalangan

masyarakat,

disebabkan di samping masyafakat patuh terhadap


ajaran
daerah

Islam,

juga

sekitarnya

karena
yang

adanya

respons

penduduknya

dari

memeluk

agama Islam,
4. Sejak

masuknya

agama

Islam

di

Kabupaten

Soppeng, maka tokoh-tokoh agama berusaha untuk


mengubah

adat

dan

tradisi

masyarakat

dalam

berbagai upacara, sehingga segala tantangan dan


rintangan dapat dilewati dan berhasil memurnikan
ajaran

Islam,

terutama

terhadap

upacara

perkawinan, upacara kela hiran bayi dan upacara


kematian.

5. Bahwa

hambatan

memurnikan
upacara
orang

aja^

yang
ran

dialami
Islam

adat hanyalah dari

tua

yang

mempunyai

dalam

dalam

kala.-

usaha

berbagai

ngan orang-

kepercayaan

yang

diwariskan oleh nenek moyangnya.


B. Saran-saran
1. Diharapkan
bekerja

Pemerintah

sama

dan

untuk

tokoh-tokoh

melakukan

agama

usaha-usaha

'dalam membudayakan ajaran Islam di kalangan


masyarakat

Soppeng

tentang

berbagai

upa cara

adat yang masih dianggap bertentangan dengan


ajaran Islam.
Tokoh-tokoh

agama

upacara-upacara

yang

perlu

mengisi

dilakukan

semua

oleh

bidang

masyarakat,

dalam bentuk ceramah-ceramah agama atau diskusidiskusi agama supaya ma syarakat dapat mengetahui
kekeliruan

yang

dilakukan

dalam

berbagai

upacara

tersebut dan menuju kepada pemurnian aja ran Islam.


Penduduk Kabupaten Soppeng pada umumnya adalah
petani, oleh karena itu pemerintah dan tokoh agama
perlu

melibatkan

dirinya

melihat

dan

berusaha

memperbaiki situasi dan tradisi yang menyimpang dari


ajaran Islam itu.
Agar

tokoh-tokoh

pengkaderan ter-

agama

mengadakan

suatu

Anda mungkin juga menyukai