Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Hubungan antara manusia dengan kebudayaan sungguh tak dapat dipisahkan, sehingga manusia
disebut sebagai makhluk budaya. Kebudayaan sendiri terdiri atas gagasan-gagasan, simbol-simbol,
dan nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan manusia. Manusia sebagai makhluk dengan simbol-
simbol dan memberikan makna pada simbol tersebut. Manusia berpikir, berperasaan dan bersikap
sesuai ungkapan-ungkapan yang simbolis. Sulawesi Selatan di wilayah barat (yang telah mekar
menjadi Provinsi Sulawesi Barat) juga dikenal sebagai pelaut hebat sejak jaman dahulu. Salah satu
yang menjadi ciri kehebatan pelaut di wilayah Sulawesi Barat ialah Perahu Sande’ sebagai alat
berlayarnya. Keberadaan perahu tradisional Sande’ sendiri baru terlihat pada awal tahun 1930-an,
adalah seorang peneliti asal Jerman, Horst H Liebner, yang kemudian melirik keindahan dari perahu
Sande’ ini sebagai wujud budaya yang perlu dilestarikan. Lebih jauh Liebner menilai tidak ada perahu
tradisional yang sekuat dan secepat Sande’, dan dianggap sebagai perahu tradisional tercepat yang
pernah ada di Austronesia. Pembuatan perahu Sande’ tidak semata-mata dibuat begitu saja.
Lahirnya perahu Sande’ merupakan wujud dari pembacaan masyarakat suku Mandar terhadap alam
yang disertai dengan pemahaman nilai-nilai luhur yang dipegangteguh dari masa ke masa. Nilai-nilai
kebudayaan suku Mandar sangat erat dalam pembuatan perahu Sande’, sehingga ia bukan hanya
sebagai alat melaut atau transportasi namun juga sebagai wujud kebudayaan dari suku Mandar itu
sendiri. Yang tidak kalah menarik dalam proses pembuatan perahu tradisonal Sande’ ialah sejumlah
aktivitas ritual atau prosesi upacara adat yang mengiri pembuatan perahu tersebut. Serangkaian
aktifitas yang dilakukan baik sebelum pembuatan perahu, proses pembuatan perahu Sande’, dan
setelah pembuatan perahu, dilakukan dengan serangkaian ritual adat tertentu yang dipegang teguh
oleh masyarakat suku Mandar dan telah dijalani selama turun-temurun. Penulis tertarik untuk
melakukan penelitian ini, di mana perahu Sande’ menyirat segudang makna yang perlu disampaikan.
Bukan hanya dari segi benda atau perahu Sande’ itu sendiri, tetapi juga dalam hal ritual-ritual atau
tradisi yang mengiringi terbentuknya hasil karya kebudayaan masyarakat suku Mandar, yang hadir
dari sistem pengetahuan dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat Mandar. Dalam proses
pelaksanaan ritual, terdapat simbol-simbol yang sarat akan makna sehingga sangat penting diketahui
makna dari simbol- simbol prosesi ritual tersebut. Simbol-simbol yang terdapat dalam ritual adat
masyarakat Mandar bukan sekedar simbol-simbol yang dibuat tanpa makna, namun terdapat pesan
yang ingin disampaikan melalui simbolisasi dalam proses ritual tersebut.
LANDASAN TEORI

Mitologi itu asal kata “mitos” yang artinya kepercayaan cerita tanpa dasar yang kuat dan bukan
sejarah. Istilah "mitologi" dapat berarti kajian tentang mitos, maupun sebuah himpunan atau koleksi
mitos-mitos. Dalam folkloristika, suatu mitos adalah kisah suci yang biasanya menjelaskan
bagaimana dunia maupun manusia dapat terbentuk seperti sekarang ini, meskipun dalam pengertian
yang sangat luas, istilah tersebut dapat mengacu kepada cerita tradisional. Kepercayaan adalah
suatu keadaan psikologis pada saat seseorangmenganggap suatu premis benar. Kepercayaan
menjadi aspek penting bagi sebuah komitmen atau janji dan komitmen hanya dapat direalisasikan
jika suatu saat berarti. Keyakinan atau kepercayaan adalah faktor penting yang dapat direalisasikan
jika suatu saat berarti. Keyakinan atau kepercayaan adalah factor penting yang dapat mengatasi
kritis dan kesulitan antara rekan bisnis selain itu juga merupakan asset penting dalam
mengembangkan hubungan jangka Panjang antar organisasi. Salah satu kepercayaan yang sampai
sekarang masih diyakini oleh masyarakat dalam pembuatan perahu Sande’ yaitu dengan melakuan
Ritual. Secara sederhana, ritual dapat dimaknai sebagai serangkaian aktifitas fisik untuk memperoleh
maksud atau tujuan tertentu. Ritual dapat terdiri dari aktifitas atau perilaku simbolik namun dapat
pula disertai dengan ucapan-ucapan atau mantra- mantra tertentu Menurut Winnick (Ismail 2002:
16), ritual merupakan seperangkat tindakan yang selalu melibatkan agama atau magis yang
dimantapkan melalui tradisi. Ritual tidak sama persis dengan pemujaan karena ritual merupakan
tindakan yang bersifat keseharian. Kehidupan masyarakat Suku Mandar, terutama yang bermukim di
wilayahpesisir sangat erat hubungannya dengan laut. Lautan atau sasiq (sebutan masyarakat
Mandar) dianggap sebagai suatu tempat yang memilki misteri dan rahasia. Laut bisa memberi
kehidupan, menawarkan berbagai kebaikan tetapi juga memunculkan kegelisahan bahkan
malapetaka secara bersamaan. Masyarakat Pamboang adalah sebuah daerah yang berada dipesisir
pantai Barat Sulawesi, dengan mayoritas penduduknya adalah nelayan dan pelaut, hiduplah
sekelompok masyarakat rukun dan damai meskipun kehidupan penduduk dalam kehidupan
sederhana. Jenis Perahu Sande’ adalah perahu milik khas orang Mandar, karena jenis dan model
perahu yang bercadik ini dibuat di Mandar dan hanya terdapat di Mandar, yang asli dibuat oleh para
“Pande Lopi’ to Mandar” (Seniman tukang perahu orang Mandar). Perahu Sande’ merupakan salah
satu unsur kebudayaan, oleh karena itu sejarah perahu Sande’ erat kaitannya dengan sejarah
perkembangan kebaharian Nusantara, sebagai salah satu tipe perahu yang bercadik yang di sebut
Palatto sebagai alat untuk keseimbangan agar tidak mudah terbalik walaupun diterjang oleh
ganasnya gelombang. Perahu Sande’ termasuk sebagai perahu tradisional milik orang Mandar yang
dalam proses pembuatannya dan peluncurannya ke laut dan penggunaannya masih bersifat
tradisional dan dipenuhi oleh tradisi-tradisi masa lampau.
“Perahu Sandeq dan Sebuah Tradisi di Tanah Mandar”

Wilayah laut Indonesia yang demikian luas dengan potensi perikanan yang amat besar itu
dihuni oleh suku bangsa yang beraneka ragam. Panjang pesisir di wilayah Indonesia yang
menduduki pesisir terpanjang kedua setelah Kanada ini menyebabkan sektor perikanan
merupakan potensi sumber daya alam yang menjajikan dari negara ini yang perlu dijaga
kelestariannya. Secara garis besar, masyarakat yang tinggal di pesisir merupakan
masyarakat yang melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan. Wilayah pesisir yang panjang disertai keaneka ragaman suku
menyebabkan hampir disetiap pesisir Indonesia memiliki adat istiadat yang variatif. Adat
istiadat masyarakat pesisir yang di dominasi oleh nelayan ini salah satunya adalah kearifan
lokal atau (lokal wisdom). Peran dan status kearifan lokal sebagai hukum atau aturan yang
dilaksanakan di wilayah-wilayah pesisir ini sangat penting mengingat dari sisi historinya yang
didapatkan dalam proses yang sangat panjang dan diturunkan secara lisan oleh masyarakat
secara turun menurun.

Sulawesi Barat adalah daerah yang berhadapan langsung dengan pesisir pantai yang
memiliki kaitan dengan budaya maritim yang terkenal dengan Perahu Sandeq. Perahu Sandeq
merupakan perahu layar tercepat di dunia. Perahu sandeq juga adalah sebuah ikon kehebatan
maritime masyarakat Mandar. Kehebatan para pelaut ulung Mandar dibuktikan melalui
pelayaran yang menggunakan perahu bercadik ini. Tercatat dalam sejarah perahu Sandeq
telah terbukti sanggup berlayar hingga ke Singapura, Malaysia, Jepang dan Madagaskar,
Australia, Amerika. Sandeq adalah jenis perahu layar bercadik yang telah lama digunakan
melaut oleh nelayan Mandar atau sebagai alat transportasi antar pulau. Ukuran sandeq
bervariasi, dengan lebar lambung berkisar antara 0,5 – 1,5 meter dan panjang 5 – 15 meter,
dengan daya angkut mulai dari beberapa ratus kilogram hingga 2 ton lebih, bentuknya yang
ramping menjadikannya lebih lincah dan lebih cepat dibandingkan dengan perahu layar
lainnya. Nama Sandeq berasal dari bahasa Mandar yang berarti runcing. Yang juga menjadi
ciri khas perahu sandeq adalah cadik di kiri dan kanan sebagai penyeimbang,
disebut baratang. Jumlahnya dua, di haluan namanya baratang uluang dan di bagian
tengah, baratang palaming. Di setiap ujung cadik dipasang bambu penyeimbang atau palatto.
Lalu, baratang dan palatto dihubungkan oleh kayu berbentuk siku disebut “tari”. Sebagai
perahu tradisional yang pergerakannya mengandalkan angin, sandeq pastinya memiliki
layar,dan bentuknya segitiga. Lalu tiang atau pallayarang dan bon disebut peloang, atau
gulungan. Fungsinya, untuk menggulung layar seusai berlayar. Ciri khas lain dari perahu
sandeq adalah warnanya yang serba putih. Siapa pun pemiliknya serta tahun berapa
dibuatnya, tanpa kecuali semua berwarna putih. Alasannya sangat simpel, agar terlihat bersih
dan rapi. Sedikit mengilas balik ke belakang, sebenarnya sandeq merupakan hasil jelmaan
perahu terdahulu Suku Mandar, yakni pakur. Perahu ini juga bercadik, bentuknya terbilang
kasar dengan ukuran yang agak lebih besar. Lantas, perahu ini pun diubah menjadi sandeq,
dengan pertimbangan agar lajunya bisa lebih cepat. Dan, pemunculan perdana perahu ini
pada 1930-an di Pambusuang, salah satu desa pelaut di Kecamatan Balanipa sekarang.
Hasilnya, sangat mengagumkan. Kecepatan sandeq konon menjadi perahu tradisional yang
tercepat di dunia

Perahu ini sangat masyhur sebagai warisan kebudayaan bahari Masyarakat Mandar,
Provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Sebelum penggunaan motor (mesin), sandeq menjadi
salah satu alat transportasi antar pulau paling dominan sebab selain lincah dan cepat, sandeq
juga dapat berlayar melawan arah angin, yaitu dengan teknik zig zag (dalam bahasa Mandar
disebut sebagai “Makkarakkayi”). Setiap tahun diadakan lomba perahu sandeq di Sulawesi
Barat. Sebenarnya nelayan Mandar membuat banyak jenis perahu baik ukuran kecil maupun
besar, namun sandeq satu-satunya perahu yang sepenuhnya menggunakan tenaga angin dan
masih digunakan di Sulawesi Barat saat ini. Perahu tradisional Mandar merupakan warisan
laluhur sebagai sarana para nelayan untuk mencari ikan di laut sebagai mata pencaharian,
sebagai sarana transportasi para pedagang pada masa silam mengarungi lautan untuk menjual
hasil bumi. Perahu Sandeq mempunyai ciri khas yang membedakan dengan kebanyakan
perahu bercadik lainnya. Sandeq yang menjadi kebanggaan masyarakat Mandar, selain ia
memiliki bentuk yang elok nan cantik dengan panjang kurang lebih 9 – 16 meter dengan
lebar 0,5 – 1 meter, di sisi kiri dan kanannya dipasang cadik dari bambu sebagai
penyeimbang, mengandalkan dorongan angin yang ditangkap layar berbentuk segitiga,
mampu dipacu hingga kecepatan 15 – 20 Knot atau 30 – 40 km perjam. Sehingga sebagai
perahu layar yang tercantik dan tercepat juga mampu menerjang ombak yang besar sekalipun.
Perahu Sandeq juga sanggup bertahan menghadapi angin dan gelombang saat mengejar
kawanan ikan tuna.

Perahu Sandeq dalam pembuatannya diiringi dengan prosesi atau ritual khusus yang membuat
Sandeq terasa istimewa. Suku Mandar memandang bahwa Perahu Sandeq sebagai benda bernyawa
yang akan menemani nelayan Mandar ketika melaut. Mereka percaya semakin baik dalam
memperlakukan saat pembuatan dan perawatan sandeq, maka semakin baik juga hasil yang akan
diperoleh. Berikut ritual atau prosesi dalam proses pembuatan Perahu Sandeq. Tahap pertama, yaitu
tahap awal pembuatan perahu. Tahap ini ditandai dengan adanya ritual mambaca-baca, yaitu acara
syukuran dan memohon doa keselamatan dalam proses pembuatan perahu, sekaligus secara
simbolis memulai pembuatan perahu sandeq.

Tahap kedua, tahap proses pembuatan perahu, dimulai dengan ritual mattobo, yaitu prosesi
pemasangan awal papan dinding perahu oleh tukang perahu. Pemasangan papan pertama dinilai
menentukan keberhasilan perahu sehingga harus dilakukan sendiri oleh kepala tukang dengan
rangkaian mantra tertentu.

Selanjutnya ritual memasang pallayarang, yaitu memasang tiang layar sebagai penggerak utama
perahu diiringi dengan ussul sebagai pengharapan kuatnya tiang layar yang digunakan.
Tahap ketiga merupakan ritual setelah pembuatan perahu selesai. Diawali dengan ritual Kuliwa atau
Makkuliwa lopi, merupakan salah satu bentuk ritual dikalangan masyarakat Mandar yang
dilakukan posasiq (nelayan) ketika ada perahu baru dan sebelum berangkat ke laut. Para
nelayan Mandar selalu mengupayakan melakukan ritual kuliwa untuk perahunya walaupun
dilakukan secara sederhana, karena posasiq Mandar meyakini jika tradisi kuliwa ini tidak
dilakukan, maka bisa jadi aka nada sesuatu yang merisaukan hati dan mengganggu dalam
pelayaran. Kuliwa dalam Bahasa Mandar yang berarti ‘’seimbang’’, dan ‘’makkuliwa’’
berarti ‘’menyeimbangkan’’. Dalam kaitannya dengan ritual nelayan, makkuliwa adalah doa
selamatan. Doa ini dimaksudkan agar tatanan kehidupan, baik darat maupun laut senantiasa
berada dalam keseimbangan, tidak saling mengganggu dan merusak, sehingga bisa hidup
tenang. Tradisi makkuliwa lopi adalah sebuah tradisi ma’baca-baca ketika ada sebuah perahu
(lopi) baru maupun perahu lama yang baru akan melaut lagi setelah lama tidak terpakai dan
biasanya dilakukan nelayan sebelum berangkat melaut, dimana perahu atau lopi yang
digunakannya terlebih dahulu dikuliwa. Acara ini dilakukan agar para nelayan memperoleh
barakkaq (berkah), mendapatkan rezeki yang banyak dan diberi assalamakang (keselamatan)
bagi nelayan maupun perahu itu sendiri. Prosesi kuliwauntuk perahu lama diartikan sebagai
prosesi memperbaharui perahu yang akan pergi berlayar agar nantinya mendatangkan
kebaikan.

Setelah itu, ritual makkotaq sanggilang, yaitu pembuatan lubang kemudi yang dilakukan langsung
oleh kepala tukang. Terakhir, peluncuran perahu (mapparondong), yaitu mendorong atau
mempertemukan perahu ke laut untuk pertama kalinya.
Secara garis besar, ritual atau prosesi yang dilakukan terdapat tiga tahap yang mengiringi proses
pembuatan perahu sandeq. Seiring perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, sedikit banyak
telah mempengaruhi proses pembuatan perahu sandeq hingga saat ini. Meskipun demikian, para
nelayan suku Mandar masih menganggap hal yang wajar dan diterima, karena perubahan tersebut
tidak mengubah esensi budaya dalam perahu sandeq.

Seperti umumnya penyelenggaraan ritual, selalu ada bahan-bahan pelengkap yang menjadi
prasyarata utama, seolah pelaksaan ritual tidak memiliki arti jika tidak ada bahan tersebut. Bahan-
bahan sesajian tersebut memiliki nilai simbolitas atau makna khusus bagi para posasiq, diantaranya:

a. Sokkol, makanan khas yang terbuat dari beras ketan (parepulu’), disiapkan dalam tiga macam
yaitu putih, hitam dan merah. Makanan sokkol merupakan simbol kesejahteraan dan pengharapan
agar perahu dapat mendatangkan hasil yang melimpah.

b. Kue cucur yaitu makanan khas berbentuk bundar pipih yang terbuat dari gula merah, sebagai
simbol pemanis agar setiap pekerjaan selalu berbuah manis (berhasil).
c. Telur sebagai simbol kebulatan tekad.

d. Beberapa jenis pisang (loka), seperti loka manurung atau pisang kepok sebagai simbol
penghormatan atau kedudukan (tomanurung), loka tira’ atau pisang ambon sebagai simbol
semangatatau cekatan (matira’), dan loka warangang atau pisang baraan sebagai simbol
pengharapan hasil yang melimpah atau banyak (baraan).

e. Ule – ule (bubur kacang ijo) adalah makanan khas daerah yang terbuat dari olahan gula merah dan
kacang hijau (kadang pula tidak menggunakan kacang hijau). Makanan ini disebut peca lopi (bubur
perahu) karena makanan ini menyerupai bubur dan diupayakan selalu ada (khas) ketika akan
melakukan peresmian perahu. Kataule’ berarti ikut, dengan ussul bahwa perahu ini akan selalu
diikuti oleh rezeki (ikan) selama pelayarannya (ule’-ule’ berarti ikut mengikuti).
f. Undung (Dupa) sebagai simbol wewangian, atas dasar anggapan bahwa agama Islam (agama
mayoritas orang Mandar) menyukai hal-hal yang wangi atau wewangian.

g. Sajian makanan dan kue untuk jamuan para tamu yang hadir.

Mulai melunturnya wacana kebudayaan nusantara di kalangan masyarakat dan generasi


muda saat ini dikarenakan masuknya pengaruh budaya asing, baik dari Barat maupun Asia.
Perkembangan teknologi yang menghapus ruang dan waktu juga memberi pengaruh besar.
Oleh karena itu, saya sebagai pelajar dan generasi muda memilih objek sejarah Perahu
Sandeq dan sebuah tradisi yang di lakukan secara turun temurun oleh leluhur kita di tanah
mandar yaitu tradisi makkuliwa lopi khususnya terkait nilai-nilai luhur harus terus disuarakan
untuk menangkal pengaruh eksternal-negatif yang salah satunya dapat dilakukan dengan cara
melestarikan, memajukan, dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan nusantara, serta
mengikuti kegiatan yang erat kaitannya dengan nilai budaya dan juga menginternalisasinya di
masyarakat khususnya generasi muda.Masyarakat merupakan komponen penting dalam
melestarikan sebuah budaya atau tradisi yang sudah ada, seperti halnya dengan sejarah
Perahu Sandeq dan juga tradisi Makkuliwa Lopi. Saya berharap kepada generasi muda seperti
saya ini maupun pemerintah setempat senantiasa menjaga dan melestarikan budaya-budaya
yang menjadi icon daerah kita dan mampu memperkaya kearifan lokal Indonesia khususnya
Mandar Majene.

Sejarah Jalur Rempah amat disayangkan jika harus tenggelam oleh zaman. Kesadaran akan
masa lalu itu sangat penting. Mengingatkan para pengambil kebijakan baik di pusat dan
daerah, akan pentingnya pembelajaran untuk generasi muda tentang sejarah Jalur Rempah.
Indonesia merupakan pusat penghasil rempah yang telah diakui dunia. Perdagangan rempah
kemudian turut mempengaruhi pertukaran budaya, filsafat, dan teknologi, dari berbagai
bangsa. Jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara,
Nusantara menjadi pemain penting di dunia lewat rempah-rempahnya.
Makalah

Perahu Sandeq dan Sebuah Tradisi di Tanah Mandar

ST. KHAFIAH IZABI

SMAN 1 POLEWALI

2021

Anda mungkin juga menyukai