Anda di halaman 1dari 4

Materi Mulok Kelas 9

BAB 1 : SEJARAH DAYAK NGAJU


A. Sejarah Dayak Ngaju
Suku Dayak Ngaju adalah suku asli di KalTeng yang persebarannya cukup luas dan utamanya
terkonsentrasi di daerah Palangka Raya, Kab. Pulang Pisau, Kab. Katingan, Kab. Kapuas, Kab. Gunung Mas,
Kab. Kotawaringin Timur, dan Kab. Seruyan. Suku Ngaju secara administrative merupakan suku baru yang
muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 18,02% dari penduduk KalTeng. Sebelumnya, suku
Ngaju tergabung ke dalam suku Dayak dalam sensus 1930. Melalui peradaban dan kebudayaan suku Ngaju
hingga saat ini telah membentuk karakter KalTeng sebagai sebuah provinsi dayak yang menjunjung tinggi
kelestarian budaya, adat, kelestarian alam tanpa mengesampingkan moderenisasi. Jumlah populasi suku
Ngaju ± 400.000 jiwa. Suku Ngaju dominan beragama Kristen (Katolik & Protestan), Islam, dan Kaharingan.
B. Etimologis
Suku Ngaju kebanyakan mendiami daerah aliran sungai Kapuas, Kahayan, Rungan Mahining, Barito, dan
Katingan bahkan ada pula yang mendiami daerah Kalimantan Selatan. Orang Dayak Ngaju yang kita kenal
sekarang, dalam literature pada masa-masa awal disebut dengan Biaju. Terminologi Biaju dipakai untuk
menyebut nama sekelompok masyarakat, sungau, wilayah dan pola hidup. Menurut Hikayat Banjar,
Sungai Kahayan dan Kapuas dahulu disebut dengan nama sungai Biaju yaitu Batang Biaju Besar dan
Batang Biaju Kecil. Orang yang mendiaminya disebut dengan Orang Biaju Basar dan Orang Biaju Kacil.
Sedangkan Sungai Murong (Kapuas-Murong) sekarang ini disebut dengan nama Batang Perak. Pulau
Petak yang merupakan tempat tinggal orang Ngaju disebut Biaju.
Terminologi Biaju berasal dari Bahasa orang Bakumpai yang secara ontologis merupakan bentuk kolokial
dari bi dan aju yang artinya “dari hulu” atau istilah yang digunakan untuk menyebut orang yang berdiam
di dan dari bagian hulu sungai. Istilah Biaju kemudian diperkenalkan kepada para pedagang dari Cina,
Inggris, dan Portugis yang berlabuh di pelabuhan Banjarmasin. Karena itu dalam catatan pelayaran para
pedagang Cina, Portugis dan Inggris dapat ditemukan kata Biaju.
Menurut Afdeeling Dajaklandeen (Afdeling Tanah-tanah Dayak 1898-1902) atau Tanah Biaju (sebelum
1826) adalah sebuah afdeling dalam Karasidenan Selatan dan Timur Borneo yang ditetapkan dalam
Staatblad tahun 1898 no. 178. Pada tahun 1855 daerah ini dinamakan De afdeeling groote en kleine
Dayak dengan ibu kota Kwala Kapoeas (Kuala Kapuas) terdiri dari distrik-distrik:
 Groote Dajak (Dayak Besar) terbagi lagi dalam onderdistrik-onderdistrik :
o Beneden Kahajan (Kahayan Kuala), Mideen Kahajan (Kahayan Tengah), Boven Kahajan
(Kahayan Hulu).
o Roengan (Rungan)
o Manoehing (Manuhing)
 Distrik Kleine Dajak (Dayak Kecil) terbagi atas onderdistrik :
o Beneden Kapoeas (Kapuas Kuala)
o Modeen Kapoeas (Kapuas Tengah)
o Boven Kapoeas (Kapuas Hulu)

C. Rumpun Suku Dayak


Berdasarkan daderah aliran sungai, Biaju terbagi menjadi :
 Batang Biaju Besar (Sungai Biaju Besar)
 Batang Biaju Kecil (Sungai Biaju Kecil)
Berdasarkan rumpun Bahasa, Suku Dayak Ngaju (Biaju) terbagi menjadi :
 Suku Dayak Ngaju (Ngaju Kapuas)
 Suku Dayak Kahayan (Ngaju Kahayan)
 Suku Dayak Katingan (Ngaju Katingan)
 Suku Dayak Mendawai (KalTeng)
 Suku Dayak Bakumpai (KalSel)
 Suku Dayak Mengkatip (KalTeng)
 Suku Dayak Berangas (KalSel) tahun 2010 dinyatakan punah berserta bahasanya karena melebur
ke dalam aliran Orang Banjar Kuala.
 Suku Dayak Beraki (Baraki) dinayatakan sudah punah

D. Asal Mula
Tentang leluhur asal usul Dayak Nagju dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan sejarah tentang orang
Dayak Nagju. Dalam sejarahnya leluhur Dayak Ngaju diyakini berasal dari kerajaan yang terletak di
lembah pegunungan Yunan bagian Selaran, tepatnya di Cina Barat Laut yang berbatasan dengan
Vietnam pada masa sekarang. Mereka bermigrasi secara besar-besaran dari daratan Asia (Prov
Yunan, Cina Selatan) sekitar 3000-1500 SM.

E. Susunan dan Tingkatan Masyarakat


Pada masa lampau masyarakat Dayak Ngaju memiliki susunan dan tingkatan strata sosial dalam
masyarakatnya yaitu:
1. Kepala Kampung, yang dimasa kolonial tugasnya hanya melaksanakan perintah pegawai kolonial,
dengan tugas utama menarik pajak dan mendayung perahu bagi para pegawai kolonial, apabila
mengunjungi kampung lain, mengakibatkan terjadinya perbedaan kelas dalam masyarakat. Ada
kaum bangsawan dan ada orang-orang pantan.
2. Orang-orang Pantan, adalah penduduk asli yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari diusahakan sendiri. Kewajiban mereka mematuhi perintah pimpinan, serta wajib
menyediakan tenaga sukarela apabila dibutuhkan pimpinan. Disini jelas nasib mereka banyak
tergantung kepada kepribadian pimpinan mereka.
3. Orang-orang Merdeka adalah keluarga jauh para kepala kampung. Mereka dibebaskan dari
kewajiban membayar pajak, namun tetap harus menyediakan tenaga secara sukarela apabila
dibutuhkan oleh pimpinan demi kepentingan umum.
4. Orang-orang Jipen adalah golongan budak. Para Jipen sama sekali tidak memiliki harta benda,
seluruh kebutuhan hidupnya disediakan oleh majikannya. Para kepala kampung, orang-orang
merdeka, dan orang-orang pantan diizinkan mempunyai jipen. Jipen berasal dari orang-orang
yang kalah perang dan tak sanggup melunasi hutang-hutangnya. Apabila para Jipen telah sanggup
melunasi hutangnya, maka kemerdekaan akan mereka peroleh. Akan tetapi bila hingga akhir
hayat utang belum mampu mereka lunasi, maka anak keturunannya akan tetap menjadi jipen,
yang biasa disebut “utus jipen”, sampai utang yang ada dilunasi.
5. Orang-orang Abdi adalah orang-orang yang dibeli.
6. Orang-orang Tangkapan atau tawanan.
7. Orang-orang Tamuei atau orang asing yaitu mereka yang bukan penduduk asli.

F. Tokoh Dayak Ngaju


1. Raja Maruhum, Raja Banjar Islam ke-4.
2. Nyai Undang, Ratu Kuta Baguh, Kerajaan Tanjung Pematang Sawang.
3. Raden Labih, Kepala suku Dayak Ngaju Sei Apui.
4. Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara, Tokoh Dayak Ngaju, Kepala Distrik Pulau Petak.
5. Damang Batu, Pemimpin Rapat Besar Dayak Tumbang Anoi, Tokoh Dayak Ngaju Tumbang Anoi
Kahayan.
6. Damang Anggen, Tokoh Dayak Ngaju, Kepala Distrik Mendawai Katingan.
7. Toemenggoeng Soera Djaja, Kepala Suku Dayak Ngaju dari Kampung Rawi, Pejuang Kalteng.
8. Damang Pijar, Kepala suku Dayak, Mantir Adat Kahayan Hulu.
9. Panglima Batur, Panglima Dayak Bakumpai, Pejuang Perang Barito.
10. Panglima Wangkang, Panglima Dayak Bakumpai, Pejuang Perang Barito.
11. Hausman Baboe, Tokoh Pendiri Kalteng, tokoh Pers Kalteng & pendiri harian “Suara Dayak” Koran
Indonesia Pertama.
12. Tjilik Riwut, Pahlawan Nasional Indonesia, Tokoh Pendiri Kalteng, Penulis Buku, Pejuang Kalteng &
Mantan Gubernur Kalteng.
13. Mahir Mahar, Tokoh pendiri Kalteng, tokoh pengusaha Kalteng.
14. Agustin Teras Narang, Gubernur Kalteng & Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN).

Anda mungkin juga menyukai