UNSUR
King menyadari bahwa ia memiliki kekayaan, ketenaran, dan nama besar dalam
dunia musik. Namun, ia juga menyadari bahwa ia sesungguhnya hanyalah orang
yang miskin. Secara mental, ia merasa tidak pernah sempurna karena ia tidak
pernah merasakan kasih sayang ibu yang sejati. Kasih sejati inilah yang menurut
saya selalu menjadi pencarian dan persoalan penting dalam lagu-lagunya.
Meski begitu, dalam masa tuanya, King tampaknya begitu terbuka untuk
mengampanyekan cinta terhadap sesama sebagai hal ideal yang ia cita-citakan.
King mampu meredam sejenak pencarian masa lalunya dengan menawarkan spirit
baru bagi masa depan. Bersama sejumlah musisi yang usianya lebih muda, King
meletakkan musik blues sebagai musik bagi kemanusiaan. Saya begitu terkesan
ketika King bermain bersama dengan Eric Clapton dalam album Riding with the
King yang diliris pada tahun 2000. Kolaborasi kedua super gitaris blues itu sangat
luar biasa! Saya juga begitu terpesona ketika pada tahun 1988 King
berkolaborasi dengan Bono dan U2 menyanyikan sebuah lagu berjudul When Love
Comes to Town. Lagu itu, menurut hemat saya, adalah sebuah proklamasi
keberpihakan King sebagai seorang selebritis dan figur publik dalam percaturan
sosial dan politik dunia. Lagu yang sarat dengan pesan kemanusiaan ini mengajak
pendengarnya untuk kembali berpaling kepada cinta dan kasih sebagai spirit
utama yang perlu ditegakkan di masa depan. Saya sungguh tertarik pada bait
akhir lagu ini. “I was there when they crucified my lord. I held the scabbard
when the soldier drew his sword. I threw the dice when they pierced his side,
but I've seen love conquer the great divide.” Cinta mengalahkan segala
permusuhan dan perang. Cinta menjadi jawaban bagi masa depan kemanusiaan.
Sebagai seorang musisi yang mapan, seharusnya King cukup berbahagia dengan
masa tuanya. Ia tidak perlu kembali naik ke atas panggung dan memainkan Lucille.
Ia telah memiliki segalanya. Namun, King memang membuktikan bahwa dalam
musik tidak pernah terdapat batasan. Meski diabetes akut mendera fisiknya,
jiwanya tidak terkungkung sama sekali. Ia selalu bergerak dan berkarya. Saya
kira Tuhan memang telah menakdirkannya sebagai seorang raja yang tidak
pernah berhenti untuk mengabdikan dirinya bagi dunia yang ia cintai. Tentu saja,
karena itu, sangatlah wajar jika namanya telah diabadikan jauh-jauh hari sebagai
nama jalan di Indianola, Mississippi, tempat ia menghabiskan masa kecilnya
bersama sang nenek.
Beberapa hari lalu, sang raja harus menemui Penciptanya. King meninggal sebagai
seorang maestro blues yang punya pengaruh penting dalam sejarah peradaban
manusia. Melalui musik yang ia lantunkan selama puluhan tahun, ia pun punya
sumbangan besar dalam diskursus kemanusiaan. Kesungguhan dan ketekunannya
untuk memaknai kehidupan adalah hal yang perlu diteladani darinya. Saya merasa
bahwa kematian King menjadi jawaban pencariannya akan cinta sejati selama ini.
Ia telah bebas dari trauma dan derita masa lalu. Ia telah merdeka dalam arti
yang sesungguhnya. Hal ini mengingatkan saya dengan satu bait syair yang pernah
ia sampaikan dalam lagunya The Thrill is Gone.
PENYANYI :
B.B KING
One of These Nights. Album tersebut dirilis pada 1975 di bawah naungan
label Asylum Records dan telah di-remaster pada 2013 lalu.
RED HOUSE
There's a red house over yonder, baby, that's where my baby stays.
Well, I ain't been home to see my baby in about ninety nine and one half
days,
I got a bad, bad feeling that my baby don't live here no more.
way back yonder 'cross the hill, (That's where I come from)
UNSUR LAGU
Setengah abad yang lalu, tepatnya 18 September 1970, gitaris legendaris ini
menghembuskan napas terakhirnya di rumah kekasihnya di London,
Inggris.Jimi Hendrix adalah seorang gitaris, penyanyi, dan komposer musik
kulit hitam Amerika, yang terkenal karena memadukan berbagai unsur musik
dalam karya-karyanya. Meski identik dengan musik rock, namun karya-karya
Jimi berhasil melebur berbagai genre, seperti soul, blues, dan jazz yang
membuatnya dijuluki sebagai seorang jenius.
PESAN
Jimi Hendrix pernah berkata, "Ketika saya mati, saya ingin orang-orang
memainkan musik saya, menjadi liar dan panik, melakukan apa pun yang
mereka ingin lakukan." OKE. Jadi bagaimana dengan "Purple Haze" untuk
kuartet senar... atau seruling... atau untuk bluegrass... atau bahkan gitaris
klasik? Mereka semua sudah selesai. Tetapi jika Anda ingin mendengar
"Purple Haze" pada instrumen yang ditulisnya, hanya ada satu tempat yang
harus dituju: Hendrix yang asli.
James marshall
Album live ini merupakan yang pertama kalinya direkanm dengan tanpa
band aslinya Jimi Hendrix Experiene.Rekaman dilakukan pada 1 Januari 1970
lalu di Fillmore East di New York City, Amerika Serikat
HOOCHIE COOCHIE
(muddy waters)
Lead me by my hand