Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Lagu Kontemporer dan Klasik Kristen

Musik Kontemporer atau biasanya disebut Musik Gospel diduga pertama kali muncul
dari gereja-gereja Afrika-Amerika dalam kuartal pertama dari abad ke-20, atau dalam
pengertian yang lebih luas, merujuk kepada music gospel kulit hitam maupun music religious
yang diciptakan dan dinyayikan, Istilah musik gospel dasarnya mengacu kepada himne dan
lagu yang liriknya berkaitan dengan Pekabaran Injil, dibandingkan kepada Mazmur. Musik
Kristen Kontemporer muncul pertama kali ketika terjadi kebangkitan Jesus Movement di
akhir tahun 1960, awal tahun 1970. Satu dari sekian banyak album Jesus, music yang populer
adalah Upon This Rock (1969) oleh Larry Norman yang dikeluarkan oleh Capitol Record.
Berbeda dengan Musik Gospel Tradisional di belahan bumi selatan, aliran Jesus Music yang
baru ini, warna musiknya bukan Rock & Roll. Pelopor dari kegerakan ini termasuk 2nd
Chapter of Acts, Andrae Crouch and the Disciples, Love Song, Petra, dan Barry McGuire.
Budaya Jesus Music ini menjadi luas, hingga menjadi sebuah indrustri musik yang bernilai
miliaran dolar di tahun 1980-an. Tahun 1990 an banyak artis-artis CCM seperti Amy Grant,
dc Talk, Michael W. Smith, Stryper dan Jars of Clay, telah mencapai kesuksesan dalam
industri

Musik. Sekarang ini penjualan musik Kristen kontemporer bahkan melebihi musik-
musik klasik, jazz, latin, New Age dan soundtrack musik. Larry Norman, pelopor rock
alternative Kristen sejak tahun 1960 dikenal sebagai the "Father of Christian Rock" (Bapak
Musik Rock Kristen), Dan Marsha Stevens, pemimpin dari Children of the Day dikenal
sebagai the "Mother of Contemporary Christian Music" (Induk dari Musik Kristen
Kontemporer) menurut versi The Encyclopedia of Contemporary Christian Music. Chuck
Girard dikenal pula sebagai artis pria Musik Kristen Kontemporer, yang merintis di gereja
California.

Music kontemporer sendiri merupakan hasil dari modernisasi atau salah satu
perwujudan dari era modern. Kemunculannya dipicu oleh gerakan aliran seni lukis
impresionisme pada abad ke-19 yang dipelopori oleh sejumlah seniman lukis asal Perancis:
Monet, Degas, Renoir, dan kawan-kawannya, mereka menolak pandangan romantisisme yang
di masa itu sudah diterima orang banyak dengan aliran baru, impresionisme yang lebih
menekankan pada impresi atau kesan yang diciptakan oleh sebuah karya seni. Kata
‘Kontemporer” sendiri berasal dari kata ‘co’ (bersama) dan ‘tempo’ (waktu), sehingga dapat
diartikan bahwa musik kontemporer adalah karya musik yang secara thematik merefleksikan
situasi waktu yang sedang dilalui (zaman kini). Dasar musik yang dipakai adalah pop, rock
dan praise & worship.

1. The Cross Has Final World


‘The Cross Has The Final Word’ merupakan salah satu lagu baru dari pemimpin
pujian Cody Carbes, suami dari penyanyi rohani Kari Jobe, yang dipersembahan
khusus di momen Paskah. Bukan hanya sekadar sebuah lagu penyembahan saja, lagu
‘The Cross Has The Final Word’ adalah sebuah single yang tercipta dari perenungan
mendalam Cody. Kata ‘cross’ atau salib menjadi kata kunci yang diucapkannya
berulang-ulang dalam lagu ini. Dan lewat lagu inilah Cody menggambarkan makna
‘salib’ itu sendiri bagi hidup orang Kristen. “Tahun lalu waktu hari Jumat Agung, aku
mulai menulis lagu ini. Waktu itu, aku sedang duduk-duduk sembari merenungkan
salib dan meminta Tuhan untuk menunjukkan secercah harapan di tengah dunia yang
penuh kegelapan dan mencekamkan ini. Aku merasa Dia seperti berkata ‘Salib adalah
kata terakhir’ dan hal itu mengingatkan aku kalau segalanya di bawah kontrol-Nya,”
ucap Cody. Saat itulah Cody menulis lagu ini bait demi bait hingga tercipta menjadi
sebuah lagu yang kuat dan menyentuh. Lewat single ini, Cody berharap banyak orang
bisa mengalami persekutuan yang intim bersama Tuhan. “Aku berdoa supaya lagu ini
menumbuhkan iman di dalam hati kalian waktu kalian memperkatakannya dalam
setiap situasi apapun yang kalian hadapi. Aku sering kali berpikir kalau situasi yang
mustahil terjadi itu adalah mengatur mujizat dari Tuhan,” lanjutnya. Secara resmi
single inipun diperkenalkan di awal tahun lalu dan banyak orang yang mengaku
diberkati oleh lagu tersebut. Cody Carnes adalah pemimpin pujian yang kerap tampil
bersama sang istri Kari Jobe bersama Capitol CMG. Bersama Kari, dia sudah menulis
lagu sebelumnya yaitu ‘Let The Heavens Open’ yang ada dalam album ‘Majestic’
nya. Selain itu, Cody juga turut ambil bagian dalam pembuatan album Kari berjudul
‘The Garden’.
2. Amazing Grace
Pada tahun 1748 sebuah kapal dagang mengalami bencana dahsyat dalam
pelayarannya ke Inggris. Ketika itu badai mengamuk kencang mengguncang seluruh
awak kapal serta barang-barang bawaan mereka, semua orang yang berada di atas
kapal tersebut panik dan banyak diantaranya pasrah menerima kematian sebab
bencana topan diatas air laut itu tampaknya tidak memberi harapan pada kapal mereka
untuk selamat dan segera akan menenggelamkan mereka ke dasar laut. Ditengah
keadaan yang sulit, John Newton seorang pemuda asal Inggris yang juga berada diatas
kapal tersebut menjadi sangat ketakutan. Ia menganggap dirinya seperti Yunus yang
sedang berlayar membawa 'dosa' . Tak heran karena perdagangan budak kulit hitam
dari Afrika adalah menjadi lahan bisnisnya selama ini. Ia kerap kali berlayar ke Afrika
mencari pemuda-pemuda cakap dan menjual mereka ke Inggris untuk dijadikan
budak. Di tengah malam dalam kapal yang berguncang keras tersebut akhirnya ia
keluar lalu berdoa memohon kepada Allah agar menyelamatkannya.

Seperti mujizat, tak lama kemudian laut menjadi tenang seketika itu juga, dan kapal
yang berada dalam bahaya itupun akhirnya selamat dari tengah badai topan yang
mengamuk serta kembali berlayar dengan tenang. Peristiwa ini lalu menjadi awal titik
balik pertobatan John Newton dari dunia perdagangan budak, perjudian dan dari
seorang pemabuk berat. 6 tahun kemudian John Newton benar-benar memilih
jalannya untuk menyerahkan diri menjadi pelayan Tuhan dengan meninggalkan
dunianya yang lama dan belajar ilmu teologi Kristen untuk menjadi seorang Pendeta.

Perjumpaannya dengan kuasa Tuhan dalam badai kapal tersebut akhirnya melahirkan
sebuah lagu sederhana namun sangat terkenal dari masa ke masa. Lagu indah sebagai
luapan syukur hatinya atas anugerah Allah. Lagu indah yang telah menjadi
penghiburan bagi banyak orang disaat sukar dan gentar.

Lagu “Amazing Grace” adalah salah satu lagu pujian yang diciptakan oleh John
Newton pada tahun 1779, atas dasar kesaksiannya sebagai seorang yang pernah
mengalami ajaibnya anugerah Tuhan yang telah menyelamatkan hidupnya diatas
kapal yang hampir tenggelam.

Pendeta John Newton tetap berkotbah di sepanjang hidupnya sekalipun pada masa
tuanya ia menjadi buta secara fisik, dan meninggal dunia pada bulan Desember tahun
1807. Dalam keadaannya yang buta ia memberikan kesaksian keselamatannya yang
lebih berharga dari apapun yang dahulu ia miliki. Ia berkata,
“Dulu aku buta namun sekarang aku melihat”. Karena ia telah menerima anugerah
Allah yang menyelamatkan jalan hidupnya menuju terang.

Di waktu yang sama, lewat lagu indah “Amazing Grace” karya John Newton itu pula
terciptalah sejarah baru bagi Kerajaan Inggris. Lagu indah tersebut telah begitu
mengetuk pintu hati William Wilberforce seorang anggota parlemen Inggris dan juga
‘anak rohani’ dari John Newton untuk berjuang menghapuskan perdagangan budak
kulit hitam yang memalukan di negaranya. Atas dasar anugerah Allah yang besar,
dengan penuh keberanian dan dengan lantang Wilberforce menyatakan dalam
kampanyenya bahwa,

“Ingatlah...Tuhan menciptakan semua manusia sama.”

Melalui perjuangan panjang Wilberforce, pada bulan Agustus tahun 1833 parlemen
Inggris akhirnya menetapkan untuk menghapuskan segala bentuk perbudakan dari
Kerajaan Inggris.

Jika Anda mendengar lagu “Amazing Grace” (Ajaib Benar Anugerah) maka kita
dapat merasakan betapa besarnya rasa syukur yang terucap dari pengarangnya atas
anugerah Allah yang bersedia menyelamatkan siapapun juga yang mau datang dan
berserah pada-Nya.

Sebuah lagu yang menjadi pujian kepada Allah dan juga lagu yang telah mengawali
lahirnya sebuah sejarah baru bagi dunia.
Musik klasik merupakan istilah luas yang biasanya mengarah pada musik yang dibuat
di atau berakar dari tradisi kesenian Barat, musik kristiani, dan musik orkestra, mencakup
periode dari sekitar abad ke-9 hingga abad ke-21.

Musik klasik Eropa dibedakan dari bentuk musik non-Eropa dan musik populer terutama oleh
sistem notasi musiknya, yang sudah digunakan sejak sekitar abad ke-16. Notasi musik barat
digunakan oleh komponis untuk memberi petunjuk kepada pembawa musik mengenai tinggi
nada, kecepatan, metrum, ritme individual, dan pembawaan tepat suatu karya musik. Hal ini
membatasi adanya praktik-praktik seperti improvisasi dan ornamentasi ad libitum yang sering
didengar pada musik non-Eropa (bandingkan dengan musik klasik india dan musik
tradisional jepang) maupun musik populer.

Sejak abad ke-2 dan abad ke-3 sebelum Masehi, di Tiongkok dan Mesir ada musik yang
mempunyai bentuk tertentu. Dengan mendapat pengaruh dari Mesir dan Babilon,
berkembanglah musik Hibrani yang dikemudian hari berkembang menjadi musik Gereja.
Musik itu kemudian disenangi oleh masyarakat, karena adanya pemain-pemain musik yang
mengembara serta menyanyikan lagu yang dipakai pada upacara Gereja. Musik itu tersebar di
seluruh Eropa kemudian tumbuh berkembang, dan musik instrumental maju dengan pesat
setelah ada perbaikan pada alat-alat musik, misalnya biola dan cello. Kemudian timbulah alat
musik Orgel. Komponis besar muncul di Jerman, Prancis, Italia, dan Rusia. Dalam abad ke
19, rasa kebangsaan mulai bangun dan berkembang. Oleh karena itu perkembangan musik
pecah menurut kebangsaannya masing-masing, meskipun pada permulaannya sama-sama
bergaya Romantik. Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan mendamaikan hati
yang gundah mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme. Mulai abad 20,
Prancis menjadi pelopor dengan musik Impresionistis yang segera diganti dengan musik
Ekspresionistis

“Musik Klasik” pada dasarnya bukan hanya sebatas nama dari salah satu aliran/jenis musik.
Tapi juga istilah luas yang mengacu pada tiga periode musik yang sangat populer pada zaman
itu di Eropa barat. Istilah “Klasik” sendiri diambil dari nama salah satu periode itu. Tiga
periode musik yang dimaksud yaitu:

 Zaman Barok dan Rokoko

Musik Barok adalah musik klasik barat yang digubah pada Zaman Barok (Baroque), kira-kira
antara tahun 1600 dan 1750. Kata “Barok” berarti “mutiara yang tidak berbentuk wajar“, hal
ini sangat cocok dengan seni dan perancangan bangunan pada era itu. Kata “Barok” pada
akhirnya juga dipakai untuk jenis musik pada saat itu.

Ciri-ciri dari musik Barok, antara lain:

 Melodi cenderung lincah.


 Banyak menggunakan ornamen.
 Ada dinamik forte dan piano.
 Harmoni dua nada atau lebih berbunyi bergantian (polifonik/kontrapung).
 Lazimnya hanya mencerminkan satu jenis emosi saja.

Para komponis musik Barok membuat perubahan di notasi musik dan juga menciptakan cara
baru dalam memainkan instrumen musik. Era musik Barok juga merupakan tonggak dari
terciptanya dan diakuinya musik dalam opera. Banyak sekali teknik musik dan konsep musik
dari era Barok masih dipakai hingga saat ini. Kebanyakan dari alat musik klasik dimainkan
dengan sangat baik di era ini. Pada zaman Barok, piano belum ditemukan, dan komposisi
dikarang untuk hapsichord. Karya Bach untuk hapsicord lazim mempunyai dua melodi atau
lebih untuk tangan kanan dan tangan kiri. Musik Barok jarang mempunyai modulasi atau
rubato.

 Zaman Klasik

Bila dibandingkan dengan musik era Barok, musik era klasik lebih ringan, lebih mudah dan
tidak membingungkan, serta mempunya tekstur yang jauh lebih jelas. Melodi yang dimainkan
di era ini biasanya lebih pendek dari era Barok. Ukuran orkestra sangat berkembang baik
dalam kuantitas maupun kualitas.

Ciri-ciri dari musik zaman Klasik, antara lain:

 Ornamen lebih dibatasi.


 Ada peralihan tempo accelerando dan ritardando.
 Ada peralihan dinamik crescendo dan decrescendo.
 Harmoni tiga nada atau lebih bunyi bersamaan (homofonik).

Pada zaman klasik muncul bentuk komposisi musik yang disebut sonata dan simfoni. Sonata
adalah karya musik untuk permainan solo, sedangkan simfoni adalah untuk orkestra. Bentuk
simfoni hamper mirip dengan sonata, hanya saja simfoni biasanya dilengkapi dengan bagian
sisipan yang disebut minuet, trio, dan scherzo.

 Zaman Romantik

Walaupun dinamakan era musik Romantik, bukan berarti musik di era ini hanya berisi
tentang cinta ataupun cinta yang Romantik. Dinamakan Romantik karena dapat
menggambarkan komposisi musik pada jangka waktu tersebut. Romantik disini tidak ada
hubungannya dengan cinta. Romantik disini menggambarkan karya-karya dan komposisi
musik yang lebih bergairah dan jauh lebih ekspresif dari pada era-era sebelumnya.

Karakteristik utama dari musik Romantik sendiri adalah kebebasan lebih dalam bentuk musik
dan ekspresi emosi serta imajinasi dari komponis. Lalu ukuran dari orkestra yang menjadi
semakin besar dan bahkan bisa disebut raksasa dibandingkan sebelumnya. Hasil karya dari
para komponis juga menjadi semakin kaya akan variasi dari mulai lagu hingga karya pendek
dengan piano dan diakhiri dengan ending yang sangat spektakuler dan dramatis pada
puncaknya. Secara teknik, para pemain musik pada era ini juga mempunyai level sangat
tinggi.

Ciri-ciri dari musik zaman romantik, antara lain:

 Ciri Tidak ada ornamen.


 Melodi berekspresi.
 Harmoni bervariasi, homofonik dan polifonik.
 Penggunaan dinamik dan tempo secara optimal dan bervariasi.

Musik gereja adalah suatu jenis musik yang berkembang di kalangan Kristen (juga pada
zaman sebelum kekristenan: Yahudi), terutama dilihat dari penggunaannya dalam ibadah
gereja. Seorang tokoh musik gereja, Mawene (seorang Teolog Perjanjian Lama dari
Indonesia, tetapi juga memberi perhatian dalam Musik Gereja), dalam bukunya Gereja yang
Bernyanyi menyebutkan musik gereja merupakan ungkapan isi hati orang percaya (Kristen)
yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang bernada dan berirama secara harmonis, antara
lain dalam bentuk lagu dan nyanyian. Sama dengan musik secara umum, dua unsur; vokal
dan instrumental harus diperhatikan, dan terkhusus dalam bermusik di gereja yang sarat
dengan makna teologis dan berkenaan dengan iman umat, dua hal itu sangat penting untuk
disajikan secara tepat agar umat mampu menghayati imannya dengan bantuan musik.
1. Kami Puji dengan Riang
Sebuah kidung populer di kalangan gereja-gereja Protestan yang termuat
dalam buku nyanyian Kristen Kidung Jemaat Nomor 3, yang diterbitkan oleh
Yamuger. Kidung ini menggunakan nada Hymn of Joy gubahan komposer
Beethoven pada tahun 1824, sedangkan syair pertama dari kidung ini dalam
bahasa Inggris ditulis oleh Henry van Dyke pada tahun 1907 dengan judul asli
Joyful, Joyful, We Adore Thee. Terjemahan versi Yamuger digubah oleh E. L.
Pohan pada tahun 1978. Kidung ini biasa dinyanyikan sebagai nyanyian prosesi
perarakan Pendeta dan Penatua memasuki Tempat ibadah dalam Kebaktian
Protestan.
“Bagiku tak ada hal yang lebih menggembirakan selain bertemu dengan Allah
lalu sesudah itu memantulkan cahaya wajah-Nya kepada orang lain”, demikian
tulis Beethoven tentang perasaannya setiap kali ia mengurung diri dan
menghasilkan sebuah karya musik.

Ludwig van Beethoven (1770-1827) memang telah memantulkan cahaya


Tuhan dalam bentuk karya musik yang terus abadi hingga kini. Ia telah
mengarang ratusan simfoni, kuartet, sonata, variasi, fidelio, kantata dan banyak
lagu gereja serta lagu umum.

Begitulah jalan hidup Beethoven selanjutnya. Sebagai seorang yang tetap


membujang seumur hidup, setiap hari ia mengarang karya musik. Tiap kali
mencari ilham ia mengurung dirinya sampai berhari-hari. Santapannya sering kali
menjadi basi karena ia lupa makan. Lalu setiap kali ia berhasil menyelesaikan
sebuah karangan, ia keluar ruangan dengan rasa girang. Ia merasa telah melihat
wajah Tuhan. Ia merasa telah melihat cahaya ilahi, dan ia ingin memantulkan
cahaya itu kepada orang lain, melalui karya musiknya. Ia merasa seolah-olah
wajahnya bercahaya seperti Musa yang wajahnya sampai harus diselubungi,
ketika “kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan Tuhan”.
(Keluaran 34:29-35).

Spiritualitas Beethoven berbuah dalam bentuk karya musik. Tulisnya,


“Tujuanku adalah menghadirkan kemuliaan Tuhan dan menggetarkan kalbu para
pemusik yang melantunkan lagu-lagu ini serta para pendengarnya.”
Sepanjang hidupnya Beethoven, juga menderita akibat rupa-rupa penyakit.
Yang paling menyedihkan adalah gangguan pendengarannya. Telinga adalah
anggota tubuh yang paling dipakai oleh Beethoven dalam karyanya. Akibatnya,
telinganya cepat rusak. Pada usia 28 tahun, pendengarannya mulai berkurang.
Kian lama kian parah. Ia memimpin konser padahal ia sendiri tidak bisa
mendengarnya. Pada usia 44 tahun, ia menjadi benar-benar tuli. Sejak itu, ia tidak
tampil lagi di panggung. Ia berkarya di rumah. Selain itu, ia juga menderita
beberapa penyakit lain. Ketika menyanyikan lagu “Kami Puji Dengan Riang”, dari
Kidung Jemaat nomor 3, tidak banyak orang tahu bahwa lagu itu diciptakan oleh
Beethoven yang sudah tuli total dan sakit-sakitan, pada usia 54 tahun.

Sedangkan lirik pada kidung ini baru ditulis pada tahun 1907, oleh seorang
Pendeta Gereja Presbiterian Amerika Serikat, Henry van Dyke saat memandang
keindahan pegunungan Berkshire di Massachusetts. Kombinasi kata-kata dan
musik yang hebat ini menghasilkan “Joyful, Joyful, We Adore Thee,” yang
merupakan satu dari ekspresi himne berbahasa Inggris yang paling riang.

Satu dari ide-ide van Dyke yang penuh kekuatan adalah bahwa kasih karunia
Allah bagi kita seharusnya melahirkan kasih persaudaraan bagi sesama kita.
Dengan pertolongan Allah kita dapat mengatasi perselisihan dan dibangun dalam
sukacita Tuhan yaitu pada saat kita membagikan kasih kita kepada orang lain
setiap hari.

Henry van Dyke adalah pendeta Presbiterian terkenal, yang untuk beberapa
lama melayani sebagai moderator dalam denominasinya, dan juga sebagai seorang
Pendeta Angkatan Laut dalam Perang Dunia I. Di kemudian hari ia menjadi Duta
Besar di Belanda dan Luxemburg pada pemerintahan Presiden Wilson. Selama
beberapa tahun, ia juga melayani sebagai Guru Besar Kesusasteraan di Universitas
Princeton.
2. Ave Maria
Lagu ini asalnya dari puisi naratif karangan Sir Walter Scott yang dipublikasikan
tahun 1810. Puisi ini bercerita tentang persaingan tiga pemuda Roderick Dhu,
James Fitz-James, dan Malcolm Graeme memperebutkan cinta Ellen Douglas.
Selain itu juga diceritakan peperangan antara raja Inggris James V dengan klan
highland Skotlandia yang dipimpin Roderick Dhu.

Di salah satu bagiannya, diceritakan Ellen Douglas berdoa Salam Maria demi
keselamatan Malcolm Graeme, pria yang diam-diam dicintainya, sebelum seluruh
anggota klan pergi berperang. Puisi ini diterjemahkan ke bahasa Jerman oleh
Adam Storck. Komposer terkenal Franz Schubert kemudian membuat komposisi
lagu berdasarkan pusi terjemahan itu.
Judul lagu ini seharusnya adalah The Lady of The Lake, tetapi karena diawal lagu
sudah terdengar suara berat “Ave Mariaa…,” maka orang yang mendengarkan
akan mengira lagu ini berjudul Ave Maria. Kata “Ave Maria” dalam bahasa
Inggris bisa disebut sebagai hail Maria atau dalam bahasa Indonesia salam untuk
Maria. Maria adalah ibunda dari Yesus, jadi maksud dari lagu ini sebenarnya
bagaimana manusia bisa menitipkan doa lewat perantara Maria. Tetapi lagu ini
diciptakan nggak sekedar lagu untuk Maria seorang. Lagu ini mengisahkan
bagaimana kisah pilu seorang wanita untuk mendapatkan cita-citanya. Sebelum
cita-citanya tercapai, wanita ini harus melalui beberapa cobaan, tetapi pada
akhirnya wanita tersebut mendapatkan apa yang didapatkannya.

Anda mungkin juga menyukai