Anda di halaman 1dari 29

KEBUDAYAAN MASYARAKAT

NIAS DAN MENTAWAI

Mata Kuliah: Pemahaman Lintas Budaya


Kuliah ke 13
Kehidupan Masyarakat
Kehidupan masyarakat diberbagai Daerah dapat
dikelompokkan didalam berbagai aspek,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bahasa
2. Sistem Kemasyarakatan / Pola Menetap
3. Mata Pencaharian
4. Religi
5. Teknologi
Bahasa di Daerah Nias
Bahasa Nias juga termasuk rumpun bahas
Melayu-Polinesia, tetapi agak berbeda dengan bahasa
Nusantara lainnya sifatnya Vokalis, yaitu tidak mengenal
konsonan di tengah maupun akhir kata. Kecuali itu bahasa
Nias mempunyai huruf bunyi tunggal “vocal” yang khas
yaitu o, yang hampir sama dengan e pepet. Bahasa Nias
mempunyai Dua Logat, yaitu Logat-Logat 1. Nias Utara
2. Nias Selatan atau Tello.
Logat pertama digunakan di Nias bagian Utara, Timur dan
Barat sedangkan Logat kedua di Nias bagian Tengah,
Selatan, dan Kepulauan Batu.
Pola Menetap di Daerah Nias
Orang Nias mendiami Kabupaten Nias yang terdiri
dari satu pulau besar utama dan beberapa pulau kecil
yang ada disekitarnya seperti pulau Hinako di Barat,
pulau- pulau Senau dan Lafau di Utara, pulau Batu di
Selatan dan lain-lain.
Banua-banua / desa-desa Nias di pedalaman sukar
sekali dihampiri karena pada masa lampau di bangun
didaerah perbukitan untuk pertahanan. Satu Banua
terdiri dari beberapa kampung dan setiap kampung ada
sekitar 100 rumah yang masing-masing rumah ditinggali
oleh satu keluarga luas/ Virilokal. Virilokal adalah satu
keluarga utama dan keluarga dari putra dan putrinya.
bentuk denah didaerah Nias seperti huruf U, terutama
dibagian utara dan selatan, dengan rumah Tuhenori /
Kepala negri atau Salawa / Kepala desa sebagai pusat di
ujung, menghadapi suatu lapangan yang dilandasi
dengan batu batu pipih. Di kedua sisi dari lapangan ada
rumah rumah penduduk. Di Nias bagian Utara, Timur
dan Barat bentuk denah desa tidak menunjukkan huruf
U, tetapi dua garis Pararel.
Mata Pencaharian di Daerah Nias
Mata pencaharian hidup orang Nias yang tinggal
didaerah kecuali Pantai biasanya adalah bercocok
tanam, sedangkan didaerah Pantai umumnya berkebun
Kelapa. Ada bercocok tanam di ladang / Sabe’e tetapi
ada pula yang bercocok tanam di sawah / Laza. Alat
yang digunakan masih sangat sederhana yaitu kapak
besi / fato serta parang besi / selewa. Untuk membuka
hutan dan membabat semak adalah tongkat tunggal /
taru. Bajak tidak dugunakan dalam mengolah ladang.
Dan alat untuk menuai padi adalah Balatu Wamasi,
sebuah pisau kecil yang bergagang seperti Cincin untuk
diselipkan pada jari si pemakai, seperti ani-ani / Guti.
Mata Pencaharian lain orang Nias adalah berburu
menangkap ikan disungai, beternak. Berburu terutama
dilakukan ketika padi-padi diladangnya sudah muali
berbenih. Hal itu dilakukan untuk menumpas hama dan
sekaligus memperoleh sumber protein dari hewan
buruannya.
Binatang yang diburu adalah Babi Hutan / Sokha, Kancil /
Laosi, Rusa / Boho. Kijang / Nago atau Laoyo, Tengiling /
Sigolu, Kalong / Bogi dan lain-lain. Cara memburu adalah
dengan cara menggiring binatang-binatang tersebut
dengan bantuan Anjing / Asu ke Jala / Uo yang
dibentangkan di suatu sudut tertutup daun-daunan
kemudian dibunuh dengan Tombak / Toho. Alat berburu
lainnya adalah Ranjau / Sukha dan Pelanting / Bolodi.
Terkadang Binatang tersebut tidak dibunuh melainkan
hanya ditangkap untuk dipelihara atau diternakkan.
Religi di Daerah Nias
Berkat Kegiatan para penyiar agama Kristen dari
Rheinische Mission Gesellschaft / RMG, maka sebagian
besar dari orang Nias kini beragama Kristen Protestan.
Agama lain yang juga mempunyai umat disana adalah
Islam, Khatolik, Budha dan Pelebegu. Rincian pemeluk
setiap agama di Nias adalah sebagai berikut :
- Islam 30.163 jiwa
- Kristen Protestan 295.224 jiwa
- Khatolik 24.485 jiwa
- Budha 228 jiwa
- Pelebegu 2.658 jiwa
Penganut Islam sebagian besar adalah orang Nias
keturunan Minangkabau, Aceh, dan Bugis. Sedangkan
umat Budha adalah orang Nias keturunan Cina dan Cina
Asing.
Pelebegu adalah nama Agama asli diberikan oleh
pendatang yang berarti Penyembuh Ruh. Nama yang
dipergunakan oleh penganutnya sendiri adala
Penyembah Adu / Molohe Adu. Sifat agama ini adalah
bekisar pada penyembahan ruh leluhur. Untuk keperluan
ini mereka membuat patung-patung kayu yang disebut
Adu. Patung yang ditempati oleh Ruh leluhur disebut
Adu Satua dan harus dirawat dengan baik.
Teknologi di Daerah Nias
Sebagai suatu masyarakat yang letaknya agak terpencil
dari kehidupan Nasional daari negara Republik Indonesia,
maka proses pembangunan sering terhambat. Orang Nias
sudah mengenal sistem pendidikan sekolah sejak 1865,
dengan didirikannya sekolah pertama oleh Denninger,
seorang pendeta RMG yang pertama datang di Nias.
Pendidikan sejak itu walaupun lambat tetapi dapat terus
berkembang sehingga pada masa ini Nias sudah ada
beberapa ratus SD, juaga berpuluh-puluh SMP, SMA, SGB,
SGP, ST. dan akhirnya sebuah perguruan tinggi IKIP di
Gunung Sitoli. Demikian juga kesehatan di daerah Nias,
selain Poliklinik, disana juga ada rumah sakit modern
yang diusahakan oleh RMG dan BNKP / Banua Niha Keriso
Protestan, di kota Gunung Sitoli dan didesa Hilisimaetano.
Pola Menetap di daerah Mentawai
Keempat Pulau di Mentawai keseluruhannya ditumbuhi
hutan rimba tropik dan banyak diantaranya masih
bersifat rimba primer, yang belum pernah atau sudah
sejak lama tak ditebang manusia. Pulau-pulau di
Mentawai akan nampak dari atas seperti pulau tak
berpenduduk, karena ditumbuhi hutan yang lebat.
Disela-sela hutan lebat tersebut ada sungai-sungai yang
mengalir dengan derasnya, desa-desa berpenghuni
manusia biasanya ada di muara sungai-sungai tersebut.
Dulu desa-desa tersebut disebut langgai, tetapi sekarang
lebih lazim disebut kampung. Nama desa adalah hampir
semuanya nama sungai yang merupakan tempat
lokasinya. Desa Simatalu di Seberut misalnya terletak di
sungai Simatalu, Desa Siboan di Sipora terletak di hilir
sungai Siboan, dan Desa Matobe di Pagai Utara terletak
di hilir sungai Matobe dan seterusnya.
Penduduk rata-rata dari desa-desa Mentawai adalah
diantaranya 150 sampai 200 orang, walaupun Pagai
Utara dan Siberut kadang-kadang tampak adanya desa-
desa yang lebih besar, ialah sampai lebih dari 500
orang. Kira-kira 50 tahunan yang lalu setiap desa terdiri
dari tiga sampai lima wilayah yang disebut Perumaan
yang berpusat kepada satu rumah panggung yang besar
disebut Uma. Disekitar Uma ada rumah-rumah kecil
yang di tinggali setiap keluarga baik yang sudah kawin
resmi, rumah-rumah tersebut disebut Lalep. Sedangkan
bagi yang belum kawin rumah-rumahnya disebut Rusuk
Mata Pencaharian di Daerah
Mentawai
Salah stu mata pencaharian di daerah Mentawai adalah
berkebun. Untuk hal ini laki-laki membuka lahan dengan
car menebang pohon dan membersihkan tanah untuk
ditanami. Pohon dan daun kering yang telah ditebang
tadi dibakar dan abu hasil pembakaran digunakan untuk
pupuk. Musim kemarau didaerah Mentawai tidak
berlangsung lama sehingga butuh perhitungan yang
matang dalam pengerjaannya. Setelah lahan siap
ditanami, aktivitas menanam, menyiangi, panen dan
sebagainya didominasi oleh kaum wanita. Mereka
menanam tongkat tunggal tanpa digemburkan dulu
tanahnya. Dan sistem pengairan mereka tergantung dari
hujan. Tanaman pokok adalah Keladi / Colacasia
esculenta L. dan Ubi Jalar / Dioscoren alata L.
sedangkan tanaman lain adalah padi, pisang, pepaya,
bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran.
selama proses pengerjaan tanaman yang dilakukan oleh
kaum wanita, para laki-laki melakukan aktivitas berburu
disungai dengan car meracuni ikan dengan racun alami.
Hal itu sering dilakukan secara berkelompok dari tiga
orang sampai satu Uma, selain untuk mengisi waktu
para laki-laki juga mencari sumber kebutuhan protein
untuk kelurganya selagi menunggu hasil panen tiba.
setelah panen biasanya para laki-laki bertugas menjual
hasil panen seperti pisang, sayur mayur dan umbi-
umbian kepada pedagang Cina atau orang Padang yang
membawa perahu menuju daerah Mentawai pada musi-
musim tertentu.
Religi di Daerah Mentawai
Orang Mentawai ada yang beragama Islam, ada yang
beragama Khatolik dan ada pula yang beragama Kristen.
Menurut angka-angka dari Piamian Kristen Protestan
Mentawai / PKPM, maka di Sipora dan Pagai 55% adalah
Kristen, 34% adalah Khatolik dan 11 % adalah orang
Muslim / Islam.
Walaupun di Daerah Mentawai sebagian besar sudah
tidak ada yang menganut Religi Pribumi, Para penyiar
agama Kristen masih mempergunakan konsep-konsep
Religi lama untuk menampung konsep Religi baru.
Dalam Religi lama ada konsep Ketsat yang diartikan
sebagai kesaktian dari roh nenek moyang. Dalam agama
kristen Mentawai Ketsat dipakai untuk menyebut Roh
Kudus.
Memang Religi Mentawai lama mengenal banyak macam
variasi dari konsep jiwa dan roh. Simagere adalah “Jiwa”
yang menyebabkan orang hidup. Sabulungan adalah
mahkluk halus yang melepaskan diri dari tubuh manusia
yang meninggal dan pergi ke dunia roh atau hidup
didalam bumi, dalam air, di udara, dalam pohon besar di
hutan dan sebagainya.
Kere adalah kekuatan sakti, Kina adalah roh yang tinggal
dalam rumah dan melindungi rumah dan terutama
melindungi Uma. Sanitu adalah roh-roh jahat, yang suka
mengganggu orang dan membawa penyakit dan
bencana. Banyak Sanitu yang mati konyol, Taikamanua
adalah pimpinan dari negara roh, yang ada diseberang
laut yang dibayangkan sebagai sebuah desa yang ada di
Alam Baka.
Teknologi di Daerah Mentawai
Sebagai suatu masyarakat yang letaknya agak di luar
arus besar kehidupan Nasional negara Republik
Indonesia, maka masyarakat Mentawai itu sering
terlupakan. Sungguhpun potensi sendiri untuk
berkembang mungkin hanya terletak dalam hasil hutan
dan kopra, namun usaha membangun suatu ekonomi
berdasarkan hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang
Mentawai sendiri. Tenaga dari luar daerah terang akan
ditentang, mengingat sifat orang Mentawai yang amat
tidak suka orang dari luar menetap dan berakar di bumi
Mentawai.
dalam hal membangun, penduduk akan menghadapi dua
masalah pendidikan dan prasarana. Jalan-jalan yang
keras dan beraspal di Mentawai praktis belum ada.
Suatu pelabuhan baru untuk kepulauan Mentawai
mungkin tidak akan seimbang dengan volume produksi
yang dapat dihasilkan oleh orang Mentawai, tetapi
dalam hal ini mungkin dapat dipakai perahu-perahu
lesung kecil dengan motor tempel yang kuat, sehingga
dapat masuk kedalam muara-muara sungai dekat desa-
desa yang menghasilkan hasil kebun, hutan dan kopra.
Kalau SD hanya terbatas jumlahnya diseluruh kepulauan
Mentawai, maka tak heran kalau SMP sampai tahun
1969 belum ada. Demikian juga bagi orang Mentawai
yang ingin anaknya mendapatkan pendidikan lanjutan
harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mengirim anaknya sekolah di Sumatra Barat. Hanya
beberapa orang saja yang mampu melakukan itu,
katanya dalam tahun 1968 hanya ada enam murid dari
Pgai di SPG Tarutung, dan dua murid sekolah Pendeta di
Siantar. Toh sudah ada Sarjana Hukum dari Mentawai
ditahun yang sama juga.
CONTOH
RUMAH & PEMUKIMAN DI
NIAS
Perkampungan Tradisional:
1. Desa Hilinawalo Mazingo, Nias Selatan
2. Desa Bawomatoluwo, Nias Selatan
3. Desa Hilinawalo Mazingo, Nias Selatan
Lahomi, Nias Barat
Rumah Adat
Nias Barat
Rumah Adat
Nias Barat
Rumah Adat
Nias Selatan
Rumah Adat
Nias Selatan
Beberapa Pertanyaan dan kerjakan
Kumpulkan : 09.30
► 1. Berikan penjelasan kondisi masyarakat
► Nias dan Mentawai secara umum!.
► 2. Jelaskan apa yang saudara ketahui istilah
► istilah di bawah ini:
► a. Banua
► b. Virilokal
► c. Sabe’e
► d. Laza
lanjutan

► e. Selewa
► f. Pelebegu
► g. Sabulungan
► h. Lalep
► i. Rusuk
► j. Uma
► 3. Sebutkan dan jelaskan satu hal yang dapat
► dikaitkan dengan Permasalahan sejarah!.

Anda mungkin juga menyukai