Anda di halaman 1dari 10

SUKU MENTAWAI

Mentawai (juga dikenal sebagai Mentawei dan Mentawi) adalah penduduk asli Kepulauan


Mentawai, sekitar 100 mil dari provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Mereka menjalani gaya
hidup pemburu-pengumpul semi-nomaden di lingkungan pesisir dan hutan hujan di pulau-pulau
tersebut. Populasi Mentawai diperkirakan sekitar 66.500. Empat pulau utama adalah Utara dan
Pagai Selatan, Sipora, dan Siberut; dengan Siberut – mencakup 4.480 kilometer persegi dan
dengan jumlah penduduk sekitar 29.918 yang 90% adalah penduduk asli asal Mentawai, yang
lain 10% dianggap terdiri dari Minangkabau, Jawa, dan– menjadi empat dari yang terbesar.Suku
Mentawai didokumentasikan telah bermigrasi dari Nias - pulau dari utara - ke kepulauan
Mentawai, hidup dalam kehidupan yang terisolasi selama berabad-abad hingga ditemukan pada
1621 oleh Belanda. Bahasa Mentawai termasuk keluarga bahasa Austronesia. Mereka mengikuti
kepercayaan mereka sendiri yang disebut Sabulungan. Ini adalah kepercayaan animisme di mana
segala sesuatu memiliki roh dan jiwa. Ketika arwah tidak diperlakukan dengan baik atau
dilupakan, mereka mungkin membawa nasib buruk seperti penyakit dan menghantui mereka
yang melupakannya. Mentawai juga memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap benda-benda
yang mereka anggap suci. Orang-orang Mentawai dicirikan oleh spiritualitas mereka yang kuat,
seni tubuh, dan kecenderungan mereka untuk mengasah gigi mereka, sebuah praktik yang
mereka rasa membuat seseorang menjadi cantik. Mentawai cenderung hidup serentak dan damai
dengan alam di sekitar mereka karena mereka percaya bahwa semua benda di alam memiliki
semacam esensi spiritual. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian pulau non-vulkanik
dan gugus kepulauan itu merupakan puncak-puncak dari suatu punggung pegunungan bawah laut.

Pulau Siberut
Siberut adalah pulau terbesar dan paling utara dari Kepulauan Mentawai, terletak 150 kilometer
sebelah barat Sumatra di Samudra Hindia. Sebagai bagian dari Indonesia, pulau ini menjadi
rumah terpenting bagi Suku Mentawai. Paro barat pulau ini telah ditetapkan menjadi Taman
Nasional Siberut pada 1993. Sebagian besar pulau ini ditutupi oleh hutan hujan, tetapi digunakan
untuk pembalakan komersial.

Bencana
Siberut terkena dampak tsunami Gempa bumi Samudra Hindia 2004, tetapi seberapa banyak
korban jiwa tidaklah diketahui. Sebuah laporan menyatakan bahwa pulau ini mengalami
kenaikan dua meter karena gempa bumi. Pada 25 Oktober 2010 lalu, gempa bumi terjadi di lepas
pantai Sumatera dengan kekuatan 7,2 SR. Gempa tersebut tercatat berpusat di Mentawai dengan
kedalaman 10 km dan diperkirakan terjadi dengan kekuatan yang kemudian direvisi menjadi 7,7
SR menurut United States Geological Survey. Tak lama setelah gempa terjadi, peringatan
tsunami tiba, namun dicabut kembali. Tetapi ketika peringatan dicabut, tsunami setinggi 3-10
meter melanda sebagian Kepulauan Mentawai. Menurut data yang berhasil dihimpun, gempa dan
tsunami telah menghancurkan 77 desa, 286 orang tewas, dan 252 orang hilang. Hingga saat ini,
data terkait kerusakan dan korban bencana masih simpang siur. Informasi terbaru
dari Puailiggoubat (Nov. 2015) - tabloid alternatif dwimingguan di Mentawai - mencatat
terdapat 2.072 keluarga korban tsunami di Pagai Utara, Pagai Selatan, Sikakap, dan Sipora yang
baru mendapat hunian layak. Pendokumentasian dan pelaporan data kebencanaan di Mentawai
yang terkendala menyebabkan bantuan bagi korban mengalami keterlambatan, bahkan hingga
lima tahun lamanya. BPBD Provinsi Sumbar mengeluarkan rilis bahwa korban meninggal dunia
di Mentawai mencapai 428 orang dengan kerugian yang ditaksir oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan sebesar Rp 46,36 miliar.
Peristiwa gempa bumi dalam skala kecil dan sedang yang sering melanda Mentawai telah
menjadi bagian dari masyarakat Mentawai. Namun potensi bencana gempa bumi dan tsunami
besar di kawasan Mentawai dan sekitarnya diprediksi akan terjadi. Para ahli menyebutnya
dengan fenomena Megathrust yang merupakan akibat dari benturan Lempeng Indo-Australia di
bawah Lempeng Sunda (Eurosia) yang terus bergerak dan menekan dengan kecepatan rata-rata
5,7 cm per tahun.

Iklim
Pulau Siberut memiliki iklim hutan hujan tropis yang basah, dengan curah hujan tahunan 4.000
mm. Suhu berkisar pada 22 sampai 31 °C, dan rerata kelembaban berkisar pada 81-85%. Pesisir
timur memiliki pulau-pulau yang sangat kecil, teluk, dan terumbu karang, dan diliputi oleh hutan
bakau selebar 2 sebelum memasuki hutan nipah. Pesisir barat diliputi oleh
hutan barringtonia dan sukar dijangkau karena kerasnya ombak laut dan terjalnya tebing.
Kawasan pedalaman berbukit-bukit dengan ketinggian 384 meter, dengan aliran yang
membentuk sungai di hutan rawa dan dataran rendah yang ditumbuhi tanaman sagu. Juga
terdapat kawasan hutan primer dipterocarpaceae.

Budaya
Beberapa antropolog percaya bahwa beberapa ribu tahun lalu, Suku Batak di Sumatra
Utara adalah orang yang pertama mendiami pulau ini. Tetapi, kini terdapat perbedaan dalam hal
budaya dan bahasa di antara para penduduknya. Antropolog asal Swiss, Reimar
Schefold menghabiskan waktu bertahun-tahun di antara salah satu kelompok Siberut,
yakni Sakuddei.
Berikut beberapa kebudayaan suku mentawai yang cukup terkenal dan khas:

1. Tato mentawai

Tato atau gambar yang dilukis diatas tubuh masyarakat mentawai merupakan salah satu budaya
dan tradisi yang masih dipertahankan hingga sekarang serta merupakan tradisi khas dari suku
mentawai. Bagi orang mentawai, tato merupakan busana abadi yang akan dibawa sampai mati
sehingga mereka akan mentato seluruh tubuhnya mulai dari kepala sampai dengan ujung kaki.
Selain itu, tato juga merupakan sebuah alat komunikasi untuk menunjukkan jati diri dan untuk
perbedaang status sosial di masyarakat. Tato yang ada sebagai kebudayaan mentawai ini
merupakan karya cabang seni rupa berupa seni lukis.

Namun kebudayaan mentato yang disebut titi ini sudah mulai mengalami kepunahan. Dari 40
pulau di kepulauan mentawai, titi hanya dapat ditemukan di satu pulau saja yakni pulau siberut.
Hilangnya budaya tato di tubuh pada masyarakat mentawai ini mulau muncul pada saat adanya
kebijakan pada saat kepemimpinan presiden soekarno yang memerintahkan agar suku mentawai
meninggalkan budaya mentato tersebut melalui surat keputusan dengan nomor SK
No.167/PROMOSI/1954.

2. Rumah adat

Uma merupakan tempat orang Mentawai untuk beraktivitas, termasuk melakukan beberapa jenis
upacara atau punen. Bahkan, punen sudah dimulai dari permulaan pendirian Uma. Uma juga
berfungsi sebagai tempat bersatunya warga dari suku yang sama.Uma berbentuk panggung dan
atapnya ditutup dengan daun sagu (tobat), seluruh bahan bangunannya tesedia di alam Mentawai.
Dindingnya terbuat dari papan kayu meranti, namun ada juga yang terbuat dari kulit kayu
meranti. Lantainya dari papan serta ada juga sebagian dari belahan bambu.
Tak kalah menariknya, dulu Uma dibangun menggunakan pasak kayu dengan teknik ikat, tusuk,
sambungan pangku, dan sambungan takik.
Bagi masyarakat Mentawai, Uma memiliki peran penting, mulai dari ritual, upacara, pesta hasil
buruan, serta musyawarah. Tak hanya itu, Uma juga sebagai sentra kekeberabatan setiap suku di
Siberut. Artinya, setiap suku akan memiliki setidaknya satu Uma.
Menurut Tarida, ada seorang antropolog asal Belanda, Reimar Schefold, yang mendefinisikan
apa itu Uma. Bagi Reimar, Uma merupakan tempat kumpulnya masing-masing kelompok,
berbentuk rumah panggung besar.
“Di situlah diadakan perayaan religius yang berlangsung sampai berpekan-pekan. Di situ pula
lah, anggota kelompok tinggal bila tidak ada kesibukan pekerjaan, seperti berladang,” jelas
Tarida.
Seorang pastor, Stefano Coronese, yang datang ke Mentawai dan menulis buku Kebudayaan
Suku Mentawai, menerangkan, selain tempat untuk menginap, Uma juga dijadikan tempat
menyimpan warisan.
“Juga menjadi tempat suci untuk pesembahan dan penyimpanan tengkorak binatang buruan,”
tambah Tarida mengutip pernyataan Stefano.
Kepala Uma disebut Sikebbukat atau Rimata. Pemimpin dipilih berdasarkan tingkat
pengetahuannya mengenai hal-hal penting di suku.
Sebagai rumah adat, Uma memiliki kearifan tradisional. Konstruksinya hampir seluruhnya
terbuat dari kayu. Terdapat batang-batang kayu yang menjadi inti atau penopang utama. Uma
tidak dibangun menggunakan fondasi seperti bangunan pada umumnya, melainkan ada tonggak
yang ditancapkan ke tanah.
Tonggak Uma tidak terbuat dari kayu sembarangan, melainkan kayu sangat kuat yang antirayap.
Di kampung-kampung pedalaman Mentawai, bagian bawah Uma dijadikan kandang babi.
“Tonggak Uma disebut uggla, merupakan inti kayu yang sudah dibiarkan membusuk. Meski
sudah membusuk ada bagian inti yang tidak akan dimakan rayap. Itulah yang kami jadikan
uggla,” jelas Marius Saurei, Sikebbukat Suku Saurei, di Desa Maileppet, Kecamatan Siberut
Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kalau sudah ditancap, lanjut dia, tonggak tersebut akan bertahan puluhan tahun. Terkadang, usia
tonggak lebih tua dari rumah itu sendiri. Meski rumah hancur, namun ugla masih tetap berdiri.
Mendirikan Uma memakan waktu bertahun-tahun. Sebab semua proses selalu diiringi dengan
ritual, mulai pendirian sampai peresmian.
Ukurannya beragam, ada yang panjangnya 20 sampai 30 meter dan lebar 8 sampai 10 meter.
Dari sisi desain, ada beberapa unsur dalam Uma. Bagian depan, ada laibokat atau ruangan atau
anjungan. Di tempat itu biasanya sikerei atau dukun membagi daun obat-obatan dan keperluan
acara ritual. Tempat itu juga digunakan sebagai lokasi pemotongan babi dan ayam. Ruangannya
terbuka tanpa ada atap.
Bagian berikutnya adalah patitikat. Ruang depan atau teras tersebut tidak dilengkapi dinding.
Bagian kiri dan kananya dibuat tempat duduk yang memanjang. Tempat tersebut biasanya
dipakai untuk ritual, rapat, pembagian daging babi, ayam, dan hasil buruan lainnya.
Bagian seterusnya adalah itu sausau atau pintu Uma yang memisahkan beranda dengan ruang
dalam. Sausau terbuat dari papan atau bisa juga kulit kayu yang dikuatkan dengan rotan. Bila ada
acara ritual, sausau akan dibuka. Sausau sejenis pintu berukuran besar yang cara membukanya ke
atas, bukan kesamping atau ke depan dan kebelakang seperti pintu rumah pada umumnya.
Di bagian dalam ada tempat tidur dan dapur. Setiap tempat tidur tidak ada sekat, semuanya serba
terbuka. Bila penghuni akan tidur, kelambu akan dibentangkan. Di bagian belakang rumah ada
abu uma atau dapur.
Selain itu ada juga ruangan yang dinamakan abakmanang. Letaknya di bagian atas atau di depan
beranda. Ruangan itu untuk menggantung tengkorak hasil buruan, baik itu tengkorak monyet dan
penyu.
“Semakin banyak tengkorak hasil buruan, semakin disegani suku lain dalam kepiawaian
berburu,” tutur Marius.
Di atas patitikat, dibuat tempat tuddukat. Bentuknya kentongan terbuat dari kayu dengan tiga
jenis ukuran, dari kecil hingga besar.
Ada berbagai jenis pukulan yang menandakan akan digelarnya pesta hasil buruan hingga sebagai
pertanda kematian.
“Bunyi tuddukat ada pesta hasil buruan dengan bunyi ada anggota suku yang meninggal itu beda.
Masyarakat semuanya sudah mengerti. Kalau untuk orang meninggal itu bunyinya sangat jauh
bisa radius dua sampai tiga kilometer. Apalagi kalau dipukul pada malam hari,” tambahnya.
Uma sudah pasti dihuni oleh Sikebbukat . Pemilihan Sikebbukat bukan berdasarkan usia, tapi
dilihat dari sejauh mana pengetahuan dia tentang sisilah keturunan, tanah, adat, dan aturan adat
yang berlaku.
“Selain itu tidak boleh iri, pelit, dan sering mengucapkan bahasa kotor. Sebab di Uma banyak
yang disakralkan,” terangnya.
Sebelum 1980-an, atau sebelum ada proyek perumahan Kemensos, satu Uma biasanya dihuni
empat sampai tujuh kepala keluarga, temasuk anak Sikebbukat laki-laki maupun perempuan.
“Tapi sekarang hanya Sikebbukat saja yang tinggal termasuk anak-anak yang masih lajang.
Kalau sudah berkeluarga biasanya mereka akan membuat rumah (lalep) yang dihuni oleh
keluarga inti. Anak laki-laki akan membuat rumahnya dekat dengan Uma, sementara kalau
perempuan menikah dengan suku lain maka akan tinggal dengan suaminya berserta kerabat
suaminya,” ujarnya.
Namun, saat ini Uma di Desa Maileppet sudah berangsur hilang. Apalagi sudah banyak rumah
semi permanent. Bahkan Uma juga sudah dibuat versi modern, tidak lagi menggunakan ikat
rotan, melainkan pakai paku dan fondasi. Bahkan atapnya tidak lagi memakai tobat atau atap
rumbio, tapi sudah diganti dengan seng dan asbes.
Uniknya, warga Mentawai seolah sudah bersahabat dengan gempa sejak lama. Seperti diketahui,
Mentawai merupakan daerah rawan gempa dan tsunami. Beberapa kali gempa besar
mengguncang daerah tersebut. Bangunan-bangunan semi permanen dan permanen hancur.
Namun, rumah Uma tidak rusak.
“Beberapa kali gempa besar terjadi di daerah kami, Uma tetap berdiri. Memang para leluhur kita
sudah punya pengalaman soal kegempaan ini. Bahkan, ada cerita rakyat Mentawai yang
mengulas soal asal gempa, teteu kabaga,
Uma merupakan bangunan yang besar dan megah. Panjang Uma mencapai hingga 25 meter dan
lebarnya berkisar 10 meter. Kerangka Uma terbuat dari kayu bakau, lantainya dari batang
nibung, dinding rumahnya dari kulit kayu, sedangkan atapnya dari daun sagu. Fungsi dari Uma
sendiri adalah sebagai balai pertemuan umum untuk upacara dan pesta adat bagi anggota-
anggotanya yang semuanya masih terikat hubungan kekerabatan menurut adatSebagaimana
seperti kebudayaan suku bali dan suku bangsa lainnya, suku mentawai juga mempunyai rumah
adat bertipe rumah panggung khas yang terdiri dari 3 macam rumah yakni :

 Uma, berupa rumah traditional yang sangat besar dan dihuni oleh keluarga batin dari
garis keturunan ayah.
 Lalep, rumah keluarga di samping uma yang diisi oleh pasangan dengan status
pernikahan belum resmi.
 Rusuk, penginapan khusus berupa pondok bagi anak muda dan janda yang diusir dari
kampung.

Pembagian ruang pada Umasecara umum terbagi atas:

Panggung, terbuat dari papan-papan yang tidak halus, yang terletak di sisi depanrumah. Pada
area ini terdapat batu pengasah, kapak, pisau, dan terdapat bamboo

yang besar yang dipakai para wanita dan anak-anak untuk mengambil air dari anaksungai yang
berada di dekat rumah, sedangkan para pria memakai tempat itu padasiang hari untuk bekerja
mengurus perkakas.

Bagian depan

, terdapat sebuah teras/serambi terbuka yang disebut talaibo. Terasini berfungsi untuk
menyambut tamu yang akan datang ke Uma. Di dalamnyaterdapat serambi terbuka yang
merupakan tempat dimana anggota keluarga dantamu mengobrol. Disamping itu pada bagian
depan juga terdapat tempat tidur bagipria dalam anggota keluarga. Biasanya jika diadakan pesta
keluarga, para sanakfamili berkumpul di luar sebelum melakukan pesta maupun ritual di dalam
Uma.

Bagian dalam/tengah

, merupakan wilayah yang terbagi tiga sama besar yaitu terdiridari tempat tidur untuk keluarga
terutama wanita. Selain untuk tempat tidur, terdapat juga tungku perapian yang digunakan untuk
memasak. Bagian tengah Uma ini jugaterkadang digunakan sebagai tempat untuk melakukan
pesta dan ritual tarian adatMentawai.

Di bagian belakang

 Uma terdapat dapur dan disebut batsapo. masyarakatMentawai umumnya menanam pohon sagu


serta tanaman lainnya di bagianbelakang uma.
KONSTRUKSI

Atap

Bangunan Uma menyerupai tenda ataupun atap yang cenderung memanjang. Tendaatau atap ini
dibangun di atas tiang-tiang. Tenda atau atap ini menaungi uma secarakeseluruhan hampir ke
lantai rumah. Atap Uma disebut tobat, yang dipilih dari daun sagu tua dan disusun rapat. Oleh
karenaitu, Uma sanggup bertahan selama puluhan tahun. Atap uma baru diganti setelah lebih20
tahun. (Kusbiantoro, Anthonius, Santosa, 2016)Reng- reng terbuat dari kayu pohon palem dan
yang mendukung atap dan rumbiabertopang ke balok– balok memanjang sebelah bawah dan
tengah.Uma umumnya terdiri atas perangkat konstruksi utama rumah yaitu tonggak-
tonggak,tiang-tiang penopang atap serta balok-balok. Struktur uma merupakan hasil dari
teknik.ikat, sambung dan tusuk. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Uma
denganbahan-bahan alam.Konstruksi uma tak menggunakan paku sama sekali, namun uma tetap
bisa berdiri tegakdan tidak mudah roboh. Adanya peletakan pasak dan tiang tepat dengan
sambungansilang.

Kolom

Kolom pada Uma dibuat tidak sama panjang untuk menanggulangi keadaan konturtanah yang
tidak rata. Penyusunan tiang dan balok pada prinsipnya tidak menggunakanpaku, tapi dengan
cara memakai teknik ikat, tusuk, dan sambung, juga menggunakansambungan lubang dengan
pasak, sambungan pangku dan sambungan takik. Susunantiang-tiang tersebut bersandar di atas
batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-relmelintang yang masuk ke lubang yang dibuat di
dalam tiang.

Pondasi

Pondasi rumah terbuat dari batu karang. Tiang-tiang utama (uggla) misalnya, selaludipilih pohon
uggla yang sudah tua. Dua batang pohon, setara 7m3 sampai 9m3 kayu,untuk mendirikan Uma
sebesar 7m x 22m dengan 10 buah uggla. Material uggla berupakayu arriribuk (Oncospermae
horridum), merupakan salah satu margadari suku pinang-pinangan(Arecaceae).

Dinding

Sisi depan rumah ditutup dengan dinding atap rumbia yang terbentang kebawah sampaibatas 1 m
(ditengah (tempat masuk) 1,5 m) dari lantai. Rumbia atau disebut juga(pohon) sagu adalah nama
sejenispalmapenghasil patisagu. Dinding sebelah dalamdiatas tempat masuk diperkokoh dengan
selembar papan yang dihiasi gambar (tagga)atau ukiran, sedangkan ruangan dibawahnya dan sisi
kanan dan kirinya tidak berdinding,yang disebut serambi depan.

Lantai
Lantai beranda terbuat dari papan, sedangkan lantai ruangan tidur dan dapur daribelahan kayu
pohon kelapa/pohon nibung yang dipasang jarang-jarang. Pohon nibungmerupakan tumbuhan
asli kawasan Asia Tenggara, tinggi pohon mencapai 20 m,batangnya lurus berduri, digunakan
untuk bahan bangunan atau lantai rumah, daunyang tua dipakai sebagai atap rumah, umbutnya
enak dimakan.

Bagian bawah lantai atau kolong terdapat kandang hewan peliharaan sebagaiperlindungan saat
hujan dan belahan kayu yang dipasang jarang-jarang sekaligus untukmenjatuhkan makanan
untuk hewan peliharaan dari atas lantai melalui celah-celahnya.Tinggi lantai 1 m dari tanah, yang
dibangunnya di tempat yang tidak rata, ketidakrataanditanggulangi dengan tiang-tiang penopang
lantai yang berlainan panjangnya.Lantai digunakan juga untuk menari (puturukat). Letaknya di
lorong tengah, antaraperapian dan dinding belakang bangsal dan terbuat dari papan yang lebar
serta diserutsampai halus sehingga tidak kesat lagi permukaannya, sekaligus dapat
menghasilkaninstrumen musik.

Tangga

Tangga terbuat dari batang pohon Sagu, yang tiap ± 15 cm diberi takuk-takuk denganbertahap
kapak untuk tempat berjalan.

Pintu

Bangunan Uma tradisional hanya mengenal dua pintu, yaitu Pintu Depan (Pintu ayunterdiri atas
tiga daun yang dibuka ke atas seperti di bekas Uma Saurei dusun Bajoja)dan Pintu
Dapur (belakang). (Kusbiantoro, Anthonius, Santosa, 2016).

https://www.academia.edu/29151380/Arsitektur_Vernakular_Indonesia_Fakultas_Program_Studi_Tata
p_Muka_Kode_MK_Disusun_Oleh

3. Sikerei 

Sikerei adalah ahli pengobatan dan dukun yang menghubungkan warga dengan roh. Sikerei
menjadi tokoh penting di sebuah uma. Dia punya keterampilan mengobati berbagai jenis
penyakit dengan ramuan dari tanaman obat.Dalam pengobatan, Sikerei sering melakukantarian
ritual yang merupakan tahap akhir dalam pengobatan. Roh si sakit dihibur dengan tarian dan
sesajian agar tidak meninggalkan tubuhnya. Sebab jika jiwa telah meninggalkan tubuh berarti
orang tersebut bisa meninggal dunia. Ritual sikerei dilakukan di dalam uma.
4. Gigi runcing perempuan mentawai

Ada tradisi yang unik selai tato dan dikhususkan pada perempuan mentawai yakni gigi runcing.
Gigi runcing pada masyarakat mentawai merupakan simbol tingkat kecantikan perempuan
mentawai, semakin runcing gigi yang dimiliki maka semakin cantik pula perempuan mentawai
tersebut dimata para lelaki suku mentawai. Dalam kepercayaan mentawai, saat fajar menyingsing
roh dan jiwa orang mentawai akan terpisah sehingga gigi runcing yang diukur oleh perempuan
mentawai juga sering difungsikan sebagai simbol penyeimbang antara roh dan jiwa.

Namun seiring berjalannya jaman, berbagai macam tradisi termasuk tato tubuh dan kegiatan
mengukir gigi untuk mendapatkan bentuk gigi yang runcing ini perlahan mulai ditinggalkan
karena berbagai macam pengaruh kebudayaan luar yang masuk kedalam masyarakat mentawai.
Bahkan sekarang ini, banyak sudah ditemukan orang mentawai yang mengenakan kaos serta
berbagai macam budaya luar lainnya.

5. Meramu Racun Panah

Lelaki di uma gemar berburu. Tengkorak hasil buruan mereka digantung di pintu masuk umsa
sebagai hiasan dan kenang-kenangan.Mereka berburu dengan menggunakan panah dengan
anak panah yang diolesi ramuan beracun. Ramuan racun itu dibuat dari tumbuhan di sekitar
uma. Setelah diolesi racun, anak panah dijemur di panas matahari dan disimpan dalam tabung
bambu. Racun anak panah ini sangat hebat, sehingga jika menggores tangan saja bisa
menyebabkan kematian.Tdak ada binatang yang dapat bertahan lama setelah terkena racun
panah itu meskipun hanya ekornya yang terkena.

Sumber dan Referensi: http://perkumpulanskala.net/index.php/en/culture/168-bencana-dan-


kearifan-masyarakat-adat-mentawai ; https://ilmuseni.com/seni-budaya/kebudayaan-suku-
mentawai ; https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Siberut ; http://kadek-
elda.blogspot.com/2014/10/mengenal-suku-mentawai-di-sumatera-barat.html ;
http://www.sukumentawai.org/id/sejarah/ ; https://travel.tempo.co/read/1110133/menginap-di-
siberut-bisa-belajar-6-adat-suku-mentawai-ini

Anda mungkin juga menyukai