II
KAJIAN PU
STAKA
2.1. Arsitektu
r Tradisional
Aceh
Arsitektur tra
disional Ace
h banyak dip
engaruhi ole
h agama Isla
m yang
merup
keper
mayo
masy2012)
Sahri
akan
cayaa
ritas .
araka
yadi,
n t
Kehidupan k
eagamaan da
lam masyara
kat Aceh jug
a terlihat de
ngan adanya
rumah-rumah
ibadah seperti
meunasah (su
rau/ langgar),
dan meuseuji
d (mesjid),
yang terdapat
pada setiap
kampung. Se
bagian besar
dari banguna
n-bangunan
tersebut masi
h merupakan
bangunan trad
isional. Masy
arakat bangsa
Aceh yang
mendiami seb
agian besar d
aerah Aceh m
asih memiliki
bangunan trad
isional.
2.1.1. Jenis J
enis Banguna
n Tradisional
Aceh
Jenis-jenis ba
ngunan tradis
ional yang d
imiliki berda
sarkan kegun
aannya
dapat dikelom
pokkan atas b
angunan temp
at tinggal, te
mpat ibadah d
an beberapa
bangunan lain
nya (Hadjad d
kk : 1984).
2.1.1.1. Bang
unan Tempat
Tinggal (Rum
ah Tradision
al Aceh)
Bangunan te
mpat tinggal (
Rumah tradisi
onal Aceh) di
sebut juga de
ngan
rumoh Aceh.
Rumoh Aceh
merupakan ru
mah panggun
g yang terdiri
atas tiga
ruang, yaitu
ruang depan
yang disebut (
seuramoe keu
e) , ruang ten
gah yang
disebut (tunga
i), dan ruang
belakang yan
g disebut (seu
ramoe likot).
Letak ketiga
ruang itu tida
k sama rata, s
ebab ruang te
ngah yang me
ruapak ruang
sakral lebih
tinggi dari pa
da ruang depa
n dan ruang b
elakang (Sabi
la, 2014).
6
Gambar 2.1. Susunan Ruang pada Rumah Tradisional Aceh .
(Sumber: Sabila, 2014)
Rumah tradisional Aceh dibuat tinggi di atas tanah diban
gun di atas
sejumlah tiang-tiang bulat besar yang tempat tegaknya beratura
n. Bentuknya segi
empat/persegi panjang dan tinggi lantainya dari tanah anta
ra 4-9 hasta, serta
memiliki struktur yang unik dan ornamen-ornamen khas y
ang melekat pada
rumah tradisional Aceh. Selain itu rumah tradisional Aceh mer
upakan hasil proses
yang panjang dalam sejarah yang merupakan produk kar
ya manusia, proses
tersebut menyerap berbagai unsur didalamnya. Unsur pert
ama yang diserap
adalah optimalisasi dari fungsi rumah itu sendiri sebagai pelind
ung manusia dan
keluarganya. Rumah tradisional Aceh merupakan ekspresi key
akinan terhadap
Tuhandan adaptasiterhadap
alam.Adaptasi
masyarakat
Acehterhadap
lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang ber
bentuk panggung,
tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya
dari papan, dan
atapnya dari rumbiah. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat keti
ka mereka hendak
menggabungkan bagian-bagian rumah, mereka tidak menggun
akan paku tetapi
menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun ha
nya terbuat dari
7
kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumah tradisional Aceh
bisa bertahan hingga 200 tahun (Hadjad dkk : 1984).
rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk dari timur ke
barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang
sakral berada di barat. Arah barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk
membangun garis imajiner dengan Ka‘bah yang berada di Mekkah. Selain itu,
penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu
ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil. Selain sebagai manifestasi dari
keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumah
tradisional Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin
banyak hiasan pada rumah tradisional Aceh, maka pastilah penghuninya semakin
kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup
dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali (Hadjad dkk :
1984).
1. Jenis-Jenis Rumah Tradisional Aceh
Dari berbagai konsep filosofi tersebut akhirnya dapat membentuk beragam
bentuk rumah tradisional Aceh. Dari jenisnya, rumah tradisional Aceh sebenarnya
memiliki dua jenis rumah, yaitu rumah Aceh dan rumah santeut (datar) atau
tampong limong atau rumah panggung (Widosari,2010).
8
Gambar 2.2. Rumah Tradisional Aceh di Sigli
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
Gambar 2.3. Rumah Tradisional Aceh di Banda Ace
h
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
9
Gambar 2.4. Rumah Tradisional Aceh di Aceh Besar
(Sumber : http://onlyaceh.blogspot.com)
Gambar 2.5. Rumah Tradisional Aceh di Aceh Tengah
(Sumber http://onlyaceh.blogspot.com)
Pada umumnya rumah tradisional Aceh disetiap daerah me
miliki bentuk
yang sama, karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat Ac
eh, penyebutan rumoh
Aceh dalam masyarakat Aceh hanya untuk rumah yang
tinggi yaitu rumah
10
panggung, hanya saja dari segi ukir-ukiran atau ornamen rumah tradisional Aceh
di tiap-tiap kabupaten di Provinsi Aceh (NAD) tidaklah sama, masing-masing
punya ragam ukiran yang berbeda (Widosari,2010).
2. Bentuk Rumah Tradisional Aceh
Bentuk menurut (Ching,1987) merupakan gabungan antara teknik dengan
keindahan. Bentuk pada sebuah bangunan dapat dilihat dari penampilan luar yang
dapat dilihat melalui struktur formal, tata susun, komposisi yang menghasilkan
gambaran nyata, massa 3 dimensi, wujud, penampilan dan konfigurasi. Unsur-
unsur utama timbulnya suatu bentuk bangunan adalah adanya titik, garis, bidang
dan ruang. Wujud dasar dari bentuk bangunan adalah berbentuk lengkungan.
bentuk lingkaran, bentuk segitiga, dan bentuk bujur sangkar. Semua bentuk dapat
dipahami sebagai hasil dari perubahan, melalui variasi-variasi yang timbul.
a. Denah Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.6. Denah Rumah Tradisional Aceh dengan 24 tiang
(Sumber : Analisi penulis, 2015 berdasarkan tulisan Sabila dkk, 2014)
11
Gambar 2.7. Denah Rumah Tradisional Aceh dengan 16 tiang
(Sumber : Analisis penulis, 2015 berdasarkan pengamatan rumah Ac
eh di Kota
Banda Aceh)
Denah rumah tradisional Aceh berbentuk persegi dan juga persegi pa
njang
dan terdiri dari tiga jalur lantai memanjang sejajar dengan bubungan
atapnya. jalur
lantai yang tengah sengaja ditinggikan 25 sampai 40 cm. Denah Rum
ah Aceh
terdiri dari tiga atau lima ruang, rumah dengan tiga ruang m
emiliki 16
kolom/tiang, sedangkan rumah dengan lima ruang memiliki 24 t
iang/kolom
seperti gambar diatas. Jalur lantai terdepan dipakai sebagai serambi s
uami untuk
menerima tamu-tamu laki-laki, sedangkan jalur lantai belakang adala
h untuk ibu
dan keluarga dan bersifat pribadi (skaral). Keduanya diantarai ol
eh dinding
seketeng, yang maksudnya untuk memisahkan serambi depan yang b
ersifat umum
dengan serambi belakang yang bersifat pribadi (Hadjad dkk, 1984).
12
b. Tampak Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.8. Tampak Depan Rumah Tradision
al Aceh
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)
Gambar 2.9. Tampak Samping Rumah Tradisi
onal Aceh
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)
Gambar 2.10. Tampak Belakang Rumah Tradi
sional Aceh
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)
13
Rumah tradisional Aceh merupakan rumah panggung, biasanya memiliki
ketinggian sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Rumah tradisional Aceh didirikan
di atas tiang-tiang kayu atau bambu dengan maksud untuk menghindarkan diri
dari serangan binatang buas dan banjir.
Tampak pada bangunan biasanya terdiri dari beberapa elemen yaitu :
Atap Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.11. Atap Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
Atap pada rumah tradisional Aceh berbentuk atap pelana yang hanya
menggunakan satu bubungan dan menggunakan bahan penutup berbahan rumbia
yang memiliki andil besar dalam memperingan beban bangunan sehingga saat
gempa tidak mudah roboh. Fungsi yang lain pun rumbia juga menambah
kesejukan ruangan. Keburukan sifat rumbiah yang mudah terbakar pun juga sudah
pemotongan tali ijuk di dekat balok memanjang pada bagian atas dinding
mempercepat runtuhnya seluruh kap rumbiah ke samping bawah sehingga tidak
merembet ke elemen bangunan lainnya (Hadjad dkk, 1984).
14
Proporsi Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.12. Proporsi Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Analisis Penulis, 2015)
Rumah tradisional Aceh merupakan rumah panggung yang memiliki
proporsi ketinggian beragam, biasanya memiliki ketinggian tiang kolom sekitar
2,5-3 meter dari atas tanah sedengakan proporsi dinding memiliki tinggi yang
lebih rendah yaitu berukurana 1,5 – 2 meter. Rumah tradisional Aceh memiliki
tinggi pintu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa. Biasanya ketinggian pintu
ini hanya berukuran 120-150 cm sehingga setiap orang yang masuk ke rumah
tradisional Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan
ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi
atau meja. Semua orang duduk bersila di atas tikar ngom (dari bahan sejenis
ilalang yang tumbuh di rawa) yang dilapisi tikar pandan (Hadjad dkk, 1984).
15
Dinding Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.13. Dinding Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Dokumentasi Pibadi, 2015)
Dinding rumah tradisional Aceh terbuat dari papan kayu atau bilah bambu,
penggunaan material tersebut mempengaruhi penghawan udara yang sangat baik
karena udara dapat pengalir melalui selah selah antara atap dan dinding. Pada
bagian dinding rumah tradisional Aceh terdapat tempelan tempelan ornamen yang
mempengaruhi unsur tradisional Aceh (Hadjad dkk,1984).
Pintu & Jendela Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.14. Pintu Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Dokumentasi Pibadi, 2015 dan Analisis Penulis berdasarkan buku
Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984)
16
Pada dinding sebelah depan yang menghadap ke halaman rumah terdapat
pintu masuk yang disebut pinto rumah, yang berukuran lebih kurang lebar 0,8
meter, dan tingginya 1.8 meter. Pintu masuk ini kadang-kadang terdapat pada
dinding sebelah kanan ruangan serambi depan (Hadjad dkk,1984).
Gambar 2.15. Jendela Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 dan Analisis Penulis, 2015 berdasarkan
buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984)
Pada dinding sebelah samping kanan dan kiri terdapat jendela yang
berukuran lebih kurang lebar 0.6 meter dan tingginya 1 meter yang disebut
tingkap. Kadang-kadang jendela terdapat juga pada dinding sisi depan. Jendela-
jendela tersebut terdapat pada rumah yang berdinding papan, sedangkan pada
rumah yang berdinding tepas/bamboo pada umumnya tidak memakai jendel
a
(Hadjad dkk : 1984).
Emosi yang berubah -
17
Warna Rumah Tradisional Aceh
Memiliki karakter kuat, ha
Melam
Gambar 2.16. Warna Dinding Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 dan onlyaceh.blogspot.com )
Warna pada rumah tradisional Aceh umumnya memakai warna kuning,
krem dan merah, orange, hitam yang kadang kadang di kombinasikan dengan
warna putih. Jika terdapat warna warna lain itu merupakan akibat pengaruh masa
kini ( Hadjad dkk, 1984).
Tabel 2.1. Kesan Warna Pada Rumah Tradisional Aceh (Hadjad dkk, 1984)
Warna
Kesan
Merah ubah, naik turun, hidup
menumbuhkan semangat.
18
Kuning ngat, dan memberi
nuansa cerah. Menciptakan suasana nyaman
dan menyenangkan.
Putih Bersifat netral, tanpa perasaan dan memliki
kesan suci.
Orange Menunjukkan kehangatan,
kesehatan pikiran
dan kegembiraan.
Hitam bangkan perlindungan.
Ragam Hias ( Ornamen) Rumah TradisionalAceh
Pada bangunan tradisional Aceh banyak dijumpai ukiran- ukiran, karena
masyarakat Aceh pada hakekatnya termasuk suku bangsa yang berjiwa seni
.
Ukiran-ukiran itu terutama dijumpai pada bangunan- bangunan rumah tempat
tinggal dan bangunan-bangunan rumah ibadat seperti pada Meuseujid (mesjid)
dan meunasah (surau). Ukiran-ukiran yang terdapat pada bangunan tradisional
seperti tersebut di atas mempunyai berbagai motif atau ragam hias. Motif-motif
tersebut adalah motif yang berhubungan dengan lingkungan alam seperti : flora,
fauna, awan, bintang dan bulan. Fungsi utama dari berbagai jenis motif dan raga
m
hias itu adalah sebagai hiasan semata-mata, sehingga dari ukirin tersebut tidak
mengandung arti dak maksud-maksud tertentu, kecuali motif bintang dan bulan,
yang menunjukkan simbul ke-Islaman, motif awan berarak (AWAN meucanek)
yang menunjukkan lambang kesuburan, dan motif tali berpintal (taloe meuputa)
yang menunjukkan ikatan persaudaraan yang kuat bagi masyarakat Aceh ( Hadja
d
dkk, 1984).
19
Pada rumah tradisional Aceh, ada beberapa motif hiasan ornamen yang
dipakai, yaitu: (Hadjad dkk,1984)
(1) Motif keagamaan. Hiasan Rumah Aceh yang bercorak keagamaan
merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;
Gambar 2.17. Motif ornamen keagamaan
(Sumber : Hadjad dkk, 1984)
(2) Motif flora. Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-
tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan.
Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna,
jikapun ada, warna yang digunakan adalah Merah dan Hitam. Ragam
hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen,
kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah;
20
Gambar 2.18. Motif Ornamen Flora
(Sumber : Hadjad dkk, 1984)
(3) Motif fauna. Motif binatang yang biasa
nya digunakan adalah binatang-
binatang yang sering dilihat dan disukai
, umumnya bermotifknan
binatang unggas seperti merpati, balam, pe
rkutut.
Gambar 2.19. Motif ornamen Fauna
(Sumber : Hadjad dkk, 1984)
21
(4) Motif alam. Motif alam yang digunakan oleh masyarakat Aceh di
antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang
dan laut; dan
(5) Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.
3. Konstruksi /Struktur Rumah Tradisional Aceh
Rumah tradisional Aceh mampu bertahan hingga ratusan tahun tentunya
didukung oleh konstruksi yang kokoh dan mutu bahan bangunan yang berkualita
s.
Dari segi konstruksi, penempatan tiang rumah menyebabkan pembagian ruang
rumah tradisional Aceh pada umumnya terdiri tiga ruang bertiang 16 atau lima
ruang bertiang 24. Rumah tradisional Aceh didirikan di atas tiang-tiang kayu ata
u
bambu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas da
n
banjir. Karena berkolong maka orang hidup di atas lantai yang selalu kering, jadi
lebih sehat (Hadjad,1984).
Rumah tradisional Aceh terbukti mampu bertahan dari gempa karena
struktur utama yang kokoh dan elastis. Kunci kekokohan dan keelastisan ini ada
pada hubungan antar struktur utama yang saling mengunci, hanya dengan pasak
dan bajoe, tanpa paku, serta membentuk kotak tiga dimensional yang utuh (rigid)
.
Keelastisan ini menyebabkan struktur bangunan tidak mudah patah, namun hany
a
terombang-ambing ke kanan kiri yang kemudian kembali tegak atau pun
bangunan terlikuifaksi (terangkat ke atas) yang kemudian mampu jatuh kembali
ke tempat semula. Jika bangunan bergeser pun hanya beberapa centimeter saja
dan dalam keadaan utuh.
22
Gambar 2.20. Kerangka Konstruksi Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Hadjad dkk, 1984)
Tiga komponen struktur utama yang menjadi pusat kekokohan bangu
nan
meliputi pondasi (komponen kaki) sebagai pusat beban bangunan
terbesar,
kemudian tiang dan balok antar tiang (komponen badan) sebagai peny
alur beban
dari atas dan dari samping, serta rangka atap (komponen kepala)
sebagai
penyangga beban elemen paling atas bangunan dan dari samping atas
(Widosari :
2010).
Rangka Atap
Tiang dan Balok
antar tiang
Tiang dan Pondasi
Gambar 2.21. Komponen Struktur Utama Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradis
onal Aceh
oleh Hadjad dkk, 1984)
23
Sistim konstruksinya menggunakan tiang-tiang dan gelagar yang saling
ditusukkan dan dikancing dengan pasak dari bambu. Untuk unsur-unsur banguna
n
yang kecil dipakai sistim ikat, dengan tali rotan, ijuk dan lain sebagainya
Gambar 2.22. Sistim Ikat pada Konstruksi Rumah Tradisional Aceh
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
Gambar 2.23. Pola Penyambungan dan Hubungan Tiang pada Rumah
Tradisional Aceh
(Sumber : Hadjad dkk, 1984)
24
%20II.pdf
44