OLEH:
Beni affandi
Misliyanti
SOSIOLOGI
UNIVERSITAS RIAU
2018
Pada masa lampau kegiatan hidup mereka lebih banyak dilakukan di perairan
laut dan muara-muara sungai. Mereka mendirikan rumah di atas rakit-rakit yang mudah
di pindahkan dan satu tepian ke tepian lain. Daerah mereka termasuk ke dalam
kepenghuluan Hutan Panjang, kecamatan Rupat, kabupaten Bengkalis. Jumlah
populasinya sekitar 3.500 jiwa.
Menurut cerita orang tua-tua mereka, nenek moyang orang Akit berasal dan
salah satu anak suku Kit yang menghuni daratan Asia Belakang. Karena suatu alasan
mereka mengembara ke selatan, melewati Semenanjung Malaka. Keadaan telah
memaksa mereka mengenal gelombang dan asinnya air laut, tetapi juga kebebasan
bergerak di atas rakit dan sampan. Dengan demikian mereka telah mulai
mengembangkan kehidupan adaptif di perairan kepulauan Riau. Orang Akit
menggantungkan kehidupannya kepada kegiatan berburu, menangkap ikan dan
mengolah sagu. Mereka berburu babi hutan, kijang atau kancil dengan menggunakan
sumpit bertombak, panah, dan kadangkala pakai perangkap. Teman setia mereka untuk
perburuan macam itu adalah anjing.
Orang Akit memiliki adat kebiasaan bersunat yang sebenarnya sudah jauh
sebelum agama Islam masuk. Prinsip garis keturunan mereka cenderung patrilineal.
Selesai upacara perkawinan seorang isteri segera dibawa oleh suaminya ke rumah
mereka yang baru, atau menumpang sementara di rumah orang tua suami. Pemimpin
otoriter boleh dikatakan tidak kenal dalam Masyarakat Suku Akit sederhana ini, tetapi
karena pengaruh kesultanan Siak masa dulu sukubangsa Akit mengenal juga pemimpin
kelompok yang disebut batin. Orang Akit dikenal pemberani dan berbahaya sekali
dengan senjata sumpit beracunnya. Sehingga mereka diajak bekerja sama memerangi
Belanda yang pada zaman itu sering menangkapi orang Akit untuk dijadikan budak.
Mereka menyebut orang Melayu sebagai orang selam, maksudnya Islam. Sistem
kepercayaan aslinya berorientasi kepada pemujaan roh nenek moyang. Pada masa
sekarang sebagian orang Akit sudah memeluk agama Budha, terutama lewat perkawinan
perempuan mereka dengan laki-laki keturunan Tionghoa.
Salah satu ciri Masyarakat suku Akit sebagaiman dilihat oleh orang Melayu
adalah agama mereka bersifat animistik. Agama asli Masyarakat suku Akit memang
berdasarkan kepercayaan pada berbagai mahluk halus, ruh, dan berbagai kekuatan gaib
dalam alam semesta, khususnya dalam lingkungan hidup manusia mempunyai pengaruh
terhadap kesejahteraan hidup mereka. Mahluk gaib ini mereka namakan antu,
Sedangkan Mozkowski (1908, 1909) dan Loeb (1935) menyebutkan bahwa Masyarakat
suku Sakai percaya kepada Betara Guru.
Masyarakat suku Akit dikenal oleh orang Melayu sebagai pembuat anyaman
tikar dan rotan yang baik. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peralatan yang
mereka gunakan dibuat dengan cara mengikat dan menganyam. Mereka menganyam
berbagai wadah untuk menyimpan dan mengangkut barang dari rotan, daun rumbia,
daun kapau, dan kulit kayu. Di masa lampau mereka juga membuat pakain dari kulit
kayu yang dipukul sedemikian rupa sehingga menjadi tipis, halus seta kuat. Namun
yang lebih unik lagi, dalam berbagai hal tersebut mereka tidak menggunakan paku
sebagai pengaitnya.
Suku Akit atau Suku Akik merupakan salah satu suku asli yang mendiami wilayah
Provinsi Riau. Suku Akit merupakan suku asli yang mendiami di beberapa wilayah di
riau
Suku ini memeluk agama Animisme (aliran kepercayaan), Kong Hu Cu, Islam
dan Kristen. Suku ini telah lama mendiami pulau ini sebelum suku-suku lainnya
menjadikan pulau ini sebagai tempat tinggal. Mata pencarian Suku Akit adalah dari
berburu dan meramu, serta nelayan. Untuk mempererat solidaritas dalam Suku Akit
maka sejak tahun 2000 telah terbentuk Lembaga Adat Suku Asli Akit (LASA) di
tingkat Kabupaten, tingkat Kecamatan dan tingkat desa/pedusunan. Saat ini Suku
Akit telah banyak berbaur dengan masyarakat lainnya.
Pulau Rupat tepatnya di Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis.
Orang Akit terutama hidup dari hasil berburu, menangkap ikan dan mengolah
sagu yang banyak tumbuh secara liar di pulau Rupat. Mereka berburu babi hutan,
kijang atau kancil dengan menggunakan sumpit bertombak, panah dan kadangkala
pakai perangkap. Senjata sumpit mereka gunakan untuk menjatuhkan burung atau
keluang, tombak untuk menusuk binatang besar dan sebagai alat bela diri. Teman
setia mereka untuk perburuan semacam itu adalah anjing. Setahun sekali mereka
panen durian, selain itu mereka juga pandai membuat tuak dari air enau atau kelapa.
Tidak heran kalau mereka biasa mabuk durian atau mabuk tuak.
Alat penangkat ikan ini memang agak berbeda dengan lainya tidak menguras
tenaga,tapi hasilnya cukup memuaskan,dan cukup untuk penghasilan sehari hari,
mata pencaharian dan hasil alam Sebagian besar dari masyarakat di suku asli Akit
ini bertahan hidup dengan hasil laut serta hasil hutan yang ada di sekitar mereka.
Masyarakat Akit hidup dengan kegiatan yang ada . Selain itu, juga kegiatan
menangkap ikan. Jadi, alam juga merupakan faktor pendukung paling utama dalam
kelangsungan hidup masyarakat Akit.
Tidak suku Akit saja yang memakai alat penangkap tradisional ini, tetapi
dengan seiringnya waktu berjalan, orang-orang suku lain juga ikut menggunakan
alat tradisonal ini. Banyak orang yang senang khususnya menggunakan Togok
untuk mencari ikan, karena prosesnya yang cukup mudah dan bisa banyak
menghasilkan ikan tanpa harus bersusah payah mendapatkan ikan dengan cara
memancing.
Pulau Tebing tinggi (Tanjung Peranap, Aer mabuk,Kundur, Lalang, Sesap, Batin Suir) .
Orang Akit terutama hidup dari hasil berburu, menangkap ikan dan mengolah
sagu yang banyak tumbuh secara liar di pulau tebing tinggi. Mereka berburu babi hutan,
kijang atau kancil dengan menggunakan sumpit bertombak, panah dan kadangkala pakai
perangkap. Senjata sumpit mereka gunakan untuk menjatuhkan burung atau keluang,
tombak untuk menusuk binatang besar dan sebagai alat bela diri. Teman setia mereka
untuk perburuan semacam itu adalah anjing.
Sebagian besar dari masyarakat di suku asli Akit ini bertahan hidup dengan hasil laut
serta hasil hutan yang ada di sekitar mereka. Masyarakat Akit hidup dengan kegitan
berkebun kelapa dan karet. Selain itu, juga kegiatan menangkap ikan. Jadi, alam juga
merupakan faktor pendukung paling utama dalam kelangsungan hidup masyarakat Akit.
Bahkan, sudah hampir puluhan tahun hasil alam yang ada di suku asli Akit mereka
optimalkan hasilnya. Contohnya pengoptimalan pada hutan laut dan hutan bakau. Selain
itu, mereka juga bercocok tanam padi. Kebutuhan sehari-hari bisa mereka penuhi
dengan panen beras yang terjadi setiap delapan bulan sekali.
Akan tetapi, dengan kemajuan zaman sekarang kesederhanaan yang ada di suku asli
Akit semakin saja terusik. Masyarakat Akit merasa tertinggal dengan berbagai
kecanggihan modern yang ada.
Suku akit sekarang sudah mau berbaur dengan orang sekitarnya, Walaupun
orang tua hanya seorang petani sagu,nelayan, menjual atap anyaman dari pohon nipah,
bahwa sekarang sudah ada suku akit yang sekolah sampai menjejak sarjana untuk
merubah derjat kehidupan yang lebih tinggi seperti orang lainnya.
Daftar Pustaka
https://id.scribd.com/document/374686113/Suku-Akit-Riau
https://koenhadi.wordpress.com/2009/06/04/suku-akit-di-riau/
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Akik
https://www.google.com/search?
q=mata+pencaharian+suku+akit&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ah
UKEwjO5vPAg6_fAhUaf30KHVG7AFgQ_AUIDigB&biw=1366&bih=657#imgdii=cx
l64LOfHXemEM:&imgrc=Zu5mXOn9quFCrM: